Anda di halaman 1dari 24

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

“Asthma”

Disusun oleh :

Adinda Desma Mulyani (G1D11G029)

Puspa Melati (G1D116134)

Arnita Julianti (G1D116111)

Dosen Pengampu : Herwansyah,SKM,MPH

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN AKADEMIK

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi para
pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


wawasan bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki masih sangat kurang.oleh karena itu saya harapkan kepada para
pembaca untuk memberi masukan dan kritikan untuk makalah saya.

Jambi, 5 Januari 2018

ii
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................1

1.3 Tujuan................................................................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN.............................................................................................................3

2.1 Pengertian Asthma............................................................................................3

2.2 Epidemiologi Asthma.......................................................................................4

2.3 Patofisiogi Asthma............................................................................................6

2.4 Klasifikasi Asthma............................................................................................6

2.5 Faktor Risiko Asthma......................................................................................9

2.6 Upaya Pencegahan atau Penanggulangan Asthma.....................................10

BAB III

PENUTUP ..........................................................................................................16
3.1 Kesimpulan......................................................................................................18

3.2 Saran................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma adalah penyakit saluran nafas kronik yang penting dan
merupakan masalah kesehatan masayrakat yang serius di berbagai negara
diseluruh dunia. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif
jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi,
sesak napas, dada terasa berat dan batukbatuk terutama malam dan atau
dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan
tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan
harian. Penyakit asma menyerang bagian cabang – cabang halus bronkus
yang sudah tidak memiliki kerangka, cincin-cincin tulang rawan, dari
karena itu maka terjadilah penyempitan yang mendadak. Akibatnya
penderita akan merasakan sesak napas.
Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai
penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.
Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten
maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk
asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang
dicetuskan aspirin.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan asthma ?
b. Bagaimana epidemiologi penyakit asthma ?
c. Apa saja klasifikasi pada penyakit asthma?
d. Apa saja faktor risiko pada penyakit asthma?
e. Bagaimana pencegahan atau penanggulangan pada penyakit
asthma?
1
1.3 Tujuan
a. Untuk dapat mengetahui pengertian dari asthma.
b. Untuk dapat mengetahui epidemiologi dari penyakit asthma.
c. Untuk dapat mengetahui klasifikasi pada penyakit asthma.
d. Untuk dapat mengetahui faktor risiko pada penyakit asthma.
e. Untuk dapat mengetahui pencegahan atau penanggulangan pada
penyakit asthma.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asthma

Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) tahun 2007,
asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas dimana banyak sel
berperan terutama sel mast, eosinofil,limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel. Pada individu rentan proses inflamasi tersebut menyebabkan
wheezing berulang, sesak napas, dada rasa penuh (chest tightness) dan batuk
terutama malam dan atau menjelang pagi. Gejala tersebut terkait dengan
hambatan aliran udara yang luas tetapi variabel yang sering revesibel
spontan atau dengan pengobatan. Inflamasi juga menyebabkan peningkatan
hiperresponsif saluran napas terhadap berbagai stimuli.

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran


napas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi,
batuk, sesak napas, dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau
dini hari yang umumya bersifat revesibel baik dengan atautanpa pengobatan.
Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala
tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan
sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.

Dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit inflamasi kronis pada


saluran napas yang menyebabkan gangguan aliran udara intermiten dan
reversibel sehingga terjadi hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa wheezing
(mengi),batuk, sesak napas, dan rasa berat di dada terutama pada malam dan
atau dini hari.

3
2.2 Epidemiologi Asthma
Asma dapat timbul pada segala umur, di mana 30% penderita mempunyai
gejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma
gejala pertamanya muncul sebelum usia 4-5 tahun. Sebagian besar anak
yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai
sedang yang relatif aktif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma
berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari
pada musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan
mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari
hari ke hari.

Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3-8%,


penelitian yang dilakukan di Medan, Palembang, Ujung Pandang, dan
Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%, 8,08%, 17% dan 4,8%.
Penelitian epidemiologi asma yang dilakukan pada siswa SMP di beberapa
tempat di Indonesia, antara lain Palembang dimana prevalensi asma sebesar
7,4%. Jakarta prevalensi asma sebesar 5,7% dan Bandung prevalensi asma
sebesar 6,7%. Belum disimpulkan kecenderungan perubahan prevalensi
berdasarkan bertambahnya usia karena sedikitnya penelitian dengan sasaran
siswa SMP, namun tampaknya terjadi penurunan prevalensi siswa SMP
sebanding dengan bertambahnya usia terutama setelah usia sepuluh tahun.
Hal ini yang menyebabkan prevalensi asma pada orang dewasa lebih rendah
dibandingkan dengan angka kejadian asma pada anak.

Tabel 1. Prevalensi Asma di Indonesia

Peneliti Jumlah Umur Prevalensi


Tahun
(Kota) Sampel (Tahun) (%)
Djajanto (Jakarta) 1991 1200 6-12 16,4
Rosmayudi (Bandung) 1993 4865 6-12 6,6
Dahlan (Jakarta) 1996 - 6-12 17,4
Arifin (Palembang) 1996 1296 13-15 5,7
Rosalina (Bandung) 1997 3118 13-15 2,6
Yunus F (Jakarta) 2001 2234 13-14 11,5
Kartasasmita CB (Bandung) 2002 2678 6-7 3,0
Rahaya NN (Jakarta) 2002 1296 13-14 6,7

4
5
6
2.3 Patofisiogi Asthma
Asma biasanya dimediasi oleh imunoglobulin E (IgE) dan dipicu
oleh respon alergi terhadap alergen , IgE dibentuk dalam menanggapi
paparan alergen sepertu serbuk sari atau hewan bulu. Sensitisasi terjadi
pada paparan pertama, yang menghasilkan antibodi IgE alergen tertentu
yang menempel pada permukaan sel mast. Setelah paparan berikutnya,
alergen berikatan dengan antibodi IgE alergen tertentu hadir pada
permukaan sel mast. Menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti
leukotrien, histamin dan prostaglandin. Ini mediator inflamasi
menyebabkan brongkos pasme , memicu serangan asma.

Jika serangan tidak diobati, eosinofil,sel T/Helper dan sel mast


berimigrasi ke saluran udara. Produksi lendir yang berlebihan yang di
sebabkan oleh sel-sel goblet pasang jalan nafas dan bersama-sama dengan
peningkatan nada saluran nafas dan saluran nafas hyperresponsiveness, ini
menyebabkan saluran udara untuk mempersempit dan selanjutnya
memperburuk udara.

Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa remodeling saluran


nafas dapat terjadi jika asma tidak terkontrol selama priode tahun.
Pradangan kronis menyebabkan hipertrofi otot polos brongkus ,
pembentukan pembulu darah baru dan kolagen interstitial deposisi, yang
menghasilkan obstruksi aliran udara yang terus menerus sama dengan yang
terlihat dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) .

2.4 Klasifikasi Asthma


Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit
dan pola keterbatasan aliran udara.kalsifikasi asma berdasarkan penyakit
penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka
panjang,semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.berat

7
penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis sebelum
pengobatan dimulai (tabel 2).

Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan;dan pengobatan


yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat.dipahami pengobatan akan
berubah gambaran klinis bahkan faal paru,oleh karena itu penilaian berat
asma pada penderita dalam pengobatan juga harus memprtimbangkan
pengobatan itu sendiri.tanel 6 menunjukkan bagaimana melakukan
penilaian berat asma pada penderita yang sudah dalam pengobatan.bil
pengobatan yang sedang dijalani sesuai dengan gambaran klinis yang ada
maka derajat asma naik satu tingkat.

Contoh seoarang penderita dalam pengobatan asma persisten


sedang dan gambaran klinis sesuai asma persisten sedang.maka sebenarnya
berat asma penderita asma tersebut adalah asma persisten berat.demikian
pula dengan asma persisten ringan.akan tetapi berbeda dengan asma
persisten berat dan asema intemiten(lihat tabel 6).penderita yang gambaran
klinis menunjukkan asma persisten berat maka jenis pengobatan apapun
yang sedang dijalani tidak mempengaruhi penilaian berat asma.dengan
kata lain penderita tersebut tetap asma persisten berat.demikian pula
penderita dengan gambaran klinis asma intemiten yang dapat pengobatan
sesuai dengan asma intemiten.maka dearajat asma intemiten.

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran


Klinis (Sebelum Pengobatan)

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru

I. Intermiten
Bulanan APE ≥ 80%
 ≤ 2 kali sebulan  VEP1 ≥ 80% nilai
 Gejala < 1x/minggu
prediksi APE ≥ 80%
 Tanpa gejala di luar
nilai terbaik
serangan
 Variabiliti APE<
 Serangan singkat
20%
II. Persisten Mingguan APE > 80%

8
ringan
 Gejala > 1x/minggu  > 2 kali sebulan  VEP1 ≥ 80% nilai
tetapi < 1x/hari prediksi APE ≥ 80%
 Serangan dapar nilai terbaik
mengganggu aktivitas  Variabiliti APE 20-
dan tidur 30%
III. Persisten
Sedang Harian APE 60-80%
 Gejala setiap hari  > 1x/seminggu  VEP1 60-80% nilai
 Serangan mengganggu prediksi APE 60-80%
aktivitas dan tidur nilai terbaik
 Membutuhkan  Variabiliti APE >
bronkodilator setiap 30%
hari
IV. Persiten
Berat Kontinyu APE ≤ 60%
 Sering  VEP1 ≤ 60% nilai
 Gejala terus menerus prediksi APE ≤ 60%
 Sering kambuh nilai terbaik
 Aktiviti fisik terbatas  Variabiliti APE >
30%

Tabel 3. Klasifikasi Derajat Berat Asma Pada Penderita Dalam Pengobatan

Tahapan Pengobatan yang Diguakan Saat Penilaian


Tahap I Tahap 2 Tahap 3
Gejala dan Faal paru dalam Intermiten Persisten Persisten
pengobatan Ringan Sedang
Tahap I : Intermiten Intermetien Persisten Persisten
Gajala < 1x/mgg ringan Sedang
Serangan Singkat
Gejala Malam < 2x/bln
Faal Paru normal di luar serangan
Tahap II : Persisten Ringan Persisten Ringan Persisten Persisten Berat

9
Gejala >1x/mgg, tetapi <1x/hari Sedang
Gejala Malam >2x/bln, tetapi
<1x/mgg
Faal paru normal di luar serangan
Tahap III : Persisten Sedang Persisten Sedang Persisten Berat Persisten Berat
Gejala setiap hari
Serangan mempengaruhi aktiviti
dan tidur
Gejala Malam > 1x/mgg
60%<VEP1<80% nilai prediksi
60%<APE<80% nilai terbaik
Tahap IV : Persisten Berat Persisten Berat Persisten Berat Persisten Berat
Gejala terus menerus
Serangan ssering
Gejala malam hari sering
VEP1≤60% nilai prediksi, dan
APE≤60% nilai terbaik

2.5 Faktor Risiko Asthma


Faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya penyakit asma
diantaranya :

a. Sering mengalami infeksi saluran pernapasan ketika kecil


b. Terkena asap rokok
c. Tinggal di lingkungan perkotaan, khususnya jika terdapat polusi udara
d. Terkena pemicu saat bekerja, seperti pengunaan zat kimia pada
pertanian, bekerja sebagai penata rambut atau bekerja di pabrik
e. Berat badan yang rendah saat lahir
f. Kegemukan
g. Faktor genetik atau bawaan sejak lahir

Menurut Mangunegoro, 2004 sebagai berikut :

10
2.6 Upaya Pencegahan atau Penanggulangan Asthma
Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah
tersensitisasi  dengan bahan  yang menyebabkan asma, pencegahan
sekunder adalah mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak
berkembang menjadi asma; dan pencegahan tersier adalah mencegah agar
tidak terjadi serangan / bermanifestasi klinis asma pada penderita yang
sudah menderita asma.

11
 
Pencegahan Primer
Perkembangan respons imun jelas menunjukkan bahwa periode
prenatal dan perinatal merupakan periode untuk diintervensi dalam
melakukan pencegahan primer penyakit asma. Banyak faktor terlibat
dalam meningkatkan atau menurunkan sensitisasi alergen pada fetus, tetapi
pengaruh faktor-faktor  tersebut sangat kompleks dan bervariasi dengan
usia gestasi, sehingga pencegahan primer waktu ini adalah belum
mungkin. Walau penelitian ke arah itu terus berlangsung dan menjanjikan.
 
Periode prenatal
      Kehamilan trimester ke dua yang sudah terbentuk cukup sel penyaji
antigen (antigen presenting cells) dan sel T yang matang, merupakan saat
fetus tersensisitasi alergen dengan rute yang paling mungkin adalah melalui
usus, walau konsentrasi alergen yang dapat penetrasi ke amnion adalah
penting. Konsentrasi alergen yang rendah lebih mungkin menimbulkan
sensitisasi  daripada konsentrasi tinggi. Faktor konsentrasi alergen dan
waktu pajanan sangat mungkin berhubungan dengan terjadinya sensitisasi
atau toleransi imunologis.
Penelitian menunjukkan menghindari makanan yang bersifat alergen pada
ibu hamil dengan risiko tinggi, tidak mengurangi risiko melahirkan bayi
atopi,  bahkan makanan tersebut menimbulkan efek yang tidak diharapkan
pada nutrisi ibu dan fetus. Saat ini, belum ada pencegahan primer yang dapat
direkomendasikan untuk dilakukan.
 
 
Periode postnatal
Berbagai upaya menghindari alergen sedini mungkin dilakukan
terutama difokuskan pada makanan bayi seperti menghindari protein susu
sapi, telur, ikan, kacang-kacangan. Sebagian besar studi menunjukkan
mengenai hal tersebut, menunjukkan hasil yang inkonklusif (tidak dapat
ditarik kesimpulan). Dua studi dengan tindak lanjut yang paling lama

12
menunjukkan efek transien dari menghindari makanan berpotensi alergen
dengan dermatitis atopik. Dan tindak lanjut lanjutan menunjukkan
berkurangnya bahkan hampir tidak ada efek pada manifestasi alergik saluran
napas, sehingga disimpulkan bahwa upaya menghindari alergen makanan
sedini mungkin pada bayi tidak didukung oleh hasil. Bahkan perlu
dipikirkan memanipulasi dini makanan berisiko menimbulkan gangguan
tumbuh kembang.
Diet menghindari antigen pada ibu menyusui risiko tinggi,
menurunkan risiko dermatitis atopik pada anak, tetapi dibutuhkan studi
lanjutan (bukti C).
Menghindari aeroelergen pada bayi dianjurkan dalam upaya menghindari
sensitisasi. Akan tetapi beberapa studi terakhir menunjukkan bahwa
menghindari pajanan dengan kucing sedini mungkin, tidak mencegah alergi;
dan sebaliknya kontak sedini mungkin dengan kucing dan anjing
kenyataannya mencegah alergi lebih baik daripada menghindari binatang
tersebut. Penjelasannya sama dengan hipotesis hygiene, yang menyatakan
hubungan dengan mikrobial sedini mungkin menurunkan penyakit alergik di
kemudian hari. Kontroversi tersebut mendatangkan pikiran bahwa strategi
pencegahan primer sebaiknya didesain dapat menilai keseimbangan sel
Th1dan Th2, sitokin dan protein-protein yang berfusi dengan alergen.
Pencegahan primer di masa datang akan berhubungan
imunomodulasi menggunakan sel Th1 ajuvan, vaksin DNA, antigen yang
berkaitan dengan IL-12 atau IFN-, pemberian mikroorganisme usus yang
relevan melalui oral (berhubungan dengan kolonisasi flora mikrobial usus).
Semua strategi tersebut masih sebagai hipotesis dan membutuhkan
penelitian yang tepat.
 
Asap rokok lingkungan (Enviromental tobacco smoke/ ETS)
Berbagai studi dan data menunjukkan bahwa ibu perokok berdampak
pada kesakitan saluran napas bawah pada anaknya sampai dengan usia 3
tahun, walau sulit untuk membedakan kontribusi tersebut pada periode
prenatal atau postnatal.  Berbagai studi menunjukkan bahwa ibu merokok

13
selama kehamilan akan mempengaruhi perkembangan paru anak, dan bayi
dari ibu perokok, 4 kali lebih sering mendapatkan gangguan mengi dalam
tahun pertama kehidupannya.Sedangkan hanya sedikit bukti yang
mendapatkan bahwa ibu yang merokok selama kehamilan berefek pada
sensitisasi alergen. Sehingga disimpulkan merokok dalam kehamilan
berdampak pada perkembangan paru, meningkatkan frekuensi gangguan
mengi nonalergi pada bayi, tetapi mempunyai peran kecil pada terjadinya
asma alergi di kemudian hari. Sehingga jelas bahwa pajanan asap rokok
lingkungan baik periode prenatal maupun postnatal (perokok pasif)
mempengaruhi timbulnya gangguan/ penyakit dengan mengi (bukti A).
 
Pencegahan sekunder
Sebagaimana di jelaskan di atas bahwa pencegahan sekunder
mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi
asma. Studi terbaru mengenai pemberian antihitamin H-1 dalam
menurunkan onset mengi pada penderita anak dermatitis atopik. Studi lain
yang sedang berlangsung, mengenai peran imunoterapi dengan alergen
spesifik untuk menurunkan onset asma.
Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan
alergen sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi
dan sudah dengan gejala asma, adalah lebih menghasilkan pengurangan
/resolusi total dari gejala daripada jika pajanan terus berlangsung.
 
Pencegahan Tersier
Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang
dapat  ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus. Sehingga menghindari
pajanan pencetus akan memperbaiki kondisi asma dan menurunkan
kebutuhan medikasi/ obat.
 

14
Tabel 4. Mengontrol alergen  di dalam dan di luar ruangan
 
Faktor Pencetus Asma Kontrol Lingkungan
   
Debu rumah (Domestik Cuci sarung bantal, guling, sprei, selimut dengan air panas (55-
mite) 60C) paling lama 1 minggu sekali
  Ganti karpet dengan linoleum atau lantai kayu
  Ganti  furnitur berlapis kain dengan berlapis kulit
  Bila gunakan pembersih vakum, pakailah filter HEPA dan
  kantung debu 2 rangkap
Cuci dengan air panas segala mainan kain
 
Serpihan kulit (Alergen Pindahkan binatang peliharaan dari dalam rumah, atau paling
binatang) tidak  dari kamar tidur dan ruang utama.
  Gunakan filter udara  (HEPA) terutama di kamar tidur dan ruang
  utama
  Mandikan binatang peliharaan 2 x/ minggu
  Ganti furniture berlapis kain dengan berlapis kulit
  Ganti karpet dengan tikar atau lantai kayu
  Gunakan pembersih vakum dengan filter HEPA dan kantung
debu 2 rangkap
 
  Eliminasi lingkungan yang disukai kecoa seperti tempat lembab,
Kecoa sisa makanan, sampah terbuka dll

15
  Gunakan pembasmi kecoa
   
  Perbaiki semua kebocoran atau sumber air yang berpotensi
Jamur menimbulkan jamur , misalnya dinding kamar mandi, bakmandi,
  kran air, dsb. Jangan gunakan alat penguap.
  Pindahkan karpet basah atau yang berjamur
   
   
Tepung sari bunga dan Bila di sekitar ruangan banyak  tanaman berbunga dan
jamur di luar ruangan merupakan pajanan tepung sari bunga, tutup jendela rapat-rapat,
  gunakan air conditioning. Hindari pajanan tepung sari bunga
  sedapat mungkin.
 
 
 

Tabel 5. Mengontrol polusi udara  di dalam dan di luar ruangan


 
Faktor Pencetus Asma Kontrol Lingkungan
Polusi udara dalam ruangan Tidak merokok di dalam rumah
Asap rokok (perokok pasif) Hindari berdekatan dengan orang yang sedang
Asap kayu/ masak merokok
Spray pembersih rumah Upayakan ventilasi rumah adekuat
Obat nyamuk Hindari memasak dengan kayu
Dll Hindari menggunakan spray pembersih rumah

16
  Hindari menggunakan obat nyamuk yang
  menimbulkan asap atau spray dan mengandung
bahan polutan
 
Polusi udara di luar`ruangan Hindari aktiviti fisis pada keadaan udara dingin dan
Asap rokok kelembaban rendah
Cuaca Tinggalkan/ hindari daerah polusi
Ozon  
Gas buang kendaraan bermotor  
Dll  
   
Pajanan di lingkungan kerja Hindari bahan polutan
Ruang kerja dengan ventilasi yang baik
Lindungi pernapasan misalnya dengan masker
Bebaskan lingkungan dari asap rokok 
 
 

Tabel 6.  Mengontrol faktor pencetus lain


 
Faktor Pencetus Asma Mengontrol Pencetus
   
Refluks gastroesofagus Tidak makan  dalam 3 jam sebelum tidur.
  Pada saat tidur, posisi kepala lebih tinggi dari badan.
  Gunakan pengobatan yang tepat untuk meningkatkan tekanan
  esofagus bawah dan mengatasi refluks
 
Obat-obatan Tidak menggunakan Beta-bloker (termasuk tetes mata, dsb)
  Tidak mengkonsumsi aspirin atau antiinflamasi non-steroid
   
Infeksi pernapasan (virus) Menghindari infeksi pernapasan sedapat mungkin dengan
hidup sehat,
bila terjadi minta bantuan medis/ dokter.
Vaksinasi influenza setiap tahun

17
 

Penanggulangannya :

1. Terapi non- obat : terapi ini ditujukan antara lain untuk sebagai berikut :

a. Memberi penjelasan kepada penderita agar dapat mengenali gejala awal


atau sedini mungkin.

b. Mengatur kegiatan aktivitas fisik.

c. latihan napas, memperbaiki keadaan kejiwaan.

d. Mengenali faktor – faktor pencetus dan menghindarinya

2. Terapi Obat : Terapi dengan obat terutama ditujukan untuk mengatasi atau
mencegah penyempitan saluran naoas, yaitu :

a. Mengendalikan sembap saluran napas

b. Mengendalikan keradangan dengan obat anti radang

c. Mengendalikan penyumbatan dahak dengan obat pengencer dahak.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik
saluran napas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi,
batuk, sesak napas, dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini
hari yang umumya bersifat revesibel baik dengan atautanpa pengobatan. Asma
bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak

18
mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai
berat bahkan dapat menimbulkan kematian.

Asma biasanya dimediasi oleh imunoglobulin E (IgE) dan dipicu oleh


respon alergi terhadap alergen , IgE dibentuk dalam menanggapi paparan
alergen sepertu serbuk sari atau hewan bulu. Sensitisasi terjadi pada paparan
pertama, yang menghasilkan antibodi IgE alergen tertentu yang menempel
pada permukaan sel mast. Setelah paparan berikutnya, alergen berikatan
dengan antibodi IgE alergen tertentu hadir pada permukaan sel mast.
Menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti leukotrien, histamin dan
prostaglandin. Ini mediator inflamasi menyebabkan brongkos pasme , memicu
serangan asma.

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi,berat penyakit dan pola


keterbatasan aliran udara.kalsifikasi asma berdasarkan penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang,semakin berat
asma semakin tinggi tingkat pengobatan.berat penyakit asma diklasifikasikan
berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai.

3.2 Saran
1. Untuk Para Penderita

Jangan menganggap remeh penyakit yang anda derita.


Namun, seringlah berkonsultasi dengan dokter yang menangani anda.
Akan tetapi, jangan pula anda terlalu memikirkan tentang penyakit
anda, karena itu akan bisa memicu asma anda kambuh.

2. Untuk Para Keluarga Penderita


Perhatikanlah keluarga anda yang menderita penyakit asma.
Karena asma adalah penyakit yang serius. Namun, perhatia dan

19
pengamanan anda jangan terlalu berlebihan karena bisa saja penderita
merasa tertekan dan stres yang bisa mengakibatkan asmanya kambuh.
3. Untuk Para Dokter atau Ahli Medis
Rawatlah pasien anda dengan baik. Jangan pernah
meremehkan tingkat keparahan penyakit asma yang diderita oleh
pasien anda.

DAFTAR PUSTAKA

Irianto, Koes, 2014, Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular,


Alfabeta, Bandung

Perhimpunan dokter paru Indonesia. 2003. Asma. Diambil dari :


http://klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf

Oemiarti, Ratih.2010. faktor – faktor yang berhubungan dengan penyakit asma di


Indonesia. Diambil dari : https://media.neliti.com/media/publications/179180-ID-
faktor-faktor-yang-berhubungan-dengan-pe.pdf

Data prevalensi dari kemenkes : mengenai ASMA (infodatin).

20
21

Anda mungkin juga menyukai