Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI RUMAH

SAKIT
” Prinsip, kebijakan pelaksanaan kesehatan dan program kesehatan dan
keselamatan kerja di rs “

DISUSUN OLEH :

NURUL FAUZIAH J1A120341


RAHMA FEBRIANTI M. J1A120348
WA ODE SITI ASNIAH J1A120375
MELINDA RAHMADANI J1A120319
SUARLIN J1A120365
ANISA J1A120269
ANDI KUMALA J1A120003

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2023

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya dan dengan izin serta pertolongannya
sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Makalah “Prinsip, kebijakan
pelaksanaan kesehatan dan program kesehatan dan keselamatankerja di rs”
disusun guna memperluas pengetahuan dan meningkatkan kemampuan dalam
menentukan dan mengatasi suatu masalah dan semoga makalah ini dapat berguna
bagi orang yang membutuhkan.
saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik
dari segi isi maupun teknik penulisannya maka dari itu kami berharap kritik dan
sarannya dari dosen dan teman-teman guna memperbaiki isi dan penulisan
makalah saya semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi kita
semua untuk kedepannya.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Permasalahan ............................................................................................ 3
C. Tujuan ....................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 4
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja ........................................... 4
B. Prinsip, kebijakan pelaksanaan kesehatan dan program kesehatan dan
kesehatan kerja di rumah sakit .......................................................................... 5
C. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan ..... 12
D. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan ................................................ 13
E. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah sakit
(K3RS) dan Peran Dinas Kesehatan ................................................................ 17
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 22
A. Kesimpulan ............................................................................................. 22
B. Saran ....................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) rumah sakit di Indonesia
secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan
Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing rumah sakit
Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan
tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan rumah sakit
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping
perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan
atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada rumah sakit.
Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan
bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat
terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan
yang akan semakin meningkatkan kepercayaan pasien/masyarakat. Semakin
tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja di rumah sakit.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku
tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit
merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi
perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh
negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal
tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah
ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 dan visi indonesia mencapai MDGS
2014 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya
hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan

1
yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan rumah sakit, tetapi juga dapat mengganggu proses
penyembuhan dan pengobatan secara menyeluruh, yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan
hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang
mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri,
keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir
Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan

2
dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.

B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana Prinsip, kebijakan
pelaksanaan kesehatan dan program kesehatan dan kesehatan kerja di Rumah
Sakit.

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga
kesehatan dan peran dari sisi rumah sakit tersebut dalam menangani prinsip
kebijakan pelaksanaan kesehatan dan program kesehatan dan kesehatan kerja
di rumah sakit.

3
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah
satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau
bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja
dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja
(KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di
Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan
dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan
kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja
yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang
nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain,
setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan
hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena
seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen
yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga

4
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani
korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal
23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari
pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam
kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun
pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS
menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada
potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS,
yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan
dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-
bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan
ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa
dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para
pengunjung yang ada di lingkungan RS.

B. Prinsip, kebijakan pelaksanaan kesehatan dan program kesehatan


dan kesehatan kerja di rumah sakit
1. Prinsip kkesehatan dan keselematan kerja di rumah sakit (K3RS)
Agar Kesehatan dan keselamatan kerja di rumah askit (K3RS)
dapat dipahami secara utuh, pengertian tiga komponen yang saling
berinteraksi yaitu :
a. Kapasitas kerja adalah status Kesehatan kerja dan gizi kerja yang
baik serta kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat

5
melakukan pekerjaannya dengan baik. Contohnya bila seorang
pekerja kekurangan zat besi yang menyebabkan anemia, maka
kapasitas kerja akan menurun karena pengaruh kondisi lemah dan
lesu.
b. Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus di tanggung
oleh pekerja dalam melaksanakan tugasnya. Contohnya pekerja
yang bekerja melebihi waktu kerja maksimum dll.
c. Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja.
Contohnya seorang yang bekerja di instalasi radiologi, maka
lingkungan kerjanya adalah ruangan-ruangan yang berkaitan
dengan proses pekerjaannya di instalasi radiologi (kamar X Ray,
kamar gelap, kedokteran nuklir, dll).

2. program Kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit (K3RS)


Program k3 di rumah sakit (K3RS) bertujuan untuk melindungi
keselamatan dan kesehatn serta meningkatkan produktifitas pekerja,
melindungi keselamatan pasien, pengunjung dan masyarakat serta
lingkungan sekitar rumah sakit.
Program k3 harus di terapkan adalah :
1. Pengembangan kebijakan Kesehatan dan keselamatan kerja di
rumah sakit (K3RS)
a. Pembentukan atau revitalisasi organisasi (K3RS)
b. Merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke depan. (setiap
3 tahun dapat direvisi Kembali, sesuai dengan kebutuhan)
2. Pembudayaan perilaku kesehatan dan keselamatan kerja di rumah
sakit (K3RS)
a. Advokasi sosialisasi k3 pada seluruh jajaran rumah sakit, baik
bagi pekerja, pasien maupun pengunjung rumah sakit.
b. Penyebaran media komunikasi dan informasi baik melalui film,
leaflet, poster, pamphlet, dll.

6
c. Promosi k3 pada setiap pekerja yang bekerja disetiap unit RS
dan pada para pasien serta para pengunjung rumah sakit.
3. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) K3RS
a. Pelatihan umum K3RS
b. Pelatihan imtern rumah sakit, khususnya pekerja per unit rumah
sakit
c. Pengiriman SDM untuk Pendidikan formal, pelatihan lanjutan,
seminar dan workshop yang berkaitan dengan k3.
4. Pengembangan pedoman dan standard operational procedure
(SOP) K3RS
a. Penyusunan pedoman praktis ergonomi di rumah sakit
b. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan Kesehatan kerja
c. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan keselamatan
kerja
d. Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap darurat di RS
e. Penyusunan pedoman pelaksanaan penanggulangan kebakaran
f. Penyusunan pedoman pelaksanaan penyehatan lingkungan RS
g. Penyusunan pedoman pelaksanaan factor risiko dan
pengelolaan limba rumah sakit
h. Penyusunan control terhadap penyakit infeksi
i. Penyusunan control terhadap bahan beracun dan berbahaya
(B3)
j. Penyusunan SOP kerja dan peralatan di masing-masing unit
kerja rumah sakit
5. Pemantauan dan evaluasi Kesehatan lingkungan tempat kerja
a. Mapping lingkungan tempat kerja
b. Evaluasi lingkungan tempat kerja (walk through dan observasi,
wawaancara pekerja, survei dan kuesioner, checklist, dan
evaluasi linkungan tempat kerja secara rinci)
6. Pelayanan Kesehatan kerja

7
a. Melakukan pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja,
pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus bagi pekerja
sesuai dengan pajanan di rumah sakit
b. Melakukan pemeriksaan Kesehatan khusus pada pekerja rumah
sakit yang akan pensiun atau pindah kerja
c. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi
pekerja yang menderita sakit
d. Meningkatkan Kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik pekerja
e. Melaksanakan kegiatan surveilans Kesehatan kerja
7. Pelayanan keselamatan kerja
a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana
prasarana dan peralatan Kesehatan di rumah sakit
b. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja di
RS
c. Pengelolaan, pemeliharaan dan sertifikasi sarana, prasarana dan
peralatan rumah sakit
d. Pengadaan peralatan K3RS
8. Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat,
cair dan gas
a. Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah
padat, cair dan gas
b. Pengelolaaan limbah medis dan nonmedis
9. Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
a. Inventarisasi jasa, bahan beracun berbahaya dan barang
berbahaya
b. Membuat kebijakan dan prosedur pengadaan, penyimpangan
dan penganggulangan bila terjadi kontaminasi dengan acuan
material safety data sheet (MSDS) atau lembar data pengaman
(LDP)
10. Pengembangan manajemen tanggap darurat

8
a. Menyusun rencana tanggap darurat (survey bahan, membentuk
tim tanggap darurt, menetapkan prosedur pengendalian,
pelatihan, dll)
b. Pembentukan organisasi/tim kewaspadaan bencana
c. Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas tanggap
darurat
d. Intervensi tempat-tempat yang berisiko dan membuat denahnya
(laboratorium, rontgen, farmasi, CSSD, kamar operasi, dll)
e. Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat/bencana
f. Membuat kebijakan dan prosedur kewaspdaan, upaya
penegahan dan pengendalian bencana dan tempat-tempat yang
berisiko
11. Pengumpulan, pengelolaan, dokumentasi data dan pelporan
kegiatan K3
a. Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta
penanggulangan kecelakaan kerja, PAK, kebakaran dan
bencana
b. Pembuatan system pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
(alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka serta SOP
pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris
celaka)
c. Pendokumentasian data
12. Review program tahunan
a. Melakukan internal audit k3 dengan menggunakan instrumen
self assessment akreditas RS
b. Umpan balik pekerja melalui wawancara langsung, observasi
singkat, survey tertulis dan kuesioner dan evaluasi ulang
c. Analisis biaya terhadap pekerja atas kejadian penyakit dan
kecelakaan kerja
d. Mengikuti akreditsi rumah sakit

9
3. Kebijakan Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan kerja di
Rumah Sakit
Agar penerapan Kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah
Sakit(K3RS) dapat dilakasanakan sesuai peraturan yang berlaku, maka
perlu disusun hal-hal berikut ini :
1. Kebijakan pelaksanaan K3 Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya,
pakar, modal, dan teknologi, namun keberadaan Rumah Sakit juga
memiliki dampak negatif terhadap timbulnya penyakit dan
kecelakaan akibat kerja, bila Rumah Sakit tersebut tidak
melaksanakan prosedur K3 oleh sebab itu perlu dilaksanakan
kebijakan sebagai berikut:
a. Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan Rumah Sakit.
b. Menyediakan organisasi Kesehatan dan keselamatan kerja di
Rumah Sakit (K3RS)sesuai dengan kepmenkes nomor
432/Menkes/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen K3 di
Rumah Sakit.
c. Melakukan sosialisasi Kesehatan dan keselamatan kerja di
rumah sakit (K3RS) pada seluruh jajaran Rumah sakitt.
d. Membudayakan perilaku Kesehatan dan keselamatan kerja di
Rumah Sakit.
e. Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 di
masing-masing unit kerja di Rumah Sakit.
f. Meningkatkan system informasi Kesehatan dan Keeselamatan
Kerja di Rumah Sakit (K3RS)
2. Tujuan kebijakan pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS)
Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan
produktifuntuk pekerja, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung,
masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses
pelayanan Rumah Sakit berjalan baik dan lancer.

10
3. Langkah dan strategi pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
Keja di Rumah Sakit (K3RS) :
a. Advokasi kepimpinan Rumah Sakit, Sosialisasi dan
pembudayaan K3RS.
b. Menyusun kebijakan K3 Rumah Sakit yang ditetapkan oleh
pimpinan rumah sakit.
c. Membentuk organisasi Kesehatan dan keselamatan kerja di
rumah sakit (K3RS).
d. Perencanaan K3 sesuai standar Kesehatan dan keselamatan
kerja di Rumah sakit (K3RS).
e. Menyusun pedoman dan standard operational procedure
(SOP) Kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit (K3RS)
diantaranya:
a) Pedoman praktis ergonomic rumah sakit.
b) Pedoman pelaksanaan pelayanan Kesehatan kerja.
c) Pedoman pelaksanaan keselamatan kerja.
d) Pedoman pelaksaan penanggulangan kebakaran.
e) Pedoman pelaksaan tanggap darurat di Rumah Sakit.
f) Pedoman pengelolaan penyehatan lingkungan Rumah Sakit.
g) Pedoman pengelolaan factor risiko di Rumah Sakit.
h) Pedoman pengelolaan limbah Rumah Sakit.
i) Pedoman control terhadap oenyakit infeksi.
j) Pedoman control terhadap Bahan Beracun dan Berbahay (B3)
k) Penyusunan SOP kerja dan peralatan di masing-masing unit
kerja Rumah Sakit.
f. Melaksanakan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit (K3RS).
g. Melakukan evaluasi peleksanaan program Kesehatan dan
Keselatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS).
h. Melakukan internal audit program Kesehatan dan Keselatan
Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dengan menggunakan

11
instrument self assessment akreditasi Rumah Sakit yang
berlaku.
i. Mengikuti akreditasi Rumah Sakit.

C. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan


Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan
pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang
toksik, peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar
bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat
digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar
atau meledak (obat– obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik.
3. Bahaya radiasi.
4. Luka bakar .
5. Syok akibat aliran listrik.
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam.
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha


pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan
disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008
menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari
pekerja di industry lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum,
terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit
infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi
pada pekerja RS, yaitu sprains, strains : 52%;contussion, crushing,
bruising : 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%;
multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%;

12
infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department
of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung
tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain.
Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi
42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per
tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu
lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian
sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas,
namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS,
sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis
yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan
wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan
urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus
intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut
yang diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja
lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna
dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran
kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit
kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya
tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila
mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan
baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu,
diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola
maupun karyawan RS.

D. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan


Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan
sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut

13
diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan
(malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari
kesalahan kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi


manajemen tesebut menjadi :

1. /Planning /(perencanaan)
2. /Organizing/ (organisasi)
3. /Actuating /(pelaksanaan)
4. /Controlling /(pengawasan)

a) Planning/ (Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan
yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja
di rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk
memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat (
hubungan timbal balik pasien – perawat / dokter, serta masyarakat
umum lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang
ditentukan meliputi:
1. Hal apa yang dikerjakan
2. Bagaiman cara mengerjakannya
3. Mengapa mengerjakan
4. Siapa yang mengerjakan
5. Kapan harus dikerjakan
6. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan
7. Hubungan timbal balik ( sebab akibat)
Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang
tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-
kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metode-metode
yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko

14
bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan )
makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di rumah
sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi
keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.

b) Organizing/ (Organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari
tingkat rumah sakit / instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke
tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi
ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan.
Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi
ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di samping
memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat
daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi
Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya
dapat berupa :
1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan.
2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an
keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.
3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan.
4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan
izin rumah sakit / instansi kesehatan.
5. Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu
rumah sakit / instansi kesehatan.
6. Dan lain-lain.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin
Dunia Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen

15
keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat
(Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan
kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi
atau seminat yang terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansi
kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah
(wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-
organisasi profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan
independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi
Kesehatan.
c) Actuating/ (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan


mendorong semangat kerja, mengerahkan aktivitas,
mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas
yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program
kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan
sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap
individu yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi
kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua hal yang
diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam
rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan
pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi
berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen
reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini
timbul permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi
tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.
d) Controlling/ (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar
pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan

16
atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan,
perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada
bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah


sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi
keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi kesehatan.
Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan
bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan
diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk
pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara
lain:
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek
rumah sakit / instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.
2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan
memahami cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah
sakit / instansi kesehatan.
3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya
atau kecelakaan.
4. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang
keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya
dan mencegah meluasnya bahaya tersebut.
6. Dan lain-lain.

E. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah


sakit (K3RS) dan Peran Dinas Kesehatan
1. Peraturan Kesehatan Kerja
UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan
kerja menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan

17
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan. Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No.05/Men. 2006 juga mengatur bahwa setiap
perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang atau lebih dan
atau yang mengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem
manajemen K3 (Bab III Pasal 3).
Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena
teknologi dan sarana kesehatan, kondisi fisik rumah sakit dapat
membahayakan pasien, keluarga, serta pekerja. Jika tidak dikelola,
rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran, bencana, atau dampak
buruk pada kesehatan.
Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa
dijadikan kasus bagaimana lemahnya komitmen rumahsakit dalam hal
ini. K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh
peraturan itu, paling banyak adalah peraturan menteri (9 buah) dan
belum ada sama sekali peraturan daerah.
Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat sendiri tidak memiliki
semua dokumen peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.
Dinas kesehatan bahkan tidak memiliki satu staf yang mengurusi
bidang ini. Tidak ada tim khusus K3RS. Penjabaran dari regulasi
tersebut oleh pemerintah daerah dalam bentuk peraturan daerah belum
ada sama sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25 tahun 2000 tentang
kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai otonom maka
pemerintah daerah mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi
K3RS. Kenyataan ini barang kali bisa mencerminkan keadaan sebelum
desentralisasi. Daerah melaksanakan apa yang menjadi keputusan
pusat dan barang kali karena keputusan pusat itu pula, regulasi K3RS
ini lemah.

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Pilihan Rasional


Rumahsakit

Tabel 2. Tahun Penerbitan, Isi Regulasi dan Bentuk Regulasi K3RS

18
Tahun Regulasi Jenis
1970 Keselamatan Kerja Undang-undang
1975 Keselamatan kerja terhadap Peraturan Pemerintah
radiasi
1975 Izin pemakaian zat radioaktif Peraturan Pemerintah
1980 Pemeriksaan kesehatan tenaga Peraturan Menteri
kerja dalam penyelenggaraan K3
1980 Syarat-syarat pemasangan dan Peraturan Menteri
pemeliharaan alat pemadam api
ringan
1981 Kewajiban melapor penyakit Peraturan Menteri
akibat kerja
1983 Pelayanan kesehatan tenaga kerja Peraturan Menteri
1989 Ketentuan KK terhadap radiasi Keputusan Dirjen
1992 Kesehatan Undang-undang
1992 Persyaratan Kesling RS Peraturan Menteri
1993 Penyakit yang timbul karena Keputusan Presiden
hubungan kerja
1993 Komite K3 Keputusan Menteri
1993  Persyaratan kesehatan Keputusan Dirjen
lingkungan ruang &
Bangunan serta fasilitas
sanitasi rumah sakit
 Persyaratan kesehatan
konstruksi ruang di rumah
sakit.
 Persyaratan & petunjuk
teknis tata cara penye
hatan lingkungan RS

19
1996 Sistem Manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri
1996 Pengamanan bahan berbahaya Peraturan Menteri
bagi Kesehatan
1997 Pelaksanaan Audit system Peraturan Menteri
manajemen K3
1997 Penyelenggaraan pelayanan Peraturan Menteri
radiology
1997 Pembentukan Panitia K3 Rumah Surat Edaran
Sakit
1997 Inspeksi K3 Keputusan Menteri
1998 Persyaratan kesling kerja Keputusan Menteri
1999 Perubahan PP18 /1999 terhadap PP
pemgelolaan limbah B3
2003 Komite Kesehatan dan Keputusan Menteri
Keselamatan Kerja
Tekait dengan peran regulasi dinas kesehatan, standar K3RS bisa
dijadikan sebagai persyaratan pendirian atau operasi rumahsakit.

Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan pola


pembinaan dinas kesehatan. Kebijakan kita selama ini dalam bidang
kesehatan dan keselamatan kerja adalah berupa sosialisasi program,
pelatihan tentang K3RS, menyediakan tenaga khusus, dan membuat
pedoman pelaksanaan.
Cara-cara pembinaan seperti itu memperlihatkan hasil yang minimal.
Satu rumahsakit dalam penelitian ini, kebetulan swasta, bisa menjadi
contoh karena mereka telah secara sadar menerapkan standar lebih
internasional. Rumahsakit swasta yang berorientasi internasional
menganggap K3RS adalah strategis bagi pelanggan yang sudah makin
kritis. Sifat kesukarelaan seperti ini bagi rumahsakit pemerintah dan
swasta lokal bisa berakibat buruk. Pemerintah dalam hal ini dinas

20
kesehatan mau tidak mau perlu membuat tekanan dari luar agar kesehatan
dan keselamatan kerja betul-betul terjaga.
Pemerintah daerah hendaknya lebih peduli dengan K3RS, dengan
membuat peraturan daerah khusus yang diberlakukan di daerahnya. Dinas
kesehatan bisa mengawasi pelaksanaan K3RS, diikuti dengan tindakan
sanksi bagi yang tidak menerapkannya. Lebih tegas, perlindungan publik
dan pekerja seperti ini harus menjadi persyaratan mutlak dalam pemberian
izin pendirian suatu rumahsakit.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi
dan produktivitas kerja
Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan
ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan),
Bahan beracun, korosif dan kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar ,Syok
akibat aliran listrik ,Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam
& Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

B. Saran
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia
secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan
Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing pelayanan dan
kualitas saranan kesehatan Indonesia di dunia internasional masih sangat
rendah. Indonesia akan sulit menghadapi persaingan global karena mengalami
ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah).
Padahal kemajuan pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu tenaga
kerjanya. Karena itu disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga
perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus lebih bersifat manusiawi dan

22
bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis
sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait
dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja pelayanan
kesehatan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

23
DAFTAR PUSTAKA

Allen, carol Vestal, 2019, Memahami Proses keperawatan dengan


pendekatan latihan , alih bahasa Cristantie Effendy, Jakarta : EGC
Depkes RI, 2021, pedoman uraian tugas tenaga keperawatan dirumah
sakit, Jakarta.:Depkes RI
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung :
Rosdakarya, 2021

24

Anda mungkin juga menyukai