Anda di halaman 1dari 24

HALAM JUDUL

MAKALAH
TEKANAN PANAS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Higiene
Industri

Yang Diampu Oleh Arum Dian Pratiwi, S.KM., M.Sc.

Oleh:

Kelompok : 3

Kelas K3

Silvi Tristya Pratiwi J1A117131


Siti Azzahra J1A117132
Try Saputra Habibie J1A117142
Tuti Mulyanti J1A117143
Uni Zulfiani J1A117146
Winandela B. V. L J1A117161
Wiwin Sujanah J1A117165
Ahmad Alfajri J1A117175

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Tekanan
Panas.

Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan


mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar
pembuatannya. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih, terutama
kepada Ibu Arum Dian Pratiwi selaku dosen pembimbing mata kuliah higiene
industri.
Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, kami menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Kedepannya semoga kami dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Kendari, 25 April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAM JUDUL .................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4. Manfaat ..................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
2.1. Pengertian Tekanan Panas ............................................................................ 4
2.2. Contoh Kasus Tekanan Panas ...................................................................... 5
2.3. Dampak Dan Mekanisme Tekanan Panas .................................................. 10
2.4. Alat Ukur Tekanan Panas ........................................................................... 14
2.5. Cara Mengukur ........................................................................................... 15
2.6. Pengendalian Dan Pencegahan Tekanan Panas .......................................... 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 19
3.1. Kesimpulan ................................................................................................. 19
3.2. Saran ........................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia dalam suatu sistem bekerja dan berinteraksi dalam suatu
lingkungan, dan dalam perspektif ergonomi keterkaitan dan interaksi antara
manusia dan lingkungannya dikenal dengan istilah Environmental
Ergonomics atau ergonomi lingkungan. Wignjosoebroto (2008) menjelaskan
bahwa manusia sebagai makhluk sempurna tetap tidak luput dari kekurangan,
dalam arti segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari diri sendiri (intern), dapat juga dari
pengaruh luar (ekstern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah
kondisi lingkungan kerja, yaitu semua keadaan yang terdapat di sekitar
tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara,
pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lainlain.
Hal-hal tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja
manusia. Parson (2000) mengemukakan bahwa pada prinsipnya ergonomi
lingkungan mencakup kondisi sosial, kondisi psikologis, budaya dan
organisasi dari lingkungan. Kesemuanya ini akan membahas bagaimana
reaksi manusia terhadap kondisi lingkungan kerja yang akan memberikan
respon psikologis dan respon fisiologis sehingga dalam perancangan produk
yang sering digunakan di lingkungan kerja yang ekstrim, dapat
memperhitungkan faktor lingkungannya, dan dalam kehidupan bahwa antara
lingkungan fisik dan manusia saling mempengaruhi.

Furnace area atau tungku peleburan merupakan area kerja yang


memiliki risiko besar terjadinya heat stress karena lingkungan kerja yang
penuh risiko dengan temperatur yang tinggi. Kondisi ini akan mempengaruhi
durasi kerja dan beban kerja itu sendiri. Penggunaan pakaian pelindung diri
dengan standar yang lebih tinggi menjadi suatu keharusan untuk area kerja
ini. Setelan pakaian pelindung diri harus cocok dengan kondisi lingkungan,
khususnya terhadap temperatur yang yang akan mempengaruhi heat stress.

1
2

Heat stress yang terusmenerus akan berpotensi menjadi penyebab terjadinya


kecelakaan kerja.

Menurut Mustafa B Pulat, (1992) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat


strain) karena peningkatan temperatur udara di luar comfort zone adalah
vasodilatasi, denyut jantung meningkat, temperatur kulit meningkat, suhu inti
tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat. Suhu lingkungan kerja yang
tinggi menyebabkan temperatur tubuh pekerja meningkat selanjutnya akan
mengakibatkan tekanan panas (heat stress) pada pekerja sehingga akan
mempengaruhi produktivitas pekerja. Di lingkungan kerja yang ekstrim,
pakaian pelindung diri atau personal protective clothing (PPC) dijadikan
sebagai salah satu faktor penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini ialah :

1. Apa Pengertian Tekanan Panas?

2. Bagaimana Contoh Kasus Tekanan Panas?

3. Apa Dampak Dan Mekanisme Tekanan Panas?

4. Apa Alat Ukur Tekanan Panas?

5. Bagaimana Cara Mengukur Tekanan Panas?

6. Bagaimana Pengendalian Dan Pencegahan Tekanan Panas?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada makalah ini ialah :

1. Untuk Mengetahui Pengertian Tekanan Panas

2. Untuk Mengetahui Contoh Kasus Tekanan Panas

3. Untuk Mengetahui Dampak Dan Mekanisme Tekanan Panas


3

4. Untuk Mengetahui Alat Ukur Tekanan Panas

5. Untuk Mengetahui Cara Mengukur Tekanan Panas

6. Untuk Mengetahui Pengendalian Dan Pencegahan Tekanan Panas

1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang akan diperoleh dari pembahasan makalah sebagai
berikut:

1. Sebagai bahan belajar dalam mata kuliah Higiene Indutri, Fakultas


Kesehatan Masyarakat, Universitas Halu Oleo.

2. Sebagai bahan acuan dalam mengembangkan pengetahuan mengenai


materi tekanan panas.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Tekanan Panas


Tekanan panas diartikan sebagi jumlah beban panas yang merupakan
hasil dari kegiatan ( pelaksanaan pekerjaan ) tenaga kerja dan kondisi
lingkungan dimana tenaga kerja tersebut bekerja.
Tekanan panas merupakan salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan agar produktivitas, penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja
dapat dikendalikan secara maksimal mungkin.
Tekanan panas adalah faktor bahaya yang berpengaruh terhadap
tenaga kerja, karena tekanan panas akan memberikan beban tambahan
disamping beban kerja dari tenaga kerja itu sendiri dan jika tidak
dikendalikan dengan baik sehingga melebihi nilai batas yang diperkenankan
maka dapat menyebabkan penyakit akibat kerja dan dapat menurunkan
produktivitas tenaga kerja ( Santoso, 1985:2 )
Tekanan panas adalah perpaduan dari suhu dan kelembapan udara,
suhu radiasi dengan panas yang dihasilkan oleh metabolisme tubuh
(Siswanto, 1987:2)
Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara,
kecepatan
Tekanan panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi yang di padankan dengan produksi
panas oleh tubuh sendiri ( Summa’ mur, 2009 )
Suhu lingkungan tempat kerja dapat mempunyai suhu tinggi dan suhu
rendah. Suhu di tempat kerja dapat dipengaruhi dari mesin dan faktor
lingkungan di tempat kerja ( Sulistioningsi, 2013 )
Selama aktivitas pada lingkungan panas, tubuh secara otomatis akan
memberikan reaksi untuk memelihara suatu panaas lingkungan yang konstan
dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan
kehilangan panas dari dalam tubuh ( Tarwaka dkk, 2004 )

4
5

Tekanan panas ( Heat Stress) adalah batasan kemampuan penerimaan


panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh
akibat melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan ( temperatur udara,
kelembapan, pergerakan udara, dan radiasi perpindahan panas ) dan pakaian
yang digunakan pada saat heat stress mendekati batas toleransi tubuh, resiko
terjadinya kelainan kesehatan menyangkut panas akan meningkat ( ACGIH,
2005 ).
Menurut Santoso ( 2005 ), tekanan panas ( heat stress ) adalah beban
iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia. Menurut Summa’ mur ( 2009 )
suhu udara dapat diukur dengan termometer biasa ( termometer suhu kering )
kelembapan udara diukur dengan menggunakan hygrometer. Ada pun suhu
dan kelembapan dapat diukur bersama-sama dengan misalnya menggunkan
alat pengukur sling psychrometer atau arsman psychrometer yang juga
menunjukkan suhu basa sekaligus.
Suhu basa adalah suhu yang ditunjukkan suatu termometer yang
dibasahi dan ditiupkan udara kepadanya dengan demikian suhu tersebut
menunjukan kelembapan relatif udara. Kecepatan aliran udara dapat diukur
dengan anemomete, sedangkan kecepatan udara yang kecil dengan suatu kata
termometer, suhu radiasi diukur dengan suatu termometer bola ( globe
thermometer ). Panas radiasi adalah energi atau gelombang elektromagnetis
yang panjang gelombangnya lebih dari sinar matahari dan mata tidak peka
terhadapnya atau mata tidak dapat melihatnya.

2.2. Contoh Kasus Tekanan Panas


Berikut contoh kasus mengenai tekanan panas, yaitu:
1. Kasus Pertama
PT Krakatau Steel sebagai industri baja terbesar di Indonesia
memproduksi baja dalam jumlah yang sangat besar. Kapasitas produksi
total PT Krakatau Steel mencapai 2,5 juta ton baja kasar (crude steel) per
tahun. Proses produksi baja, khususnya saaat peleburan, membutuhkan
suhu yang sangat tinggi, yakni mencapai sekitar 1700oC. Suhu WBGT
indoor di tiga area produksi Slab Steel Plant (SSP) PT Krakatau Steel
6

