A. Latar Belakang
Istilah surveilans berasal dari bahasa Prancis, yaitu surveillance, yang berarti
“mengamati tentang sesuatu”. Meskipun konsep surveilans telah berkembang cukup
lama, tetapi seringkali timbul kerancuan dengan kata surveillance dalam bahasa inggris,
yang berarti “mengawasi perorangan yang sedang dicurigai”. Sebelum tahun 1950,
surveilans memang diartikan sebagai upaya pengawasan secara ketat kepada penderita
penyakit menular, sehingga penyakitnya dapat ditemukan sedini mungkin dan diisolasi
secepatnya serta dapat diambil langkah-langkah pengendalian seawal mungkin.
Surveilans atau surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah
kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan
efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi
epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Prioritas surveilans penyakit yang perlu dikembangkan adalah penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi, penyakit yang potensial menimbulkan wabah atau kejadian
luar biasa, penyakit menular dan keracunan, demam berdarah dan demam berdarah
dengue, malaria, penyakit-penyakit zoonosis antara lain antraks, rabies, leptospirosis,
filariasis serta tuberkulosis, diare, tipus perut, kecacingan dan penyakit perut lainnya,
kusta, frambusia,penyakit HIV/AIDS, penyakit menular seksual, pneumonia, termasuk
penyakit pneumonia akut berat (severe acute respiratory syndrome), hipertensi, stroke
dan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, neoplasma, penyakit paru obstuksi
menahun, gangguan mental dan gangguan kesehatan akibat kecelakaan.
1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran mengenai survailens
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian survailens epidemiologi.
b. Mengetahui tujuan survailens epidemiologi
c. Mengetahui ruang lingkup penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi
kesehatan.
d. Mengetahui sasaran penyelenggaraan survailens kesehatan.
e. Mengetahui klasifikasi jenis dan pendekatan surveilans.
f. Mengetahui syarat-syarat sistem surveilans yang baik.
g. Mengetahui aktifitas inti surveilans.
h. Mengetahui Komponen Kegiatan Surveilans
i. Mengetahui Desain Sistem Surveilans.
A. Definisi Surveilans
Ada beberapa definisi surveilans, antara lain:
a. Surveilans Kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau
masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk
memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien. (Permenkes
Nomor 45 Tahun 2014)
2
d. Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan secara
sistematik berkesinambungan, analisa dan interprestasi data kesehatan dalam
proses menjelaskan dan memonitoring kesehatan dengan kata lain surveilans
epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus
terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu,
baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk
kepentingan pencegahan dan penanggulangan (Noor, 1997).
Keputusan
Intervensi Informasi
(Umpan Balik)
3
B. Tujuan Surveilans
Secara umum surveilans bertujuan untuk pencegahan dan pengendalian penyakit
dalam masyarakat sebagai upaya deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya
kejadian luar biasa (KLB), memperoleh informasi yang diperlukan bagi
perencanaan dalam hal pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya
pada berbagai tingkat administrasi (Depkes RI, 2004).
4
C. Ruang Lingkup Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu secara
operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor
kesehatan sendiri, diperlukan tatalaksana terintegrasi dan komprehensif dengan
kerjasama yang harmonis antar sektor dan antar program, sehingga perlu
dikembangkan subsistem survailans epidemiologi kesehatan yang terdiri dari
Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular, Surveilans Epidemiologi Penyakit
Tidak Menular, Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan Dan Perilaku,
Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, dan Surveilans Epidemiologi
Kesehatan Matra
1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular, merupakan analisis terus menerus
dan sistematis terhadap penyakit menular dan faktor risiko untuk mendukung
upaya pemberantasan penyakit menular.
2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, merupakan analisis terus
menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor risiko untuk
mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.
3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan, merupakan analisis terus
menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko untuk mendukung
program penyehatan lingkungnan.
4. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra, merupakan analisis terus menerus
dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk upaya
mendukung program kesehatan matra
5. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, merupakan analisis terus
menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk
mendukung program-program kesehatan tertentu.
D. Sasaran Penyelenggaraan
5
i. surveilans penyakit kecacingan dan penyakit perut lainnya;
j. surveilans penyakit kusta;
k. surveilans penyakit frambusia;
l. surveilans penyakit HIV/AIDS;
m. surveilans hepatitis;
n. surveilans penyakit menular seksual;dan
o. surveilans penyakit pneumonia, termasuk penyakit infeksi saluran
pernafasan akut berat (severe acute respiratory infection).
6
e. surveilans kesehatan ibu dan anak termasuk reproduksi;
f. surveilans kesehatan lanjut usia;
g. surveilans penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan
bahan berbahaya;
h. surveilans penggunaan obat, obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan,
serta perbekalan kesehatan rumah tangga; dan
i. surveilans kualitas makanan dan bahan tambahan makanan.
7
Menurut Gordis (2000) pendekatan surveilans berdasarkan cara mendapatkan data
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Surveilans pasif
Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Negara-
negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang
harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis
perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang
sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan
cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan
kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya
rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk mengatasi
problem tersebut, instrumen pelaporan perlu dibuat sederhana dan ringkas.
2. Surveilans aktif
a. Unit surveilans melakukan skrining dari rumah ke rumah, sehingga tidak ada
satu pun kasus yang lepas dari pendataan.
b.
c. Unit surveilans mendatangi setiap unit sumber data untuk meminta data
surveilans epidemiologi yang dibutuhkan sehingga tidak ada satu pun data
yang tidak terekam olehnya.
Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan
oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu.
Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan
surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans
pasif.
8
Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community surveilance.
Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari komunitas oleh
kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan.
Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan mengenali dan
merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama. Petugas
kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang
memerlukan konfirmasi laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan
negatif palsu (JHU, 2006).
a. Kesederhanaan (Simplicity)
Kesederhanaan sistem surveilans menyangkut struktur dan pengorganisasian
sistem. Besar dan jenis informasi yang diperlukan untuk menunjang diagnosis,
sumber pelapor, cara pengiriman data, organisasi yang menerima laporan,
kebutuhan pelatihan staf, pengolahan dan analisa data perlu dirancang agar tidak
membutuhkan sumber daya yang terlalu besar dan prosedur yang terlalu rumit.
b. Fleksibilitas (Flexibility)
Sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dalam mengatasi
perubahan-perubahan informasi yang dibutuhkan atau kondisi operasional tanpa
memerlukan peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, waktu dan tenaga.
d. Sensitivitas (Sensitivity).
Sensitivitas suatu surveilans dapat dinilai dari kemampuan mendeteksi kejadian
kasus-kasus penyakit atau kondisi kesehatan yang dipantau dan kemampuan
mengidentifikasi adanya KLB. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah :
1) Proporsi penderita yang berobat ke pelayanan kesehatan.
2) Kemampuan mendiagnosa secara benar dan kemungkinan kasus yang
terdiagnosa akan dilaporkan.
3) Keakuratan data yang dilaporkan
9
e. Nilai Prediktif Positif (Positive predictive value)
Nilai Prediktif Positif adalah proporsi dari yang diidentifikasi sebagai kasus, yang
kenyataannya memang menderita penyakit atau kondisi sasaran surveilans. Nilai
Prediktif Positif menggambarkan sensitivitas dan spesifisitas serta prevalensi/
insidensi penyakit atau masalah kesehatan di masyarakat.
f. Representatif (Representative).
Sistem surveilans yang representatif mampu mendeskripsikan secara akurat
distribusi kejadian penyakit menurut karakteristik orang, waktu dan tempat.
Kualitas data merupakan karakteristik sistem surveilans yang representatif. Data
surveilans tidak sekedar pemecahan kasus-kasus tetapi juga diskripsi atau ciri-ciri
demografik dan infomasi mengenai faktor resiko yang penting.
g. Tepat Waktu.
Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh ketepatan dan kecepatan
mulai dari proses pengumpulan data, pengolahan analisis dan interpretasi data serta
penyebarluasan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pelaporan
penyakit-penyakit tertentu perlu dilakukan dengan tepat dan cepat agar dapat
dikendalikan secara efektif atau tidak meluas sehingga membahayakan masyarakat.
Ketepatan waktu dalam sistem surveilans dapat dinilai berdasarakan ketersediaan
infomasi untuk pengendalian penyakit baik yang sifatnya segera maupun untuk
perencanaan program dalam jangka panjang.Tekhnologi komputer dapat sebagai
faktor pendukung sistem surveilans dalam ketepatan waktu penyediaan informasi.
10
7) Respon terencana (response and control): sistem pengawasan kesehatan
masyarakat hanya dapat digunakan jika data yang ada bisa digunakan dalam
peringatan dini dan munculnya masalah dalam kesehatan masyarakat.
8) Umpan balik (feedback): berfungsi penting dari semua sistem pengawasan, alur
pesan dan informasi kembali ke tingkat yang lebih rendah dari tingkat yang lebih
tinggi.
a. Pengumpulan Data.
Pengumpulan data merupakan komponen yang sangat penting karena kualitas
informasi yang diperoleh sangat ditentukan oleh kualitas data yang dikumpulkan.
Data yang dikumpulkan harus jelas, tepat dan ada hubungannya dengan penyakit
yang bersangkutan. Oleh karena itu untuk dapat menjalankan surveilans yang baik
pengumpulan data harus dilaksanakan secara teratur dan terus-menerus. Tujuan
pengumpulan data:
1) Menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko terbesar
terkena penyakit seperti jenis kelamin, umur, suku, pekerjaan dan lain-lain.
2) Menentukan jenis agent atau penyebab penyakit dan karakteristiknya.
3) Menentukan reservoir infeksinya.
4) Memastikan keadaan yang menyebabkan kelangsungan transmisi penyakit.
5) Mencatat kejadian penyakit, terutama pada kejadian luar biasa.
11
Sumber data yang dikumpulkan berlainan untuk tiap jenis penyakit. Sumber data
sistem surveilans terdiri dari 10 elemen (Langmuir, 1976) yaitu:
1. Data Mortalitas. Pencatatan kematian yang dilakukan di tingkat desa dilaporkan
ke tingkat kelurahan seterusnya ke tingkat kecamatan dan puskesmas lalu
selanjutnya dilaporkan ke Kabupaten daerah tingkat II. Beberapa seminar di
Indonesia telah diadakan pula untuk menilai dan membahas usaha untuk
meningkatkan kelengkapan pencatatan kematian, yang validitasnya relatif lebih
baik karena didiagnosis oleh dokter. Elemen ini akan bermanfaat bila data pada
pencatatan kematian itu cepat diolah dan hasilnya segera diberitahukan kepada
yang berkepentingan (Efendy, 2009).
4. Laporan Penyakit
7. Survei penyakit, vektor, dan reservoir : memerlukan tenaga, biaya dan fasilitas.
Survei adalah suatu cara penelitian epidemiologi untuk mengetahui prevalensi
penyakit. Dengan ukuran ini dapat diketahui luasnya masalah penyakit tersebut.
Bila setelah survei pertama dilakukan pengobatan terhadap penderita, maka
dengan survei kedua dapat ditentukan keberhasilan pengobatan tersebut (Efendy,
2009).
12
10. Data kependudukan dan lingkungan. Elemen ini penting untuk menetapkan
population at risk. Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kependudukan
dan lingkungan ini perlu selalu dipikirkan dalam rangka analisis epidemiologis.
Data atau keterangan mengenai kependudukan dan lingkungan itu tentu harus
didapat di lembaga-lembaga non kesehatan. Pengumpulan data dilakukan
dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap orang-orang yang dicurigai
atau population at risk melalui kunjungan rumah (active surveilance) atau
pencatatan insidensi berdasarkan laporan rutin dari sarana pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit, puskesmas, atau laporan dari petugas surveilans di lapangan,
dan laporan dari masyarakat serta petugas kesehatan yang lain (pasive
surveilance) (Budiarto, 2002)
b. Pengolahan Data.
Data yang terkumpul segera diolah, biasanya dilakukan secara manual atau dengan
komputerisasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki.
13
I. Desain Sistem Surveilans
Desain sistem surveilans merupakan tahap-tahap dalam melaksanakan surveilans
hingga menuju proses evaluasi. Desain sistem surveilans terdiri dari beberapa tahap
yaitu:
Menurut WHO (2002), ada lima kriteria agar surveilans efektif dengan akronim
“SMART”, yaitu:
a. Spesific. Masalah yang dihadapi harus khusus dan spesifik baik itu rencana
maupun tujuannya.
b. Measurable. Indikatornya harus dapat diukur.
c. Action-Oriented. Hasil surveilans harus berguna bagi pengambilan kepututusan
dan kebijakan terutama orientasi kepada sasaran.
d. Realistic. Sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.
e. Time frame. Mempunyai batas waktu dalam pencapaian tujuan. Tepat waktu
baik sasaran maupun rencana.
14
c. Kasus confirmed atau pasti
Kasus suspek dengan hasil laboratorium positif. Kriterianya adalah terdapat
bukti pasti laboratorium (serologis, biokimia, bakteriologis, virologist,
parasitologis) bahwa tengah atau telah terjadi infeksi dengan atau tanpa
kehadiran tanda, gejala klinis atau bukti epidemiologis.
Klasifikasi kasus bersifat dinamis, bisa berubah dan direvisi selama investigasi
seiring dengan tambahan informasi baru tentang sumber, modus, transmisi, agen
etiologi (Bres, 1986).
Pengumpulan data merupakan tahap awal dari rangkaian kegiatan surveilans yang
paling penting untuk proses selanjutnya. Pengumpulan data surveilans dapat secara
aktif dan pasif. Pengumpulan data aktif dapat melalui survei, penelitian, penyelidikan
langsung ke lapangan (masyarakat). Sedangkan, pengumpulan data pasif melalui
laporan dari fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, laporan dari
jajaran departemen kesehatan yang secara aktif memonitor suatu keadaan kesehatan.
Proses pengumpulan data diperlukan formulir sebagai alat untuk pengumpulan data.
Mekanisme pelaporan dalam pengumpulan data dapat dilakukan harian, mingguan,
bulanan, atau laporan nihil. Pengumpulan data tersebut harus mengumpulkan data-
data dari berbagai sumber data. Sumber data dalam surveilans epidemiologi
merupakan sumber data atau subjek dari mana data dapat diperoleh yang digunakan
untuk kegiatan surveilans epidemiologi. Macam-macam sumber data dalam
surveilans epidemiologi menurut Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 :
a. Data kesakitan yang dapat diperoleh dati unit pelayana kesehatan masyarakat.
b. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan
kantor pemerintah dan masyarakat.
c. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan
masyarakat.
d. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit meteorologi dan geofisiska
e. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan
masyarakat.
f. Data kondisi lingkungan.
g. Laporan wabah.
h. Laporan penyelidikan wabah/KLB
i. Laporan hasil penyelididkan kasus perorangan
j. Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya
k. Data hewan dan vektor sumber penularan penyakit yang dapat diperoleh dari
unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
l. Laporan kondisi pangan
15
4. Melaksanakan Analisis dan Presentasi Data
Analisis dan interpretasi data digunakan untuk keperluan kegiatan. Data yang telah
disususn dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan dilakukan interpretasi untuk
memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang situasi yang ada dalam
masyarakat. Analisis dapat dilakukan berdasarkan orang, tempat dan waktu. Data
yang sudah diolah kemudian dibuat suatu tabulasi, grafik dan peta yang standard an
mudah dipahami (Noor, 2008).
Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki nilai keterangan yang
cukup jelas dan sudah disimpulkan dalam suatu kesimpulan, selanjutnya dapat
disebarluaskan kepada semua pihak yang berkepentingan, agar informasi ini dapat
dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Penyebarluasan data dan informasi dilakukan
dalam tiga arah yang meliputi:
a. Ditujukan ke tingkat informasi yang lebih tinggi sebagai informasi untuk
menetukan kebijakan selanjutnya.
b. Dikirim kepada instansi pelapor atau ke tingkat administrasi yang lebih rendah
yang berfungsi sebagai pengumpulan dan pelopor data dalam bentuk umpan balik.
c. Disebarluaskan kepada instansi terkait dan kepada masyarakat luas (Noor, 2008).
Pembagian tugas surveilans dapat melalui pembentukan organisasi dan staffing serta
harus memasikan dalam organisasi dan staffing tersebut tidak mempunyai beban
ganda atau jabatan ganda.
7. Evaluasi Surveilans
Penutup
16
3. Ruang lingkup penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan adalah
surveilans penyakit menular dan faktor resiko, surveilans penyakit tidak meular dan
faktor resiko, surveilans masalah gizi dan KIA, surveilans kesehatan dan perilaku,
surveilans kesehatan matra.
7. Aktivitas inti surveilans adalah pendekatan kasus (case detection), pencatatan kasus
(registration), konfirmasi (confirmation), pelaporan (reporting), analisis data (data
analysis), respon segera (epidemic preparedness), respon terencana (response and
control), umpan balik (feedback).
17
Daftar Pustaka
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Giesecke, J. 2002. Modern Infectious Disease Epidemiology. London:Arnold.
Gordis, L. 2000. Epidemiology. Philadelphia, PA: WB Saunders Co.
JHU. 2006. Disaster Epidemiology. Baltimore, MD: The Johns Hopkins and IFRC Public
Health for Emergencies.
Kandun, I Nyoman. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta : CV
Infomedika.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
Langmuir, AD. 1976. William Far: Founder of Modern Concepts of Surveillance. Int. J.
Epid. 5: 13-18.
McNabb, S.J., Chungong, S., dkk. 2002. BMC Public Health : Conceptual Framework of
Public Health Survellance and Action and Its Application in Health Sector
Reform. BioMed Central.
Noor, Nasri. 2008. Dasar Epidemiologi. Jakarta:Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Romaguera, A. Raul, German, R.Robert & Klaucke N. Douglas, 2000. Evaluating Public
Health Surveillance in : Teutsch, M. Steven and Churchill, E. R. ed. Principles
and Practice of Public Health Surveillance. New york : Oxford university press
pp. 176 – 193.
WHO. 1999. WHO Recommended Surveillance Standards. The united Kingdom of Great
Britain: WHO.
WHO. 2004. WHO Comprehensive Assessment of The National Disease Surveilans in
Indonesia. Washington DC: WHO.
18