Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH SURVEILANCE KESEHATAN MASYARAKAT

“SURVEILANCE EPIDEMILOGI KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERILAKU”

DISUSUN OLEH:

Adinda Desma Mulyani (G1D116029)

Yeni Diorita (G1D116032)

Sri Rahayu (G1D116038)

Winda Erza (G1D116044)

Wiji Novarianti (G1D116041)

Jevin Anugrah Saputra (G1D116048)

Dwi Utari (G1D116051)

Laras Ayu Wulandari (G1D116058)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN AKADEMIK 2018


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT,atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi para pembaca.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan wawasan bagi
para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
masih sangat kurang.oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberi
masukan dan kritikan untuk makalah saya.

Jambi, 09 Februari 2018


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam Kepmenkes RI No.1116


tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan menyebutkan bahwa surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan,
analisis, interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta melakukan
penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan sebagai pertimbangan dalam
pengambilan keputusan atau kebijakan (Mahfudhoh, 2015).

Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang


meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan, dan
status gizi masyarakat sehingga banyak program-program kesehatan yang dilakukan
pemerintah terutama pada penduduk usia rentan, seperti program Safe Motherhood
Initiative, program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), program Maternal and Neonatal
Tetanus Elimination (MNTE), dan program Pemberantasan Penyakit Menular
(Depkes RI, 2010).

Surveilans epidemiologi dalam penyelenggaraannya memiliki banyak


indikator kerja, sehingga membutuhkan banyak kegiatan perekaman, pengumpulan,
pengolahan, dan analisis data yang diperoleh dari berbagai unit sumber data.
Banyaknya kegiatan perekaman, pengumpulan, pengolahan data akan memberikan
beban kerja dan menganggu upaya meningkatkan kinerja surveilans. Oleh karena
itu, diperlukan penyelengaraan sistem surveilans yang sesedikit mungkin indikator
kerja serta sesederhana mungkin, tetapi tetap dapat mengukur kualitas
penyelengaraan surveilans dalam memberikan informasi. Indikator yang paling
sering digunakan adalah kelengkapan laporan, ketepatan waktu laporan,
kelengkapan distribusi/desiminasi informasi, dan terbitnya buletin
epidemiologi(Weraman, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan surveilans?


b. Apa yang dimaksud dengan surveilans epidemiologi?
c. Apa yang dimaksud dengan survailens epidemiologi kesehatan lingkungan dan
perilaku ?
d. Apasaja ruang lingkup surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku?
e. Apa kegunaan dari surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku?
f. Bagaimana surveilans di rumah sakit?
g. Bagaimana surveilans disarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas, klinik dan
infeksi nosokomial?
h. Bagaimana cakupan kasus dan contoh surveilans di rumah sakit dan sarana layanan
kesehatan?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui definisi dari surveilans


b. Untuk mengetahui definisi dari surveilans epidemiologi
c. Untuk mengetahui definisi dari survailens epidemiologi kesehatan lingkungan dan
perilaku
d. Untuk mengetahui ruang lingkup surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan
perilaku
e. Untuk mengetahui kegunaan dari surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan
perilaku
f. Untuk mengetahui surveilans di rumah sakit
g. Untuk mengetahui surveilans disarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas,
klinik dan infeksi nosokomial
h. Untuk mengetahui cakupan kasus dan contoh surveilans di rumah sakit dan sarana
layanan kesehatan
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Surveilans

WHO mendefinisikan surveilens adalah pengukuran sistematis kesehatan


dan lingkungan parameter, rekaman, dan transmisi data/perbandingan dan
interpretasi data untuk mendeteksi kemungkinan perubahan dalam status kesehatan
dan lingkungan penduduk (Hikmawati, 2011)

Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis


dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi
kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.

Mencermati pemahaman seperti tersebut diatas, Kementerian Kesehatan


(Indonesia) menekankan pentingnya surveilans sebagai suatu kegiatan analisis atau
kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan
pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data. Surveilans epidemiologi
didefinisikan sebagai kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap
penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan
tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien
melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi
epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan (Imari, 2011).

Surveilans Kesehatan didefinisikan sebagai kegiatan pengamatan yang


sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit
atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan
informasi guna mengarahkan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien
(Permenkes,2014).

2.2 Definisi Surveilans Epidemiologi

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus


menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan, agar dapat melakukan
tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan
data pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara
program kesehatan. (Koes Irianto, 2013).

Surveilans epidemiologi menurut Depkes RI (2003), merupakan suatu


proses pengamatan terus menerus dan sistematik terhadap terjadinya penyebaran
penyakit serta kondisi yang memperbesar risiko penularan dengan melakukan
pengumpulan data, analisis, interpretasi dan penyebaran interpretasi serta tindak
lanjut perbaikan dan perubahan.

Sedangkan menurut Thacker (2000), surveilans epidemiologi adalah suatu


rangkaian yang dilakukan secara terus menerus dan sistematik dalam mengumpul,
mengolah, menganalisis dan menginterpretasi data peristiwa kesehatan yang
bermutu untuk perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap upaya pelayanaan
kesehatan masyarakat disertai dengan penyebarluasan informasi tersebut kepada
pihak lintas terkait.

Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh beberapa sebab, oleh karena itu
secara operasional diperlukan tatalaksana secara integratif dengan ruang lingkup
permasalahan tertentu. Menurut Ditjen PPM dan PL Departemen Kesehatan RI tahun
2003, surveilans epidemiologi memiliki berbagai subsistem sebagai berikut.

1) Surveilans epidemiologi penyakit menular


2) Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular
3) Surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku
4) Surveilans epidemiologi kesehatan matra
5) Surveilans epidemiologi masalah kesehatan lainnya.

2.3 Definisi Survailans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan

Surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku adalah subsistem


dari surveilans epidemiologi, yang merupakan analisis terus menerus dan sistematis
terhadap penyakit dan faktor resiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan.
Berdasarkan PERMENKES RI nomor 24 tahun 2014, menyebutkan bahwa ruang
lingkup dari surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku meliputi:

1) surveilans sarana air bersih;


2) surveilans tempat-tempat umum;
3) surveilans pemukiman dan lingkungan perumahan;
4) surveilans limbah industri, rumah sakit dan kegiatan lainnya;
5) surveilans vektor dan binatang pembawa penyakit;
6) surveilans kesehatan dan keselamatan kerja; dan
7) surveilans infeksi yang berhubungan dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2.4 Ruang Lingkup Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku

1. Sarana Air Bersih

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 Tetang syarat-syarat dan


pengawasan kualitas, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-
hariyang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila dimasak
(Permenkes RI 1990).

a. Macam-macam Sumber Air


Dari segi letaknya macam-macam sumber air dibagi menjadi:
1) Air hujan (Air Angkasa)
Air hujan adalah air angkasa sebelum jatuh kepermukaan tanah yang terjadi dari
proses evaporasi dari air permukaan dan evapotranspirasi dari tumbuh-
tumbuhan oleh bantuan sinar matahari, dan melalui proses kondensasikemudian
jatuh kebumidalam bentuk hujan salju ataupun embun.
2) Air permukaan
Air permukaan adalah air yang berada di atas permukaan tanah baik yang
mengalir maupun yang tergenang seperti air sungai, danau, telaga, waduk, rawa
dll
3) Air tanah
Air tanah adalah air permukaan yang meresap kedalam tanah dan dapat menjadi
air tanah tertekan. Air tanah dibagi menjadi (1) Air tanah tertekan adalah lapisan
tanah yang dibatasi oleh dua lapisan kedap air dan karenannya mempunyai
tekanan seperti halnya air mengalir melalui pipa yang penuh terletak miring,
sedangkan (2) Air tanah tidak tertekan adalah air yang berasal dari rembesan
melalui permukaan tanah yang mengisi poro-pori tanah, dan apabila digali atau
dibor air tanah ini akan menuju pada lobang-lobang pengeboran.
b. Penyediaan Air Bersih
Penggunaan air yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan terjadinnya
gangguan kesehatan berupa penyakit menular maupun tidak menular. Penyakit
menular umumnya disebabkan oleh makhluk hidup, penyakit menular disebarkan
langsung oleh air secara langsung dimasyarakat disebut bawaan air atau water borne
disease. Ini terjadi karena air merupakan media berkembang biak agent penyakit.
Selain penyait menular penggnaan air juga dapat menyebabkan penyakit tidak
menular karena telah terkontaminasi zat-zat berbahaya atau beracun.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih, yaitu:
1) Segi Kualitas
Persyaratan kualitas air bersih diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002 Tentang syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air minum. Adapun persyaratan air bersih tersebut yaitu parameter
kualitas air yang berhubungan langsung dengan kesehatan sesuai peraturan
Menteri Kesehatan tersebut adalah berhubungan dengan mikrobiologi,
seperti bakteru E. Coli dan total koliform. Yang berhubungan dengan kimia
organic berupa arsenic, flourida, kromium, cadmium, nitrit, sianida dan
selenium. Sedangkan parameter yang tidak berhubungan langsung dengan
kesehatan, anatar lain berupa bau, warna, jumlah zat terlarut (TDS),
kekruhan, rasa dan suhu. Untuk parameter kimiawi berupa alumunium, pH,
seng sulfat, tembaga, sisa khlor dan ammonia.
a) Persyaratan fisik
Ada beberapa batasan kualitas fisik air bersih yang maksud, yaitu:
 Tidak berbau dan tidak berasa
 Temperature 10-25°C
 Tidak berwarna
 Rasa segar dan tidak memberikan rasa lain
 Kekeruhan
b) Persyaratan kimia
Kandungan unsur kimia di dalam air haruslah mempunyai kadar dan
tingkat konsentrasi tertentu tidak mengandung unsur-unsur yang
bersifat racun, yang dapat mengganggu kesehatan, yang dapat
menimbulkan gangguan pada aktivitas manusia dan merupakan
indicator pengotoran.
c) Persyaratan bakteriologis
Dalam persyaratan ini di tentukan batasan tentang jumlah bakteri
pada umumnya, dan kuman-kuman penyakit atau bakteri golongan
colipada khususnya.
2) Segi kuantitas
Hal yang harus diperhatikan dalam kualitas air bersih, yaitu:
a) Pemakaian air
b) Kebutuhan air
c) Factor yang mempengaruhi pemakaian
d) Fluktuasi pemakaian air

2. Tempat-tempat Umum

Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penuaran


penyakit, pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Pengawasan
atau pemeriksaan sanitasi tempat-tempat umum dilakukan untuk mewujudkan
lingkungan yang bersih guna melindungi kesehatan masyarakatdari kemungkinan
penularanpenyakit dan gangguan kesehatan lannya.

Sanitasi tempat-tempat umum merupakan masalah kesehatan yang cukup mendesak.


Karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan
segala penyakit yang dipunyai. Oleh sebab itu, tempat umum merupakan tempat
menyebabnya segala penyebab segala penyakit terutama penyakit yang mediannya
makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian sanitasi tempat-tempat umum
harus memenuhi persyaratan kesehatan dalam arti melindungi, memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi


lingkungan antara lain, tempat umum yang dikelolah oleh komersial, tempat yang
memfasilitasi terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan umum yang intensitas
jumlah dan waktu kunjungannya tinggi. Tempat umum semacam itu meliputi hotel,
terminal angkutan umum, pasar tradisional atau swalayan, bioskop, salon kecantikan,
panti pijat, taman hiburan, gedung pertemuan, pondok pesantren, tempat ibadah, objek
wisata dan lain-lain.

3. Permukiman dan Lingkungan Perumahan


a. Pengertian Perumahan

Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan


permukiman. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
lingkungan.

Perumahan merupakan salah satu bentuk hunian yang memiliki kaitan yang sangat
erat dengan masyarakatnya. Hal ini berarti perumahan disuatu lokasi sedikit banyak
mencerminkan masyarakat yang tinggal diperumahan tersebut.

Perumahan dapat diartikan sebagai suatu cerminan dari diri pribadi manusia, baik
secara perorangan maupun dalam suatu kesatuan dan kebersamaan dalam lingkungan
alamnya dan dapat juga mencerminkan taraf hidup, kesejahteraan, kepribadian, dan
peradaban manusia penghuninya, masyarakat ataupun suatu bangsa.

b. Pengertian Permukiman

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik
yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunia dan tempat kegiatan mendukung prikehidupan
dan penghidupan.

Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada di
dalamnya. Berarti permukiman memiliki arti lebih luas daripada perumahan yang hanya
merupakan wadah fisiknya saja, sedangkan permukiman merupakan perpaduan antara
wadah (alam, lindungan, dan jaringan) dan isinya (manusia yang hidup bermasyarakat
dan berbudaya di dalamnya).

c. Kriteria Pemilihan Lokasi

Lokasi tanah harus bebas dari pencemaran air dan pencemaran lingkungan baik
berasal dari sumber daya pembuatan atau sumber daya alam. Dapat menjamin
tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi pembinaan individu dan
masyarakat penghuni. Kondisi tanahnya harus bebas banjir dan memiliki kemiringan
0% - 15%, sehingga dapat dibuat system saluran pembuangan air hujan dan jaringan
jalan setapak yang baik serta memiliki daya dukung yang cukup untuk memungkinkan
dibangun perumahan. Terjamin adanya kepastian hokum bagi masyarakatpenghuni
terhadap tanah dan bangunan diatasnya yang sesuai sengan peraturan perundangan yang
berlaku.

d. Prasarana Lingkungan

Untuk pembangunan lingkungan Kpling siap harus disediakan prasarana


lingkungan berupa jalan setapak dan saluran lingkungan yang berstandar sebagai
berikut:

1) Jalan setapak
Lebar badan jalan setapak maksimum 2 meter, lebar perkerasan 1,20 meter
dengan konstruksi dari rabat beton 1 pc: 5 koral, tebal 7 cm atau bahan yang
digunakan setara.
2) Saluran
Saluran untuk pembuangan air hujan atau limbah direncanakan sedemikian
rupa sehingga lingkungan Kapling Siap Bangun yang ada bebas dari genangan
air.

4. Limbah
a. Limbah Industri
5. Vector Penyakit
a. Pengertian Vektor

Vector adalah parasir arthopoda dan siput air yang berfungsi sebagai penular
penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa jenis vector dilihat dari
cara kerjanya sebagai penular penyakit. Keberadaan vector ini sangat penting
karena kalau tidak ada vector maka penyakit tersebut juga tidak akan menyebar.

b. Vector sebagai Penular Penyakit

Arthopoda sebagai vector yang mampu menularkan penyakit dapat berperan


sebagai vector penular dan sebagai intermediate.

1) Arthopoda sebagai Vektor Penular


Ini berarti arthopoda sebagai agent pembawa penyakit dan menularkannya
kepada inang (host). Vector dikategorikan atas dua yaitu vector mekanik dan
vector biologi

6. Kesehatan dan Keselamatan Kerja


7. Sarana Pelayanan Kesehatan
2.5 Kegunaan Surveilans Epidemiologi

Kegunaan surveilens epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku.

1. Untuk dapat memperkirakan kualitas masalah tentang kesehatan lingkungan.


2. Untuk mendeteksi atau mengenali riwayat alamiah penyakit yang berhubungan
dengan program penyehatan lingkungan seperti program penyedian air bersih dan
sanitasi,pengendalian dampak resiko lingkungan dan pengembangan wilayah
sehat.yang dimana program ini di tanda tangani oleh Bappenas, Departemen
kesehatan.
3. Menggambarkan faktor risiko yang terjadi untuk mendukung program penyehatan
lingkungan secara efektif.
4. Untuk memantau efektivitas program kesehatan lingkungan dan perilaku yang
terjadi di wilayah yang di tuju.
5. Dengan adanya surveilens epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku mampu
memberikan informasi yang akurat tentang kinerja program yang meningkatkan
informasi dari tahun ke tahun.
6. Untuk memonitoring kinerja program kesehatan lingkungan dan perilaku hidup
sehat.
2.6 Surveilans di Rumah Sakit

Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas


pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya kegiatan untuk meminimalkan
atau mencegah terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung dan
masyarakat sekitar rumah sakit. Salah satu program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) adalah kegiatan surveilans, disamping adanya
kegiatan lain seperti pendidikan dan latihan, kewaspadaan isolasi serta
kebijakan penggunaan antimikroba yang rasional. Kegiatan surveilans
infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu kegiatan yang
penting dan luas dalam program pengendalian infeksi, dan suatu hal yang
harus dilakukan untuk mencapai keberhasilan dari program PPI.

Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari


komunitas (community acquired infection) atau berasal dari lingkungan
rumah sakit (Hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan
istilah infeksi nosokomial. Karena seringkali tidak bisa secara pasti
ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah Infeksi Nosokomial (Hospital
Acquired Infection) diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare
Associated Infections” (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak
hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas
kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien.
Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit selanjutnya
disebut Infeksi Rumah Sakit (IRS).

Kegiatan surveilans infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan ini


merupakan suatu proses yang dinamis, komprehensif dalam mengumpulkan,
mengidentifikasi, menganalisa data kejadian yang terjadi dalam suatu
populasi yang spesifik dan melaporkannya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Hasil kegiatan surveilans ini dapat digunakan sebagai data
dasar laju infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan, untuk menentukan
adanya kejadian luar biasa (KLB), dan sebagai tolok ukur akreditasi rumah
sakit.

Tujuan dari surveilans rumah sakit, diharapkan dapat menurunkan


laju infeksi dengan adanya kegiatan surveilans pada program Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit (PPIRS).

Surveilans IRS adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus-menerus,


dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan
yang penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara
berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam
perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan
dengan kesehatan.

“Healthcare associated infections” (HAIs) : An infection occurring in a


patient during the process of care in a hospital or other healthcare facility
which was not present or incubating at the time of admission. This includes
infections acquired in the hospital but appearing after discharge, and also
occupational infections among staff of the facility. (Center for Diseases
Control, 2007)

Infeksi Rumah Sakit (IRS) atau Healthcare associated infections (HAIs)


adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di RS atau fasilitas
pelayanan kesehatan lain, yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa
inkubasi saat pasien masuk RS. IRS juga mencakup infeksi yang didapat di
RS tetapi baru muncul setelah keluar RS dan juga infeksi akibat kerja pada
tenaga kesehatan.

Ruang lingkup Pedoman Surveilans ini adalah khusus untuk infeksi rumah
sakit (IRS) yang terjadi pada pasien.

Tujuan Surveilans

Suatu surveilans harus mempunyai tujuan yang jelas dan ditinjau secara
berkala untuk menyesuaikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan yang
telah berubah. Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi tersebut meliputi :

- Adanya infeksi baru.

- Perubahan kelompok populasi pasien, seperti misalnya perlu penerapan


cara intervensi medis lain yang berisiko tinggi.
- Perubahan pola kuman penyakit.
- Perubahan pola resistensi kuman terhadap antibiotik.

Pengumpulan dan analisa data surveilans harus dilakukan dan terkait dengan
suatu upaya pencegahan. Oleh karena itu sebelum merancang sistem dan
melaksanakan surveilans tersebut penting sekali utk menentukan dan merinci
tujuan dari surveilans terlebih dahulu.
Adapun tujuan surveilans infeksi rumah sakit terutama adalah :

1. Mendapatkan data dasar Infeksi Rumah Sakit.


2. Menurunkan Laju Infeksi RS.
3. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit.
4. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan.
5. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI di RS.
6. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan.
7. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS.

2.7 Survilans di Sarana Pelayanan Kesehatam

a. Puskesmas

b. Infeksi Nosokomial

infeksi yang bersumber di fasilitas kesehatan,misalnya terjadi oada penderuta di


RS atau fasilitas pelayanan kesehatan lain dimana infeksi tersebut tidak ada atau
tidak dalam masa inkubasi pada waktu seseorang masuk rumah sakit.

Yang termasuk kategori inos adaah

 infeksi yang terjadi di RS tetapi baru tampak setelah keluar dari RS serta
ubfeksi terjadi diantara staff atau pengunjung.
 Perhatian terhadap inos banyak diberikan pada infeksi yang terjadi pada
penderita mengingat penderita yang dirawat pada umumnys lebih rentan atau
lemah secara fisik maupun psikis akibat penyakit yang di derita.
 Sebagian besar INOS terjadi atau timbul gejala kliniknya ketika masih berada
di RS, walaupun penyaki dapat terjadi setelah penderita keluar dari RS.

Inos dianggap merupakan masalah global yang menyerang paling sedikit 9%


(bervarias 3-21%) diantara dari 1,4 juta pasien rawat inap di RS seluruh dunia.
Angka ini diperoleh WHO dari hasil surveinya di 14 negara berkembang pada
tahun 1986.

Penyebab inos adalah mikroorganisme(agent) berupa bakteri, virus, jamur


maupun parasit.

Klasifikasi inos, berdasarkan sumber penyebabnya:

1. infeksi silang (cross infection)


2. infeksi sendiri (self infection atau auto infection)
3. infeksi lingkungan (enviromental infection)

2.8 Contoh Cakupan Kasus Surveilans di Rumah Sakit atau Sarana Layanan
Keseharan

Di Indonesia, infeksi merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu


dan bayi yang baru lahir. Selain itu, infeksi juga menyebabkan perpanjangan masa
rawat inap bagi penderita. Meskipun disebutkan bahwa infeksi nosokomial adalah
penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir, namun Indonesia tidak memiliki
data yang tepat mengenai jumlah kasus infeksi yang berasal dari rumah sakit.
Besaran persentase kasus infeksi itu di Indonesia pun belum dapat diketahui.

Dari kasus di atas, permasalahan yang ada di Indonesia adalah Indonesia


tidak mempunyai data yang tepat tentang jumlah kasus infeksi yang berasal dari
rumah sakit. Tidak terdapat tim pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah
sakit. Ada tim pencegahan dan pengendalian infeksi namun belum bisa
menjalankan tugas dengan baik.

Kesimpulan dari kasus dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:


Setiap rumah sakit di Indonesia harus mempunyai tim pencegahan dan
pengendalian infeksi. Tim pencegahan dan pengendalian infeksi harus bekerja
dengan baik agar angka kasus infeksi nosokomial di Indonesia dapat menurun.
Dengan adanya tim pencegahan dan pengendalian infeksi di setiap rumah sakit yang
bekerja dengan baik, kasus infeksi nosokomial di Indonesia dapat terdata dengan
tepat supaya mempermudah penanganan kasus infeksi nosokomial di rumah sakit.

1. Surveilans Infeksi Nosokimal


 Tidak semua kejadian inos berakhir dengan kematian
 Beberapa keadaan menyebabkan penderita tinggal lebih lama di RS dalam
kondisi yang tidak produktif
 Kerugian finnsial akibat membengkaknya biaya perawatan akibat INOS pada
umumnya masih dibebankan kepada pasien dan keluarganya.
 Adanya sistem pembayaran prospektif berdasarkan jenis kasus (case-based
reimbursement) atau kapitasi , RS yang akan menanggung biaya untuk obat,
penggunan tempat tidur ,pemeriksaan laboratorium,tenaga perawat dan
dokter , pembedahan ulang, dll.
 Mengingat besarnya masalah INOS serta kerugian yang diakibatkannya,maka
diperlukan upaya pengendalian yang dapat menurunkan risiko INOS.
 Komponen pengendalian yang mutlak diperlukan dalam pengendalian INOS
adalah :
1. Adanya sistem surveilans yang merupakan kunci pokok keberhasilan
program
2. Cara-cara pencegahan dan penanggulangan infeksi.
3. Komite pengendalian yang secara teratur mampu melaksanakan surveilans
berdasarkan tujuan prioritas dan cara-cara penanggulangan yang efektif
dan efisien
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

http://sitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/J1A112019_sitedi_DESI%20ARWANTI
%20(J1A112019)%20SKRIPSI.pdf

Irianto, Koes. 2013. Mikrobiologi Medis. Bandung: Alfabeta.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan


Surveilans Kesehatan.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 483/MENKES/SK/IV/2007


Tentang Pedoman Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP)

http://hasanah-k3-fkm10.web.unair.ac.id/artikel_detail-41324-ADMINISTRASI
%20RUMAH%20SAKIT%20DAN%20PUSKESMAS-Infeksi%20Nosokomial
%20RumahSakit.html

Wibowo, Adik & Tim. 2014. Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai