Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MANAJEMEN PASIEN SAFETY

KONSEP MANAJEMEN INFEKSI NOSOKOMIAL DAN

TINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SILANG

Dosen Pembimbing :

Hepta Nur Anugrahini, S.Kep.Ns.,M.Kep

Disusun Oleh:

Dhea Kusumasari
P27820118029
Tingkat II Reguler A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO
SURABAYA
TAHUN AJARAN 2019/2020
A. DEFINISI INFEKSI NOSOKOMIAL

Infeksi dapat didefinisikan sebagai “proses dimana mikro organisme


patogen, masuk tubuh, menetap dan berkembang biak didalam atau pada badan
seseorang”.

Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya
penyakit, dan komeo yang artinya merawat. Nosokomial berarti tempat untuk
merawat / rumah sakit. Jadi nosokial dapat diartikan sebagai infeksi yang
diperolah atau terjadi di rumah sakit (Darmadi, 2008).

Infeksi Nosokomial (INOS) adalah infeksi yang didapat atau timbul pada
waktu pasien dirawat di rumah sakit. Infeksi rumah sakit (nosokomial)
merupakan masalah penting diseluruh dunia dan terus meningkat setiap
tahunnya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak tenaga kesehatan untuk
mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Salah satu upayanya adalah
penerapan universal precaution (perlindungan diri). Akan tetapi peningkatan
kejadian infeksi nosokomial tetap terjadi.

B. SEJARAH INFEKSI NOSOKOMIAL


Infeksi dapat didefinisikan sebagai masuk tubuh, menetap dan berkembang
biak didalam atau pada badan seseorang" Infeksi nosokomial biasanya didapat
di Rumah Sakit, kamar atau kumpulan orang sakit di area bersama. Kata
nosokomial tepatnya berhubungan dengan tempat tidur pasien (bedside-
associated), tetapi dalam praktiknya juga dihubungkan dengan infeksi yang
terjadi (didapat) di institusi dimana orang berkumpul untuk mendapat
perawatan, termasuk Rumah Sakit, pusat rehabilitasi narkoba, pusat rehabilitasi
kesehatan jiwa, fasilitas klinis, pusat karantina kesehatan dan sebagainya.
Laporan yang diketahui pertama kali pada tahun 1843 dimana terjadi puerperal
sesis dan child bed fever yang fatal di Eropa. Oliver Wendell Holmes
menyampaikan pendapatnya kepada Boston Society for Medical Improvement.
Ia meyakinkan bahwa dokter yang melakukan otopsi menularkan infeksi pada
proses dimana mikro organisme patogen, pasiennya. Meskipun Holmes dan
sejawatnya menyimpulkan, tentang penyebaran puerperal fever melalui
observasi klinik, namun lgnaz Philipp Semmelweis seorang dokter diruang
obstetri di Vienna Hospital, yang berhasil mendokumentasikan dan
mendemonstrasikan, hubungan antara mortality rate purpural sepsis disuatu
ruangan Rumah Sakit yang ditangani oleh dokter dengan staffnya, adalah 5 kali
lebih besar dari ruangan yang hanya ditangani oleh bidan. la menemukan,
bahwa dokter setelah melakukan otopsi, tidak mencuci tangannya ketika masuk
ruangan merawat pasiennya. la membuktikan, bahwa angka kematian menurun
sekali setelah dokter mencuci tangannya setelah melakukan otopsi dengan
"Chlorinated Lime". Beberapa tahun kemudian Joseph Lister
mendemonstrasikan hubungan antara bakteri dan infeksi serta mengembangkan
antisepsis.

C. DAMPAK INFEKSI NOSOKOMIAL


Infeksi nosokomial mempunyai dampak yang luas, mulaidari pasien itu
sendiri, keluarga dan masyarakat, hingga sarana pelayanan kesehatan.
a) Bagi pasien, infeksi nosokomial menambah tekanan emosional,
menurunkan fungsi organ, dan pada beberapa kasus dapat juga
menyebabkan kecacatan dan kematian.
b) Bagi keluarga dan masyarakat, infeksi nosokomial memerlukan biaya
yang tinggi, hari rawat meningkat yang pada gilirannya akan
menurunkan tingkat produktivitas kerja.
c) Bagi sarana pelayanan kesehatan, infeksi nosokomial memberi citra
buruk. Selain itu, infeksi nosokomial dapat berdampak hukum berupa
tuntutan pengadilan yang menimbulkan kerugian materi maupun non-
materi, baik pasien maupun pelayanan kesehatan.

