Anda di halaman 1dari 21

PEMBIAYAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

DISUSUN OLEH :
NAMA : NI PUTU ELIS WIDI ASTUTI
NIM J1A120330
KELAS : AKK B 020

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI 2022

1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, karena berkat
rahmat dan karunianya kita masih diberikan Kesehatan dan kesempatan untuk
dapat menyelesaikan makalah ini sebagaimana mestinya. Makalah ini berjudul
tentang jaminan asuransi Kesehatan, yang mana disusun sebagai bahan referensi
bagi pembaca.
Tidak lupa juga kami ucapkan Terimakasih kepada Dosen Pembimbing
Mata kuliah Sistem Jaminan Kesehatan, bapak Dr.Suhadi,SKM.,M.Kes karena
telah membimbing kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada pihak yang telah berkontribusi.
Oleh karena itu diperlukannya kritik dan saran yang membangun, untuk
kemajuan bahan referensi ini. Demikian kurang dan lebihnya mohon dimaafkan.
Wassalamualaikum wr.wb

Kendari, 6 September 2022

Penyusun
Ni Putu Elis Widi Astuti

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................6
BAB I.......................................................................................................................7
PENDAHULUAN...................................................................................................7
A. Definisi Pembiayaan Kesehatan....................................................................7
B. Sumber Pembiayaan Jaminan Kesehatan......................................................9
C. Jenis Pembiayaan Kesehatan......................................................................11
D. Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional..................................................11
BAB III..................................................................................................................19
PENUTUP..............................................................................................................19
A. Kesimpulan.................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembiayaan kesehatan merupakan bagian yang penting dalam
implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Permenkes No 76 tahun
2016 tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG)
menyebutkan bahwa tujuan dari pembiayaan kesehatan adalah mendorong
peningkatan mutu, efisiensi dan pelayanan berorientasi kepada pasien.

Sistem pembiayaan pelayanan kesehatan terbagi menjadi dua, yaitu


dengan retrospektif dan prospektif. Metode pembayaran retrospektif adalah
metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang diberikan
kepada pasien berdasar pada setiap aktifitas layanan yang diberikan, semakin
banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar biaya yang harus

4
dibayarkan oleh pasien. Sedangkan metode pembayaran prospektif adalah
metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang besarannya
sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan kepada pasien.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia menggunakan sistem
pembiayaan prospektif.

Di Indonesia, metode pembayaran prospektif dikenal dengan nama


casemix (case based payment) dan sudah diterapkan sejak tahun 2008 sebagai
metode pembayaran pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). Sistem casemix adalah sistem dengan pengelompokan
diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama dan
penggunaan sumber daya/biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan
dilakukan dengan menggunakan software grouper. Sistem casemix pertama
kali dikembangkan di Indonesia pada tahun 2006 dengan nama INA-DRG
(Indonesia Diagnosis Related Group).

Sejak diberlakukannya metode pembayaran prospektif (Prospective


Payment System) dengan pola casemix, keakurasian koding klinis menjadi
penentu dalam pembiayaan rumah sakit. Besaran klaim yang dibayarkan
sangat tergantung dari keakurasian koding klinis yang kemudian diolah
menjadi kode DRG dari software INA CBG. Sehingga kualitas data koding
klinis membawa dampak besar terhadap persetujuan reimbursement dan
pendapatan rumah sakit. Beberapa rumah sakit mengalami kerugian akibat
klaim tidak dibayarkan karena ketidaktepatan kode diagnosis dan prosedur
medis.

Dalam pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan milik


pemerintah seperti Puskesmas dan rumah sakit, tarif biasanya ditetapkan oleh
pemerintah secara sepihak tanpa suatu kajian yang rasional (melakukan
perhitungan unit cost). Tarif ini biasanya ditetapkan melalui suatu peraturan
pemerintah yakni dalam bentuk surat keputusan Menteri Kesehatan untuk
rumah sakit umum pusat, dan peraturan daerah (Perda) untuk rumah sakit
umum provinsi, rumah sakit umum kabupaten/kota maupun Puskesmas.

5
Menurut Trisnantoro (2004), hal ini menunjukkan adanya kontrol ketat dari
pemerintah sebagai pemilik sarana pelayanan tersebut. Akan tetapi disadari
bahwa tarif pemerintah biasanya mempunyai “cost recovery” (pemulihan
biaya) yang rendah. Tarif pelayanan kesehatan yang berlaku sekarang di
Kabupaten Lima Puluh Kota didasarkan pada ketetapan Perda No. 1 tahun
2012 tentang Retribusi Jasa Umum. Pemerintah daerah menetapkan tarif
retribusi pelayanan kesehatan diberlakukan sama antara Puskesmas dengan
rumah sakit yaitu berdasarkan jenis pelayanan. Idealnya tarif pelayanan
kesehatan di Puskesmas lebih rendah dibandingkan tarif di rumah sakit
karena sumber daya yang dimiliki puskesmas lebih sederhana dan lebih
sedikit dibandingkan rumah sakit. Menurut Trisnantoro (2004), ada hal yang
menarik tentang penetapan tarif yang bertujuan minimalisasi penggunaan
pelayanan dan mengurangi pemakaian yaitu dengan menetapkan tarif secara
tinggi. Sebagai contoh, tarif pemeriksaan umum pada rumah sakit pemerintah
ditetapkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pelayanan serupa di
Puskesmas.

B. Rumusan Masalah
1. Definisi Pembiayaan Kesehatan
2. Sumber Pembiayaan Jaminan Kesehatan
3. Jenis pembiayaan kesehatan
4. Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional

6
BAB I

PENDAHULUAN
A. Definisi Pembiayaan Kesehatan
Sub system pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu
dari ekonomi kesehatan (health economy). Yang dimaksud dengan biaya
kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dari batasan
ini segera terlihat bahwa biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yakni :
1. Penyedia Pelayanan Kesehatan
Yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan
(health provider) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Dengan pengertian yang seperti ini

7
tampak bahwa kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan
utama pemerintah dan atau pun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan
menyelenggarakan upaya kesehatan.
2. Pemakai Jasa Pelayanan
Yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa
pelayanan (health consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan
untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Berbeda dengan pengertian
pertama, maka biaya kesehatan di sini menjadi persoalan utama para
pemakai jasa pelayanan. Dalam batas-batas tertentu, pemerintah juga turut
mempersoalkannya, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan
kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya.
Dari batasan biaya kesehatan yang seperti ini segera dipahami bahwa
pengertian biaya kesehatan tidaklah sama antara penyedia pelayanan
kesehatan (health provider) dengan pemakai jasa pelayanan kesehatan (health
consumer). Bagi penyedia pelayanan kesehatan, pengertian biaya kesehatan
lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan bagi pemakai jasa pelayanan
kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus
disediakan untuk dapat memanfaatkan upaya kesehatan. Sesuai dengan
terdapatnya perbedaan pengertian yang seperti ini, tentu mudah diperkirakan
bahwa besarnya dana yang dihitung sebagai biaya kesehatan tidaklah sama
antara pemakai jasa pelayanan dengan penyedia pelayanan kesehatan.
Besarnya dana bagi penyedia pelayanan lebih menunjuk padaa seluruh biaya
investasi (investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational cost)
yang harus disediakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan
besarnnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah
uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatka suatu
upaya kesehatan.
Secara umum disebutkan apabila total dana yang dikeluarkan oleh
seluruh pemakai jasa pelayanan, dan arena itu merupakan pemasukan bagi
penyedia pelayan kesehatan (income) adalah lebih besar daripada yang

8
dikeluarkan oleh penyedia pelayanan kesehatan (expenses), maka berarti
penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami keuntungan (profit).
Tetapi apabila sebaliknya, maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan
tersebut mengalami kerugian (loss).
Perhitungan total biaya kesehatan satu negara sangat tergantung dari
besarnya dana yang dikeluarkan oleh kedua belah pihakk tersebut. Hanya saja,
karena pada umumnya pihak penyedia pelayanan kesehatan terutama yang
diselenggrakan oleh ihak swasta tidak ingin mengalami kerugian, dan karena
itu setiap pengeluaran telah diperhitungkan terhadap jasa pelayanan yang akan
diselenggarakan, maka perhitungan total biaya kesehatan akhirnya lebih
banyak didasarkan pada jumlah dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa
pelayanan kesehatan saja.
Di samping itu, karena di setiap negara selalu ditemukan peranan
pemerintah, maka dalam memperhitungkan jumlah dana yang beredar di
sektor pemerintah. Tetapi karena pada upaya kesehatan pemerintah selalu
ditemukan adanya subsidi, maka cara perhitungan yang dipergunakan tidaklah
sama. Total biaya kesehatan dari sektor pemerintah tidak dihitung dari
besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa, dan karena itu
merupakan pendapatan (income) pemerintah, melainkan dari besarnya dana
yang dikeluarkan oleh pemerintah (expenses) untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
Dari uraian ini menjadi jelaslah untuk dapat menghitung besarnya total
biaya kesehatan yang berlaku di suatu negara, ada dua pedoman yang dipakai.
Pertama, besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan
untuk sektor swasta. Kedua, besarnya dana yang dikeluarkan oleh para
pemakai jasa pelayanan kesehatan untuk sektor pemerintah. Total biaya
kesehatan adalah hasil dari penjumlahan dari kedua pengeluaran tersebut.
B. Sumber Pembiayaan Jaminan Kesehatan
Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi
penyediaan fasilitas kesehatan, lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia
merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk

9
pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya
sekitar 10 persen). Hal ini tentunya akan menjadi kendala terutama bagi
masyarakat golongan menengah ke bawah. Tingginya biaya kesehatan yang
harus dikeluarkan jika menggunakan fasilitas-fasilitas kesehatan swasta tidak
sebanding dengan kemampuan ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia
yang tergolong menengah ke bawah.
Sumber biaya kesehatan tidaklah sama antara satu negara dengan
negara lain. Secara umum sumber biaya kesehatan dapat dibedakan sebagai
berikut :
1. Bersumber dari anggaran pemerintah
Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara
cuma-cuma oleh pemerintah sehingga sangat jarang penyelenggaraan
pelayanan kesehatan disediakan oleh pihak swasta. Untuk negara yang
kondisi keuangannya belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena
memerlukan dana yang sangat besar. Contohnya dana dari pemerintah
pusat dan provinsi.
2. Bersumber dari anggaran masyarakat
Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini
mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri
dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini memberikan
dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak
swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi tinggi
disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh pihak
pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. Contohnya CSR atau Corporate
Social Reponsibility) dan pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan
tunai atau melalui sistem asuransi.
3. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri
Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan
penyakit-penyakit tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak
lain, misalnya oleh organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain.

10
Misalnya bantuan dana dari luar negeri untuk penanganan HIV dan virus
H5N1 yang diberikan oleh WHO kepada negara-negara berkembang
(termasuk Indonesia).
4. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat
Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat
mengakomodasi kelemahan-kelemahan yang timbul pada sumber
pembiayaan kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang
dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan
layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta
masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan
mengeluarkan biaya tambahan.
Dengan ikut sertanya masyarakat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, maka ditemukan pelayanan kesehatan swasta. Selanjutnya dengan
diikutsertakannya masyarakat membiayai pemanfaatan pelayanan kesehatan,
maka pelayanan kesehatan tidaklah cuma-cuma. Masyarakat diharuskan
membayar pelayanan kesehatan yang dimanfaatkannya. Sekalipun pada saat 
ini makin banyak saja negara yang mengikutsertakan masyarakat dalam
pembiayaan kesehatan, namun tidak ditemukan satu negara pun yang
pemerintah sepenuhnya tidak ikut serta. Pada negara yang peranan swastanya
sangat dominan pun peranan pemerintah tetap ditemukan. Paling tidak dalam
membiayai upaya kesehatan masyarakat, dan ataupun  membiayai pelayanan
kedokteran yang menyangkut kepentingan masyarakat yang kurang mampu.

C. Jenis Pembiayaan Kesehatan


Biaya kesehatan banyak macamnya karena semuanya tergantung dari
jenis dan kompleksitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan atau
dimanfaatkan. Hanya saja disesuaikan dengan pembagian pelayanan
kesehatan, maka biaya kesehatan tersebut secara umum dapat dibedakan atas
dua macam yakni :
1. Biaya pelayanan kedokteran

11
Biaya yang dimaksudkan di sini adalah biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kedokteran, yakni
yang tujuan utamanya untuk mengobati penyakit serta memulihkan
kesehatan penderita.
2. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat
Biaya yang dimaksudkan di sini adalah biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan
masyarakat yakni yang tujuan utamanya untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.
Sama halnya dengan biaya kesehatan secara keseluruhan, maka masing-
masing biaya kesehatan ini dapat pula ditinjau dari dua sudut yakni dari
sudut penyelenggara kesehatan (health provider) dan dari sudut pemakai
jasa pelayanan kesehatan (health consumer).
D. Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional
1. Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan dalam penyelenggaraan JKN berasal dari iuran
peserta PBI dan bukan PBI.
a. Iuran Peserta PBI dibayar oleh Pemerintah.
b. Iuran Peserta Bukan PBI:
1) Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pekerja dan Pemberi Kerja.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dibayar oleh
peserta yang bersangkutan.
2. Mekanisme Pembayaran
a. Mekanisme Pembayaran Iuran Mekanisme pembayaran iuran peserta
kepada BPJS Kesehatan disesuaikan dengan kepesertaan yang terdaftar
di BPJS Kesehatan.
1) Iuran bagi peserta PBI dibayarkan oleh Pemerintah Pusat melalui
Kementerian Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.
2) Iuran bagi peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah
dibayarkan oleh Pemerintah Daerah dengan besaran iuran
minimum sama dengan besar iuran untuk peserta PBI.

12
3) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah
dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Pemberi kerja memungut iuran dari pekerja dan membayar
iuran yang menjadi tanggung jawab pemberi kerja kemudian
iuran disetorkan ke BPJS Kesehatan.
b) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai pemberi
kerja menyetorkan iuran kepada BPJS Kesehatan melalui
rekening kas negara dengan tata cara pengaturan penyetoran
dari kas negara kepada BPJS Kesehatan sebagaimana diatur
oleh Kementerian Keuangan.
4) Iuran bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta
Bukan Pekerja dibayarkan oleh peserta sendiri kepada BPJS
Kesehatan sesuai dengan kelas perawatannya.
5) Iuran bagi penerima pensiun, veteran, dan perintis kemerdekaan
dibayar oleh pemerintah kepada BPJS Kesehatan.
b. Mekanisme Pembayaran ke Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan akan
membayar kepada FKTP dengan Kapitasi dan Non Kapitasi. Untuk
FKRTL, BPJS Kesehatan akan membayar dengan sistem paket INA
CBG’s dan di luar paket INA CBGs.
c. Mekanisme Pembayaran Kapitasi Pembayaran Kapitasi oleh BPJS
Kesehatan didasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar di FKTP
sesuai dengan data BPJS Kesehatan. Pembayaran kapitasi kepada
FKTP dilakukan oleh BPJS Kesehatan setiap bulan paling lambat
tanggal 15 bulan berjalan. Sebelum diundangkannya Peraturan
Presiden (PERPRES) Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama Milik Pemerintah Daerah dan Peraturan Menteri Kesehatan
(PERMENKES) Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana
Kapitasi JKN Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya
Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik

13
Pemerintah Daerah, pembayaran Dana Kapitasi oleh BPJS ke FKTP
Pemerintah Daerah langsung ke Dinas Kesehatan Kab/Kota yang
selanjutnya disetor ke Kas Daerah (KASDA) atau langsung dari BPJS
Kesehatan ke Kas Daerah sebagai penerimaan daerah. Sejak
diundangkannya Perpres 32/2014 dan Permenkes 19/2014 dana
Kapitasi langsung dibayarkan oleh BPJS Kesehatan ke FKTP milik
Pemerintah Daerah.
d. Mekanisme Pembayaran Klaim Non Kapitasi
Pembayaran klaim non Kapitasi pelayanan JKN oleh BPJS
Kesehatan di FKTP milik Pemerintah Daerah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Pembayaran klaim non kapitasi di FKTP milik
Pemerintah Daerah meliputi:
1) pelayanan ambulan;
2) pelayanan obat program rujuk balik;
3) pemeriksaan penunjang pelayanan program rujuk balik;
4) pelayanan skrining kesehatan tertentu termasuk pelayanan terapi
krio;
5) rawat inap tingkat pertama;
6) pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh bidan atau
dokter;
7) pelayanan KB berupa MOP/vasektomi;
8) kompensasi pada daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan
yang memenuhi syarat;
9) pelayanan darah di FKTP; dan
10) pelayanan gawat darurat di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan.
e. Mekanisme Pembayaran INA CBGs

Pembayaran pelayanan kesehatan dengan menggunakan sistem


INA CBGs terhadap FKRTL berdasarkan pada pengajuan klaim dari
FKRTL baik untuk pelayanan rawat jalan maupun untuk pelayanan
rawat inap. Klaim FKRTL dibayarkan oleh BPJS Kesehatan paling

14
lambat 15 hari setelah berkas klaim diterima lengkap. Pengaturan lebih
lanjut tentang sistem paket INA CBGs di atur lebih lanjut dalam
Petunjuk Teknis INA CBGs.

f. Mekanisme Pembayaran di luar paket INA CBGs

Pembayaran pelayanan kesehatan dengan menggunakan sistem


di luar paket INA CBGs terhadap FKRTL berdasarkan pada ketentuan
Menteri Kesehatan.

3. Pengelolaan dan pemanfaatan dana


a. Dana kapitasi
 Pengelolaan dan pemanfataan dana kapitasi mulai bulan
Januari sampai dengan bulan April tahun 2014 dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan keuangan daerah.
 Untuk memanfaatkan kembali Dana Kapitasi yang telah
disetorkan ke Kas Daerah oleh FKTP Milik Pemerintah
Daerah, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus;
(1) mengusulkan adanya peraturan kepala daerah untuk
pemanfaatan dana tersebut;
(2) membuat dan mengusulkan dalam bentuk program dan
kegiatan pada RKA-DPA SKPD Dinas Kesehatan.
 Dalam hal pemerintah daerah belum menetapkan bendahara
dan rekening dana kapitasi JKN dan BPJS membayar dana
kapitasi ke rekening lama, maka dana kapitasi tersebut harus
disetor ke kas daerah.
 Setelah pemerintah daerah menetapkan bendahara dan rekening
dana kapitasi JKN, dinas kesehatan mengusulkan kepada dinas
PPKAD untuk melakukan reklas/pemindahbukuan dana
kapitasi dari BUD ke masing masing rekening dana kapitasi
JKN FKTP sesuai dengan dana kapitasi yang diterima oleh
FKTP.

15
 Dalam melakukan pembagian jasa pelayanan, pemerintah
daerah dapat menambah variabel antara lain kinerja, status
kepegawaian, dan masa kerja sesuai dengan kondisi daerah
yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan.
 Dalam menghitung jumlah/nilai setiap tenaga dilakukan secara
proporsional dengan melakukan elaborasi variabel jenis
ketenagan dan/atau jabatan dengan variabel kehadiran.
 Alokasi Dana Kapitasi untuk dukungan biaya operasional
pelayanan kesehat an dimanfaatkan untuk; (1) obat, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai; dan (2) kegiatan
operasional pelayanan kesehatan lainnya
 Dukungan kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya,
meliputi:
 upaya kesehatan perorangan berupa kegiatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif lainnya. Untuk
kegiatan ini dana yang ada antara lain dapat
dibelanjakan seperti biaya makan-minum, Jasa profesi
Narasumber, foto copy bahan, service ringan alat
kesehatan, perjalanan.
 kunjungan rumah dalam rangka upaya kesehatan
perorangan. Dana yang ada antara lain dapat
dibelanjakan seperti perjalanan, uang harian.
 operasional untuk puskesmas keliling. Dana yang ada
antara lain dapat dibelanjakan seperti Bahan Bakar
Minyak (BBM), penggantian Oli, suku cadang
kendaraan pusling.
 bahan cetak atau alat tulis kantor; dan/atau
 administrasi keuangan dan sistem informasi. Dana yang
ada antara lain dapat dibelanjakan seperti perjalanan,
uang harian, foto copy bahan, belanja piranti keras dan
piranti lunak dalam mendukung implementasi sistem

16
informasi JKN, biaya operasional sistem informasi.
Penggunaan Dana Kapitasi untuk dukungan biaya
operasional pelayanan kesehatan sebagaimana tersebut
di atas dilaksanakan tetap mengacu pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Dana non kapitasi
 Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Non Kapitasi Jaminan
Kesehatan Nasional pada FKTP Milik Pemerintah Daerah
mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan keuangan daerah.
 Dana Non Kapitasi yang telah disetorkan ke Kas Daerah oleh
FKTP dapat dimanfaatkan kembali dengan cara Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota harus;
1) mengusulkan adanya peraturan kepala daerah untuk
pemanfaatan dana tersebut;
2) membuat dan mengusulkan dalam bentuk program
dan kegiatan pada RKA-DPA SKPD Dinas
Kesehatan.

c. FKTP BLUD
Untuk FKTP BLUD mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan
dana baik kapitasi maupun non kapitasi sepenuhnya dilakukan
berdasarkan ketentuan BLUD.
d. FKTP lainnya milik Pemerintah
 Untuk FKTP lainnya milik Pemerintah mekanisme pengelolaan
dan pemanfaatan dana kapitasi akan diatur tersendiri melalui
Peraturan Menteri Keuangan.
 Dana Kapitasi yang diterima oleh FKTP milik Pemerintah
dimanfaatkan seluruhnya untuk: pembayaran jasa pelayanan
kesehatan; dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan

17
 Dana kapitasi yang digunakan untuk Jasa Pelayanan dialokasikan
antara 40% - 60% dari total pengembalian dana Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) dan sisanya dimanfaatkan untuk
dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan
 Sedangkan mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan dana non
kapitasi sepenuhnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
e. Klinik Pratama dan Dokter/Dokter Gigi Praktik
kapitasi di Klinik Pratama dan Dokter/Dokter Gigi Praktik
sepenuhnya dilakukan atas ketentuan pada Klinik
Pratama/Dokter/Dokter Gigi Praktik.
f. Bidan Jejaring dari FKTP
Pada penyelenggaraan JKN Bidan sebagai pemberi pelayanan
kebidanan dan neonatal merupakan jejaring dari FKTP yang telah
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Dalam rangka pembinaan
administrasi terhadap Bidan sebagai jejaring, maka FKTP di luar milik
Pemerintah Daerah dapat mengenakan biaya pembinaan dengan
besaran maksimal 10% dari total klaim. Dalam hal disuatu daerah
Bidan berjejaring dengan FKTP milik Pemerintah Daerah, klaim
dilakukan melalui FKTP milik Pemerintah Daerah. Setelah dibayar
oleh BPJS FKTP Milik Pemerintah Daerah segera membayarkan
secara utuh kepada Bidan Jejaring sesuai dengan besaran klaim
terhadap pelayanan yang diberikan.

18
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari batasan biaya kesehatan yang seperti ini segera dipahami bahwa
pengertian biaya kesehatan tidaklah sama antara penyedia pelayanan
kesehatan (health provider) dengan pemakai jasa pelayanan kesehatan
(health consumer). Bagi penyedia pelayanan kesehatan, pengertian biaya
kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan bagi pemakai jasa pelayanan
kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus
disediakan untuk dapat memanfaatkan upaya kesehatan.

19
Sesuai dengan terdapatnya perbedaan pengertian yang seperti ini,
tentu mudah diperkirakan bahwa besarnya dana yang dihitung sebagai biaya
kesehatan tidaklah sama antara pemakai jasa pelayanan dengan penyedia
pelayanan kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan lebih menunjuk
padaa seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh biaya
operasional (operational cost) yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan besarnnya dana bagi
pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus
dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatka suatu upaya kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Academia.edu
Mulyati, E., & Dwiputri, F. A. (2018). Prinsip Kehati-hatian dalam Menganalisis
Jaminan Kebendaan sebagai Pengaman Perjanjian Kredit
Perbankan. ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 1(2), 134-
148.

Sari, K. (2018). Perkembangan asuransi kesehatan swasta di Indonesia 2012–


2016. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 2(2).

Setiyono, B. (2018). Perlunya Revitalisasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Di


Indonesia. Politika: Jurnal Ilmu Politik, 9(2), 38-60.

20
Suhadi (2015). Buku Asuransi Kesehatan. Makassaar

21

Anda mungkin juga menyukai