Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT

DASAR- DASAR SURVELANS KESEHATAN MASYARAKAT

Oleh
Kelompok 1
Sarah Gusteriko Nabila 1811213036 Rahmat Al Ikram 2011211040
Machranda 2011211001 Rizki Rahmadi 2011212007
Rilla Fahrunnisa 2011211017 Leny Chania Putri 2011212047
Nurul Aulia Putri 2011211029 Noviana Sinta Dewi. S 2011212051
Fitri Dwi Syahti 2011211031
Kelas A1

Dosen Pengampu :
Dr. Masrizal, Dt. Mangguang, S.KM., M.Biomed.

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah kami dengan topik “Dasar-
dasar Survelans Kesehatan Masyarakat”
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Masrizal, Dt.
Mangguang, S.KM., M.Biomed. selaku dosen pengampu mata kuliah Surveilans
Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan tugas kepada penulis sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami terkait materi “Dasar-dasar
Survelans Kesehatan Masyarakat”.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna akibat dari keterbatasan pengetahuan
kami. Namun, kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami
sendiri dan pembaca pada umumnya.
Kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah ini. Akhir kata
kami ucapkan terimakasih.

Padang, 02 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i


Daftar Isi ................................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
BAB II Pembahasan
A. Definisi dan Tujuan Surveilans Kesehatan Masyarakat ................................ 3
B. Kegunaan dan Jenis Surveilans Kesehatan Masyarakat ................................ 4
C. Manajemen Surveilans Kesehatan Masyarakat ........................................... 10
D. Atribut dan Komponen Sistem Surveilans .................................................. 11
BAB III Penutup
A. Kesimpulan .................................................................................................. 20
B. Saran ............................................................................................................ 20
Daftar Pustaka ...................................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan
analisis data secara terusmenerus dan sistematis yang kemudian
didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab
dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008).
Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan
penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-
perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans
menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat
dilakukan langkah- langkah pencegahan dan pengendalian penyakit (Last,
2001).
Kadang digunakan istilah surveilans epidemiologi. Baik surveilans
kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja,
sebab menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi adalah untuk
mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi dikenal
sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science of public health).
Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk memimpin dan
mengelola dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat memberikan
informasi kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang
masalah-masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi.
Surveilans kesehatan masyarakat merupakan instrumen penting untuk
mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera ketika
penyakit mulai menyebar. Informasi dari surveilans juga penting bagi
kementerian kesehatan, kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor
sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik (DCP2, 2008).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan tujuan surveilans kesehatan masyarakat?
2. Apa kegunaan dan jenis surveilans kesehatan masyarakat?
3. Bagaimana manajemen surveilans kesehatan masyarakat?
4. Apa saja atribut dan komponen sistem surveilans kesehatan masyarakat?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dan tujuan surveilans kesehatan masyarakat
2. Mengetahui kegunaan dan jenis surveilans kesehatan masyarakat
3. Mengetahui manajemen surveilans kesehatan masyarakat
4. Mengetahui atribut dan komponen sistem surveilans kesehatan masyarakat

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Tujuan Surveilans Kesehatan Masyarakat


1. Definisi Surveilans Kesehatan Masyarakat
Surveilans menurut WHO (2004) adalah proses pengumpulan,
pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus
menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk
dapat mengambil tindakan. Surveilans merupakan suatu kegiatan
pengamatan penyakit yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis
terhadap kejadian dan distribusi penyakit serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya pada masyarakat sehingga dapat dilakukan
penanggulangan untuk dapat mengambil tindakan efektif.
Sedangkan surveilans kesehatan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 45 Tahun 2014, didefinisikan sebagai kegiatan
pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi
tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang
memengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah
kesehatan untuk memperolah dan memberikan informasi guna
mengarahkan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Menurut DCP2 (2008), surveilans kesehatan masyarakat didefinisikan
sebagai proses pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus-
menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan atau
disebarluaskan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam
pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya.
Surveilans kesehatan masyarakat juga diartikan sebagai suatu proses
pengumpulan data kesehatan yang mencakup tidak saja pengumpulan
informasi secara sistematik, tetapi juga melibatkan analisis, interpretasi,
penyebaran, dan penggunaan informasi kesehatan. Hasil surveilans dan
pengumpulan serta analisis data digunakan untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik tentang status kesehatan populasi guna merencanakan,
menerapkan, mendeskripsikan, dan mengevaluasi program kesehatan

3
msyarakat untuk mengendalikan dan mencegah kejadian yang merugikan
kesehatan. Dengan demikian, agar data dapat berguna, data harus akurat,
tepat waktu, dan tersedia dalam bentuk yang dapat digunakan.
2. Tujuan Surveilans Kesehatan Masyarakat
Surveilans menurut Depkes RI (2004) bertujuan untuk mencegah dan
mengendalikan penyakit dalam masyarakat dalam rangka upaya deteksi dini
terhadap kemungkinan terjadinya kejadian luar biasa (KLB), memperoleh
informasi yang diperlukan bagi perencanaan dalam hal pencegahan,
penanggulangan maupun pemberantasannya pada berbagai tingkat
administrasi.
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang
masalah kesehatan populasi sehingga penyakit dan faktor risiko dapat
dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan
lebih efektif. Tujuan khusus surveilans, yaitu:
a. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;
b. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi
dini outbreak;
c. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit
(disease burden) pada populasi;
d. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
e. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
f. Mengidentifikasi kebutuhan riset.
B. Kegunaan dan Jenis Surveilans Kesehatan Masyarakat
1. Kegunaan Surveilans Kesehatan Masyarakat
Surveilans epidemiologi atau surveilans kesehatan masyarakat
merupakan salah satu fungsi utama epidemiologi, sebagaimana menurut
Crooker(2014) terdapat enam fungsi utama epidemiologi yaitu: (1)
Surveilans kesehatan masyarakat; (2) Investigasi lapangan; (3) Studi
analitik; (4) Evaluasi; (5) Membuat hubungan antar data kesehatan (record
linkages); dan (6) pengembangan kebijakan.

4
Lebih lanjut dikatakan oleh Crooker (2014) bahwa surveilans
merupakan “batu loncatan” dalam kegiatan kesehatan masyarakat. Karena
dengan surveilans kita akan mendapatkan data yang akurat tentang kejadian
kesehatan di masyarakat. Surveilans juga merupakan langkah awal dalam
intervensi kesehatan masyarakat sebagaimana bagan berikut (CDC):

Implementasi:

Evaluasi how do you do

intervensi: what
Identifikasi works?

faktor risiko:

Surveilans:
what's the
problem?

Gambar 1 Pendekatan dalam Intervensi Kesehatan Masyarakat (CDC)

Dari gambar 1 di atas terlihat bahwa sistem pendekatan epidemiologi


diawali dengan kegiatan surveilans. Tahap ini dilakukan untuk menjawab
pertanyaan “what’s the problem?” atau masalah apa yang dihadapi.
Selanjutnya bila permasalahan sudah dijawab, pertanyaan yang harus di
jawab adalah “what’s the cause?” atau apa penyebabnya, dengan melakukan
identifikasi faktor risiko. Setelah faktor risiko diketahui, selanjutnya adalah
melakukan evaluasi intervensi yang akan menjawab pertanyaan “what
works?” atau apa yang akan dilakukan. Dan tahap terakhir adalah
mengimplementasikan intervensi kesehatan yang akan menjawab “how do
you do it?” atau bagaimana intervensi tersebut dijalankan.

5
Secara ringkas, kegunaan dari surveilans kesehatan masyarakat adalah
sebagai berikut.
a. Mengetahui gambaran epidemiologi masalah kesehatan atau penyakit.
b. Yang dimaksud gambaran epidemiologi dari suatu penyakit adalah
epidemiologi deskriptif penyakit itu menurut waktu, tempat, dan orang.
c. Menetapkan prioritas masalah kesehatan, minimal ada 3 persyaratan
untuk mendapatkan prioritas masalah kesehatan untuk ditanggulangi
yaitu besarnya masalah, adanya metode untuk memecahkan masalah,
dan tersedianya biaya untuk mengatasi masalah.
d. Mengetahui cakupan pelayanan, atas dasar data kunjungan ke
puskesmas, dapat diperkirakan cakupan pelayanan puskesmas terhadap
karakteristik tertentu dari penderita, dengan membandingkan proporsi
penderita menurut karakteristik tertentu yang berkunjung ke puskesmas,
dan proporsi penderita menurut karakteristik yang sama di populasi atas
dasar data statistik dari daerah yang bersangkutan.
e. Untuk kewaspadaan dini terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB), KLB
adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan frekuensi suatu
penyakit dalam periode waktu tertentu di suatu wilayah. Di Indonesia,
penyakit menular yang sering menimbulkan KLB adalah penyakit diare,
penyakit yang dapat diimunisasikan, infeksi saluran nafas, dan lain-lain.
f. Untuk memantau dan menilai program
2. Jenis-Jenis Surveilans
Dikenal beberapa jenis surveilans, yaitu sebagai berikut.
a. Surveilans Individu
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan
memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit
serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis.
Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional
segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat
dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional
yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang
sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama

6
periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit
selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last, 2001).
Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS
1980an dan SARS. Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2)
Karantina parsial. Karantina total membatasi kebebasan gerak semua
orang yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi, untuk
mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar. Karantina parsial
membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan
perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit.
Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit
campak, sedang orang dewasa diperke- nankan terus bekerja. Satuan
tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pos- pos
lainnya tetap bekerja.
Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan
dengan masalah legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang
legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-langkah pembatasan
tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat (Bensimon dan
Upshur, 2007).
b. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan
terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi
penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi
terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan
lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan
individu.
Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya
didukung melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program
surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari
sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit
yang tidak terpe- lihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena
pemerintah kekurangan biaya. Banyak program surveilans penyakit
vertikal yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit

7
lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing, mengeluarkan
biaya untuk sumberdaya masing- masing, dan memberikan informasi
duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.
c. Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala)
penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik
mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun
populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans
sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola
perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat
ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi
laboratorium tentang suatu penyakit.
Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal,
regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control
and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik
berskala nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-
like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam
surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining
pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau
sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus,
jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan
jumlah total kasus yang teramati. Surveilans tersebut berguna untuk
memonitor aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu
burung, dan antraks, sehingga dapat memberikan peringatan dini dan
dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor krisis yang tengah
berlangsung (Mandl et al., 2004; Sloan et al., 2006).
Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit
tertentu dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas,
pada lokasi tertentu, disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel
melalui sistem surveilans sentinel merupakan cara yang baik untuk

8
memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang
terbatas (DCP2, 2008; Erme dan Quade, 2010).
d. Surveilans Berbasis Laboratorium
Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan
menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang
ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah
laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu
memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan
lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari
klinik-klinik (DCP2, 2008).
e. Surveilans Terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan
memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi
(negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik
bersa- ma. Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan
personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang
diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan
surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data
khusus penyakit- penyakit tertentu (WHO, 2001, 2002; Sloan et al.,
2006).
Karakteristik pendekatan surveilans terpadu: (1) Memandang
surveilans sebagai pelayanan bersama (common services); (2)
Menggunakan pendekatan solusi majemuk; (3) Menggunakan
pendekatan fungsional, bukan struktural; (4) Melakukan sinergi antara
fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan, pelaporan, analisis data,
tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni, pelatih- an dan
supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber
daya); (5) Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian
penyakit. Meskipun menggunakan pendekatan terpadu, surveilans
terpadu tetap memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan
surveilans yang berbeda (WHO, 2002).

9
f. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi
manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit
infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi
negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan
bergayut. Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut
dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang
manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan
organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
surveilans yang melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit
menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang
muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit
yang baru muncul (new- emerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu
burung, dan SARS. Agenda surveilans global yang kompre- hensif
melibatkan aktor-aktor baru, termasuk pemangku kepentingan
pertahanan keamanan dan ekonomi (Calain, 2006; DCP2, 2008).
C. Manajemen Surveilans Kesehatan Masyarakat
Surveilans mencakup dua fungsi manajemen, yaitu:
1. Fungsi Inti (core activities)
Mencakup kegiatan surveilans dan langkah-langkah intervensi kesehatan
masyarakat. Kegiatan surveilans mencakup deteksi, pencatatan, pelaporan
data, analisis data, konfirmasi epidemiologis maupun laboratoris, umpan-
balik (feedback). Langkah intervensi kesehatan masyarakat mencakup
respons segera (epidemic type response) dan respon terencana
(management type response).
2. Fungsi Pendukung (support activities)
Mencakup pelatihan, supervisi, penyediaan sumber daya manusia dan
laboratorium, manajemen sumber daya, dan komunikasi (WHO,
2001;McNabb et al., 2002).
Hakikatnya tujuan surveilans adalah memandu intervensi kesehatan.
Karena itu sifat dari masalah kesehatan masyarakat menentukan desain dan
implementasi sistem surveilans. Sebagai contoh, jika tujuannya mencegah

10
penyebaran penyakit infeksi akut, misalnya SARS, maka manajer program
kesehatan perlu melakukan intervensi kesehatan dengan segera. Karena itu
dibutuhkan suatu sistem surveilans yang dapat memberikan informasi
peringatan dini dari klinik dan laboratorium.
Sebaliknya penyakit kronis dan perilaku terkait kesehatan, seperti
kebiasaan merokok, berubah dengan lebih lambat. Para manajer program
kesehatan hanya perlu memonitor perubahanperubahan sekali setahun atau
lebih jarang dari itu. Sebagai contoh, sistem surveilans yang menilai dampak
program pengendalian tuberkulosis mungkin hanya perlu memberikan
informasi sekali setahun atau lima tahun, tergantung prevalensi. Informasi yang
diperlukan bisa diperoleh dari survei rumah tangga.
D. Atribut dan Komponen Sistem Surveilans
1. Atribut Surveilans
Atribut surveilans adalah karakteristik-karakteristik yang melekat
pada suatu kegiatan surveilans, yang digunakan sebagai parameter
keberhasilan suatu surveilans. Menurut WHO (1999), atribut-atribut
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Simplicity (kesederhanaan).
Surveilans yang sederhana adalah kegiatan surveilans yang
memiliki struktur dan sistem pengoperasian yang sederhana tanpa
mengurangi tujuan yang ditetapkan. Kegiatan surveilans,
kesederhanaan berarti struktur sederhana dan mudah dioperasikan.
Sistem surveilans harus sesederhana mungkin, tetapi tetap dapat
mencapai tujuan. Hal ini berkaitan erat dengan ketepatan waktu dan
dapat mempengaruhi besarnya biaya operasional yang dibutuhkan untuk
melaksanakan sistem tersebut (CDC, 2001).
b. Flexibility (fleksibel atau tidak kaku)
Surveilans yang fleksibel adalah kegiatan surveilans yang dapat
menyesuaikan dengan perubahan informasi dan/atau situasi tanpa
menyebabkan penambahan yang berati pada sumberdaya antara lain
biaya, tenaga, dan waktu. Selain itu juga dapat dengan mudah
terintegrasi dengan sistem lain dan dapat dianggap fleksibel (CDC,

11
2001). Perubahan tersebut misalnya perubahan definisi kasus, variasi
sumber laporan, dan sebagainya.
c. Acceptability (akseptabilitas)
Surveilans yang akseptabel adalah kegiatan surveilans yang para
pelaksana atau organisasinya mau secara aktif berpartisipasi untuk
mencapai tujuan surveilans yaitu menghasilkan data/informasi yang
akurat, konsisten, lengkap, dan tepat waktu.
Akseptabilitas atau tingkat penerimaan terhadap sistem dapat
dilihat dari keinginan individu maupun organisasi tertentu untuk ikut
serta dalam sistem tersebut. Beberapa indikator dapat termasuk jumlah
pihak yang berpartisipasi dalam sistem surveilans, kelengkapan
wawancara atau angka penolakan jawaban, kelengkapan laporan, angka
pelaporan dari dokter/laboratorium/rumah sakit/fasilitas kesehatan, dan
ketepatan waktu pelaporan (CDC, 2001).
d. Sensitivity (sensitifitas)
Surveilans yang sensitif adalah kegiatan surveilans yang mampu
mendeteksi Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan cepat. Sensitivitas dapat
dipertimbangkan melalui dua level. Pertama, level pelaporan.
Sensitivitas mengacu pada proporsi kasus yang dapat dideteksi oleh
sistem surveilans. Kedua, sensitivitas mengacu pada kemampuan dalam
mendeteksi KLB, termasuk kemampuan memonitor perubahan kasus
setiap waktu (CDC, 2001). Beberapa faktor mempengaruhi sensitivitas
suatu surveilans, antara lain:
1) Orang-orang yang mencari upaya kesehatan dengan masalah
kesehatan atau penyakit khusus tertentu;
2) Penyakit atau keadaan yang akan didiagnosa ;
3) Kasus yang akan dilaporkan dalam sistem, untuk diagnosis tertentu.
e. Predictive value positif (memiliki nilai prediksi positif)
Nilai Prediktif Positif (NPP) adalah proporsi orang-orang yang
teridentifikasi sebagai kasus yang sesungguhnya. Hal ini berhubungan
dengan kejelasan dan ketepatan definisi kasus serta tingkat sensitivitas
dan spesifisitas dari definisi kasus tersebut (CDC, 2001). Kesalahan

12
dalam mengidentifikasi KLB disebabkan oleh kegiatan surveilans yang
memiliki predictive value positif (PVP) rendah.
Suatu sistem surveilans dengan NPP rendah, akan banyak
menjaring dan melaporkan kasus dengan “positif palsu” dan hal ini
merupakan pemborosan sumber daya, baik untuk penemuan kasus
maupun untuk pengobatan (Noor, 2008).
f. Representativeness (Keterwakilan)
Surveilans yang representatif adalah kegiatan surveilans yang
mampu menggambarkan secara akurat kejadian kesehatan dalam
periode waktu tertentu dan distribusinya menurut tempat dan orang.
Studi kasus merupakan sarana yang dapat digunakan untuk menilai
representativeness suatu surveilans. Untuk mendapatkan surveilans
yang representatif dibutuhkan data yang berkualitas, yang diperoleh dari
formulir surveilans yang jelas dan penatalaksanaan data yang teliti.
g. Timeliness (Ketepatan waktu)
Surveilans yang tepat waktu adalah kegaiatan surveilans yang
mampu menghasilkan informasi yang sesuai dengan waktu yang tepat
(tidak terlalu lambat dan cepat). Misalnya informasi
penanggulangan/pencegahan penyakit, baik dalam jangka pendek
(segera) maupun jangka panjang.
Ketepatan waktu berarti tingkat kecepatan atau keterlambatan
di antara langkah-langkah yang harus ditempuh dalam suatu sistem
surveilans. Selain itu pula waktu yang dibutuhkan untuk mengetahui
kecenderungan (trend), outbreak, atau menilai pengaruh dari upaya
penanggulangan (CDC, 2001).
h. Kualitas Data
Kualitas data menggambarkan kelengkapan dan validitas data
yang terekam pada sistem surveilans. Hal tersebut diukur dengan
mengetahui persentase data yang unknown (tidak jelas) dan data yang
blank (tidak lengkap) yang ada pada form surveilans. Sebuah sistem
surveilans yang memiliki data dengan kualitas tinggi, sistem tersebut
dapat diterima oleh pihak yang berpartisipasi di dalamnya. Sistem juga

13
dapat dengan akurat mewakili kejadian-kejadian kesehatan dibawah
surveilans. (CDC, 2001).
Menurut CDC (2001) sebuah sistem surveilans yang memiliki
data dengan kualitas tinggi, sistemtersebut dapat diterima oleh pihak
yang berpartisipasidi dalamnya. Sistem juga dapat dengan akurat
mewakili kejadian-kejadian kesehatan dibawah surveilans. Hal tersebut
karena surveilans bertujuan memberikan informasi mengenai masalah
kesehatanpada sebuah populasi dengan tepat waktu, sehingga penyakit
dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons
pelayanan kesehatan dengan lebih efektif (Murti, 2011).
i. Stabilitas
Stabilitas berkenaan dengan reliabilitas dan ketersediaan sistem
surveilans. Reliabilitas yaitu kemampuan untuk mengumpulkan,
mengatur, dan menyediakan data secara tepat tanpa kesalahan.
Sedangkan ketersediaan yakni kemampuan untuk dioperasikan ketika
dibutuhkan (CDC, 2001)
2. Komponen Surveilans
Komponen Surveilans Terpadu Penyakit meliputi proses kegiatan
surveilans yang terdiri dari cara mendapatkan data, cara mengolah dan
menyajikan data, cara analisis, distribusi data, mekanisme umpan balik,
jejaring surveilans dan manajemen surveilans. Komponen Surveilans
terbagi atas 5 yaitu sebagai berikut.
a. Pengumpulan Data
Tahap ini merupakan permulaan kegiatan surveilans yang sangat
penting untuk menghasilkan data kejadian penyakit yang baik. Kegiatan
pengumpulan data dapat dilakukan secara aktif dan pasif (lihat sub bab
tentang jenis surveilans).
Sumber data yang bisa digunakan dalam surveilans antara lain:
laporan penyakit, pencatatan kematian, laporan wabah, pemeriksaan
laboratorium, penyelidikan peristiwa penyakit, penyelidikan wabah,
survey/studi epidemiologi, penyelidikan distribusi vektor dan reservoir,
penggunaan obat-serum-vaksin, laporan kependudukan dan lingkungan,

14
laporan status gizi dan kondisi pangan, dan sebagainya. Pengumpulan
data terbagi atas 2 macam yaitu sebagai berikut.
1) Pengumpulan dan substansi data di tingkat puskesmas
Pengumpulan data ditingkat puskesmas melibatkan bidan atau
bidan desa, masyarakat (posyandu lansia, balita) data dikumpulkan
ke bidan diwilayah kerjanya, dokter praktek, petugas imunisasi, dan
petugas program di P2PL puskesmas (penyakit kolera, tipus perut
klinis, disentri, diare, TBC paru BTA +, Tersangka TBC Paru, Kusta
PB, Kusta MB, Tetanus, Difteri, Batuk rejan, Sifilis, Gonorhoe dan
lain-lain.
2) Pengumpulan data dan substansi di tingkat Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten
Kegiatan pengumpulan data selama ini dilakukan pada
masingmasing program. Data yang dikumpulkan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota adalah data yang berasal dari
Puskesmas, Poliklinik, Rumah Bersalin, Rumah Sakit.
b. Analisis Data
Analisis data yang tepat merupakan satu kesatuan dari sistem
surveilans yang baik. Analisis data surveilans harus direncanakan
seiring dengan disusunnya instrumen pengumpulan data. Analisis data,
simple maupun kompleks, harus disesuaikan dengan kebutuhan
informasi apa yang diperlukan, apakah deskripsi menurut waktu/
tempat/ individu yang paling memungkinkan untuk pengambilan
kebijakan Kegiatan analisis dilakukan di puskesmas, rumah sakit, dinas
kesehatan.
1) Kegiatan analisis di puskesmas, meliputi :
Unit surveilans puskesmas melakukan analisis mingguan
terhadap penyakit potensial wabah di daerahnya dalam bentuk tabel
menurut desa/kelurahan dan grafik kecenderungan mingguan,
kemudian menginformasikan hasil analisis kepada kepala
puskesmas, sebagai pelaksanaan pemantauan wilayah setempat
(PWS) atau sisem kewaspadaan dini penyakit potensial wabah di

15
puskesmas. Jika ditemukan peningkatan penyakit tertentu maka
kepala puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi dan
menginformasikan ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
Unit surveilans puskesmas melakukan analisis tahunan
perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan fakor
risiko, perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan
program.
2) Kegiatan analisis di rumah sakit
Unit surveilans rumah sakit melakukan analisis mingguan
terhadap penyakit potensial wabah di daerahnya dalam bentuk tabel
menurut desa/kelurahan atau puskesmas(kecamatan) dan grafik
kecenderungan mingguan, kemudian menginformasikan hasil
analisis kepada kepala rumah sakit, sebagai pelaksanaan
pemantauan wilayah setempat (PWS) atau sisem kewaspadaan dini
penyakit potensial wabah di rumah sakit. Jika ditemukan
peningkatan penyakit tertentu maka kepala rumah sakit
menginformasikan ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
Unit surveilans rumah sakit melakukan analisis tahunan
perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan fakor
risiko, perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan
program di rumah sakit.
3) Kegiatan analisis di dinas kesehatan Kota/ kabupaten
Unit surveilans dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan
analisis mingguan terhadap penyakit potensial wabah di daerahnya
dalam bentuk tabel dan peta menurut puskesmas (kecamatan) dan
grafik kecenderungan mingguan, kemudian menginformasikan hasil
analisis kepada puskesmas, rumah saki dan program terkait
dilingkungan dinas kesehatan sebagai pelaksanaan pemantauan
wilayah setempat (PWS) atau sisem kewaspadaan dini penyakit
potensial wabah di dinas kesehatan kabupaten/kota. Jika ditemukan
peningkatan penyakit tertentu maka kepala rumah sakit
menginformasikan ke dinas kesehatan provinsi.

16
Unit surveilans kabupaten/kota melakukan analisis tahunan
perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan fakor
risiko, perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan
program di dinas kesehatan kabupaten/kota.
4) Kegiatan analisis di dinas kesehatan provinsi
Unit surveilans dinas kesehatan provinsi melakukan analisis
bulanan terhadap penyakit potensial wabah di daerahnya dalam
bentuk tabel dan peta menurut kabupaten atau kota dan grafik
kecenderungan bulanan, kemudian menginformasikan hasil analisis
kepada lingkungan dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan
kabupaten/kota serta dinas kesehatan propinsi di daerah
perbatasanya sebagai pelaksanaan pemantauan wilayah setempat
(PWS) atau sisem kewaspadaan dini penyakit potensial wabah di
dinas kesehatan provinsi.
Unit surveilans dinkes kesehatan provinsi melakukan analisis
tahunan perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan
fakor risiko, perubahan lingkungan, serta perencanaan dan
keberhasilan program di dinas kesehatan provinsi.
c. Interpretasi Data
Data yang sudah dianalisis memerlukan interpretasi dari orang-
orang yang paham mengenai masalah yang berlangsung sehingga dapat
ditetapkan apakah data itu valid, bukan hanya secara statistik namun
secara keilmuan dapat diterima. Interpretasi hasil analisis data
menentukan langkah dan kebijakan apa yang akan diambil untuk
menindak lanjuti apa yang ada, baik deteksi wabah maupun kegiatan
monitoring. Interpretasi data harus difokuskan pada aspek yang
merupakan titik berat suatu masalah. Sehingga dengan interpretasi data
tersebut dapat ditetapkan prioritas kegiatan yang dilakukan untuk
mengontrol ataupun memperbaiki kondisi yang ada. Hasil interpretasi
data inilah yang nantinya didiseminasikan kepada para pemegang
kebijakan maupun sebagai umpan balik kepada pelaksana di lapangan.

17
Hambatan yang dapat terjadi dalam proses interpretasi data
adalah keterbatasan data, under-reporting, kurang representasinya data
penyakit untuk suatu wilayah dan definisi kasus yang tidak seragam
antar wilayah. Karena itulah proses penetapan definisi kasus dalam
pengembangan sistem surveilans memegang peranan yang penting.
d. Umpan Balik dan Diseminasi
1) Umpan Balik
Data yang telah dilakukan analisis kemudian hasil analisis
disebarkan kemasyarakat dan dilakukan umpan balik kepada
wilayah kerja di level bawahnya. Kegiatan umpan balik dapat
dilakukan dari dinas kesehatan pusat ke dinas kesehatan propinsi,
dari dinas kesehatan provinsi ke dinas kesehatan Kabupaten/Kota,
dari dinas kesehaan kabupaten/kota ke puskesmas dan dari
puskesmas ke wilayah kerja puskesmas tersebut.
Kegiatan umpan balik dapat berupa pertemuan berkala,
pelatihan atau yang lainya Unit surveilans puskesmas mengirim
umpan balik laporan ke puskesmas pembantu diwilayahnya.
Kegiatan umpan balik diharapkan dapat memperbaiki data yang
dikumpulkan dan menjadi informasi pada level bawahnya.
2) Diseminasi atau penyebarluasan informasi
Tujuan dari proses ini adalah memungkinkan pengambil
kebijakan untuk melihat dan mengerti implikasi dari informasi yang
didapatkan sehingga keputusan yang diambil tepat untuk dijalankan
di populasi tersebut. Lebih lanjut, para penentu kebijakan juga dapat
mengevaluasi efektifitas, keuntungan dan kerugian dari intervensi
kesehatan masyarakat tersebut.
Berkenaan dengan itu, hendaknya suatu data disajikan dalam
bentuk yang memudahkan orang untuk mengerti hal-hal yang ingin
disampaikan, baik dalam bentuk tabel, grafik maupun pemetaan.

18
a) Diseminasi di puskesmas
Kegiatan diseminasi di puskesmas di ujukan kepada lintas
program di kecamatan dan pada masyarakat melalui pertemuan-
pertemuan tingkat desa.
b) Diseminasi di Dinas kesehatan kabupaten/kota
Diseminasi di dinas kesehatan kabupaten dapat dilakukan
melalui penerbitan bulletin epidemiologi secara berkala.
Diseminasi melalui bulletin dapat dilakukan setiap bulan.
Penyebarluasan informasi dilakukan kepada pemegang
kebijakan baik di dinas kesehatan atau pemerintah daerah dalam
bentuk laporan kegiatan atau laporan program.
c) Diseminasi di dinas kesehatan provinsi
Diseminasi di dinkes provinsi dilakukan melalui
pertemuan lintas program yang melibatkan petugas dinas
kabupaten/kota, dan melalui buletin. Penyebarluasan informasi
melalui buletin epidemiologi dapat dilakukan secara berkala.
Idealnya penyebar luasan informasi dilakukan setiap bulan, hal
ini terkait dengan sistem pelaporan dari dinas kesehatan
dilakukan setiap bulan.
e. Evaluasi Sistem Surveilans
Dalam setiap sistem yang dibangun, penting dilakukan evaluasi
keberhasilannya. Apakah tujuan dibangunnya sistem ini telah tercapai?
Apakah sistem ini telah memenuhi kebutuhan program? Apakah sistem
yang dibangun ini menjawab masalah yang ada? Apakah informasi
tersedia tepat waktu dan bagaimana penggunaannya? Selain itu perlu
dinilai ketepatan waktu, kemudahan dijalankan, fleksibilitas,
akseptabilitas, sensitifitas, predictive value positive, nilai representatif
dan cost-effectivenya.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Surveilans kesehatan masyarakat merupakan suatu proses pengumpulan
data kesehatan yang mencakup tidak saja pengumpulan informasi secara
sistematik, tetapi juga melibatkan analisis, interpretasi, penyebaran, dan
penggunaan informasi kesehatan. Surveilans menurut Depkes RI (2004)
bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan penyakit dalam masyarakat
dalam rangka upaya deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kejadian luar
biasa (KLB), memperoleh informasi yang diperlukan bagi perencanaan dalam
hal pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya pada berbagai
tingkat administrasi.
Surveilans epidemiologi atau surveilans kesehatan masyarakat
merupakan salah satu fungsi utama epidemiologi. Terdapat beberapa jenis
surveilans, yaitu surveilans individu, surveilans penyakit, surveilans sindromik,
surveilans berbasis laboratorium, surveilans terpadu, surveilans kesehatan
masyarakat global. Surveilans kesehatan masyarakat juga mencakup dua fungsi
manajemen yaitu fungsi inti dan fungsi pendukung.
Beberapa atribut/ karakteristik dari surveilans adalah simplicity,
flexibelity, acceptability, sensivity, predictive value positif, representativeness,
timeliness, kualitas data, dan stabilitas. Adapun komponen dalam surveilans
meliputi pengumpulan data, analisis data, interpretasi data, umpan balik dan
diseminasi, serta evaluasi sistem surveilans.
B. Saran
Penulis menyadari jika makalah yang disajikan masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran dari pembaca
akan sangat membantu dalam perbaikan dan pengembangan makalah ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anggarini, Inggit Meliana dan Ajeng Tias Endarti. 2019. Kesehatan Masyarakat:
Teori dan Aplikasi. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Murti, Bhisma. 2010. Surveilans Kesehatan Masyarakat. Surveilans.
https://fk.uns.ac.id/static/materi/Surveilans_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf.
Diakses pada 1 September Pukul 07.00 WIB
Heryana, Ade. 2020. Surveilans Epidemiologi. ResearchGate.
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.11534.38722. Diakses pada 1 September
Pukul 07.15 WIB
Eliana, Sri Sumiati. 2016. Modul ajar Kesehatan Masyarakat. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Kesehatan-Masyarakat-Komprehensif.pdf.
Diakses pada 1 September Pukul 13.15 WIB
Indonesia, Dosen dan Ahli Kesehatan Masyarakat. 2019. Kesehatan Masyarakat:
Teori dan Aplikasi. Jakarta: EGC.
Susanto, Nugroho. 2017. Modul Surveilans.
https://nugrohosusantoborneo.files.wordpress.com/2017/04/modul-
surveilans.pdf. Diakses pada hari Selasa, 1 September 2021 Jam 13.40
Heryana, Ade. 2015. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular.
http://adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-
content/uploads/sites/5665/2015/12/Ade-Heryana_Surveilans-Penyakit-
Menular-OL.pdf. Diakses pada hari Selasa, 1 September 2021 Jam 14.40
Maharani, Bilqis Elfira dan Arief Hargono. 2014. Penilaian Atribut Surveilans
Campak Berdasarkan Persepsi Petugas Surveilans Puskesmas Di
Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2 (2), 171-183.

iii

Anda mungkin juga menyukai