Cilegon, Banten yang diukur pada bulan Maret 2012 berpotensi


menimbulkan tekanan panas (heat stress) pada pekerja, yakni 35,1oC di
area peleburan, 32,5oC di area proses sekunder, dan 30,3oC di area
pengecoran. Heat stress yang dialami pekerja dapat menimbulkan
gangguan kesehatan berupa heat rash, heat cramps, heat syncope,
dehydration, heat exhaustion, hingga yang paling fatal heat stroke.
Gangguan kesehatan yang dialami pekerja akan berdampak pula bagi
perusahaan berupa penurunan produktivitas akibat jam kerja yang hilang.
Heat exhaustion merupakan kelelahan akibat pajanan panas yang
diawali dengan tanda dan gejala berupa merasa kelelahan, lemah/ lemas,
pusing; sakit kepala, banyak mengeluarkan keringat, denyut nadi tinggi,
suhu tubuh sedikit meningkat, bahkan hingga tidak sadarkan diri/ pingsan
(Bernard, 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 96,1%
responden mengalami keluhan banyak mengeluarkan keringat dengan
frekuensi sering sampai sangat sering; 74,5% mengalami kelelahan, 70,6%
merasa lemah/ lemas, dan 70,6% merasakan suhu tubuh meningkat dengan
frekuensi jarang sampai sering; 47,1% merasa pusing, sakit kepala dan
41,2% merasa detak jantung cepat (berdebar) walaupun jarang. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa tanda dan gejala dari heat exhaustion
dirasakan secara signifikan oleh pekerja di area peleburan, proses
sekunder, dan pengecoran SSP PT Krakatau Steel.
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa tekanan panas
dialami oleh total 36 dari 51 responden (70,6%) mengalami tekanan panas.
Namun, perlu diperhatikan bahwa pajanan panas yang diterima pekerja di
kedua area tersebut bersifat intermittent dan pekerja dapat dengan mudah
mengakses ruang kendali ber-AC serta air minum. Hal ini dapat
memengaruhi tingkat risiko tekanan panas pada pekerja. Perusahaan pun
sebenarnya telah menyediakan alat pelindung diri berupa pakaian reflektif
(baju tahan api) yang berfungsi untuk mengurangi jumlah panas radiasi
yang dapat mencapai pekerja (Bernard, 2002), tetapi pekerja jarang
menggunakan APD tersebut dengan alasan membuat tubuh terasa lebih
7

panas, tidak nyaman karena pergerakan jadi terbatas, dan jumlah APD
kurang memadai sehingga harus digunakan secara bergantian. Oleh karena
itu, jumlah pakaian reflektif perlu ditambah agar seluruh pekerja dapat
menggunakan APD masing-masing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluhan yang paling
signifikan dirasakan oleh responden adalah banyak mengeluarkan keringat
(96,1%) dan sering haus (70,6%) dengan frekuensi sangat sering dan
sering. Keluhan mengalami kelelahan (74,5%), lemah/ lemas (70,6%),
suhu tubuh meningkat (70,6%), serta kulit terasa kering dan panas (66,7%)
cukup signifikan dirasakan responden dengan frekuensi sering dan jarang.
Sedangkan keluhan yang hampir tidak pernah dirasakan oleh responden
adalah merasa mau pingsan (94,1%), kram/ kejang otot perut (86,3%), dan
hilang keseimbangan (84,3%).

(sumber : jurnal penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat FKM UI,


2013).

2. Kasus kedua
Bekerja di lingkungan kerja yang mempunyai suhu tinggi atau
suhu ekstrim panas dapat memberikan dampak, baik dampak ekonomi,
kesehatan maupun keselamatan pekerja.Berdasarkan laporan Dara, pada
tahun 2012 negara USA diperkirakan mengalami kerugian sebesar 300
Miliar US Dollar akibat penurunan produktivitas pekerja.Angka tersebut
akan mencapai 2.500 Miliar US Dollar pada tahun 2030 (Lemke &
Kjellstrom, 2013). Sebanyak 13 orang meninggal dunia akibat heat stress
di Amerika pada periode 2009-2011 (NCDOL, 2011).
Dampak yang lebih besar terjadi di negara Yunani dan Perancis.
Lebih dari 2.000 orang meninggal dunia di Yunani pada tahun 1987 dan
14.802 orang meninggal dunia dalam rentang waktu 20 hari pada tahun
2003 di Perancis akibat heat stress (Kovats & Hajat, 2008).
Pada tahun 2010, BLS dalam NIOSH, 2013 mencatat terjadi 4.190
kasus penyakit dan kecelakaan yang berhubungan dengan pajanan panas
8

yang mengakibatkan 1 hari kerja hilang di USA. Di tahun yang sama,


sebanyak 40 pekerja meninggal karena pajanan panas, 18 orang
diantaranya dari bidang industri konstruksi, 6 orang dari bidang sumber
daya alami (termasuk pertanian) dan pertambangan, 6 orang dari bidang
profesional dan servis bisnis, dan 3 orang orang dari bidang
manufaktur.Penelitian di Asia Tenggara, khususnya Thailand terdapat
10.784 dari 58.495 pekerja sering mengalami perasaan tidak nyaman
karena bekerja di lingkungan bersuhu tinggi. Penelitian yang sama juga
menunjukkan bahwa sebesar 20% pekerja mengalami heat stress dan hasil
ini berhubungan signifikan dengan kejadian kecelakaan kerja (Tawatsupa,
Yiengprugsawan, Kjellstrom, Berecki-Gisolf, Seubsman, & Sleigh, 2013).
(Sumber:http://www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/201606/S55485Tabita%20
Majiah , Jurnal Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia).

3. Kasus Ketiga
Seorang pemuda 20 tahun baru 10 hari bekerja sebagai pengangkut
pasir. Ia jatuh sakit karena kelelahan dan ototnya terasa pegal semua. Di
tempat kerjanya udaranya sangat panas dan berdebu. Saat ia bekerja
jantungnya berdenyut sangat cepat 120 X permenit.
Dari kasus tersebut, Pemuda merasa kelelahan, otot pegal dan
denyut jantung mencapai 120 kali per menit dapat disebabkan karena
berbagai faktor di tempat kerja. Salah satu faktor penyebab pemuda
merasakan berbagai keluhan tersebut adalah paparan panas. Karena
pemuda dalam melakukan pekerjaannya terpapar panas dari lingkungan .
Kelelahan dan otot terasa pegal dapat terjadi karena tubuh manusia
yang berdarah panas, mempunyai sistem untuk mempertahankan suhu
tubuh agar tetap konstan, meskipun tubuh terpajan oleh berbagai tingkat
temperatur dari lingkungan. Untuk menjaga agar suhu tubuh berada pada
batas yang aman, tubuh harus melepaskan atau membuang kelebihan
panasnya. Proses yang utama adalah melalui sirkulasi darah dan
pengeluaran keringat. Respon otomatis pengaturan panas tubuh biasanya
9

terjadi jika temperature darah melebihi 98,6°F dan pengaturan serta


pengendalian temperatur tubuh dilakukan oleh otak. Pengeluaran keringat
oleh tubuh bukan untuk mendinginkan tubuh tapi untuk mengeluarkan
cairan dari kulit melalui proses evaporasi. Pada kondisi kelembaban yang
tinggi, proses evaporasi keringat dari kulit akan menurun dan upaya tubuh
untuk menjaga temperatur tubuh pada batas yang bisa diterima akan
menjadi terganggu. Kondisi ini akan dapat mengganggu kemampuan kerja
individu yang bekerja di lingkungan yang panas. Dengan banyaknya darah
yang mengalir ke permukaan tubuh bagian luar, akan menyebabkan
penurunan aktivitas otot, otak, organ internal, penurunan kekuatan, dan 10
fatigue yang terjadi lebih cepat. Selain itu, aklimatisasi atau proses
penyesuaian diri terhadap panas juga dapat menyebabkan kelelahan.
Aklimatisasi merupakan proses adaptasi secara fisologis dan psikologis
yang terjadi sehingga seseorang menjadi terbiasa untuk bekerja pada
lingkungan kerja yang panas. Peningkatan penyesuaian terjadi seiring
dengan makin lamanya terpajan oleh panas dan penurunan tingkat efek
(strain) yang dirasakan.
Peningkatan daya toleransi terhadap panas membuat seseorang
menjadi lebih efektif dalam bekerja pada kondisi yang mungkin
mengganggu sebelum terjadi aklimatisasi. Seseorang yang terpajan oleh
panas lingkungan kerja akan terlihat tanda-tanda seperti tertekan dan tidak
nyaman, peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi, sakit kepala, perasaan
mau mabuk, hilang kesadaran, dan beberapa tanda lainnya seperti heat
exhaustion.
Sebelum terjadinya pajanan yang berulang, terdapat tanda adaptasi
dimana terjadi perubahan fisiologis dengan peningkatan keringat secara
efisien yang secara bersamaan akan menimbulkan sirkulasi yang stabil.
Setelah terpajan panas beberapa hari seseorang yang melakukan pekerjaan
yang sama akan mengalami penurunan suhu tubuh dan denyut nadi,
namun terjadi peningkatan keringat (penurunan tekanan pada
10

termoregulator), dan tidak ada tanda-tanda tertekan seperti yang dialami


sebelumnya.
Aklimatisasi penuh terhadap panas terjadi pada pajanan harian
yang relatif singkat. Minimum waktu pajanan untuk dapat beraklimatisasi
terhadap panas adalah 100 menit perhari secara kontinyu. Namun dalam
kasus diatas, memungkinkan bahwa pemuda tersebut tidak melakukan
penyesuaian diri dari lingkungan kerja yang panas. Kemungkinan pemuda
tersebut pada hari pertama sampai dengan hari ke sepuluh selalu bekerja
100% sesuai dengan jam kerja tanpa ada penyesuaian diri pada hari
minggu pertama kerja.
(Sumberhttps://www.academia.edu/9324778/Hiperkes_Paparan_Panas_P
aparan_Dingin_Tekanan_Turun)

2.3. Dampak Dan Mekanisme Tekanan Panas


Heat-related illness (penyakit akibat panas) merupakan keluhan atau
kelainan klinis yang akibatkan oleh paparan panas.Heat related-Ilness
mencakup berbagai gangguan mulai dari gangguan yang ringan hingga
mengancam nyawa. Penyakit ini muncul jika terdapat gangguan regulasi suhu
tubuh akibat input panas dan metabolisme tubuh meningkat namun tidak
diimbangi dengan pengeluaran panas dari kulit secara radiasi, evaporasi, dan
konveksi. Penyakit ini banyak terjadi di daerah tropis. (Grubenhoff JA,dkk).
1. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan penguapan yang berlebihan akan mengurangi
volume darah, pada tingkat awal aliran darah akan menurun dan otak
kekurangan oksigen. Orang akan mengalami kelelahan. Apabila berlanjut
akan merusak fungsi sel sehingga menurunkan efesiensi otot, mengurangi
sekresi air liur, sulit menelan,gelisah, pengumpulan asam di jaringan.
2. Heat stress
Heat stress adalah batasan tubuh menerima beban panas dari
kombinasi tubuh yang menghasilkan panas saat melakukan pekerjaan dan
faktor lingkungan (seperti temperatur udara, kelembaban, pergerakan
udara, dan radiasi perpindahan panas) serta pakaian yang digunakan. Suhu
11

tubuh manusia secara normal akan dipertahankan pada suhu diantara 36oC
dan 38oC. Ketika tubuh berada pada lingkungan dengan suhu yang panas,
maka suhu tubuh akan mengalami peningkatan dan sistem thermostat
menjaga suhu tubuh pada keadaan normal dengan tubuh bereaksi untuk
menghilangkan kelebihan panas. Jika panas dalam tubuh lebih cepat dari
pada proses hilangnya kelebihan panas, maka seseorang tersebut
mengalami heat stress (WorkSafeBC., 2007).
Ketika bekerja di tempat dengan iklim kerja yang panas, suhu
tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas
tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin.
Begitu juga sebaliknya, lingkungan yang panas dapat mempengaruhi suhu
tubuh manusia. Panas akan dipindahkan ke kulit melalui darah yang
melewati pembuluh darah kulit, kemudian dari kulit akan ditransfer ke
lingkungan eksternal melalui konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi
(King J, 2004).
Heat stress dapat menyebabkan perubahan mekanis dan fungsi
jantung pada tubuh. Beban sirkulasi darah akan meningkat yang
menyebabkan perubahan hemodinamik dalam sirkulasi darah (Wilson TE.
and Crandall CG., 2011). Apabila suhu tubuh meningkat melebihi rentang
nilai normal maka pembuluh darah kulit akan mengalami vasodilatasi
untuk membuang panas dalam tubuh. Hal ini disebabkan oleh hambatan
pusat simpatis di hipotalamus posterior yang menyebabkan
vasokonstriksi.Tekanan panas dapat menyebabkan gangguan toleransi
ortosatik dibandingan dengan keadaan normotermia.Meskipun
berkurangnya toleransi ortostatik belum jelas mungkin berhubungan
dengan faktor-faktor yang langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi tekanan perfusi otak, aliran darah otak dan oksigenasinya
sehingga tekanan panas dapat menurunkan kecepatan aliran darah serebral
yang berkontribusi terhadap intoleransi ortostatik. Pada manusia di bumi,
sirkulasi darah melawan gaya gravitasi. Gravitasi mempengaruhi distribusi
cairan.Pada saat berdiri, volume darah bergeser menuju pembuluh darah
12

splanknikus, panggul dan kaki. Akan tetapi sistem saraf otonom akan
menjaga agar tekanan darah tetap terjaga pada saat perubahan posisi
sehingga mencegah penurunan lebih lanjut dalam pengembalian darah
vena ke jantung (Janneke G., 2005).
Komponen primer dalam regulasi tekanan darah selama
keadaanrtostatik/berdiri tegak adalah meningkatkan tahanan vaskular.
Tahanan vaskuler dapat meningkat melalui beberapa cara seperti
peningkatan saraf simpatik eferen dan mekanisme lokal seperti respon
venoarteriolar. Vasokonstriksi pembuluh darah dibangkitkan melalui
respon venoarteriolar ketika tekanan vena transmural meningkat pada
kulit, subkulit dan sistem vaskular otot. Pada uji pembebanan panas
seluruh tubuh dapat melemahkan respon venoarteriolar yang akan
memberikan kontribusi terhadap penurunan kontrol tekanan darah dan
mengurangi teleransi ortostatik (Brothers RM,dkk., 2009).
Seorang karyawan dapat bekerja secara efisien dan produktif bila
lingkungan kerja nyaman. Para pekerja yang bekerja dalam lingkungan
panas akan mengalami gejala klinis secara subjektif yakni kelelahan,
dengan gejala kelelahan yang meningkat sesuai dengan tingkat paparan
panas (Chen M, dkk., 2003).
Selain itu dapat menyebabkan cidera secara serius seperti: heat
stroke, heat cramp, heat exhaustion, dan heat rush (Center for Disease
Control and Prevention, 2010). Lingkungan yang sangat panas dapat
mengarahkan ke berbagai kondisi yang serius dan mungkin fatal. Kondisi
ini tergantung dari sensitivitas tubuh terhadap panas yang dipengaruhi oleh
usia, aklimatisasi, kesehatan dan konsumsi alkohol serta obat-obatan
(Davis G., 2007).
3. Heat rush
Heat rush atau miliaria rubra atau biang keringatditandai dengan
pinpoint eritema papular yang sering kali disertai dengan rasa gatal, dan
dapat terjadi erupsi pada daerah yang tertutup pakaian.Biasanya terjadi di
daerah pinggang atau daerah yang sering berkeringat seperti wajah,
13

ekstremitas atas, dan leher. Proses pengeluaran keringat dipengaruhi oleh


hipotalamus yang menghasilkan enzim brandikinin. Enzim brandikinin
mempengaruhi kerja kelenjar keringat untuk mengeluarkan keringat.Selain
dipengaruhi hipotalamus, kerja kelenjar keringat juga dipengaruhi oleh
perubahan suhu lingkungan dan pembuluh darah. Ketika suhu tubuh kita
meningkat atau suhu udara di lingkungan kita tinggi, maka suhu darah juga
meningkat sehingga pembuluh-pembuluh darah di kulit akan melebar. Hal
ini mengakibatkan banyak darah yang mengalir ke daerah tersebut.Karena
pangkal kelenjar keringat berhubungan dengan pembuluh darah maka
terjadilah penyerapan air, garam dan sedikit urea oleh kelenjar
keringat.Kemudian air bersama larutannya keluar melalui pori-pori yang
merupakan ujung dari kelenjar keringat.Keringat yang keluar membawa
panas tubuh. Apabila saat keluarnya keringat berlebih dapat menyumbat
saluran keringat hingga terjadi obstruksi yang akan menimbulkan
kebocoran kelenjar keringat hingga epidermis dan dermis maka disinilah
dapat menyebabkan terjadinya biang keringat (heat rush).

Menurut Putra (2004), efek-efek panas bagi tubuh manusia akan


berdampak pada tingkat kemampuan fisik dan mental, sebagai berikut:

No. Tingkat Temperatur Sifat Terhadap Tubuh


1. ±49˚C Temepratur dapat ditahan sekitar 1 jam,
tetapi jauh diatastingkat
kemampuanfisikdanmental
2. ±30˚C Aktivitas dan daya tangkat mulai
menurun dan
cenderungmembuatkesalahankerja
3. ±24˚C Kondisioptimum
4. ±10˚C Mulai muncul kekakuan fisik yang
ekstrim
14

2.4. Alat Ukur Tekanan Panas


Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembapan udara,
kecepatan gerak udara, suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi
panas oleh tubuh diukur dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor.

Alat ukur : Area Heat Stress Monitor


Merek Alat : Questempo 10
Satuan : oCelcius
Data : Di atas NAB(>29,4oC) dan di bawah NAB(
< 29,4oC ) sesuai standar Kep-51/MEN/1999 dengan
kriteria 50% kerja 50% istirahat dengan beban kerja
sedang yaitu 29,4oC.
Skala pengukuran : Nominal

Gambar 1. Questempo10 Area Heat Stress Monitor

Gambar 2. Macam-macam Questemp Area Heat Stress Monitor


15

2.5. Cara Mengukur


Area Heat Stress Monitor adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur tekanan panas. Adapun cara penggunaannya adalah:

1. Tekan tombol power.

2. Tekan tombol oC atau oF untuk menentukan satuan suhu yang digunakan.

3. Tekan tombol globe untuk menentukan suhu bola.

4. Tekan tombol dry bulb untuk mendapatkan suhu bola kering.

5. Tekan tombol wet bulb untuk mendapatkan suhu bola basah.

6. Tekan tombol Wet Bulb Globe Thermometer (WBGT) untuk mendapatkan


Indeks Suhu Bola Basah (ISBB).

7. Catat hasil yang dibaca pada display.

8. Tekan tombol power untuk mematikan.

9. Diamkan 10 menit setiap selesai menekan salah satu tombol untuk waktu
adaptasi.

Pengukuran tekanan panas di lingkungan kerja dilakukan dengan


meletakkan alat pada ketinggian 1,2 m (3,3kaki) bagi tenaga kerja yang
berdiri dan 0,6 m (2 kaki) bila tenagakerja duduk dalam melakukan
pekerjaan. P ada s aa t pen gu kuran reservoir (tandon) termometer suhu
basah diisi dengan aquadest dan waktu adaptasi alat 10 menit (Tim Hiperkes,
2006).