Angka kejadian infeksi nosokomial yang tinggi juga terjadi pada negara
maju misalnya, di Amerika Serikat terjadi 20 ribu kematian setiap tahunnya akibat
infeksi nosokomial. Diseluruh dunia, 10% pasin rawat inap dirumah sakit
mengalami infeksi yang baru selama dirawat atau sebesar 1,4 juta infeksi setiap
tahun. Di Indonesia penelitian yang dilakukan di sebelas rumah sakit
menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi baru selama
dirawat. Sebesar 0,0% hingga 12,06% pasien dengan rata-rata keseluruhan 4,26%.
Untuk lama perawatan berkisar 4,3-11,2 hari, dengan rata-rata keseluruhan 6,7
hari. Infeksi nosokomial dapat menyebabkan pasien dirawat lebih lama sehingga
harus mengeluarkan biaya yang lebi banyak. Kejadian Infeksi Nosokomial dapat
berakibat kematian apabila tidak mendapat penanganan yang tepat, menurut
Dewan Penasihat Aliansi Dunia untuk Keselamatan Pasien, infeksi nosokomial
menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Studi yang dilakukan
WHO di 55 rumah sakit di 14 negara diseluruh dunia juga menunjukkan bahwa
8,7% pasien rumah sakit menderita infeksi selama menjalani perawatan dirumah
sakit. Sementara di negara berkembang, diperkirakan lebih dari 40% pasien
dirumah sakit terserang infeksi nosokomial.

Tenaga kesehatan bertanggung jawab dalam menggunakan sarana yang


disediakan dengan baik dan benar serta memelihra sarana agar selalu siap dipakai
dan dapat dipakai selama mungkin (Kemenkes, 2011). Perawat adalah tenaga
profesional yang perannya tidak dapat dikesampingkan dari baris terdepan
pelayanan rumah sakit. Tenaga keperawatan juga ikut berpran aktif dalam
pengendalian infeksi nosokomial.

A. Konsep infeksi nosokomial.


infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh
yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemis. Infeksi
nosokomial adalah infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di
ruamh sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu selesai
dirawat.

Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun
luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula
memang sudah ada di dalam tubuh dan berpindah ketempat baru yang kita
sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen
(cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah
sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. Sumber penularan dan cara
penularan terutama melalui tangan personel kesehatan, jarum injeksi, kateter
IV, kateter urine, kasa pembalut atau perban, dan cara yang keliru dalam
menangani luka.
Infeksi nosokomial ini tidak hanya terjadi pada pasien saja tetapi tuga
termasuk personel rumah sakit yang berhungan langsung denganpasien
maupun penunggu dan para pengunjung pasien. Walaupun ilmu pengetahuan
dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada tiga dekade terakhir
dan sdikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin
meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit penurunan daya imun, bakteri
yang resistan antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif,
masis menyebabkan infeksi nodokomial yang menimbulkan kematian
sebanyak 88.000 kasus setiap tahun. Selain itu, jika kita bandingkan kuman
yang ada di masyarakat, mikroorganisme yang berada dirumah sakit lebih
berbahaya dan lebih resistan terhadap obat, karena itu diperlukan antibiotik
yang lebih paten atau suatu kombinasi antibiotik. Semua kondisi ini dapat
meningkat resiko infeksi kepada pasien.

B. GEJALA INFEKSI NOSOKOMIAL


Gejala infeksi nosokomial baru mulai muncul setelah penderita dirawat
sekitar 3x24 jam dirumah sakit atau jika menjalani tindakan pembedahan,
gejala infeksi nosokomial bisa muncul dalam waktu 2-30 hari setelah operasi
dilakukan.

C. TAHAPAN PADA INFEKSI NOSOKOMIAL


1. Tahap pertama
Mikroba patogen bergerak menuju ke penderita dengan mekanisme
penyebaran terdiri dari penularan langsung, dan tidak langsung yang di
jabarkan sebagai berikut :
a) Penularan langsung
Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga / pengunjung,
dan penderita lainnya. Kemungkinan lain berupa darah saat transfusi
darah.
b) Penularan Tidak Langsung
 Vehichle-borne yaitu penyebaran /penularan mikroba patogen melalui
benda-benda mati seperti peralatan medis, bahan-bahan/ material medis,
atau peralatan lainnya. seperti pemasangan kateter, vena pungsi, tindakan
pembedahan, proses, dan tindakan medis lain berisiko untuk terjadinya
infeksi nosokomial
 Vector-borne yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen dengan
perantara seperti serangga. Luka terbuka, jaringan nekrosis luka bakar,
dan gangren adalah kasus-kasus yang rentan dihinggapi lalat.
 Food-borne yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui
makanan, dan minuman yang disajikan penderita.
 Water-borne yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui air,
kemungkinannya kecil sekali karena air di Rumah Sakit biasanya sudah
melalui uji baku
 Air-borne yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui udara,
peluang terjadinya infeksi melalui cara ini cukup tinggi karena
ruangan/bangsal yang tertutup secara teknis kurang baik ventilasi, dan
pencahayaannya.
2. Tahap kedua
Upaya dari mikroba patogen untuk menginvasi ke jaringan/organ
penjamu (pasien) dengan cara mencari akses masuk seperti adanya
kerusakan / lesi kulit atau mukosa dari rongga hidung, mulut, orifisium
uretra dan sebagainya.
a. Mikroba patogen masuk ke jaringan/organ melalui lesi kulit. Hal ini
dapat terjadi sewaktu melakukan insisi bedah atau jarum suntik. Mikroba
patogen yang dimaksud antara lain virus hepatitis B.
b. Mikroba patogen masuk melalui kerusakan/lesi mukosa saluran
urogenital karena tindakan invasif seperti:
 Tindakan kateterisasi, sitoskopi.
 Pemeriksaan, dan tindakan ginekologi.
 Pertolongan persalinan pervaginam patologis, baik dengan bantuan
instrumen medis maupun tanpa bantuan instrumen medis.
c. Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung
menuju saluran napas partikel infeksiosa yang menular berada di udara
dalam bentuk aerosol langsung dapat terjadi melalui percikan ludah
apabila terdapat individu yang mengalami infeksi saluran napas
melakukan ekshalasi paksa seperti batuk atau bersin. Dari penularan
tidak langsung juga dapat terjadi apabila udara dalam ruangan
terkontaminasi. Lama kontak terpapar antara sumber penularan, dan
penderita akan meningkatkan risiko penularan. Contoh : virus influenza,
dan M. tuberculosis
d. Dengan cara ingesti yaitu melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna.
Terjadi pada saat makan, dan minum dengan makanan, dan minuman
yang terkontaminasi. Contoh : Salmonella, Shigella, Vibrio, dan
sebagainya.
3. Tahap ketiga

Mikroba patogen berkembang biak (melakukan multiplikasi) disertai


dengan tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada
mengakibatkan perubahan morfologis, dan gangguan fisiologis jaringan
Konsep infeksi nosokomial
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh
yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemis. Infeksi
nosokomial adalah infeksi yang muncul selama seseorang tersebut
dirawat di rumah dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang
itu dirawat atau sete selesai dirawat. Seorang pasien yang mengalami
infeksi nosokomial baru menunjukkan gejala infeksi setelah 72 jam
berada di RS, sedangkan pasien y menunjukkan gejala infeksi kurang
dari 72 jam setelah berada di RS bel dapat dikatakan mengalami infeksi
nosokomial. Hal ini discbabkan karena ms inkubasi penyakit yang
mungkin telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit.
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun
tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula
meman sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita
sebut dengas self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen
(cross infection disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari
rumah sakit dan dan sau pasien ke pasien lainnya. Sumber penularan dan
cara penularan terutama melala tangan personel kesehatan, jarum injeksi,
kateter IV, kateter urine, kasa pembal sakit atau perban, dan cara yang
keliru dalam menangani luka. Infeksi nosokomial ini Pun tidak hanya
terjadi pada pasien saja, tetapi juga dapat terjadi pada selunh personel
rumah sakit yang berhubungan langsung dengan pasien maupun
penunggu dan para pengunjung pasien. Infeksi nosokomial banyak terjadi
d seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara
yang sedang berkembang, karena penyakit-penyakit infeksi masih
menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO
menunjukkan bahwa sekitar 8.7% dari 55 rumah sakit di 14 negara yang
berasal dari Eropa, Timur Tengah Asia Tenggara dan Pasifik tetap
menunjukkan terdapat infeksi nosokomidl dengan Asia Tenggara
sebanyak 10,0 %.
Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi
meningkt pesat pada tiga dekade terakhir dan sedikit demi sedikit risiko
infeksi dant dicegah, tetapi semakin meningkatnya pasien-pasien dengan
penyakit penurunan daya imun, bakteri yang resistan antibiotik, super
infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan
infeksi nosokomial yang menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus
setiap tahun. Selain itu, jika kita bandingkan kuman yang ada di
masyarakat, mikroorganisme yang berada di rumah sakit lebih berbahaya
dan lebih resistan terhadap obat, karena itu diperlukan antibiotk yang
lebih paten atau suatu kombinasi antibiotik. Semua kondisi ini dapa
meningkatkan risiko infeksi kepada pasien

