Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

K3

OLEH

NAMA :
KELAS/SEMESTER : IV
PRODI : S1 KEPERAWATAN
NIM :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA


KUPANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat TUHAN yang maha esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya . sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Keselamatan Pasien Dan Keselamatan Kesehatan Kerja. Dunia dan Indonesaia
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam
 penyusunan makalah mungkin ada sedikit hambatan. Namun berkat bantuan
dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. 

Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses


pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga
tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan,dukungan
dan doa nya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
makalah ini dan dapat mengetahui tentang Mengidentifikasi Upaya Pencegahan
Penyakit Akibat Kerja Dalam Keperawatan. Makalah ini mungkin kurang
sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran untuk penyempurnaan
makalah ini.

Penyusun

Kupang,11 agustus
DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan
Latar belakang................................................................................................................1
Rumusan masalah ..........................................................................................................2
Tujuan ............................................................................................................................2
Maafaat ..........................................................................................................................2
BAB II Pembahasan
A.PengertianKesehatan dan Keselamatan Kerja ...........................................................2
B.Tinjauan tentang tenaga kesehatan...........…………..................................................4
C.Peran tenaga kesehatan dalam menengani korban kecelajaan kerja...........................4
D.Pengendalian melalui jalur kesehatan.........................................................................5
E.Penyakit akibat kerja pada perawat …........................................................................6
BAB III Penutup
Kesimpulan ......................................................................................................................7
Saran..................................................................................................................................7
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………7

.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang
buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi  tersebut
mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih
sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami
ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal
kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan
atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat.                   
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama.  Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang
ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang
harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja
Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,
memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat
luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita
pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari
beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam
penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan
antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting
untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja
akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan
dan kesehatan kerja.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani
korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan
dan keselamatan kerja.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan
dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja
pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia
merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan
pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga
kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang
ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-
nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai
sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam
tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis
dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan,
sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya
untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan
sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan
norma K3 agar terjalan dengan baik.
1. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang
salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan
nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan
yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh
diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk
menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan
setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi
yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan
pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan
pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti
latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan
pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh,
menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya
terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu
saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas
maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.
2. Faktor - faktor Kecelakaan
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri
terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu sebagai
kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus
menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk
seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya
sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada
hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau
salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang
manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak
membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas
akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah
pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus
membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa
kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan
tersendiri.
3. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang
optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat
kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
a) Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang
optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada
sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang
mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya
mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan
kecelakaan kerja.
b) Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi
8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada
laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja
yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat
terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja
yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja
tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan stres.
c) Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan
kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit
Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work
Related Diseases).

B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan


1. Pengertian Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan
kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki
hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non
gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi,
Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan
tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah
yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik
manusia, serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus
pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah
dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara
optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh
kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor
ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian. Kebijakan sektor
kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain:
kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan kesehatan, kebijakan tentang
pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan,
dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa faktor
makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu:
desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi
kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan
harus memperhatikan semua faktor di atas.
2. Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non
gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi,
Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan
tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah
yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik
manusia, serta lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Perawat
b. Perawat Gigi
c. Bidan
d. Fisioterapis
e. Refraksionis Optisien
f. Radiographer
g. Apoteker
h. Asisten Apoteker
i. Analis Farmasi
j. Dokter Umum
k. Dokter Gigi
l. Dokter Spesialis
m. Dokter Gigi Spesialis
n. Akupunkturis
o. Terapis Wicara dan
p. Okupasi Terapis.
C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang
menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah
mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan
pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost
benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit
akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan
keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak
buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah
diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju.
Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional
agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan
tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi
apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja,
dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan
menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri
rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah
sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus
didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi.
Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki
kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut
harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi.
Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di
perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan
P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud
harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13
Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan
Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)


Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk
menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan
dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan
kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu
sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan
kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan
kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk
menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment).
Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang
meliputi :
1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang
calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan
pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status
kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari
segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Anamnese umumPemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
a. Anamnese pekerjaan
b. Penyakit yang pernah diderita
c. Alrergi
d. Imunisasi yang pernah didapat
e. Pemeriksaan badan
f. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
- Tuberkulin test
- Psiko test
2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala
dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan
berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah
dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam
pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar
waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan
yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan
pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal
memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada
masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif.
Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja
atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act
dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

E,Penyakit akibat kerja pada perawat : penyakit menular dan tidak menular.

Kecelakaan kerja menurut standar (Australian AS 1885,1990) adalah suatu proses atau
keadaan yang mengakibatkan kejadian cidera atau penyakit akibat kerja. Penyakit akibat
kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun
lingkungan kerja. Penyebab penyakit akibat kerja :
1. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi, penerangan
2. Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan, kabut
3. Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll
4. Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja.
5. Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjan
Setiap hari perawat kontak langsung dengan pasien dalam waktu cukup lama (6-8 jam/hari),
sehingga selalu terpajan mikroorganisme patogen. Dapat menjadi pembawa infeksi dari satu
pasien ke pasien lain, atau ke perawat lainnya. Harus sangat berhati-hati (bersama apoteker)
bila menyiapkan dan memberikan obat-obatan antineoplastik pada pasien kanker. Selalu
mencuci tangan setelah melayani pasien, melepas masker dan kap (topi perawat) bila
memasuki ruangan istirahat atau ruangan makan bersama. Abortus spontan, lahir prematur
dan lahir mati sering dialami perawat yang bertugas di ruang rawat inap/ bangsal perawatan.
Bahaya diarea kerja tenaga perawat :
Bahaya utama adalah penyakit menular, cedera otot dan tulang, gangguan tidur.

1. Penyakit menular
Tenaga perawat kemungkinan melakukan kontak yang berhubungan dengan cairan darah
berkuman, cairan tubuh, busa, cairan mulut, cairan urine, kotoran manusia, muntahan dan
lain-lain sehingga mendapat penularan. Media penularan yang sering terjadi adalah
sebagai berikut :
2. Sakit otot dan tulang
Tindakan memindahkan pasien, membalikkan dan meneput-nepuk punggung pasien,
latihan penyembuhan, dikarenakan sering mengeluarkan tenaga berlebihan, gerakan yang
tidak benar atau berulang-ulang, mudah menyebabkan cedera di bagian otot dan tulang,
apabila tenaga perawat berusia agak tua, maka akan menambah resiko dan tingkat
keseriusan cedera di otot dan tulang.
3. Gangguan tidur
Tenaga perawat perlu waktu sepanjang malam atau waktu yang tidak tentu untuk menjaga
pasien, sehingga mudah mengalami kondisi tidur pendek, tidur kurang lelap, kesulitan
tidur.

A. Penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja pada perawat


Dalam pekerjaan sehari-hari petugas kesehatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik, peralatan listrik maupun
peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau
instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat–
obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya radiasi .
4. Luka bakar .
5. Syok akibat aliran listrik .
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara
lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan
dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi
kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa terjadinya
kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain.
Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus
dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains : 52%,
contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%;
multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%;
dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department of Laboratorium, Bureau of
Laboratorium Statistics, 1983).
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada perawat
(16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat,
87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal
4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar,
yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun.
Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum
tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas
di RS, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS. Selain itu, tercatat bahwa
terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas RS, yakni hipertensi,
varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita),
dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus
intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS
lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit,
saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala,
gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit
kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu
upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh
karena itu K3 di rumah sakit perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 di
rumah sakit lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3
di rumah sakit, baik bagi pengelola maupun karyawan di rumah sakit.

B. Upaya pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat


Perilaku hidup sehat dan kebiasaan makan yang baik serta melakukan olahraga secara
teratur, adalah resep tiada duanya bagi tubuh yang sehat, berikut ini adalah saran
pencegahan penularan penyakit menular, cedera otot dan tulang, gangguan tidur.
1. Penularan penyakit menular

a. Rajin mencuci tangan


Dilakukan sebelum makan, setelah berkontak dengan pasien atau melakukan
pekerjaan yang berhubungan dengan cairan kotoran, cairan tubuh pasien, sebelum
memakai sarung tangan, dan setelah melepas sarung tangan. Cara mencuci tangan
adalah dengan menggunakan air mengalir dan sabun atau cairan pembersih
kuman, cuci kedua tangan setidaknya dalam waktu 15-20 detik.
b. Memakai sarung tangan
Pada waktu ada kemungkinan berkontak dengan cairan darah, cairan tubuh,
barang cairan dan kotoran, harus mengenakan sarung tangan anti air yang terbuat
dari bahan karet, ethylene resin, atau asafetida dan sejenisnya. Pada waktu
melepas sarung tangan, harus
melalui pergelangan yang ditarik keluar, kemudian sarung tangan dibalikkan
keseluruhan, kemudian dibuang, dan segera mencuci tangan. Perhatian:
pemakaian sarung tangan tidak dapat menggantikan pentingnya mencuci tangan.
c. Menenakan masker mulut, masker mata atau masker rmulut
Pada saat menghadapi kemungkinan adanya cairan tubuh yang beterbangan,
seperti : pasien yang batuk atau bersin, harus mengenakan masker mulut atau
masker muka dan lain-lain sebagai alat pelindung. Hal-hal yang perlu diperhatikan
mengenai masker mulut :
(1) Masker mulut berbentuk datar walaupun memiliki hasil perlindungan, tetapi
karena
kurang melengkung dan tidak menempel rapat di wajah, hasilnya tidak
sebanding dengan masker mulut berbentuk gelas.
(2) Masker mulut sebaiknya digunakan sekali pakai saja,apabila perlu dipakai
berulangkali, harus diperhatikan penyimpanan di tempat yang bersih dan
berudara lancar. Tetapi untuk kondisi berikut ini pemakaian tidak boleh
dilanjutkan : ada kecurigaan pencemaran, berlubang, berubah bentuk, kotor,
berbau, hambatan untuk bernafas bertambah dan lain-lain.
(3) Pada saat melepas masker mulut harus menghindari tercemarnya masker
mulut,juga menghindari terkena pencemaran dari masker mulut. Sebelum dan
sesudah melepas masker mulut, harus mencuci tangan secara bersih.
(4) Pada saat membuang masker mulut yang tercemar, harus menghindari
tersebarnya kuman, dengan cara melipat masker ke arah dalam, diletakkan ke
dalam kantong plastik yang ditutup rapat
d. Memakai seragam kerja
Selama waktu kerja harus mengenakan seragam kerja serta rajin diganti dan
dicuci. Selesai kerja, meninggalkan kamar pasien untuk istirahat, atau ke ruang
makan untuk makan. Seragam kerja dan pakaian lainnya harus dicuci secara
terpisah.
2. Pencegahan cedera otot dan tulang
a. Pada saat memindahkan barang, tubuh sebisa mungkin dekat dengan barang
tersebut dan hindari gerakan membungkuk atau posisi membungkuk ke arah
depan, sebaiknya berlutut atau kedua kaki direndahkan sehingga pusat beban
berkurang untuk menghindari cedera di bagian pinggang. Pada saat memindahkan
barang jangan hanya memutarkan pinggang, harus dengan satu kaki sebagai
tumpuan, kaki yang lain bergerak dan memutarkan seluruh badan untuk
menghindari cedera di lutut dan pinggang.
b. Pada saat merawat pasien apabila ada gerakan condong ke depan sebelum
membungkuk, harus dengan satu tangan sebagai tumpuan badan untuk
menghindari pinggang mendapat beban terlalu besar. Apabila perlu memindahkan
pasien, harus dengan kedua kaki merendah sehingga pusat beban terkurang untuk
menghindari terjadinya cedera di bagian pinggang.
c. Jagalah posisi duduk yang benar, bagian punggung sebaiknya menempel di
punggung kursi, untuk menghindari tulang pinggang melengkung, dapat diganjal
dengan barang tumpuan kecil atau bantal kecil, untuk mengurangi beban di tulang
pinggang.
3. Saran untuk istirahat tidur
a. Pergunakan waktu istirahat siang, atau istirahat singkat untuk mensuplai waktu
tidur.
b. Sebelum tidur lakukan gerakan peregangan, untuk membantu cepat tidur. Tetapi
sebelum tidur tidak boleh melakukan olah raga berat.
c. Kegiatan sebelum tidur hendaknya diusahakan penuh kehangatan jangan membuat
emosi terlalu tinggi.
d. Dalam hal makanan hendaknya normal, teratur, seimbang sebagai patokan,
sebelum tidur hindari konsumsi makanan berlebihan, minum kopi, teh, nikotin dan
makanan merangsang lainnya. Apabila lembur malam, makan malam boleh
ditambah, tetapi sebelum selesai kerja harus menghindari produk penambah energi
dan sebelum tidur jangan makan terlalu kenyang atau mengkonsumsi makanan
berlemak tinggi.

4. Hal lain yang perlu diperhatikan


a. Merawat pasien dibatasi untuk satu kamar pasien saja, batasan ruang gerak hanya
di satu kamar pasien saja, tidak dibenarkan bergerak di berbagai bagian rumah
sakit.
b. Boleh mendapat suntikan vaksinasi untuk memperkecil kemungkinan penularan,
seperti vaksinasi untuk hepatitis B, TBC, flu dan lain-lain.
c. Memahami perawatan pasien, atau kondisi penyakit menular pasien satu ruangan,
untuk mengambil langkah perlindungan diri sendiri yang memadai dan setiap
tahun melakukan pemeriksaan kesehatan berkala.
d. Memelihara kebiasaan berolah raga teratur, mempergunakan waktu luang
perawatan untuk mengerakkan seluruh otot dan tulang tubuh.
e. Secara aktif mengikuti program pendidikan dan pelatihan yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha,
kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif
terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam
lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan
antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk
mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi
melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja
yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan
penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit
dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu
perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara
maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010

Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Keselamatan Kerja.


a) Suma'mur .2010. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung
Agung, 2010

Anda mungkin juga menyukai