Menurut keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 51 tahun 1999, nilai


ambang batas iklim kerja adalah sebagai berikut :
16

Pengaturan waktu kerja setiap jam ISBB ˚C


Beban kerja
Waktu kerja Waktu Ringan Sedang Berat
Kerja terus menerus istirahat
( 8 jam 30.0 26.7 25.0
75 % sehari) 2 30.6 28.0 25.9
50 % 5 31.4 29.4 27.9
25 % 70 32.2 31.1 30.0
5%
ISBB untuk pekerjaan di luar % ruangan dengan panas radiasi :
ISBB = (0.7 x suhu basah) +% (0.2 x suhu radiasi) + (0.1 suhu kering)

ISBB untuk pekerjaan di dalam ruangan tanpa panas radiasi :


ISBB = (0.7 x suhu basah) + (0.3 x suhu radiasi)

Catatan :
1. Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100-200 Kkal/jam
2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200-350 Kkal/jam
3. Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350-500 Kkal/jam

2.6. Pengendalian Dan Pencegahan Tekanan Panas


Menurut Depkes RI (2003), pencegahan terhadap gangguan panas
meliputi : pemberian air minum, garam, makanan, istirahat, tidur dan
pakaian.

1. Air minum merupakan unsur pendingin tubuhyang pentingdalam


lingkungan panas.Air diperlukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi
akibat berkeringat dan pengeluaran urine. Garam (NaCl). Pada keluaran
keringat yang banyak, perlu menambah pemberian garam, akan tetapi
tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan haus dan mual.
Sesudahmakan, sebagian besar darah mengalir ke daerah khusus untuk
menyerap hasil pencernaan.

2. Istirahat bermanfaat untuk menghindari teerjadinya efek kelelahan


komulatif.Tidur untuk menghindari efek kelelahan setelah aktivitas fisik
17

yang berat yang dilakukan pada lingkungan kerja yang panas, tubuh
memerlukan istirahat yang cukup dan tidur sekitar 7 jam sehari.

3. Pakaian melindungi permukaan dari radiasi sinar matahari, tetapi dapat


menghambat terjadinya konveksi kulit dengan aliran udara.Untuk itu
disarankan agar memakai pakaian yang cukup longgar terutama bagian
leher, ujung lengan, ujung celana dan terbuat dari bahan yang mudah
menyerap keringan.

Sebelumnya, NIOSH (1996) telah merekomendasikan aklimatisasi


bagitenag akerja. Pada batas tertentutu buhmanusia dapat beradaptasi
terhadap tekanan panas, hal ini dinamakan aklimatisasi fisiologis. Setelah
periode aklimatisasi, pada aktivitas yang sama beban kerja kardiovaskuler
tidak akan terlalu besar. Pembuangan panas tubuh melalui pengeluaran
keringat akan lebih efisien dan tenaga kerja akan lebih mudah
mempertahankan suhu tubuh normal.

Rekomendasi NIOSH (1996) dan Siswanto (1987) untuk pengendalian


tekanan panas di tempat kerja adalah sebagai berikut:

1. Rekayasa Tehnik
a. Ventilasi umum
Cara ini dilakukan untuk mencampurkan udara yang panas
dengan udara yang dingin dari luar ruangan. Sistem ventilasi permanen
biasanya dipakai untuk mendinginkan seluruh ruangan. Sementara
pada ruangan kerja yang lebih kecil biasanya dipakai sistem ventilasi
local atau portabel.Ventilasi umum dinilai tidak dapat menanggulangi
panas radiasi yang tinggi.
b. Ventilasi setempat yang bertujuan untuk mengendalikan panas
konveksi yaitu dengan menghisap keluar udara yang panas.
c. Isolasi terhadap benda-benda yang panas akan mencegah keluarnya
panas ke lingkungan. Ini dapat dilakukan misalnya dengan membalut
pipa-pipa yang panas, menutupi tangki –tangki yang berisi air panas
18

sehingga dapat mengurangi aliran panas yang timbul. Cara ini adalah
paling praktis untuk membatasi pemaparan seseorang terhadap panas
dan merupakan cara pengendalian yang dianjurkan bila ditempat kerja
terdapat sumber panas yang sangat tinggi.
d. Pendinginan lokal yang dilakukan dengan cara mengalirkan udara
yang sejuk ke sekitar pekerja dengan tujuan menggantikan udara yang
panas dengan udara yang sejuk dan dialirkan pada kecepatan tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil yakni sebagai beriut :
1. Tekanan Panas (Heat Stress) adalah batasan kemampuan penerimaan
panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh
akibat melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan (temperatur udara,
kelembapan, pergerakan udara, dan radiasi perpindahan panas) dan
pakaian yang digunakan pada saat heat stress mendekati batas toleransi
tubuh, resiko terjadinya kelainan kesehatan menyangkut panas akan
meningkat.
2. Dampak dan mekanisme tekanan panas yaitu, dehidrasi yang merupakan
penguapan yang berlebihan akan mengurangi volume darah, dan Heat
stress dimana batasan tubuh menerima beban panas yang menghasilkan
panas saat melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan (seperti temperatur
udara, kelembaban, pergerakan udara, dan radiasi perpindahan panas) serta
pakaian yang digunakan. Serta Heat rush atau miliaria rubra atau biang
keringat ditandai dengan pint-point eritema papular yang sering kali
disertai dengan rasa gatal, dan dapat terjadi erupsi pada daerah yang
tertutup pakaian.
3. Alat ukur tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembapan udara,
kecepatan gerak udara, suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi
panas oleh tubuh diukur
4. Cara mengukur area heat stress monitor adalah dengan menggunakan
Area Heat Stress Monitor.
5. Pengendalian dan pencegahan tekanan panas menurut Depkes RI (2003),
pencegahan terhadap gangguan panas meliputi : pemberian air minum,
garam, makanan, istirahat, tidur dan pakaian.

3.2. Saran
Seharusnya setiap pekerja harus lebih memperhatikan keadaan tempat
kerja sebelum bekerja untuk mengurangi risiko yang akan terjadi dan bagi
perusahaan seharusnya lebih memperhatikan suhu yang ada di temppat kerja.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alwina, Maulidiani Fitria L, Kurniawidjaja, Meily. 2013. Gambaran Keluhan


Subjektif Pekerja Akibat Tekanan Panas di Area Peleburan, Proses
Sekunder, dan Pengecoran Slab Steel Plant (SSP) PT Krakatau Steel
Cilegon, Banten Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat. FKM UI.

Anonim. 2015. Pengukuran Iklim Kerja.


http://blogk3.blogspot.com/2015/02/pengukuran-iklim-kerja.html?m=1.
(Diakses pada tanggal 24 April 2019).

Ashar, Tiffani Dinda.,Fitria Saftarina., dan Riyan Wahyudo . 2017. Penyakit


Akibat Panas. Medula, Vol. 7, No 5.(Diakses pada tanggal 24 April 2019).

Brothers RM., Wingo JE., Hubing KA., Del Coso J., Crandall CG., 2009. Effect
of Whole Body Heat Stress on Peripheral Vasoconstriction during Leg
Dependency, J Appl Physiol 107:1704-1709.

Chen M., Chen C., Yeh W., Huang J., Mao I., 2003. Heat Stress Evaluation and
Worker Fatigue in a Steel Plant, AIHA Journal, Volume 64, 352 – 359

Davis G., 2007. Heat Stress 101 (Part 2), http://www.safetyservicescompany.com,


(Diakses pada tanggal 24 April 2019).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pusat Kesehatan Kerja. 2003. Modul


Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta: Depkes RI.

Janneke G., 2005. Postural Changes in Humans: Effects of Gravity on The


Circulation, Thesis, Academisch Proefschrift, Netherlands.
.
King J., 2004. Thermoregulation: Physiological Responses and Adaptations to
Exercise in Hot and Cold Environments, J. Hyperplasia Research, 4(3)

Lib. (2016). Naskah Ringkas. http://www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-


06/S55485Tabita%20Majiah. (Di akses 25 April 2019).

Marwanto, Zuhdan., dan Erlina Marfianti. 2011. Perbedaan Tekanan Darah


Sebelum dan Sesudah Paparan Heat Stress pada Pekerja Perusahaan
Industri Alumunium Yogyakarta.JKKI, Vol. 3 No. 8.(Diakses pada tanggal
24 April 2019).

Pulat, B. Mustafa. 1992. Fundamentals Of Industrial Ergonomic. AT & T


Network System. Oklahoma.

Putra,I.N.P.S. 2004. Seminar Nasional Ergonomi2. Jogjakarta: Universitas Gajah


Mada.
Ramdan, Iwan Muhammad. 2013. Higiene Industri. Yogyakarta : Penerbit
Bimotry.

Resya, Havidz Aly. 2010. Perbedaan Tekanan Darah Pada Paparan Tekanan
Panas Di Atas Dan Di Bawah Nab Pada Pekerja Bagian Cor Cetak Pt.
Suyuti Sidomaju Ceper Klaten. Surakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret.

Santoso. 1985. Higiene Perusahaan Panas. Solo: Fakultas Kedokteran


Universitas Sebelas Maret.

Suma’mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja, Sagung Seto,


Jakarta, 151-167.

Siswanto, 1987. Tekanan Panas. Surabaya: Balai Hiperkes dan Keselamatan


Kerja Jawa Timur.

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan


Produktivitas. Surakarta : UNIBA PRESS.

Wilson TE. and Crandall CG, 2011. Effect of Thermal Stress on Cardiac
Function, Exerc Sport Sci Rev. 39(1):12-17

Wingjosoebroto, Sritomo. 2008. Ergonomi-Studi Gerak Dan Waktu. Guna Widya:


Surabaya.

WorkSafeBC, 2007. Preventing Heat Stress at Work. http://www.worksafebc.com


(Di akses 25 April 2019).

Anda mungkin juga menyukai