D. Faktor penyebab Infeksi nosokomial


Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia dirawat
di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini
tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkian terjadinya
infeksi tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistansi terhadap zat-
zat antibiotik, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius.
a. Agen
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Kebanyakan infeksi yang terjadi
dirumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit
yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-
bahan tidak steril. Kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang
umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang
menyebabkan penyekit pada orang normal.
 Bakteri.
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia
yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi
tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat
menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransiyang
rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling
banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri
patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadis
maupun endemis. Sebagai contoh adalah beberapa ciri berikut ini.
1) Anerobik gram positif, Clotridium yang dapat menyebabkan
gangren;
2) Bakteri gram positif, Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di
kulit dan hidung yang dapat menyebabkan gangguan pada paru,
pilang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali resistan
terhadap antibiotik;
3) Bakteri gram negatif, Enterobacteriacae, contohnya Escherchia coli,
Proteus, Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, sering kali
ditemukan di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi
disaluran pencernaan dan psien yang dirawat. Bakteri gram negatif
ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi dirumah
sakit.
4) Serraia marcescens dapat menyebabkan infeksi serius pada luka
bekas jahitan, paru, dan peritoneum.
 Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai
macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C media penularan dari
transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus
(RVS), rotavirus dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan
ke mulut atau melalui rute fekal-oral. Hepatitis dan HIV dirularkan
memlalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Virus lain yang
sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah Cytomegalovirus,
Ebola, infuenza virus, hrpes simplex virus, dan varicella-zoster virus.
 Parasit dan Jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan
mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit
dapat timbul selama pemberian obat antibiotik bakteri dan parasit dapat
timbul selama pemberian obat antibiotik bakteri dan obat
immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus
spp, Cryptococtus neoformans, Cryptosporidium.
b. Respon dan toleransi tubuh
Faktor terpenting yang memengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh
pasien terhadap infeksi dalam usia, status imunitas penderita, penyakit
yang diderita, obesitas dan malnutrisi, penggunaan obat-obatan
imunosupresi dan steroid, serta intervensi yang dilakukan pada tubuh
untuk melakukan diagnosis dan terapi.
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh
terhadap infeksi. Kondisi ini diperberat bila disertai penyakit kronis seperti
tumor, anemia, leukimia, diabetes melitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS.
Keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari
kuman yang semula oportunis. Obat-obatan yang bersifat imunosupresi
dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur
pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, katelisasi,
intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.
c. Resistansi terhadap agen antibiotik.
Banyak penyakit yang serius dan fatal dapat diterapi dan disembuhkan
dengan penemuan dan penggunaan antibiotik penicilin di tahun 1950-
1970. Namun keberhasilan ini menyebab penggunaan berlebihan dari
antibiotik.
Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resistan. Meningkatnya
risistan bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap
pasien yang rentan. Resitansi dari bakteri ditransmisikan antarpasien dan
faktor resistansinya dipindahkan antara bakteri.
Infeksi nosokomial sangat memengaruhi angka morbiditas dan
mortalitas dirumah sakit. Infeksi nosokomial menjadi sangat penting
karena peningkatan jumlah penderita yang dirawat, seringnya imunitas
tubuh melemah karena faktor-faktor yang memengaruhi imunitas
menurun, terdapatnya mikroorganisme yang baru (mutasi), dan
peningkatan resistansi bakteri terhadap antibiotik.
d. Faktor alat.
Dari suatu penelitian klinis infeksi nosokomial disebabkan infeksi saluran
napas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemi, serta terutama
pada pemakaian infus dan kateter urine yang lama dan tidak diganti sesuai
standart waktu pemakaian. Padahal di ruang penyakit dalam, 20-25%
pasien diperkirakan memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi
intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisik dan kimiawi.
Komplikasi tersebut berupa:
 Ekstravasasi infiltrat: cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi
kanula;
 Penyumbatan: infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat
dideteksi melaui gangguan lain;
 Flebitis: terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena;
 Trombosit: terdapat pembengkakan disepanjang pembuluh vena yang
menghambat aliran infus;
 Kolonisasi kanul: bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari
bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah;
 Septikemia; bila kuman menyebar hematogen dari kanul.
 Sepurasi; bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul.
Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan
komplikasi kanula intravena yaitu jenis kateter, ukuran kateter,
pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam.
Kateter yang dipasang pada tungkai bawah, pengabaian prinsip antisepsis,
cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media
pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus
untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula.
Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tenpat infus
dan bakteremia.

E. Penyakit akibat infeksi nosokomial.


a. Infeksi saluran kemih
Infeksi ini merupakan kejadian yang sering terjadi yaitu sekitar 40%
dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya berhubungan dengan penggunaan
kateter urine. Walaupun tidak terlalu berbahaya tetapi dapat menyebabkan
kematian.
Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan
ketika pemasangan kateter atau air yang digunakan untuk membesarkan
balon kateter. Infeksi dapat terjadi juga karena sterilisasi dan teknik
asepsis yang gagal.
b. Pneumonia nosokomial.
Pneumonia nosokomial dapat muncul pada pasien yang menggunakan
ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGTR, dan terapi
inhalasi. Penyebab infeksi pneumonia adalah cytomegalovirus,
influenzavirus, adenovirus, parainfluenzavirus, enterovirus, dan
coronvirus.
c. Bakteri nosokomial.
Faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya kateter, suhu
tubuh saat melakukan prosedur invasif, dan perawatan dari pemasangan
kateter atau infus.
d. Infeksi pembuluh darah.
Virus yang dapat menular dari cara ini adalah virus hepatitis B,
hepatitis C, dan penyakit HIV. Infeksi ini dibagi menjadi 2 kategori utama:
1) Infeksi pembulu darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi
sebelumnya, dan berbeda dengan organisme yang ditemukan
dibagian tubuh yang lain.
2) Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi organisme
yang sama dari sisi tubuh yang lain.
e. Infeksi jaringan kulit/luka operasi.
Infeksi kulit dan jaringan lunak, luka terbuka seperti ulkus, bekas
terbakar, dan luka bekas operasi membesar dan kemungkianan terinfeksi
bakteri dan berakibat terjadinya infeksi sistemi. Dari golongan virus yaitu
herpes simplex, varicella zooster, dan rubella.
f. Infeksi hepatitis akut
Timbul setelah 2 minggu dirawat inap atau atau 6 bulan setelah keluar
dari rumah sakit. Dengan tanda-tanda klinik yang khas yaitu kenaikan
SGOT, SGPT dan billirubi.
g. Infeksi saluran cerna
Infeksi saluran cerna yang terjadi diruang rawat inap dengan tanda dan
gejala seperti mencret dengan atau tanpa muntah, nyeri perut, dan disertai
demam.
h. Infeksi saluran napas bagian bawah
Infeksi ini terjadi setelah 3x24 jam sejak mulai dirawat gejala demam
38,8oC, lekositosis, batuk dengan dahak dan ditemukan ronki basah.

F. Contoh Infeksi Nosokomial


1. Infeksi Luka Operasi (ILO)
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari
paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu
1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi
tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka
atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah
satu tanda :
a. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
b. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
c. Ditemukan abses 
d. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
e. Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan
mengakibakan semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya
pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat
mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus
dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi,
perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.
2. Infeksi Saluran Kencing (ISK )
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang sangat
sering terjadi. ISK dapat terjadi di saluran ginjal (ureter), kandung
kemih (bladder), atau saluran kencing bagian luar (uretra).
Bakteri utama penyebab ISK adalah bakteri Escherichia coli (E. coli)
yang banyak terdapat pada tinja manusia dan biasa hidup di kolon.
Wanita lebih rentan terkena ISK karena uretra wanita lebih pendek
daripada uretra pria sehingga bakteri ini lebih mudah menjangkaunya.
Infeksi juga dapat dipicu oleh batu di saluran kencing yang menahan
koloni kuman. Sebaliknya, ISK kronis juga dapat menimbulkan batu.
Mikroorganisme lain yang bernama Klamidia dan Mikoplasma juga
dapat menyebabkan ISK pada laki-laki maupun perempuan, tetapi
cenderung hanya di uretra dan sistem reproduksi. Berbeda dengan E
coli, kedua bakteri itu dapat ditularkan secara seksual sehingga
penanganannya harus bersamaan pada suami dan istri.
Gejala Penderita ISK mungkin mengeluhkan hal-hal berikut:
a.  Sakit pada saat atau setelah kencing
b. Anyang-anyangan (ingin kencing, tetapi tidak ada atau sedikit
air seni yang keluar)
c. Warna air seni kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan
bila ada darah
d. Nyeri pada pinggang
e. Demam atau menggigil, yang dapat menandakan infeksi telah
mencapai ginjal (diiringi rasa nyeri di sisi bawah belakang
rusuk, mual atau muntah)
Faktor-faktor resiko pada isk nosokomial yang berhubungan
dengan pemakaian kateter dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
 Faktor yang tidak dapat diubah
Jenis kelamin perempuan, status pascapersalinan, umur(usia
lanjut), penyakit parah, dan tingkat kreatinin dalam darah tinggi.
 Faktor yang dapat diubah
 Indikasi yang salah dalam pemasangan kateter saluran kemih.
 Pencernaan saat pemasangan/memasukkan kateter katena
metode pemasangan dan jenis kateter.
 Perawatan kateter yang salah
 Lamanya penggunaan kateter dan antibiotik.
3. Infeksi Saluran Napas (ISN)
Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi
menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.
Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis,
laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas
bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis,
bronkhiolitis, pneumonia.
Keadaan rumah sakit yang tidak baik dapat menimbulkan infeksi
saluran napas atas maupun bawah. Infeksi saluran napas atas bila tidak
diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran
nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi
serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya
yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.
G. Pencegahan infeksi nosokomial.
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini memerlukan suatu rencana yang
terintegrasi, monitoring dan program-program yang bertujuan membatasi
penyebaran organisme, mengontrol dan membatasi resiko infeksi serta
melindungi pasien. Program yang bertujuan sebagai pengawasan infeksi,
identifikasi penyakit dan mengontrol penyebaran infeksi, yaitu:
a. Dekontaminasi.
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga
kebersihan tangan. Hal yang perlu diingat adalah memakai sarung tangan
ketika mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh atau keringat,
tinja, urine, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah
terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung
tangan.
b. Instrumen yang sering digunakan rumah sakit.
Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang
terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa
pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita
penyakit yang sama.
c. Menaati praktik pencegahan infeksi yang dianjurkan terutama kebersihan
dan kesehatan tangan serta pemakaian sarung tangan(alat pelindung diri)
d. Memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat
untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor,
diikuti sterilisasi untuk desinfeksi tingkat tinggi.
e. Meningkatkan keamanan dan kesehatan lingkungan, terutama ditempat-
tempat yang beresiko tinggi, misalnya di kamar operasi.

H. MANIFESTASI KLINIS
Kejadian dan jenis infeksi nosokomial berbeda-beda sesuai dengan
tempat peralatan dan tindakan yang dilakukan terhadap pasien, seperti :
1) Pemakaian infus dan kateter dengan tidak memperhatikan tindakan
antiseptis dapat menyebabkan komplikasi kanula intravena.
2) Infeksi saluran kemih pasca operasi ginekologi.
3) Infeksi luka operasi dan infeksi luka bakar.
4) Infeksi bakteri gram negative di ruang rawat intensif dapat menyebabkan
pneumonia.
Manifestasi klinis infeksi nosokomial dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Spesifik
Ini merupakan tanda gejala yang semakin menjurus ke setiap penyakit
yang telah disebutkan di atas. Misalkan pada pneumonia dapat terjadi
batuk dengan dahak yang kental maka sekret akan diambil dan diperiksa,
pada infeksi saluran kemih terdapat nyeri daerah punggung bawah atau
perut bawah yang biasanya diakibatkan dari adanya pemasangan kateter.
Yang terpenting, seluruh gejala ini timbul setelah perawatan di rumah
sakit dan tidak sesuai dengan keluhan awal saat masuk rumah sakit.
b. Non spesifik
Tanda secara umum mengawali sebelum ke spesifik. Jadi tanda dan
gejala ini pasti dialami oleh semua pasien yang sedang terinfeksi, bukan
hanya infeksi nosokomial saja melainkan infeksi yang lain juga. Gejala
yang muncul masih bersifat umum dimana gejala yang muncul
merupakan ciri umum dari beberapa penyakit seperti:
a. Demam tinggi
b. Takikardi
c. Sel darah putih tinggi
d. Lemas
e. Nyeri punggung dan pembengkakan di area infeksi

I. KOMITE PENGENDALIAN INFEKSI


Kunci pengendalian penyakit infeksi nosokomial adalah adanya komite
pengendalian infeksi (the infection control committee) dan program-
programnya. Komite terutama bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
program pengendalian infeksi. Komite mendeskripsikan dan secara terus
menerus berhubungan dengan semua bagian Rumah Sakit.
A. DEFINISI INFEKSI SILANG
Infeksi silang adalah penularan mikroorganisme penyebab infeksi antar
pasien, atau antar pasien dengan staf rumah sakit atau antar staf di dalam
lingkungan rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan lainnya. Salah satu cara
memutus rantai infeksi silang adalah dengan melaksanakan prosedur sterilisasi
atau desinfeksi peralatan maupun sarana penunjang kesehatan dengan tepat.
Infeksi silang adalah gerakan fisik atau perpindahan bakteri berbahaya
dari sllatu orang, objek, atau tempat ke tempat lain, atau dari satu bagian tubuh
ke bagian lain (seperti menyentuh tangan yang terinfeksi staph ke mata).

B. PATOGENESIS INFEKSI SILANG


Infeksi silang dapat terjadi jika mikroorganisme patogen memiliki jumlah
yang cukup untuk menyebabkan penyakit, reservoir yang memungkinkan
mikroorganisme patogen untuk bertahan hidup, penyebaran dari reservoir
kereservoir lainnya, adanya jalan keluar dan masuknya mikroorganisme
patogen ke reservoir lain dan reservoir yang rentan terinfeksi.Rantai infeksi
adalah sebuah proses terjadinya infeksi yang diawali dengan adanya sebuah
sumber dari mikroorganisme patogen. Mikroorganisme patogen harus memiliki
reservoir ketika akan tumbuh dan memperbanyak diri. Manusia dan hewan
umumnya adalah reservoir bagi penyebaran infeksi, namun ketika manusia
telah terpapar dan tidak memiliki gejala serta tanda terjadinya infeksi maka
disebut sebagai carrier (pembawa sifat). Carrier dapat menularkan infeksinya
kepada yang lain dengan cara meninggalkan reservoir dan hal ini
membutuhkan portal of exits (jalan keluar). Mikroorganisme patogen dapat
keluar melalui pernafasan, saluranpencernaan, cairan kemih, saluran
reproduksi, kulit yang terkelupas dan darah sama seperti keluarnya
mikroorganisme patogen dari reservoir sebelumnya.
Masuknya mikroorganisme patogen ke reservoir lain disebut dengan portal of
entry.Seseorang yang berisiko terjadinya infeksi (susceptible host) sangat
dibutuhkan oleh mikroorganisme patogen untuk tumbuh dan memperbanyak
diri. Pada seseorang yang terinfeksi akan mendapatkan tanda dan gejala dari
terinfeksinya sebuah penyakit.
C. RANTAI PADA INFEKSI SILANG

Rantai infeksi adalah sebuah proses terjadinya infeksi yang di awali


dengan adanya sebuah sumber dari mikroorganisme patogen.

Infeksi silang dapat terjadi jika mikroorganisme patogen memiliki jumlah


yang cukup untuk menyebabkan penyakit, reservoir yang memungkinkan
mikroorganisme patogen untuk bertahan hidup, penyebaran dari reservoir ke
reservoir lainnya, adanya jalan keluar dan masuknya mikroorganisme patogen
ke reservoir lain dan reservoir yang rentan terinfeksi.

1. Agen Infeksi
Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme dapat menyebabkan
infeksi tergantung pada jumlah mikroorganisme,virulensi, kemampuan
untuk masuk dan bertahan hidup.
2. Reservoir
Tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik
berkembang biak atau tidak. Yang berberan dalam resirvoir adalah
manusia, binatang, makanan, air, serangga dan benda lainnya. Kebanyakan
reservoir adalah tubuh manusia misalnya dikulit, mukosa, cairan maupun
drainase.
3. Portal Of Exit
Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus menemukan
jalan keluar untuk masuk kedalam tubuh dan menyebabkan infeksi.
Sebelum menimbulkan infeksi, mikroorganisme harus keluar terlebih dulu
dari reservoirnya.
4. Cara Penularan Infeksi
Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan berbagai
cara seperti kontak langsung dengan penderita melalui oral, fekal, kulit
atau darahnya.
5. Portal Of Entry
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam
tubuh. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute atau jalan yang
sama dengan portal keluar.
6. Daya tahan manusia
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen
infeksi. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu
terhadap patogen.

D. JALUR PENYEBARAN INFEKSI SILANG MELALUI TENAGA


KESEHATAN GIGI
Jalur penyebaran infeksi terjadi di praktek dokter gigi dapat melalui
pasien ke tenaga kesehatan gigi, tenaga kesehatan gigi ke pasien, pasien ke
pasien, tenaga kesehatan ke komunitas dan komunitas ke tenaga kesehatan gigi
ke pasien. Berikut sebagai jalur penyebaran infeksi silang:
a. Pasien ke tenaga pelayanan kesehatan gigi
Infeksi ini dapat berasal dari penularan melalui kontak langsung,
tidak langsung, penyebaran droplet dan dapat melalui udara yang telah
terkontaminasi oleh mikroorganisme.
b. Tenaga pelayanan kesehatan gigi ke pasien
Infeksi ini berasal dari tenaga pelayanan kesehatan gigi yang tidak
menggunakan alat perlindungan diri (APD).
c. Pasien ke pasien
Infeksi yang dapat berasal dari kontak tidak langsung pada
peralatan kedokteran gigi yang tidak dilakukannya sterilisasi dengan
sempurna dan permukaan peralatan dental unit yang telah terkontaminasi
yang paling sering tersentuh oleh tenaga pelayanan kesehatan gigi.
d. Tenaga kesehatan gigi ke komunitas masyarakat
 Infeksi ini dapat berasal dari kontak tidak langsung karena tidak
menggunakan APD; misalnya melalui baju, handphone, yang telah
terkontaminasi.
 Limbah medis (cair dan padat) yang tidak dikelola sesuai aturan
dengan benar, untuk itu perlu memiliki instalasi pengolahan limbah
medis.
e. Komunitas ke pasien
Mikroorganisme masuk ke ruang dokter gigi mellalui air yang
disuplai oleh pemerintah lalu masuk ke dental unit, kemudian
mikroorganisme yang berkumpul dibalik saluran air disaluran pada
handpice, air-water syringe dan skeler ultrasonik yang nanti masuk ke
dalam mulut pasien.

E. INFEKSI SILANG YANG UMUM


1. Infeksi sakluran kemih

Jenis infeksi silang yang paling umum, biasanya terjadi setelah


pemasangan kateter, penempatan kateter melalui uretra ke dalam
kandung kemih. Bakteri dari saluran usus adalah penyebab paling umum
dari ISK, meskipun jamur yang disebut Candida albicans sering terlibat.
Meskipun ISK umum terjadi, mereka umumnya jenis infeksi silang yang
paling parah dan paling tidak mahal.

2. Pneumonia
Jenis infeksi silang yang paling umum kedua yang didefinisikan
sebagai infeksi paru-paru yang berkembang 48 jam atau lebih setelah
masuk. Mikroorganisme yang diperkenalkan dengan cepat menjajah area
tenggorokan, tetapi belum menyebabkan infeksi. Setelah tenggorokan
dijajah, mudah bagi pasien untuk menghirup mikroorganisme ke dalam
paru-paru dan sebagian besar pneumonia nosokomial berkembang dalam
dua hari setelah prosedur infeksi.
3. Infeksi situs bedah
Karean operasi adalah invasi langsung dari tubuh pasien, penghalang
alami kulit rusak, memberikan bakteri masuh ke dalam tubuh yang
biasanya steril. Infeksi ini biasanya diperoleh dari peralatan bedah yang
sudah terkontaminasi, pelayan kesahatan menggunakan teknik yang tidak
tepat untuk mengganti perban pasca operasi, intubasi, dan sistem
kekebalan tubuh yang tertekan dapat terjadinya bakteri alami dalam
tubuh berkoloni.
4. Infeksi sistem darah
Infeksi yang penularannya melalui lingkungan, peralatan yang
terkontaminasi, tangan petugas kesehatan melalui tempat pemasangan
kateter. Infeksi dapat berkembang dikulit sekitar kateter, atau lebih serius
bakteri dapat masuk melalui aliran darah vena dan menyebabkan infeksi
umum. Infeksi ini lebih parah dari infeksi silang karena dapat
menyebabkan kematian terbanyak, memperpanjang rawat inap, biaya
mahal.

F. CARA MENYEBARAN MIKROORGANISME


Proses penyebaran mikroorganisme ke dalam tubuh , baik pada
manusia maupun hewan, dapat melalui berbagai cara, di antaranya:
1. Kontak tubuh , penyebaran secara langsung melalui sentuhan dengan
kulit,sedang secara tidak langsung dapat melalui benda yang
terkontaminasi.
2. Makanan dan minuman, tersebar melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi seperti pada penyakit tifus abdominalis, penyakit infeksi
cacing dan lain-lain.
3. Serangga, contohnya penyebaran penyakit malaria oleh plasmodium
pada nyamuk anopheles dan beberapa penyakit saluran pencernaan yang
dapat di tularkan oleh lalat.
4. Udara, proses penyebarab kuman melalui udara dapat di jumpai pada
penyebaran penyakit sistem pernafasan.

G. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES INFEKSI


a. Sumber penyakit, sumber penyakit dapat memengaruhi apakah infeksi 
berjalan cepat dan lambat.
b. Kuman penyebab, dapat menentukan jumlah mikroorganisme,
kemampuan mikroorganisme, masuk ke dalam tubuh dan virulensianya.
c. Cara membebaskan sumber dari kuman , ini dapat menentukan apakah
proses infeksi cepat teratasi atau di perlambat seperti tingkat keasaman
(Ph), suhu, penyinaran (cahaya), dan lain-lain.
d. Cara penularan , dengan cara kontak langsung.
e. Cara masuknya kuman, proses penyebaran kuman berbeda bergantung
pada sifatnya.
f. Daya tahan tubuh, daya tahan tubuh yang baik dapat menyebabkan
memperlambat proses infeksi atau mempercepat proses penyembuhan.

H. CARA PENYEBARAN INFEKSI SILANG


a) Kontak secara langsung; ketika menyentuh darah pasien atau cairan
tubuh lainnya.
b) Kontak secara tidak langsung; ketika menyentuh permukaan yang sudah
terkontaminasi atau alat yang sudah terkontaminasi.
c) Infeksi yang berupa percikan; infeksi yang dapat terjadi ketika percikan
mengenai permukaan mata, hidung, atau mulut.
d) Penyebaran melalui parenteral; ketika kulit tertusuk jarum suntik, kulit
terluka, kulit yang tergores dan gigitan dari manusia.
I. TINDAKAN PENCEGAHAN INFEKSI

Beberapa tindakan pencegahan infeksi yang dapat di lakukan adalah


1. Aseptik yaitu tindakan yang di lakukan dalam pelayanan kesehatan.
2. Antiseptik yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh
lainnya.
3. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani
oleh petugas kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis
sebelum pencucian dilakukan.
4. Pencucian yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh, atau
setiap benda asing seperti debu dan kotoran .
5. Desinfeksi yaitu tindakan pada benda mati dengan menghilangkan
tindakan pada benda mati dengan menghilangkan sebagian besar (tidak
semua) mikroorganisme penyabab penyakit.
6. Sterilisasi yaitu tindakan untuk menghilangngkan semua mikroorganisme
(bakteri,jamur,parasit,dan virus) termasuk bakteri endospora.

J. PERLINDUNGAN DARI INFEKSI DIKALANGAN PETUGAS


Beberapa cara pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan
adalah mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan
kesterilan dengan lima standar penerapan yaitu :
1. Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang.
2. Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan
darah atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian
khusus (apron), masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan hidung
yang digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah
penularan berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke tenaga
kesehatan atau sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh,
terhirup, tertelan dan lain-lain.
3. Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan
penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah
pasien.
4. Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan
prinsip yang benar.

K. CARA PENGENDALIAN INFEKSI SILANG (Universal pre-Caution)


Perlu adanya tindakan yang dilakukan oleh dokter gigi dalam mencegah
terjadinya penularan infeksi silang. Hal ini bisa dilakukan dengan  melindungi
dokter gigi dari adanya penularan infeksi silang.
Teknik perlindungan diri:
1. Cuci tangan dengan ssabun yang mengandung lanolin/ handlotion
2. Mengenakan sarung tangan sekali pakai (disposable)
3. Kaca mata pelindung dan masker, dipakai untuk melindungi wajah
dari cipratan ludah dan darah.
4. Memakai baju pelindung dan penutup kepala selama perawatan
5. Menggunakan isolator karet (rubber dam) yang akan mengurangi jumlah
bakteri bila digunakan semprotan air dan high volume aspirator
6. Melindungi permukaan kerja
7. Pencegahan terhadap kontaminasi silang dapat memperhatikan factor
berikut:
Memakai bahan-bahan yang disposable seperti jarum suntik, masker, pisau.
8. Mengurang percikan saliva dan darah selam perawatan dengan cara:
a) Obat kumur sebelum perawatan dimulai
b) Menggunakan aspirator high volume
c) Memakai rubber dam
d) Ventilasi udara yang baik
e) Prosedur yang teliti sewaktu membuat dan mencuci foto roentgen
f) Letakan mulut dari penderita HIV didesinfektan dahulu sebelum
diisi untuk bahan alginate, hasil cetakan direndam dalam larutan hipoklorit
selama 1 jam, untuk bahan rubber base  dan silicon. Hindarakan
pemakaian coppeband impression karena akan menyebabkan pendarahan gusi.
DAFTAR PUSTAKA
Wijono, djoko. 2008. Manajemen Mutu Rumah Sakit dan Kepuasan Pasien –
prinsip dan praktik. Surabaya: Duta Prima Airlangga.
Nursalam. 2015. Manajemen Keperawatan – aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Darmadi. 2008. Infeksi nosokomial: problematika dan pengendaliannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Mulyanti & Megananda. 2005. Pengendalian Infeksi Silang di bidang Kedokteran
Gigi. Bandung: Politeknik Kesehatan Bandung Jurusan Kesehatan Gigi.

Linda Tietjen, dkk. 2004.Panduan Pencegahan Infeksi. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Potter, Patricia A dan Anne G Perry. 2010. Fundamental Of Nursing. Edisi 7.
Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai