Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha Penyayang.
Kami ucapkanpuji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Contoh Patient Safety
Pada Tenaga Laboratium”. Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan
mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah
ini. Terlepas dari segala hal, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
susunan makalah ini. Untuk itu, kami menerimakritikan dan saran dari pembaca.Akhir
kata kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat maupun
inspirasi untuk pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
........................................................................................................i
DAFTAR IS......................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang......................................................................................................1
1.2
Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3
Tujuan..................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Patient Safety di Laboratorium....................................................2
2.2 Tujuan Pelaksaan Patient Safety di Laboratorium.........................................3
2.3 Tata Laksana Patient Safety di Laboratorium....................................................4
2.4 Upaya-upaya Pelaksanaan Keselamatan Pasien di Laboratorium....................4
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpula...................................................................................................7
3.2 Saran............................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................8
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) rumah sakit di Indonesia secaraumum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisiyang buruk
jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebutmencerminkan
kesiapan daya saing rumah sakit Indonesia di dunia internasional masihsangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalamiketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahalkemajuan rumah sakit
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itudisamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada rumahsakit. Nuansanya harus
bersifat manusiawi atau bermartabat.Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di
kalangan pemerintah dan bisnissejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting
karena sangat terkait dengankinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan
yang akan semakinmeningkatkan kepercayaan pasien/masyarakat. Semakin tersedianya
fasilitaskeselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja di
rumahsakit.Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit merupakan salah
satuprasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasaantar
negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsaIndonesia.
Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindunganmasyarakat pekerja
Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 dan visiindonesia mencapai MDGS
2014 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masadepan, yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperolehpelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata, serta memiliki derajatkesehatan yang setinggi-tingginya.Pelaksanaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentukupaya untuk menciptakan
tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaranlingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja danpenyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi danproduktivitas kerja.Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materibagi pekerja dan rumah sakit, tetapi
juga dapat mengganggu proses penyembuhan danpengobatan secara menyeluruh, yang
pada akhirnya akan berdampak padamasyarakat luas.Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan
Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugaskesehatan dan non kesehatan kesehatan di
Indonesia belum terekam dengan baik. Jikakita pelajari angka kecelakaan dan penyakit
akibat kerja di beberapa negara maju (daribeberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai aktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas sertaketerampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risikokerja, sehingga tidak menggunakan
alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.Dalam penjelasan undang-undang nomor 23
tahun 1992 tentang Kesehatan telahmengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatankerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat danlingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.Dalam bekerja


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangatpenting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaandalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satukomponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenagakesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalamkecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untukmenyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.

B.Permasalahan

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yangakan dibahas
dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan di rumahsakit dalam
menangani korban dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkankesehatan dan
keselamatan kerja.

C.Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatandan peran
dari sisi rumah sakit tersebut dalam menangani pasien/orang yang sakit danmencegah
kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentukupaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaranlingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja danpenyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi danproduktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupunkerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga
dapat mengganggu prosesproduksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada
akhirnya akan berdampakpada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan
Kecelakaan Kerja (KK) dikalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di
Indonesia belumterekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dibeberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderunganpeningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnyakesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai.Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan
alat-alatpengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor
23tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat
kerjaharus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatanpada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalambekerja


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat pentinguntuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalambekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponenyang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenagakesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerjadan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnyakeselamatan dan
kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003tentang Kesehatan, Pasal
23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja
yangmempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyaikaryawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas
maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja denganber
bagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanyaterhadap
para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupunpengunjung
RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya
lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan(peledakan,
kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dansumber-sumber
cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gasanastesi, gangguan
psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa
dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupunpara pengunjung yang ada di
lingkungan RS.

B. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan


Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrikmaupun
peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumahsakit atau
instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :

1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak(obat

obatan).

2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .

3. Bahaya radiasi .

4. Luka bakar .

5. Syok akibat aliran listrik .


6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .

7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usahapengamanan, antara


lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja.

Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerjadi
rumah sakit / instansi kesehatan.

Hasil laporan
National Safety Council (NSC)
tahun 2008 menunjukkan bahwaterjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja
di industri lain. Kasus yangsering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, lukabakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus
dilaporkan mendapatkankompensasi pada pekerja RS, yaitu
sprains, strains
: 52%;
contussion, crushing,bruising
: 11%;
cuts, laceration, punctures
: 10.8%;
fractures
: 5.6%;
multiple injuries
:2.1%;
thermal burns
: 2%;
scratches, abrasions
: 1.9%;
infections
: 1.3%; dermatitis:1.2%; dan lain-lain: 12.4% (
US Department of Laboratorium, Bureau of LaboratoriumStatistics
, 1983).

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggipada perawat
(16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara813 perawat, 87%
pernah
low back pain
, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera
musculoskeletal
4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung menghabiskan biayakompensasi terbesar,
yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, datapenelitian sehubungan
dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas,namun diyakini bahwa banyak
keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungandengan bahaya-bahaya yang ada di
RS.

Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang dideritapetugas
RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dansaluran
kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulangbelakang dan
pergeseran diskus intervertebrae.

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang dideritapetugas RS
lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi danparasit, saluran
pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakitkepala, gangguan
saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saatkehamilan, penyakit kulit dan
sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensibahaya tersebut, maka perlu upaya
untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bilamungkin meniadakannya, oleh karena itu
K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar

penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah


pedomanmanajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

C. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan


Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya,dengan
mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapatmengurangi dampak
kelalaian atau kesalahan ( malprektek) serta mengurangipenyebaran langsung dampak dari
kesalahan kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi manajementesebut


menjadi :

A. /Planning /(perencanaan)

B. /Organizing/ (organisasi)

C. /Actuating /(pelaksanaan)

D. /Controlling /(pengawasan)

a) Planning/ (Perencanaan)

Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akandilakukan di masa
mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam halini adalah keselamatan
dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansikesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk
memenuhi standarisasi kesehatan pacsaperawatan dan merawat ( hubungan timbal balik
pasien

perawat / dokter, sertamasyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan
yang ditentukanmeliputi:

a. Hal apa yang dikerjakan

b. Bagaiman cara mengerjakannya

c. Mengapa mengerjakan

d. Siapa yang mengerjakan

e. Kapan harus dikerjakan


f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan

g. hubungan timbal balik ( sebab akibat)

Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagihanya di bidang
pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidangpendidikan dan penelitian,
juga metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya.Semuanya menyebabkan risiko
bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit /instansi kesehatan ) makin besar. Oleh
karena itu usaha-usaha pengamanan kerja dirumah sakit / instansi kesehatan harus
ditangani secara serius oleh organisasikeselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.

b) Organizing/ (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatandapat dibentuk
dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansikesehatan daerah
(wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatanpemerintah dalam organisasi
ini baik secara langsung atau tidak langsung sangatdiperlukan. Pemerintah dapat
menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini ditingkat pusat (nasional) dan
tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukanUndang-Undang Keselamatan Kerja.
Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat(nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan
Kerja rumah sakit / instansi yang tugas danwewenangnya dapat berupa :

1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja


rumahsakit / instansi kesehatan .

3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit


/instansi kesehatan.
5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit /instansi
kesehatan.

