Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah Surveilans ini (Surveillance) sebenarnya berasal dari bahasa perancis yang berarti mengamati
tentang sesuatu, Istilah ini awalnya dipakai dalam bidang penyelidikan atau intelligent untuk memata-
matai orang yang dicurugai, yang dapat membahayakan. Surveilans kesehatan masyarakat awalnya
hanya dikenal dalam bidang epidemiologi, namun dengan berkembangnya berbagai macam teori dan
aplikasi diluar bidang epidemiologi, maka surveilans menjadi cabang ilmu tersendiri yang diterapkan luas
dalam kesehatan masyarakat Surveilans sendiri mencakup masalah borbiditas, mortalitas, masalah gizi,
demografi, Penyakit Menular, Penyakit Tidak menular, Demografi, Pelayanan Kesehatan, Kesehatan
Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan beberapa faktor resiko pada individu, keluarga, masyarakat dan
lingkungan sekitarnya. Demikian pula perkembangan Surveilans Epidemiologi dimulai dengan surveilans
penyakit menular, lalu meluas ke penyakit tidak menular, misalnya cacat bawaan. kekurangan gizi dan
lain-lain. Bahkan baru-baru ini, surveilens epidemiologi digunakan untuk menilai, memonitor,
mengawasi dan merencanakan program program kesehatan pada umumnya. (Wuryanto, A.2010),

Istilah Surveilans sudah dikenal oleh banyak orang, namun dalam aplikasinya banyak orang
menganggap bahwa surveilans identik dengan pengumpulan data dan penyelidikan Kejadian Luar Bisa
(KLB), hal inilah yang menyebabkan aplikasi sistem surveilans di Indonesia belum berjalan optimal,
padahal sistem ini dibuat cukup baik untuk mengatasi masalah kesehatan (Wuryanto, A.2010)

Surveilens epidemiologi pada umumnya digunakan untuk, mengetahui dan melengkapi gambaran
epidemiologi dari suatu penyakit, untuk menentukan penyakit mana yang diprioritaskan untuk diobati
atau diberantas, untuk meramalkan terjadinya wabah, untuk menilai dan memantau pelaksanaan
program pemberant mooasan penyakit menular, dan program-program kesehatan lainnya seperti
program mengatasi kecelakaan, program kesehatan gigi, program gizi, untuk mengetahui jangkauan dari
pelayanan kesehatan (Wuryanto, A.2010).

Epideomologi program mengatasi kecelakaan, program kesehatan gigi, program gizi, untuk mengetahui
jangkauan dari pelayanan kesehatan (Wuryanto, A.2010).

Jadi surveilans epidemiologi bukan hanya sekedar pengumpulan data dan penyelidikan Kejadian Luar
Biasa (KLB) saja tetapi kegunaan dari surveilans epidemiologi lebih dari itu misalnya untuk mengetahui
jangkauan dari pelayanan kesehatan, untuk meramalkan terjadinya wabah dan masih banyak lagi
manfaat dari surveilans epidemiologi, untuk itu penulis terdorong untuk melakukan penulisan mengenai
surveilans epidemiologi agar mengubah pemikiran masyarakat akan arti dan kegunaan dari surveilans
epidemiologi serta pentingnya mengetahui pengertian, tujuan, jenis-jenis, prinsip, fungsi, langkah, dan
ruang lingkup dari surveilans epidemologi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa Pengertian. Tujuan, dan Jenis-jenis dari surveilans epidemologi? b. Apa Prinsip, Fungsi, Langkah,
dan Ruang Lingkup Surveilans

Epidemiologi?

c. Bagaimana contoh kasus yang ada?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:

a. Mengetahui Pengertian, Tujuan, dan Jenis-jenis dari surveilans

epidemologi

b. Mengetahui Prinsip, Fungsi, Langkah, dan Ruang Lingkup Surveilans

Epidemiologi

c. Mengetahui contoh kasus yang berkaitan dengan surveilans epidemologi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1Pengertian Surveilans, Surveilans Epidemiologi, Tujuan Dan Jenis Surveilans Epidemiologi

2.1.1 Pengertian Surveilans dan Epidemiologi

Menurut WHO Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan,analisis dan interprestasi data
secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk
diambil tindakan. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih
mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa
melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data. Sehingga dalam sistem ini yang
dimaksud dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan
tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.

Surveilens adalah kegiatan pengumpulan data yang sistematik dan mengahasilkan Informasi
Epidemiologi untuk perencanaan, implementasi dan penilaian pembrantasan penyakit. (WHO, 1968).
Surveilens berfungsi sebagai otak dan sistem saraf untuk program pencegahan dan pembrantasan
penyakit. (Henderson, 1976).

Epidemiologi adalah wabah penyakit terutama yang menular secara cepat dan tak terduga pada
suatu wilayah tertentu. Agar wabah tidak meluas ekskalasinya maka diperlukan sistem monitoring untuk
mengembangkan suatu metode dalam menganalisis secara sistematis keadaan dan keberadaan suatu
penyakit dalam upaya untuk mengatasi dan menaggulangi secara cepat dan terintegrasi. Untuk itu
Departemen Kesehatan telah mengeluarkan keputusan menteri. (Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun 2014
ISBN: 978-602-1180-04-4. Fakultas Teknik - Universitas Muria Kudus 242.No. 1479/MENKES/SK/X/2003).

Epidomologi adalah wadah penyait terutama yang menular secara cepat dan tak terduga di suatu
wilaya tertentu. Diperlukan suatu metode monitoring dalam menganalisis secara sistematis agar suatu
penyakit tidak meluas dalam upaya mentri No. 147/MENKES/SK/X/2003 tentang pedoman
penyelenggaraan sistem surveilans Epidomologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular terpadu.
Diperlukan Sistem Surveilans Terpadu (SST) dalam suatu pengawasan utama epidomologi meliputi
semua unit pelayanan kesehatan (Puskesmas, Laboratorium, Rumah Sakit). Dinas kesehatan daerah
menjadi sistem informasi epidomologi dalam rangka mendukung pemberantasan penyakit menular dan
tidak menular secara nasional dengan menggunakan palaksaaan oprasioal SST di tingakat pemerintah
daerah.

2.1.2 Pengertian Surveilans Epidemiologi

Surveilans Epidomologi adalah proses pengumpulan, analisis, dan interpretasi data yang outcome-
spesific secara sistematik dan terus menerus yang digunakan untuk perencanaan, implementasi, dan
evaluasi praktik kesehatan masyarakat. Keputusan Mentri Kesehatan RI No 1116 tahun 2003 tentang :
sistem surveilans epidomologi didefinisikan sebagai tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans
epidomologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium sumber-
sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata
hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten/kota, provinsi dan pusat.

Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans


epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara Surveilans dengan laboratorium, sumber-
sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi hubungan
Surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten/kota, propinsi dan pusat.

Kadang di gunakan istilah surveilans epidemiologi baik surveilans kesehatan masyarakat maupun
surveilans epidemiologi hakikatnya sama, sebab menggunakan metode yang sama dan tujuan
epidemiologi adalah untuk mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi
dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science of public health). Ada beberapa definisi
surveilans epidemiologi, diantaranya adalah:

• Menurut The Centers for Disease Control, surveilans kesehatan masyarakat adalah The ongoing
systematic collection, analysis and interpretation of

urveillancsurveil chain is the application of these data to prevention and control. • Menurut Karyadi
(1994), surveilans epidemiologi adalah pengumpulan data epidemiologi yang akan digunakan sebagai
dasar dari kegiatan-kegiatandalam bidang penanggulangan penyakit, yaitu: 1. Perencanaan program
pemberantasan penyakit. Mengenal epidemiologi penyakit berarti mengenal masalah yang kita hadapi.
Dengan demikian suatu perencanaan program dapat diharapkan akan berhasil dengan baik.

2. Evaluasi program pemberantasan penyakit. Bila kita tahu keadaan: penyakit sebelum ada
program pemberantasannya dan kita menentukan keadaan penyakit setelah program ini, maka kita
dapat mengukur dengan angka-angka keberhasilan dari program pemberantasan penyakit tersebut.

3. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah. Suatu sistem surveilans yang efektif harus
peka terhadap perubahan perubahan pola penyakit di suatu daerah tertentu. Setiap kecenderungan
peningkatan insidens, perlu secepatnya dapat diperkirakan dan setiap Kejadian Luar Biasa (KLB)
secepatnya dapat diketahui. Dengan demikian suatu peningkatan insidens atau perluasan wilayah suatu
kejadian Luar Biasa (KLB) dapat dicegah.

⚫ Menurut Nur Nasry Noor (1997), surveilans epidemiologi adalah pengamatan secara teratur

dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyabarannya
dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangannya.

⚫ Surveilans epidemilogi yang terjemahan dari epidemiologi ialah pekerjaan praktis yang utama dari
"ahli epidemiologi. Perkembangan surveilans epidemiologi di mulai dengan serveilans penyakit
menular,yang meluas ke penyakit tidak menular, saat ini surveilans epidemiologi digunakan untuk
menilai, monitor, mengawasi dan merencanakan program-program kesehatan pada umumnya.
Dalam epidemiologi telah lama dipakai istilah "Surveilans". Mula-mula arti yang diberikan adalah
suatu macam observasi terhadap seseorang atau orang-orang yang disangka menderita suatu penyakit
menular dengan cara mengadakan berbagai pengawasan medis, tanpa mengawasi kebebasan gerak dari
orang yang bersangkutan. (Buku ajar Epidemiologi untuk mahasiswa kebidanan. Wahyudin Rajab M.Erid:
2008: buku kedokteran EGT Jakarta).

Surveilan Epidemiologi adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi dan


informasi data kesehatan secara sistematik dan terus menerus untuk secara sistematik dan terus
menerus untuk sistem kegiatan kegunaan.

Surveilans Epidemiologi mendeteksi perubahan masalah kesehatan sedini mungkin sehingga dapat
dilakukan tindakan kontrol atau preventif terhadap perubahan tersebut, deteksi perubahan
lingkungan/vektor yg dianggap dapat menimbulkan penyakit pada populasi seperti, tes serologi.
Surveilans Epidemiologi menilai kejadian penyakit pada populasi (insiden, prevalensi) untuk menentukan
'population at risk', sehingga dapat ditentukan kelompok dan daerah yang beresiko, perjalanan penyakit
menular, data surveilans dapat digunakan untuk perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan.
(https://agus34draiat files wordpress.com/2011/03/dasar-surv pdf.).

Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengumpulan data epidemiologi secara sistimatis, teratur
dan terus menerus, pengolahan analisa dan interpretasi data tersebut hingga menghasil kan informasi,
selanjutnya informasi disebarkan kepada orang atau lembaga yang berkepentingan, dalam rangka
memantau, menilai dan merencanakan kembali program program atau pelayanan.

• Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan yang terus-menerus, distribusi dan kecenderungan penyakit
melalui sistematik pengumpulan data, konsolidasi, dan evaluasi laporan morbiditas dan mortalitas juga
data - data lain yang sesuai.

Surveilans Epidemiologi adalah pengamatan yang terus menerus atas distribusi, dan kecendrungan
suatu penyakit melalui pengumpulan data yang sistematis agar dapat ditentukan penanggulangannya
yang secepat - cepatnya. (Gunawan, 2007).

2.1.3. Tujuan Surveilans

Hakikatnya tujuan surveilans adalah memandu intervensi kesehatan. Karena itu sifat dari masalah
kesehatan masyarakat menentukan desain dan implementasi sistem surveilans. Sebagai contoh, jika
tujuannya mencegah penyebaran penyakit infeksi akut, misalnya SARS, maka manajer program
kesehatan perlu melakukan intervensi kesehatan dengan segera. Karena itu dibutuhkan suatu sistem
surveilans yang dapat memberikan informasi peringatan dini dari klinik dan laboratorium Sebaliknya
penyakit kronis dan perilaku terkait kesehatan, seperti kebiasaan merokok, berubah dengan lebih
lambat. Para manajer program kesehatan hanya perlu memonitor perubahanperubahan sekali setahun
atau lebih jarang dari itu. Sebagai contoh, sistem surveilans yang menilai dampak program pengendalian
tuberkulosis mungkin hanya perlu memberikan informasi sekali setahun atau lima tahun, tergantung
prevalensi. Informasi yang diperlukan bisa diperoleh dari survey rumah tangga.
Tujuan surveilans epidomologi untuk menilai status kesehatan masyarakat. menentukan prioritas
kesehatan masyarakat, evalusai program, dan menyelenggarakan riset. Beberapa komponen komponen
utama dari proses surveilens epidomologi yaitu pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data,
analisis dan interpretasi data, pelaporan, penyebarluasan informasi, dan umpan bali
(L.N.Hammaningrum1, Sigit Anggoro2, Adiyuda Prayitna3, Syamsumin KurniaDewi4).

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi,
sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan
kesehatan dengan lebih efektif.

Tujuan khusus surveilans:

1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit

2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit untuk mendeteksi dini outbreak lo

3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (diseas burden) pada populasi

4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,implementasi, monitoring dan


evaluasi program kesehatan

5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan

6. Mengidentifikasi kebutuhan riset. (Last, 2001; Giesecke, 2002: JHU, 2002)

Adapun tujuan lain untuk:

1.Untuk memantau kecenderungan penyakit

2. Untuk deteksi dan prediksi terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa) dari sebuah penyakit

3.Memantau kemajuan suatu program pemberantasan

4.Menyediakan informasi untuk perencanaan pembangunan pelayanan kesehatan

5. Memperkirakan besamya suatu kesakitan atau kematian yang berhubungan dengan masalah yang
sedang diamatiBisa digunakan sebagai dasar penelitian untuk menentukan suatu tindakan
penanggulangan atau pencegahan penyakit

7. Mengidentifikasikan faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian suatu penyakit

8.Memungkinkan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap tindakan penanggulangan

9. Mengawali upaya untuk meningkatkan tindakan-tindakan praktek klinis oleh petugas kesehatan yang
terlibat dalam sistim surveilans
10.Pembuatan policy dan kebijakan pemberantasan penyakit Dalam menjalankan kegiatan surveilans
epidemiologi, diperlukan keterpaduan satu sama lain, untuk itu ditetapkan sebuah atribut atau
pedoman.

Dalam menjalankan kegiatan surveilans epidemiologi, diperlukan keterpaduan satu sama lain, untuk itu
ditetapkan sebuah atribut atau pedoman dalam pelaksanaannya. Sebuah kegiatan surveilans
epidemiologi hendaknya mengikuti beberapa kriteria seperti sederhana, fleksibel, bisa diterima
(acceptability), sensitif (sesuai dengan laporan kasus, proporsi dari masalah kesehatan), benar dan tepat
waktu.

2.1.4 Jenis Surveilans

Dikenal beberapa jenis surveilans:

1. Surveilans Individu Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor individu-
individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam
kuning dan sifilis. Surveilans individu mendeteksi dan memonitor individu individu yang mengalami
kontak dengan penyakit serius, memungkinkan dilakukan isolasi institusional segera terhadap kontak,
sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Karantina merupakan isolasi yang membatasi gerak
dan aktivitas orang orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit
menular selama periode menular. Karantina total dan karantina parsial merupakan dua jenis karantina
yang bertujuan mencegah transmisi penyakit selama masa inkubasi. Dengan karantina total membatasi
kebebasan gerak kontak semua orang yang terpapar, sedangkan karantina persial membatasi kontak
secara selektif berdasarkan tingkat kerawanan dan bahaya transmisi penyakit.

Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak,


sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi
institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah
terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah
mencegah transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi. (Last, 2001)

Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS antara 1980 dan SARS. Dikenal dua
jenis karantina yaitu Karantina total dan Karantina parsial. Karantina total membatasi kebebasan gerak
semua orang yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan
orang yang tak terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif,
berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya.

penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit campak, sedang
orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu
dicutikan, sedang di pos-pos lainnya tetap bekerja. Karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan
dengan masalah legal, politis, etika, moral dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas dan efektivitas
langkah-langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat (Bensimon dan
Upshur, 2007).

2. Surveilans Penyakit

Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus menerus terhadap distribusi
dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap
laporan-laporan penyakit dan kematian serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans
penyakit adalah penyakit, bukan individu. Melakukan pengawasan terus menerus terhadap distribusi
dan kecendrungan insidensi penyakit,melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap
laporan laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Fokus surveilans penyakit adalah
penyakit bukan pada suatu individu (orang), negara negara menggunakan surveilans penyakit yang
didukung melalui program program vertikal (pusat-daerah).

Pada banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung melalui program vertikal
(pusat-daerah). Contoh, program surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari
sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik
dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak program surveilans penyakit vertikal
yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang
masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masing-masing dan memberikan informasi
duplikatif sehingga mengakibatkan inefisiensi.

3. Surveilans Sindromik

Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus terhadap


sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik
mengandalkan deteksi indikator.

A.Tugas Epidemiologi

indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis.
Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala,
tanda atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh
konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit. Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level
lokal, regional, maupun nasional.

Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans
sindromik berskala nasional terhadap penyakit penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses)
berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang
berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau
sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut
kelompok umur dan jenis kelamin dan jumlah total kasus yang teramati. Surveilans tersebut berguna
untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung dan antraks,
sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor
krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al., 2004; Sloan et al., 2006).

Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas kesehatan,
laboratorium atau anggota komunitas pada lokasi tertentu disebut surveilans sentinel. Pelaporan
sampel melalui sistem surveilans sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah
kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas (DCP2, 2008; Erme dan Quade, 2010).

4. Surveilans Berbasis Laboratorium

Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan menonitor penyakit infeksi.
Surveilans berbasis laboratorium digunakan untuk mendeteksi dan menonitor penyakit infeksi.
Penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan
deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan
pelaporan sindroma dari klinik-klinik.

Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan
sebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak
penyakit dengan lebih lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik klinik
(DCP2, 2008).

5. Surveilans Terpadu

Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua kegiatan surveilans disuatu
wilayah yurisdiksi (negara/provinsi/kabupaten/kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama.
Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses dan personalia yang sama, melakukan fungsi
mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan
surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus penyakit-penyakit tertentu
(WHO, 2001, 2002; Sloan et al., 2006). Karakteristik pendekatan surveilans terpadu:

a. Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services)

b. Menggunakan pendekatan solusi majemuk

c. Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural

d. Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (pengumpulan, pelaporan, analisis data, tanggapan)
dan fungsi pendukung surveilans (pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi,
manajemen sumber daya). Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun
menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang penyakit yang berbeda
memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda (WHO, 2002).

6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global Masyarakat Global


Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan binatang serta
organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah
yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut.
Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang terpadu di
seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi
internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas
negara.

Perdagangan dan perjalanan internasional diabad modern, migrasi manusia dan binatang serta
organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah
yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut.
Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang terpadu di
seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi
internasional untuk memperhatikan kebutuhan kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara.
Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul
kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul (newemerging diseases),
seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS. Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-
aktor baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi (DCP2, 2008).

2.2 Prinsip, Fungsi, Manfaat, Langkah, Dan Ruang Lingkup Surveilans Epidemiologi

2.2.1 Prinsip Surveilans Epidemiologi

Prinsip bisa berarti pedoman, kaidah, pegangan. Kemudian, langkah langkah dalam prinsip umum
surveilans epidemiologi adalah sebagai berikut : Pertama, dimulai dari data yang telah diperoleh dari
berbagai sumber. Kemudian data tersebut dikumpulkan dan diolah sehingga menghasilkan sebuah
informasi. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan bagian dari masyarakat atau pihak pihak yang
bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan. Informasi yang telah diperoleh akan dianalisa dan di
interpretasi sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat sebelum melakukan aksi atau tindakan.
Keputusan yang dihasilkan berupa program-program seperti pencegahan dan pengendalian untuk
melakukan intervensi dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan. Lalu, program tersebut akan di
aplikasikan dalam bentuk suatu tindakan. Dalam hal ini akan adanya proses feedback (umpan balik).
Setelah itu, tindakan yang telah dilakukan akan di evaluasi. Apakah program telah berhasil atau tidak
sampai pencapaian tujuan sehingga didapatkan kembali data baru untuk penelitian selanjutnya. Alur
atau proses dari awal hingga akhir tersebut berjalan secara terus-menerus tanpa memutuskan bagian
yang ada didalamnya (Murti, B. 2010).

Dalam surveilans epidemiologi. data yang di dapat biasanya berupa masalah kesehatan seperti
kesakitan, sindrom, gangguan lingkungan sekitar atau masalah kesehatan lainnya. Setelah itu data dapat
dikumpulkan dengan dukungan berbagai sumber seperti laporan puskesmas, laporan rumah sakit,
survei, laporan laboratorium. Pengumpulan data ini harus memperhatikan beberapa indikator,
diantaranya jumlah atau rate,angka kesakitan dan angka kematian, variabel yang diperlukan dan
numerator serta denumerator yang dipakai. Setelah dikumpulkan, data akan dilaporkan ke pemerintah
bidang kesehatan masyarakat. Pelaporan data bisa dalam bentuk laporan harian, mingguan dan bulanan
(Murti, B. 2010).

Setelah data diperoleh dan telah diolah akan menghasilkan sebuah informasi. Lalu, akan dilanjutkan
dalam proses analisa dan interpretasi. Proses ini harus memperhatikan karakteristik data (sumber data,
kualitas, pembaharuan data apakah data berubah atau tidak), validasi data (apakah ada nilai yang
kurang atau data tidak lengkap, kebenaran data, duplikasi atau ada kesamaan), analisis deskriptif
(analisis berdasarkan orang, tempat dan waktu), dan hipotesis mengambil keputusan yang biasanya
berupa program intervensi dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan (Murti, B. 2010). Keputusan
yang telah diambil diharapkan dapat diaplikasikan dalam bentuk tindakan. Tindakan bisa dilakukan
dengan pengendalian (rapid response, case management, pencegahan), umpan balik (bulletin
epidemiologi, laporan, website) (Murti, B. 2010)

Prinsip-prinsip Epidemiologi

1. Pengumpulan data pencatatan insiden terhadap populasi

Pencatatan insiden berdasarkan laporan rumah sakit, puskesmas, dan sarana pelayanan kesehatan lain,
laporann petugas surveilans dilapangan, laporan masyarakat, dan petugas kesehatan lain. Teknik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara dan pemerikasaan, tujuannya adalah
menentukan kelompok penyakit terbanyak menentukan jenis dan karakteristik penyebabnya.
menentukan reservoir, transmisi, pencatatan kejadian penyakit dan Kejadian Luar Biasa (KLB).

2. Pengolahan data

Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row data) yag masih perlu disusun
sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah dalam bentuk tabel,
bentuk grafik, maupun bentuk peta atau bentuk lainnya. Pengolahan data tersebut harus dapat
memberikan keterangan yang berarti.

3. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan.

Data yang telah disusun dan diolah, selanjutnya dianalisis dan dilakukan analisis untuk memberikan
arti dan memberikan kejelasan tentang situasi yang ada dalam masyarakat.

4. Evaluasi

Hasil evaluasi data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan, penanggulangan
khusus serta program pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk melakukan
koreksi dan perbaikan-perbaikan program dan pelaksaan program, serta untuk kepentingan evaluasi
maupun penilaian hasil kegiatan.

2.2.2 Fungsi Surveilans Epidemiologi Kegunaan surveilans epidemiologi

1. Mendeteksi perubahan masalah kesehatan sedini mungkin sehingga dapat


dilakukan tindakan kontrol atau preventif terhadap perubahan tersebut.

2. Deteksi perubahan lingkungan yang dianggap dapat menimbulkan penyakit

pada populasi.

3. Mutlak digunakan pada program-program pemberantasan penyakit menular

sebagai dasar perencanaan, monitoring dan evaluasi program.

4. Menilai kejadian penyakit pada populasi seperti insidensi atau prevalensi.

5. Data surveilans dapat digunakan untuk perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan.

Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya pemberantasan penyakit
menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada setiap upaya kesehatan masyarakat baik
upaya pencegahan maupun pemberantasan penyakit menular. Secara garis besar, tujuan surveilans
epidemiologi yaitu:

1. Mengetahui distribusi geografis penyakit endemis dan penyakit yang dapat

menimbulkan epidemic.

2. Mengetahui perioditas suatu penyakit.

3. Menentukan apakah terjadi peningkatan insidensi yang disebabkan oleh kejadian luar biasa atau
karena perioditas penyakit.

4. Mengetahui situasi suatu penyakit tertentu.

5. Memperoleh gambaran epidemiologi tentang penyakit tertentu.

6. Melakukan pengendalian penyakit.

7. Mengetahui adanya pengulangan outbreak yang pemah menimbulkan

endemic.Pengamatan epidemiologi terhadap influenza untuk mengetahui adanya tipe

baru dari virus influenza (Murti, B. 2010).

2.2.3 Manfaat Surveilans Epidemiologi

Keuntungan dari kegiatan surveilans epidemiologi disini dapat juga diartikan sebagai kegunaan
surveilans epidemiologi, yaitu dapat menjelaskan pola penyakit yang sedang berlangsung yang dapat
dikaitkan dengan tindakan tindakan atau intervensi kesehatan masyarakat. Dalam rangka menguraikan
pola kejadian penyakit yang sedang berlangsung, contoh kegiatan yang dilakukan adalah sebagai;
1. Deteksi perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya

2. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit

3. Identifikasi dan faktor risiko dan penyebab lainnya, seperi vektor yang dapat menyebabkan sakit
dikemudian hari

4. Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi

5. Dapat melakukan monitoring kecenderungan penyakit endemis

6. Dapat mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologi penyakit, khususnya untuk mendeteksi
adanya KLB atau wabah Melalui pemahaman riwayat penyakit, dapat bermanfaat sebagai berikut :

1. Membantu menyusun hipotesis untuk dasar pengambilan keputusan dalam intervensi kesehatan
masyarakat

2. Membantu untuk mengidentifikasi penyakit untuk keperluan penelitian epidemiologi

3. Mengevaluasi program-program pencegahan dan pengendalian penyakit

4. Memberikan informasi dan data dasar untuk memproyeksikan kebutuhan pelayanan kesehatan
dimasa mendatang

Data dasar sangat penting untuk menyusun perencanaan dan untuk mengevaluasi hasil akhir
intervensi yang diberikan. Dengan semakin kompleksnya pengambilan keputusan dalam bidang
kesehatan masyarakat, maka diperlukan data yang cukup handal untuk mendeteksi adanya perubahan
perubahan yang sistematis dan dapat dibuktikan dengan data (angka).

1.Dapat membantu pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan membandingkan
besarnya masalah sebelum dan sesudah

pelaksanaan program.

2. Membantu menetapkan masalah kesehatan dan prioritas sasaran program pada tahap perencanaan
program.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat prioritas masalah dalam kegiatan surveilans
epidemiologi adalah:

1. Frekuensi kejadian (insidens, prevalens dan mortalitas):

2. Kegawatan atau Severity (CFR, hospitalization rate, angka kecacatan);

3. Biaya (biaya langsung dan tidak langsung);

4. Dapat dicegah (preventability);


5. Dapat dikomunikasikan (communicability);

6. Public interest

7. Mengidentifikasi kelompok risiko tinggi menurut umur, pekerjaan, tempat tinggal dimana masalah
kesehatan sering terjadi dan variasi terjadinya dari waktu ke waktu (musiman, dari tahun ke tahun), dan
cara serta dinamika penularan penyakit menular.

2.2.4 Langkah Surveilans Epidemiologi

Langah-langkah dalam surveilans sangat di butuhkan agar kita mendapatkan hasil yang diinginkan dan
tepat penggunaannya. Terdapat beberapa langkah langkah dalam suerveilans epidemiologi, antara lain
yaitu: 1. Perencanaan surveilans

Perencanaan kegiatan surveilans dimulai membuat kerangka kegiatan surveilans yaitu dengan
penetapan tujuan surveilans, dilanjutkan dengan penentuan definisi kasus, perencanaan perolehan
data, teknik pengumpulan data. teknik analisis dan mekanisme penyebarluasan informasi (Masrochah,
S.2006).

2. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk memproses data selanjutnya. Data
yang dikumpulkan memuat informasi epidemiologi yang dilaksanakan secara teratur dan terus-menerus
dan dikumpulkan tepat waktu. Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang bersumber dari Rumah sakit,
Puskesmas dan lain-lain, maupun aktif yang diperoleh dari kegiatan survei.

Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap orang-orang yang
dianggap penderita malaria atau population at risk melalui kunjungan rumah (active surveillance) atau
pencatatan insidensi berdasarkan laporan sarana pelayanan kesehatan yaitu dari laporan rutin poli
umum setiap hari, laporan bulanan Puskesmas desa dan Puskesmas pembantu. laporan petugas
surveilans di lapangan, laporan harian dari laboratorium dan laporan dari masyarakat serta petugas
kesehatan lain (pasive surveillance). Atau dengan kata lain, data dikumpulkan dari unit kesehatan sendiri
dan dari unit kesehatan yang paling rendah, misalnya laporan dari Pustu, Posyandu, Barkesra,
Poskesdes.

Proses pengumpulan data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Secara umum
pencatatan di Puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan pasien dan kegiatan luar gedung. Sedangkan
pelaporan dibuat dengan merekapitulasi data hasil pencatatan dengan menggunakan formulir tertentu,
misalnya form WI Kejadian Luar Biasa (KLB), form W2 (laporan mingguan) dan lain-lain (Masrochah,
S.2006).

3. Pengolahan dan penyajian data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram,
poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk
mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program (software)
(Masrochah, S.2006).

4. Analisis data

Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan dipergunakan untuk
perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit.
Kegiatan ini menghasilkan ukuran ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk
mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit.

Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data bulanan atau tahun-tahun
sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau penurunan, dan mencari hubungan penyebab
penyakit malaria dengan faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian malaria (Masrochah, S.2006).

5. Penyebarluasan informasi

Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ketingkat atas maupun ke bawah. Dalam rangka kerja sama
lintas sektoral instansi-instansi lain yang terkait dan masyarakat juga menjadi sasaran kegiatan ini. Untuk
diperlukan informasi yang informatif agar mudah dipahami terutama bagi instansi diluar bidang
kesehatan.

Penyebarluasan informasi yang baik harus dapat memberikan informasi yang mudah dimengerti dan
dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya pengendalian serta evaluasi program
yang dilakukan. Cara penyebarluasan informasi yang dilakukan yaitu membuat suatu laporan hasil kajian
yang disampaikan kepada atasan, membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan, membuat
suatu tulisan di majalah rutin, memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat di akses dengan
mudah (Masrochah, S.2006).

6. Umpan balik

Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin biasanya setiap bulan saat menerima laporan setelah
diolah dan dianalisa melakukan umpan balik kepada unit kesehatan yang melakukan laporan dengan
tujuan agar yang mengirim laporan mengetahui bahwa laporannya telah diterima dan sekaligus
mengoreksi dan memberi petunjuk tentang laporan yang diterima. Kemudian mengadakan umpan balik
laporan berikutnya akan tepat waktu dan benar pengisiannya. Cara pemberian umpan balik dapat
melalui surat umpan balik, penjelasan pada saat pertemuan serta pada saat melakukan pembinaan atau
suvervisi.

Bentuk dari umpan balik bisa berupa ringkasan dari informasi yang dimuat dalam buletin (news letter)
atau surat yang berisi pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan yang dilaporkan atau berupa
kunjungan ke tempat asal laporan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Laporan perlu
ddiperhatikan 22.09
waktunya agar terbitnya selalu tepat pada waktunya, selain itu bila mencantumkan laporan yang
diterima dari eselon bawahan, sebaliknya yang dicantumkan adalah tanggal penerimaan laporan
(Masrochah, S.2006).

7. Investigasi penyakit

Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka terlebih dahulu dilakukan
penyelidikan epidemiologi penyakit malaria. Dengan investigator membawa ceklis atau format pengisian
tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam hal ini adalah penyakit malaria dan bahan untuk
pengambilan sampel di laboratorium. Setelah melakukan investigasi penyelidikan kemudian disimpulkan
bahwa benar-benar telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria yang perlu mengambil tindakan atau
sebaliknya (Masrochah, S.2006).

8. Tindakan penanggulangan

Tindakan penanggulangan yang dilakukan melalui pengobatan segera pada penderita yang sakit,
melakukan rujukan penderita yang tergolong berat, melakukan penyuluhan mengenai penyakit malaria
kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran agar tidak tertular penyakit atau menghindari
penyakit tersebut, melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk memutuskan rantai penularan
(Masrochah, S.2006).

9. Evaluasi data sistem surveilans

Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk dapat dilakukan evaluasi manfaat kegiatan
surveilans. Sistem dapat berguna apabila memenuhi salah satu dari pernyataan berikut:

a. Apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan dan

mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus.

b. Apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemik kejadian kasus di wilayah tersebut.

c. Apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang besarnya morbiditas dan mortalitas
yang berhubungan dengan kejadian penyakit di wilayah tersebut.

d. Apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang

berhubungan dengan kasus atau penyakit.

e. Indikator surveilansIndikator surveilans meliputi:Kelengkapan laporan.

Jumlah dan kualitas kajian epidemiologi dan rekomendasi yang dapat

dihasilkan.

⚫ Terdistribusinya berita epidemiologi lokal dan nasional.

■ Pemanfaatan informasi epidemiologi dalam manajemen program kesehatan.


■ Meningkatnya kajian Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) penyakit. (Masrochah, S.2006).

2.2.5 Ruang Lingkup Surveilans Epidemiologi

1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap
penyakit menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular.Ruang
lingkupnya antara lain:

■ Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD31)

AFP Penyakit potensial wabah atau klb penyakit menular dan keracunan

Penyakit DBD/DSS

■ Malaria

.Penyakit zoonosis, antraks, rabies, leptospirosis, dsb.

.Penyakit filariasis Penyakit tuberkulosis

.Penyakit diare, tifus perut, kecacingan, dan penyakit perut lainnya

.Penyakit kusta

.Penyakit HIV/AIDS

.Penyakit Menular Seksual

■ Penyakit pneumonia, termasuk penyakit pneumonia akut berat (termasuk SARS) (Murti, B. 2010).

2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Merupakan analisis terusmenerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor risiko
untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular. Ruang lingkupnya antara lain:

Hipertensi, Stroke dan Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Diabetes Mellitus

Neoplasma

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

Gangguan mental

Masalah kesehatan akibat kecelakaan (Murti, B. 2010).


3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku Merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan.
Ruang lingkupnya antara lain:

■ Sarana Air Bersih

Tempat-tempat umum

▪ Pemukiman dan Lingkungan Perumahan

Limbah industri, RS dan kegiatan lainnya Vektor penyakit

Kesehatan dan Keselamatan Kerja

■RS dan sarana yankes lain, termasuk Infeksi Nosokomial (INOS) (Murti, B.

2010).

4. Surveilans Epidemiologi Masalah KesehatanMerupakan analisis terus-menerus dan sistematis


terhadap masalah

kesehatan dan faktor risiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu Ruang lingkupnya
antara lain:

■ Surveilans gizi dan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)

Gizi mikro (Kekurangan yodium, anemia zat Besi KVA)

■ Gizi lebihKesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk kesehatan reproduksi (Kespro) Penyalahgunaan
napza

■ Penggunaan sediaan farmasi, obat, obat tradisional, bahan kosmetika serta peralatan

■ Kualitas makanan dan bahan tambahan makanan (Murti, B. 2010).

5. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra

Merupakan analisis terus-menerus dan sistematis terhadap masalah

kesehatan dan faktor risiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.

:DOME

Ruang lingkupnya antara lain:

Kesehatan Haji

Kesehatan Pelabuhan dan Lintas Batas Perbatasan Bencana dan masalah sosial
Kesehatan matra laut dan udara

⚫ Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit dan Keracunan (Murti, B. 2010).

Menurut tempatnya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Surveilans Epidemiologi Dalam Masyarakat

Surveilans epidemiologi ini dilakukan pada suatu wilayah administrasi atau pada kelompok populasi
tertentu. Dengan analisis secara teratur berkesinambungan terhadap data yang dikumpulkan mengenai
kejadian kesakitan atau kematian. dapat memberikan kesempatan lebih mengenal kecenderungan
penyakit menurut variabel yang diteliti. Variabel tersebut diantaranya adalah distribusi penyakit
menurut musim atau periode waktu tertentu, mengetahui daerah geografis dimana jumlah kasus atau
penularan meningkat atau berkurang. serta berbagai kelompok risiko tinggi menurut umur, jenis
kelamin, ras, agama, status sosial ekonomi serta pekerjaan.

2. Surveilans Epidemiologi di Rumah Sakit

Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap terjadinya resiko mendapatkan penyakit infeksi,
sehingga teknik surveilans termasuk kontrol penyakit pada rumah sakit rujukan pada tingkat provinsi
dan regional memerlukan perlakuakan sendiri. Rumah sakit mungkin dapat menjasi tempat berkembang
biaknya serta tumbuh subumnya berbagai jenis mikrorganisme.Dikembangkannya sistem surveilans
epidomologi yang khusus dan cukup efekif untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya penularan
penyakit didalam lingkungan rumah sakit dikenal dengan infeksi nosokominal. Saat ini penderita
penyakit menular yang dirawat di rumah sakit jumlahnya masih cukup besar. Suatu keadaan khusus
dimana faktor lingkungan, secara bermakna dapat mendukung terjadinya risiko meendapatkan penyakit
infeksi. sehingga tekhnik surveilans termasuk kontrol penyakit pada rumah sakit rujukan pada tingkat
propinsi dan regional memerlukan perlakuan tersendiri. Pada rumah sakit tersebut, terdapat beberapa
penularan penyakit dan dapat menimbulkan infeksi nosokomial. Selain itu, rumah sakit mungkin dapat
menjadi tempat berkembangbiaknya serta tumbuh suburnya berbagai jenis mikro-organisme.

Untuk mengatasi masalah penularan penyakit infeksi di rumah sakit maka telah dikembangkan sistem
surveilans epidemiologi yang khusus dan cukup efektif untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya
penularan penyakit (dikenal dengan infeksi nosokomial) di dalam lingkungan rumah sakit.

2.3. Contoh Kasus Surveilans Epidemiologi

Surveilans Epidemiologi pada bidang teknik lingkungan biasanya berkaitan pada bagaimana
penggunaan teknik yang baik dan benar dalam pendataan saat surveilans epidemiologi itu dilakukan.
Selain itu, kaitan antara surveilans epidemiologi dengan teknik lingkungan adalah faktor-faktor
lingkungan yang menjadi penyebab terjadinya suatu penyakit baik itu faktor biotik maupun faktor
abiotiknya yang disemuanya itu dimuat dalam surveilans epidemiologi yang dilakukan.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sering
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia. Penyakit ini mempunyai perjalanan penyakit yang
cepat, mudah menyebar dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Prediksi kejadian
demam berdarah dengue di suatu wilayah, selama ini dilakukan berdasarkan stratifikasi endemisitas,
pola maksimal-minimal dan siklus 3-5 tahun sesuai dari data Surveilans epidemiologi. Cara prediksi ini
terdapat kelemahan karena berubahnya data menjelang musim penularan DBD dan belum adanya data
faktor risiko terkini, sehingga prediksi sering tidak tepat. Data faktor risiko DBD dapat digunakan untuk
menentukan jenis intervensi, sehingga kejadian DBD dapat dicegah sesuai konsep kewaspadaan dini.

bermakna dapat mendukung terjadinya risiko meendapatkan penyakit infeksi. sehingga tekhnik
surveilans termasuk kontrol penyakit pada rumah sakit rujukan pada tingkat propinsi dan regional
memerlukan perlakuan tersendiri. Pada rumah sakit tersebut, terdapat beberapa penularan penyakit
dan dapat menimbulkan infeksi nosokomial. Selain itu, rumah sakit mungkin dapat menjadi tempat
berkembangbiaknya serta tumbuh suburnya berbagai jenis mikro-organisme.Untuk mengatasi masalah
penularan penyakit infeksi di rumah sakit maka telah dikembangkan sistem surveilans epidemiologi yang
khusus dan cukup efektif untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya penularan penyakit (dikenal
dengan infeksi nosokomdi dalam lingkungan rumah sakit.

2.3. Contoh Kasus Surveilans Epidemiologi

Surveilans Epidemiologi pada bidang teknik lingkungan biasanya berkaitan pada bagaimana
penggunaan teknik yang baik dan benar dalam pendataan saat surveilans epidemiologi itu dilakukan.
Selain itu, kaitan antara surveilans epidemiologi dengan teknik lingkungan adalah faktor-faktor
lingkungan yang menjadi penyebab terjadinya suatu penyakit baik itu faktor biotik maupun faktor
abiotiknya yang disemuanya itu dimuat dalam surveilans epidemiologi yang dilakukan.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sering
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia. Penyakit ini mempunyai perjalanan penyakit yang
cepat, mudah menyebar dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Prediksi kejadian
demam berdarah dengue di suatu wilayah, selama ini dilakukan berdasarkan stratifikasi endemisitas,
pola maksimal-minimal dan siklus 3-5 tahun sesuai dari data Surveilans epidemiologi. Cara prediksi ini
terdapat kelemahan karena berubahnya data menjelang musim penularan DBD dan belum adanya data
faktor risiko terkini, sehingga prediksi sering tidak tepat. Data faktor risiko DBD dapat digunakan untuk
menentukan jenis intervensi, sehingga kejadian DBD dapat dicegah sesuai konsep kewaspadaan

Data surveilans epidemiologi yang dihasilkan, sebagian masih diolah secara manual dan semi otomatis
dengan penyajian masih terbatas dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan penyajian dalam bentuk
peta belum dilakukan. Berdasarkan kenyataan tersebut, dikembangkan sistem surveilans epidemiologi
DBD untuk kewaspadaan dini berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).

Pada sistem ini, dilakukan pendataan faktor risiko DBD melalui Rapid Survey pada saat menjelang
musim penularan untuk mendapatkan data terbaru untuk menentukan jenis intervensi. Dengan SIG,
dapat dihasilkan peta faktor risiko, peta kasus dan peta kegiatan lain, dan dengan teknik overlayer dapat
dilakukan perencanaan maupun evaluasi program pemberantasan DBD.
Dalam masalah penyakit DBD, surveilans penyakit mencakup empat aspek yaitu (1)surveilans kasus, (2)
vektor (termasuk ekologinya), (3) peran serta masyarakat dan (4) tindakan pengendalian. Program
surveilans epidemiologi DBD meliputi surveilans penyakit yang dilakukan dengan cara meminta laporan
kasus dari rumah sakit dan sarana kesehatan serta surveilans vektor yang dilakukan dengan melakukan
penelitian epidemiologi di daerah yang terjangkit DBD. Pelaksanaan surveilans epidemiologi vektor DBD
untuk deteksi dini biasanya dilakukan penelitian di tempat-tempat umum; sarana air bersih; pemukiman
dan lingkungan perumahan; dan limbah industri, RS serta kegiatan lain. Kegiatan di atas dilakukan oleh
petugas kesehatan, juru pemantau jentik dan tim pemberantasan nyamuk di sekolah dan masyarakat.
Sebagai indikator keberhasilan program tersebut adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). Surveilans
epidemiologi penyakit DBD memegang peranan penting dalam upaya memutus mata rantai penyakit
DBD. Namun, pada kenyataanya belum berjalan dengan baik disebabkan karena faktor eksternal dan
internal, misalnya petugas puskesmas tidak menjalankan tugas dengan sebagaimana mestinya dalam
melakukan Pemantauan Jentik Berkala (PJB).

Meskipun sudah lebih dari 35 tahun berada di Indonesia, DBD bukannya terkendali, tetapi bahkan
semakin mewabah.2 Jumlah kasus DBD pada tahun 2010 di Indonesia sebanyak 156.086 kasus dengan
jumlah kematian akibat DBD sebesar 1.358 orang. Dengan demikian, angka insiden (AI) DBD pada tahun
2010 adalah 65,7 per 100.000 penduduk dan angka kematian kasus sebesar 0,87% (Natalia A,
2012).Tahun 2010 angka insiden DBD Jawa Tengah sebesar 368,7/ 100.000 penduduk dengan jumlah
kasus sebanyak 5.556 kasus dengan 47 kematian. Angka Insiden (AI) DBD Kota Semarang 500, 5% lebih
tinggi dari angka insiden DBD Jawa Tengah dan 507,5% lebih tinggi dari angka insiden DBD Nasional,
Angka Insiden (AI) DBD Kota Semarang dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 selalu jauh lebih
tinggi dari Angka Insiden DBD Jawa Tengah dan AI DBD Nasional.4 Kasus DBD pada tahun 2010 naik 43%
daritahun 2009 yaitu dari 3.883 kasus menjadi 5.556 kasus. Kenaikan kasus mengakibatkan kenaikan Al
DBD Kota Semarang dari 262 (pada tahun 2009) menjadi 368,7 (pada tahun 2010).4 Data yang ada
menunjukkan bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Kota Semarang yang menimbulkan dampak sosial maupun dampak ekonomi. DBD perlu
dikendalikan agar jumlah kasus tidak terus meningkat. Untuk melakukan upaya pemberantasan penyakit
menular, termasuk DBD, diperlukan suatu sistem surveilans penyakit yang mampu memberikan
dukungan upaya program dalam daerah kerja Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional, dukungan
kerjasama antar program dan sektor serta kerjasama antara kabupaten Kota, Propinsi, Nasional dan
Internasional (Natalia A, 2012).

Pengolahan data DBD di Puskesmas Kota Semarang mayoritas hanya terbatas pada data
Penyelidikan Epidemiologi (PE). Dalam hal penyajian data juga terlihat kurang sehingga mempersulit
analisa dan penarikan kesimpulan. Ketepatan laporan Mingguan Puskesmas pada tahun 2010 untuk
minggu 1 sampai minggu 52 tercatat bahwa 37 Puskesmas di Kota Semarang belum memenuhi standar.
Hanya 34 Puskesmas yang dapat memenuhi 80% untuk ketepatan waktu dan 90% untuk kelengkapan
laporan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan Surveilans epidemiolgi DBD dan
permasalahannya di Kota Semarang tahun 2011 ditinjau dari pendidikan, tingkat pengetahuan, lama
bekerja, sikap petugas, tingkat keterampilan pengolahan data, dukungan pimpinan dan kelengkapan
sarana. Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan crosss sectional. Jumlah populasi sebanyak 37
petugas dan jumlah sampel sebanyak 37 petugas. Analisa data menggunakan analisa univariat. Hasil
penelitian menunjukkan secara kumulatif tingkat pengetahuan sebesar 64,9%, pendidikan 70,3%, sikap
51,4%, keterampilan 54,1%, dukungan pimpinan 48,6%, sarana 67,6% dan lama kerja 62,2% (Natalia A,
2012).

Seperti telah diuraikan di atas tentang pentingnya kegiatan surveilans epidemiologi terhadap
penyakit Demam Berdarah Dengue tetapi hasil evaluasi kegiatan surveilans epidemiologi DBD di kota
Semarang menunjukkan bahwa pelaksanaannya belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa indikatornya yaitu ketepatan laporan Mingguan Puskesmas pada tahun 2010 untuk
minggu 1 sampai minggu 52 tercatat bahwa 37 Puskesmas di Kota Semarang belum memenuhi standar
indikator yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang yaitu 97% untuk ketepatan laporan
Surveilans Penyakit Menular dan 100% untuk kelengkapan laporan Surveilans Penyakit Menular. Tiga
puluh empat Puskesmas hanya dapat memenuhi 80% untuk ketepatan waktu dan 90% untuk
kelengkapan laporan. Kondisi tersebut masih di bawah standar yang telah ditetapkan untuk ketepatan
waktu pengiriman laporan mingguan dan kelengkapan laporan Mingguan selama 1 tahun (Natalia A,
2012).
BAB lll

KESIMPULAN

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut, diperoleh kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Kegiatan surveilans dari segi pengumpulan data di setiap Puskesmas Kota Kendar yakni jenis data yang
dikumpulkan berupa laporan penyakit (data kesakitan) dan laporan pemakaian obat yang bersumber
dari petugas Pustu dan data Puskesmas. Untuk pengumpulan data laporan mingguan (W2) dan laporan
bulanan (Lb1) ke Dinkes Kota sebagian Puskemas mengirimkan laporan W2 via-sms dan laporan Lb1 via-
email sesuai dengan format yang ada. Sedangkan sebagian Puskesmas mengirimkan laporan lb1
langsung ke Dinkes Kota dalam bentuk laporan fisik.

2. Kegiatan surveilans dari segi pengolahan data dilakukan oleh petugas secara manual dan
memanfaatkan komputer pribadi, dilaporkan setiap bulan dengan format laporan disajikan dalam
bentuk tabel dan teks peningkatan kasus penyakit dan untuk laporan tahunan disajikan dalam bentuk
grafik.

3. Kegiatan surveilans dari segi analisis dan interpretasi data, informan menganalisis data menggunakan
variabel epidemiologi (orang, waktu dan tempat), hal tersebut diperoleh dari informan kunci yang
menuturkan bahwa analisis data menggunakan perhitungan persen, sedangkan interpretasi dilakukan
dengan membandingkan data bulanan dan tahunan. 4. Kegiatan surveilans dari segi diseminasi informasi
terfokus pada penyampaian secara lisan maupun dalam bentuk lapcran ke unit pelayanan kesehatan
yang secara rutin dilakukan setiap bulan pada masing-masing Puskesmas dalam pertemuan
Minilokakarya (MINLOK).

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada para petugas surveilans di Puskesmas yang ada dikota kendari agar
memaksimalkan kegiatan surveilans yang berjalan untuk menekan angka kejadian penyakit menular
maupun tidak menulardimasyarakat.

2. Diharapkan kepada pemerintah, utamanya Dinas Kota Kendari agar mengadakan pemantauan secara
berkala di masyarakat umum terutama di tempat-tempat yang rawan sebagai daerah yang wilayahnya
tergolong epidemik dan pandemik serta lebih mempersiapkan Puskesmas sebagai pusat informasi dan
pelayanan langsung di masyarakat dalam mencegah menanggunalangi penyakit menular maupuntidak
menular, memberi dukungan dan memberdayakan masyarakat

. 3. Diharapkan Kepada Kepala Puskesmas yand ada di Kota Kendari agar mengawasi kinerja dan
kedisplinan stafnya serta lebih melengkapi segi fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan seperti
fasilitas komputer, tarsportasi, penambahan tenaga kesehatan serta hal-hal lain yang dibutuhkan guna
lancarnya kegiatan surveilans di Puskesmas. 4. Memberikan penyuluhan dan sosialisasi secara terus-
menerus kepada masyarakat mengenal penyakit menular dan penyakit tidak menular sehingga
masyarakat mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan penyakit menular dan penyakit tidak menular
dan mampu mencegah penularannya.

5. Perlunya pelatihan khusus kepada tenaga kesehatan di tingkat Puskesmas khususnya dari tenaga
surveilans terhadap masalah penyakit sehingga ada respon positif melalui tindakan pencegahan dan
penanggulangan penyakit. 6. Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti serupa hendaknya lebih
mengembangkan variabel, desain penelitian, dan metode pengambilan sampel yang akan diteliti lebih
berbeda agar hasil yang diperoleh lebih signifikan

Anda mungkin juga menyukai