DISUSUN OLEH :
1. FARIDA YAZID
2. NENY SILVIA
3. ROHANA
4. EPI SUSANTI
5. AGUSTINA ZULAIHA
6. DETI HENZELINA
7. WIDYASARI
8. PATRICE LUMUBA
9. DESY WULANDARI
10. IMAN APRIYADI
T.A 2019/2020
DAFTAR IS
1
sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit menerapkan upaya-upaya K3
di rumah sakit.
Instalasi laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai risiko
penularan penyakit infeksi dan juga terdapat beberapa risiko bahaya yang
mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit (Depkes RI, 2009). Dari berbagai
potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan dan
meminimalisasikan dan bila mungkin meniadakannya. Oleh karena itu perlu
diadakannya sistem K3 di instalasi laundry agar penyelenggaraan K3 tersebut lebih
efektif, efisien dan terpadu.
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui sistem manajemen K3 di Instalasi Laundry Rumah Sakit Umum
Daerah Sekayu
1.3.2 Mengetahui langkah manajemen sistem K3 Rumah Sakit di Instalasi Laundry
Rumah sakit Umum Daerah Sekayu
1.3.3 Mengetahui apa saja bahaya/ancaman di Instalasi Loundry Rumah sakit Umum
Daerah Sekayu
1.3.4 Mengetahui pengendalian risiko bahaya di Instalasi Laundry Rumah Sakit
Umum Daerah Sekayu
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
1. Kecelakaan kerja di rumah sakit
Ada beberapa bahaya potensial untuk terjadinya kecelakaan kerja di rumah sakit yaitu
antara lain: ketel uap, kebakaran, bahan-bahan radioaktif, cedera pada punggung
karena mengangkat pasien, pekerjaan menyuntik, terpeleset/terjatuh.
2. Penyakit akibat kerja di rumah sakit
Penyakit akibat kerja di rumah sakit umumnya berkaitan dengan faktor biologik
(kuman, patogen yang umumnya berasal dari pasien) faktor kimia (antiseptik pada
kulit, gas anastesi dan lain-lain) faktor ergonomik (cara duduk yang salah, cara
mengangkat pasien yang salah dan lain-lain) faktor fisik dalam dosis kecil dan terus
menerus (panas pada kulit, radiasi pada sistem reproduksi/pemroduksian darah) faktor
psikososial (ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien gawat darurat, bangsal
penyakit jiwa dan lain-lain).
4
2.3 Gambaran Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Gambaran mengenai masalah kesehatan kerja yang mencakup angka kesakitan
dan kematian akibat kerja dan International Labour Organisation (ILO) yaitu:
1. 1,1 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan atau karena penyakit
akibat hubungan kerja (PAHK)
2. Dari 250 juta kecelakaan, 300.000 orang meninggal
3. Diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya
Sedangkan data mengenai Penyakit Akibat Kerja (PAK), PAHK dan
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Indonesia belum ada. Namun, dari hasil penelitian
diperoleh gambaran kondisi kesehatan masyarakat pekerja sebagai berikut:
1. Lebih dari 50% pekerja Indonesia peserta Jamsostek mengidap penyakit kulit akibat
masuknya zat kimia melalui kulit dan pernapasan.
2. Gangguan keseimbangan dan fungsi pendengaran akibat kebisingan pada pengemudi
bajaj 72,28% dengan perincian gangguan pendengaran 17,4%, gangguan
keseimbangan 27,71% dan hanya 27,72% yang masih sehat.
3. Di kalangan petani, sering terjadi keracunan pestisida; beberapa peneliti melaporkan
angka keracunan pestisida berkisar antara 20%-50% (Achmadi, 1985, 1990, 1992;
Eman dan Sukarno, 1884; serta Depkes, 1983).
4. Pada industri kecil didapatkan 60%-80% gangguan akibat faktor ergonomi seperti
sakit pinggang, kaku leher serta keluhan pada anggota gerak atas dan bawah.
5. Para perajin mebel mempunyai resiko penurunan kapasitas paru sebesar 38% (Nairn
dan Kambey, 1992)
6. Beberapa penelitian (Husani dkk) melaporkan bahwa di kalangan tenaga kerja wanita
menderita anemia 30%-40%. Anemia pekerja wanita di Jawa Barat hasil studi di
Tanggerang tahun 1999 menunjukan bahwa prevalensi anemia pada pekerja wanita
69% dan pada pria 32%.
7. Di salah satu pabrik kertas Banyuwangi dilaporkan kebocoran gas CI2 (chlorine)
terjadi sebanyak 36 kali dalam kurun waktu 1970-1980 dan telah menimbulkan
keracunan terhadap 46 orang dan seorang diantaranya meninggal.
8. Pemeriksaan orthoprdik pada 205 pekerja pabrik tekstil di Jawa Barat dengan keluhan
pada anggota gerak atas, ditemukan 64% (132 pekerja) didiagnosa positif menderita
penyakit otot rangka akibat kerja (Tresnaningsih, 2000).
9. Hasil penelitian Departemen Kesehatan di 6 provinsi (1989) menunjukan bahwa:
5
a. Nelayan penyelam tradisional di pulau bungin, NTB menderita nyeri persendian
57,5% dan gangguan pendengaran 11,3%.
b. Nelayan penyelam tradisional di Kepulauan Seribu menderita barotrauma 41,37%
dan penyakit dekompresi6, 91%
c. 25,5% penyelam tradisional menderita kelainan pernafasan berupa sesak nafas.
d. Pandai besi menderita gangguan/pengurangan tajam pendengaran 30%-54%.
10. Penelitian Departemen Kesehatan lainnya di berbagai jenis pekerjaan (tahun 1996-
1997) menunjukan adanya kelainan atau gangguan kesehatan para pekerja, antara lain
berupa perubahan bentuk tulang punggung para perajin gerabah, myalga dan nyeri
pinggul pada pekerja perempuan di tempat sortir tembakau dan lain-lainnya.
7
2.5 Dasar Hukum K3
Kebijakan program kesehatan kerja disusun dengan berdasarkan berbagai peraturan
yang berlaku khususnya UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pada pasal 23 menyatakan
bahwa upaya kesehatan kerja merupakan salah satu dari 15 upaya kesehatan yang
diselenggarakan untuk mewujudkan produktifitas kerja yang optimal sejalan dengan
perlindungan tenaga kerja. Wajib dilakukan di setiap tempat kerja dan mencakup pelayanan
kesehatan kerja. Secara rinci peraturan perundangan yang terkait dapat dipelajari pada materi
perundangan.
8
BAB III
PEMBAHASAN
9
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur
organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu
disusun strategi antara lain :
Advokasi sosialisasi program K3 RS.
Menetapkan tujuan yang jelas.
Organisasi dan penugasan yang jelas.
Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di
lingkungan RS.
Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan
pencegahan.
Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
b. Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan
penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.
Perencanaan meliputi:
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan
tingkat risiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan penilaian faktor risiko
merupakan proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan
melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan
keselamatan.
Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan yakni
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana atau
peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko
sama sekali, administrasi, dan alat pelindung diri (APD)
2. Membuat peraturan
Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional Prosedur
yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus
dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait
3. Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)
10
4. Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan
sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS
5. Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat
serta dilaporkan
c. Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen
dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam
pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan
yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas,
bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin.
1. Tugas pokok unit pelaksana K3 RS
Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai
masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan
prosedur.
Membuat program K3 RS.
2. Fungsi unit pelaksana K3 RS
Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3.
Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3,
pelatihan dan penelitian K3 di RS.
Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.
Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya,
mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai
kegiatannya.
11
d. Bahaya ergonomi (posisi kerja berdiri selama proses kerja sampai selesai),
Gangguan
Risiko
Kesehatan
Urutan Bahaya Potensial Kecelaka
yang
Kegiatan an Kerja
Ditimbulkan
Fisik Kimia Biologi Psikososial Ergonomi
Pengambilan Cahaya Debu Bakteri, Strees saat Posisi Penyakit Terpeleset
linen kotor virus, linen kotor mengankat insfeksi , patah
ke masing- parasit, yang harus tumpukan linen (TBC, ISPA), tulang
masing jamur diambil dari dengan dermatitis belakang
ruanagn yang masing- membungkuk, kontak, LBP,
perawatan, terdapat masing mendorong myalgia
poli rawat di linen ruangan troli dengan
jalan, ruang kotor banyak muatan linen
operasi, kotor yang
ruang UGD berlebihan
Pemisahan Bising, Debu Bakteri, Stress jika Posisi Noise induce Tertusuk
linen suhu virus, banyak membungkuk hearing loss, benda-
berdasarkan panas, jamur, linen kotor saat heat cramps, benda
jenis lembab parasit dengan memisahkan heat stroke, tajam
nodanya pencaha noda berat linen eyestrain, yang
yaan conjungtivitis, tertinggal
ketajaman
penglihatan
terganggu,
LBP
Proses Bising, Bahan Bakteri, Stress jika Posisi Dermatitis Tersengat
pencucian, suhu kimia virus, jumlah membungkuk kontak, noise listrilk
pembilasan, panas laundry: jamur, linen kotor saat mengecek induce
penetralan lembab, Alkali, parasit meningkats noda hearing loss,
dan pencaha detergen ementara heat cramps,
pelembutan yaan, , pekerjaan heat stroke,
listrik, elmulsifi harus LBP
getaran er, selesai
oksigen sehinggahar
12
bleach, us lembur
chlorine
bleach,
penetral,
softener
Memindahk Bising, Sour, Stress pada Posisi LBP, Luka
an linen dari suhu penetral saat membungkuk dermatitis bakar,
mesin cuci panas terdapat saat kontak, noise tersengat
ke mesin lembab, noda yang memindahkan induce listrik
pengering pencaha belum linen hearing loss,
yaan, bersih dan heat cramps,
listrik, harus dicuci heat stroke,
getaran, ulang lagi dehidrasi
gesekan
Proses Bising, Pewangi Stress jika Posisi LBP, myalgia, Luka
finishing: suhu jumlah membungkuk noise induce bakar
menyetrika, panas linenbanyak menulis, posis hearing loss, karena
memberikan lembab, saat jumlah tegak yang heat cramps, setrikaan,
penwangi, pencaha pasien lama saat heat stroke, tersengat
dan melipat, yaan, meningkat melipat dan dehidrasi listrik
mengelompo listrik menyetrika
kkan dan
mengemas
linen
Proses Cahaya Stress jika Posisi LBP, myalgia, Terpeleset
pendistribusi terdapat mengangkat gangguan , patah
an linen ke linen yang linen dengan ketajaman tulang
ruangan kurang membungkuk, virus belakang
masing- ataupun mendorong
masing tidak sesuai troli dengan
dengan muatan
permintaan berlebihan
3.4 Pengendalian Potensi Bahaya di Instalasi Laundry Rumah Sakit
e. Kontaminasi laundry
Potensi Bahaya ;
13
Cucian kotor yang terkontaminasi dengan darah atau bahan yang berpotensi
menular atau berisi benda tajam.
Paparan darah atau bahan yang berpotensi menular lainnya melalui cucian
terkontaminasi yang tidak benar diberi label, atau ditangani.
Solusi;
Menangani cucian terkontaminasi sedikit mungkin dengan agitasi minimal.
Hindari kontaminasi cucian di lokasi penggunaan. Jangan menyusun atau bilas
cucian di lokasi di mana ia digunakan
Letakkan cucian basah yang terkontaminasi di tempat yang anti bocor, berikan
warna, kode atau label yang sesuai di lokasi atau tempat yang digunakan.
Setiap mencuci cucian basah yang terkontaminasi dan menyajikan kemungkinan
wajar rendam-through atau kebocoran dari kantong atau wadah, cucian harus
ditempatkan dan diangkut dalam kantong atau wadah yang mencegah rendam-
melalui dan / atau kebocoran cairan ke eksterior
Cucian yang tercemar harus ditempatkan dan diangkut dalam kantong atau wadah
yang diberi label dengan simbol biohazard atau dimasukkan ke dalam kantong
merah sesuai dengan kode yang ditentukan.
Dalam fasilitas yang memanfaatkan tindakan pencegahan universal dalam
penanganan semua label cuci-alternatif yang kotor atau warna-coding cukup jika
memungkinkan seluruh karyawan untuk mengenali kontainer sebagai kepatuhan
terhadap kewaspadaan universal.
Gunakan tas merah atau tas ditandai dengan simbol Biohazard, jika fasilitas di
mana barang-barang yang dicuci tidak menggunakan tindakan pencegahan
universal untuk semua cucian.
f. Alat Pelindung (AP)
Potensi bahaya;
Paparan yang ditularkan melalui darah patogen melalui kontak dengan cucian
terkontaminasi dengan tidak memakai AP yang sesuai.
Solusi;
Rumah sakit harus memastikan bahwa karyawan yang memiliki kontak dengan
cucian terkontaminasi mengenakan AP yang tepat seperti yang dibahas dalam
Patogen melalui darah Standard yang ditentukan ketika menangani dan / atau
menyortir cucian terkontaminasi.
14
Rumah sakit harus memastikan karyawan memakai AP yang sesuai seperti sarung
tangan, baju, pelindung wajah, masker ketika menyortir cucian terkontaminasi.
Penggunaan sarung tangan tebal ketika menyortir cucian yang terkontaminasi
dapat memberikan perlindungan tambahan bagi karyawan.
Sarung tangan utilitas dapat didekontaminasi untuk digunakan kembali jika
integritas sarung tangan tidak terganggu.
Namun, sarung tangan tersebut harus dibuang jika retak, mengelupas, robek,
tertusuk, menunjukkan tanda-tanda lain dari kerusakan, atau ketika tidak berfungsi
sebagaimana semestinya.
Disposable (sarung tangan pakai tidak akan dicuci atau didekontaminasi untuk re-
gunakan.
g. Penanganan Benda tajam
Potensi bahaya;
Paparan yang ditularkan melalui darah patogen dari cucian terkontaminasi yang berisi
benda tajam.
Kemungkinan Solusi;
Sebuah keselamatan dan program kesehatan yang meliputi prosedur untuk
pembuangan yang tepat dan penanganan benda tajam dan mengikuti praktek yang
diperlukan diuraikan dalam Standar Patogen yang ditularkan melalui darah.
Jarum yang terkontaminasi dan benda tajam tidak akan membungkuk, recapped atau
dihapus. Tidak ada geser atau melanggar diijinkan.
h. Sharps Containerization:
Potensi Bahaya;
Segera atau sesegera mungkin, benda tajam yang terkontaminasi harus dibuang dalam
wadah yang tepat.
Solusi;
Wadah jarum harus tersedia, dan di dekat daerah di mana jarum dapat ditemukan,
termasuk binatu.
i. Berbahaya Kimia
Potensi Bahaya;
Berlabel kimia.
Muncrat saat menuangkan dari wadah ke wadah yang lebih besar yang lebih kecil.
Sabun dan deterjen dapat menyebabkan reaksi alergi dan dermatitis.
15
Kulit rusak dari sabun atau deterjen iritasi dapat memberikan jalan untuk infeksi
atau cedera jika terkena bahaya kimia atau biologi.
Jangan bercampur larutan pembersih yang mengandung amonia dan klorin. Ketika
dicampur bersama bahan kimia ini membentuk gas mematikan.
Solusi;
Menerapkan program tertulis yang memenuhi persyaratan Standar Komunikasi
Bahaya (HCS) untuk menyediakan pelatihan pekerja, label peringatan, dan akses
ke MSDS (MSDS).
Pelayanan Medis dan Pertolongan Pertama: Dimana mata atau tubuh seseorang
dapat terkena bahan korosif merugikan, sehingga diperlukan fasilitas yang cocok
untuk membasahi cepat atau pembilasan mata dan tubuh dalam area kerja untuk
penggunaan darurat
j. Alergi lateks
Potensi bahaya;
Paparan pekerja alergi lateks mengenakan sarung tangan lateks, sambil menangani
atau menyortir cucian terkontaminasi.
Solusi;
Gunakan sarung tangan lateks cocok untuk karyawan-sensitif
Pengusaha harus menyediakan sarung tangan tepat ketika paparan darah atau
bahan yang berpotensi menular lainnya (OPIM)
Alternatif harus mudah diakses oleh karyawan yang alergi terhadap sarung tangan
biasanya disediakan
k. Mengangkat / Mendorong
Potensi bahaya;
Berlebihan mencapai / mendorong dan / atau mengangkat cucian berat basah dapat
menyebabkan gangguan muskuloskeletal pekerjaan terkait seperti strain dan keseleo
ke belakang atau daerah bahu.
Solusi;
Menilai area cuci untuk stres ergonomis dan mengidentifikasi dan mengatasi cara
untuk mengurangi stres seperti:
Gunakan teknik mengangkat yang benar:
Hindari mengangkat benda besar atau canggung tertimbang.
Hindari mengangkat / mencapai atau bekerja di atas ketinggian bahu.
16
Hindari postur tubuh, seperti memutar sambil mengangkat.
Angkat barang dekat dengan tubuh.
Batasi berat barang yang akan diangkat.
Gunakan alat bantu mekanis untuk mengurangi kebutuhan untuk mengangkat,
seperti:
Spring-Loaded Platform Laundry untuk membantu mengangkat cucian
berat basah, dan menjaga binatu pada tingkat kerja seragam nyaman.
Cincin yang secara otomatis membuang beban mereka ke keranjang
sehingga pekerja tidak harus mencapai dalam dan mengeluarkan cucian
berat basah secara manual.
l. Kepada Pekerja
Memeriksakan sedini mungkin keluhan yang terjadi sebelum terjadi keluhan
yang lebih berat.
Mengenali potensi bahaya di tempat kerjanya
Meminimalisasi pajanan
Mengenakan Alat Pelindung Diri yang adekuat jika pekerjaan mengharuskan
terjadi pajanan tubuh pada potensi bahaya
m. Kepada Perusahaan/Instansi
Menyusun regulasi jam kerja, jam lembur, sistem rotasi kerja.
Mendeteksi kelainan/penyakit pada pekerja yang berhubungan dengan pekerjaan.
Melakukan penatalaksanaan terhadap kelainan/penyakit secara paripurna, secara
medis dan okupasi.
Melakukan pemetaan potensi bahaya di setiap lingkungan kerja.
Melakukan kontrol terhadap potensi bahaya tersebut.
Menyusun sistem pemberdayaan penggunaan Alat Pelindung Diri.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang kompleks untuk menyediakan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi
rumah sakit tersebut, maka akan semakin komplek peralatan dan fasilitas yang
17
dibutuhkan. Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi bahaya
yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis tetapi juga pengunjung
rumah sakit.
Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan
sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan disinfektan, mesin uap (steam boiler),
pengering, meja dan meja setrika. Instalasi laundry merupakan bagian dari rumah sakit
yang mempunyai risiko penularan penyakit infeksi dan juga terdapat beberapa risiko
bahaya yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit khususnya di
bagian laundry. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan dan meminimalisasikan, bila mungkin meniadakannya.
Tujuan Manajemen K3 di Instalasi Laundry adalah melindungi petugas RS
khususnya bagian instalasi laundry dari risiko Penyakit Akibat Kerja (PAK) serta dapat
meningkatkan produktivitas dan citra RS, baik di mata konsumen maupun pemerintah.
Dalam kenyataannya pemahaman tentang lingkungan kerja yang sehat dan
aman sesuai dengan standar yang telah dipersyaratkan masih sangat minim dan belum
menjadi nilai tambah dan kontribusi terhadap daya saing rumah sakit yang sesuai dengan
UU No. 1 Tahun 1970 dan UU No. 13 tahun 2003 dimana dipersyaratkan bahwa
lingkungan kerja harus bersifat sehat dan aman.
4.2 Saran
Keberhasilan pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari komitmen tertulis dan
kebijakan pihak direksi, oleh karena itu pihak direksi harus paham tentang kegiatan
K3RS. Pelaksanaan K3RS juga dilakukan pada instansi laundry. Oleh karena itu,
diperlukan adanya sosialisasi K3 terhadap petugas di instalasi laundry agar memperkecil
risiko bahaya yang mungkin terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI. 2016. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (K3-IFRS). Jakarta
18
Ferdianto, Hengki. 2015. Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Laundry Rumah Sakit X
(Study Kasus Pengelolaan Penyakit Akibat Kerja). Jakarta.
http://www.slideshare.net/YoTama/savedfiles?s_title=dermatitis-kontak-iritan-pada-
petugas-laundry-rumah-sakit&user_login=hengkiferdianto.
http://bocahbancar.files.wordpress.com/2015/09/materi-training-smk3-by-mr-ishaq-pd-21-
sept-2015.pptx
Occupational Health and Safety Agency for Healthcare in BC. 2015. Guide Ergonomic for
Hospital Laundries. British Columbia
19