6. Dan lain-lain.

Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia KedokteranNo. 154,
2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun
organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasikeselamatan dan kesehatan
kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggotaorganisasi profesi atau seminat yang
terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansikesehatan dapat diangkat menjadi anggota
komisi di tingkat daerah (wilayah) maupuntingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-
organisasi profesi atau seminar tersebutdapat juga membentuk badan independen yang
berfungsi sebagai lembaga penasehatatau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit / InstansiKesehatan.

c) Actuating/ (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangatkerja,


mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadiaktivitas
yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yangtelah
ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerjarumah sakit
/ instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat.Untuk itu setiap
individu yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansikesehatan wajib
mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapatmenjadi sumber
kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, sertamemiliki kemampuan dan
pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahandan penanggulangan kecelakaan
kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagaiperaturan atau ketentuan dalam menangani
berbagai spesimen reagensia dan alat-alat.Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini
timbul permasalahan, keragu-raguanatau pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk
mengambil keputusanpenyelesaiannya.

d) Controlling/ (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang

dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip


pokok,yaitu :

a. Adanya rencana

b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentangperlunya


disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama dirumah sakit /
instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karenausaha pencegahan
bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturandiabaikan. Dalam rumah
sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumahsakit / instansi kesehatan yang
tugasnya antara lain :

1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit /


instansikesehatan yang baik, benar dan aman.

2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara-


caramenghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.

3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.

4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumahsakit /


instansi kesehatan .

5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan


mencegahmeluasnya bahaya tersebut.

6. Dan lain-lain.
D. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah sakit (K3RS)dan
Peran Dinas Kesehatan
1.

Peraturan Kesehatan Kerja

UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan kerja menyatakanbahwa


setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dankesehatan.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05/Men. 2006 juga mengatur bahwa

setiap perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang atau lebih dan atau
yangmengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem manajemen K3 (Bab III
Pasal3).

Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena teknologi dan


saranakesehatan, kondisi fisik rumah sakit dapat membahayakan pasien, keluarga,
sertapekerja. Jika tidak dikelola, rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran, bencana,
ataudampak buruk pada kesehatan.

Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan kasus
bagaimanalemahnya komitmen rumahsakit dalam hal ini.

K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh peraturan itu,


palingbanyak adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum ada sama sekali
peraturandaerah. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat sendiri tidak memiliki
semuadokumen peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dinas kesehatan
bahkantidak memiliki satu staf yang mengurusi bidang ini. Tidak ada tim khusus
K3RS.Penjabaran dari regulasi tersebut oleh pemerintah daerah dalam bentuk
peraturandaerah belum ada sama sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25 tahun 2000
tentangkewenangan pemerintah dan propinsi sebagai otonom maka pemerintah
daerahmempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS. Kenyataan ini barang kali
bisamencerminkan keadaan sebelum desentralisasi. Daerah melaksanakan apa
yangmenjadi keputusan pusat dan barang kali karena keputusan pusat itu pula,
regulasiK3RS ini lemah.
2.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Pilihan Rasional Rumahsakit

Penelitian Bambang mengukur sembilan aspek yang bisa dijadikan tolok ukurbahwa
rumahsakit itu memberikan komitmen pelaksanaan K3RS. Seluruh
rumahsakitmenyediakan sejumlah dana untuk keperluan K3RS. Seperti terlihat dalam tabel
dibawah ini, 6 dari 7 rumahsakit belum memiliki sistem keamanan dan tenaga
khususbidang K3RS. Lima rumahsakit belum memiliki sarana IPAL dan sistem
pengawasanyang memadai. Selain itu, observasi di lapangan, rumahsakit-rumahsakit ini
tidakmemiliki sistem pelaporan tentang kecelakaan maupun penyakit akibat kerja.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Keselamatan pasien (Patient safety) merupakan hak setiap pasien yang mendapatkan
pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pelaksanan Patient safety yang
dilakukan oleh perawat dalam pelayanan kesehatan sudah dilakukan dengan baik di
Rumah sakit Panti Rahayu Yakkum Purwodadi, meskipun belum dapat dikatakan
terpenuhinya secara maksimal. Di Rumah sakit sudah ada peraturan tentang peran perawat
dalam pelaksanaan Patient safety dan juga sudah dilakukan sosialisasi, akan tetapi dalam
pelaksanan realisasinya di pelayanan kesehatan belum sepenuhnya berdasarkan ketentuan
peratutan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai