Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

MANAJEMEN KEUANGAN
“KONSEP BEP DAN CRR”

OLEH:
AKK 020
KELOMPOK 6:
RANNY NUR ALDA J1A120065
ISMAYANA J1A120037
SRIWATU RANDANG J1A120370
TAQIYAH HAFIDZAH J1A120235
SELA DIAN SAFITRI J1A120361
MUH FAUZI ISMAIL J1A120326
ISTI QARINA KARIM J1A120170
WAODE NUR ANISA SAID J1A120244
ASRI ANDRIANI J1A120128
TRI WANTI OKTAVIA J1A120369

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadhirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan keluasan waktu dan kesehatan kepada penulis untuk dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah “Karantina Kesehatan”. Jenis tugas yang diberikan
adalah membuat laporan terkait tentang “Penyakit Kolera”. Penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu dalam
pembuatan laporan ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan
fakta pada laporan ini.
Semoga laporan ini dapat menjadikan kerangka pikir dalam mengambil suatu
keputusan pembelajaran, pemilah dalam pemecahan masalah, dan bahkan sebagai
bagian hidup yang integratif. Penulis menyadari bahwa penulis adalah manusia yang
memiliki keterbatasan berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang diselesaikan
dengan sempurna.
Penulis telah melakukan semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami
miliki. Ada pepata yang mengatakan “Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu,
kritik dan saran perbaikan sangat Penulis harapkan sebagai batu loncatan yang dapat
memperbaiki laporan penulis di masa mendatang.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kendari, 16 Mei 2023

Kelompok 6
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka memproduksi atau menghasilkan suatu produk, baik barang
maupun jasa, perusahaan terkadang perlu terlebih dulu merencanakan berapa
besar laba yang ingin diperoleh. Artinya dalam hal ini besar laba merupakan
prioritas yang harus dicapai perusahaan, di samping hal-hal lainnya. Agar
perolehan laba mudah ditentukan, salah satu caranya adalah perusahaan harus
mengetahui terlebih dulu berapa titik impasnya. Artinya perusahaan beroperasi
pada jumlah produksi atau penjualan tertentu sehingga perusahaan tidak
mengalami kerugian ataupun keuntungan.
Jika dalam satu periode, perusahaan mengalami titik impas atau jumlah
pendapatan sama besar dengan modal yang dikeluarkan maka dalam periode
tersebut perusahaan berada pada titik BEP. Dalam kata lain, BEP merupakan
kondisi dimana suatu perusahaan tidak mendapatkan laba ataupun tidak merugi
pada periode tertentu.
Analisis Break Even Point (BEP) merupakan salah satu alat dalam analisis
ekonomi yang dapat digunakan untuk menilai kelayakan suatu usaha. Usaha
dinyatakan layak apabila nilai pendapatan bersih lebih besar dari nilai BEP.
Analisis BEP menyajikan informasi berbagai tingkat penjualan serta
menggambarkan hubungan antara volume penjualan, biaya, harga jual, dan sales
mix terhadap laba suatu usaha (cost-volume-profit analysis). Melalui analisis ini,
perusahaan dapat menentukan besarnya volume penjualan yang harus dicapai agar
tidak mengalami kerugian. Analisis BEP mengasumsikan perusahaan dalam
kondisi belum mendapatkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian.
Menurut Kasmir Analisis titik impas atau analisis pulang pokok atau
dikenal dengan nama analisis Break Even Point (BEP) merupakan salah satu
analisis keuangan yang sangat panting dalam perencanaan keuangan perusahaan.
Analisis titik impas sering disebut analisis perencanaan laba (profit planning).
Analisis ini biasanya lebih sering digunakan apabila perusahaan ingin
mengeluarkan suatu produk baru. Artinya dalam memproduksi produk baru tentu
berkaitan dengan masalah biaya yang harus dikeluarkan, kemudian penentuan
harga jual serta jumlah barang atau jasa yang akan diproduksi atau dijual ke
konsumen.
Analisis titik impas digunakan untuk rnengetahui pada titik berapa hasil
penjualan sama dengan jumlah biaya. Atau perusahaan beroperasi dalam kondisi
tidak laba dan tidak rugi, atau laba sama dengan nol. Melalui analisis titik impas,
kita akan dapat mengetahui bagaimana hubungan antara biaya tetap, biaya
variabel, keuntungan dan volume kegiatan (penjualan atau produksi). Oleh karena
itu, analisis ini juga sering disebut dengan nama cost profit volume analysis.
Sedangkan itu, pentingnya Cost Recovery Rate (CRR) sebagai alat
penentuan efisiensi, adalah bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pendapatan
sebuah usaha dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Melalui Cost Recovery
Rate (CRR) pula kita dapat mengetahui dan menggambarkan bagaimana
hubungan antara hasil yang dicapai suatu usaha yang dilakukan dengan sumber
daya yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk atau output tertentu.
Idealnya CRR di suatu organisasi haruslah > 1 atau > 100%. Jika CRR = 1 atau
CRR = 100%, artinya organisasi tersebut belum memperoleh keuntungan, secara
financial tidak ada selisih antara pendapatan dengan pengeluaran.
Oleh karena itu mengingat betapa pentingnya Cost Recovery Rate (CRR)
sebagai alat penentuan efisiensi, maka melalui pengelolaan suatu organisasi
secara mandiri dan efisien berdasarkan CRR diharapkan mampu meningkatkan
pendapatan fungsional, mampu mengendalikan biaya yang dikeluarkan, mampu
menutupi biaya operasional, pemeliharaan dan investasi yang dikeluarkan melalui
keuntungan yang diperoleh dari pendapatan, mampu meningkatkan laba, efisiensi,
kualitas, kinerja dan citra perusahaan yang bagus. Lambat laun juga akan
menimbulkan surplus secara ekonomi dan membawa dampak positif bagi
kesejahteraan karyawan dan agar tidak terjadi pemborosan yang diinginkan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan BEP?
2. Apa tujuan dari BEP?
3. Apa saja manfaat dari BEP?
4. Bagaimana asumsi-asumsi dalam BEP?
5. Apa saja kelebihan BEP?
6. Apa saja kekurangan BEP?
7. Bagaimana cara perhitungan BEP?
8. Apa yang dimaksud dengan CRR?
9. Apa tujuan dari CRR?
10. Apa saja manfaat dari CRR?
11. Apa saja kelebihan CRR?
12. Apa saja kelemahan CRR?
13. Bagaimana cara perhitungan CRR?
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Agar dapat mengetahui definisi dari BEP.
2. Agar dapat mengetahui tujuan BEP.
3. Agar dapat mengetahui manfaat BEP.
4. Untuk dapat mengetahui asumsi-asumsi dalam BEP.
5. Agar dapat mengetahui kelebihan BEP.
6. Agar dapat mengetahui kelemahan BEP.
7. Untuk dapat mengetahui perhitungan BEP.
8. Agar dapat mengetahui definisi dari CRR.
9. Agar dapat mengetahui tujuan CRR.
10. Agar dapat mengetahui manfaat CRR.
11. Agar dapat mengetahui kelebihan CRR.
12. Agar dapat mengetahui kekurangan CRR.
13. Agar dapat mengetahui perhitungan CRR.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi BEP
Break Even Point (BEP) merupakan kondisi yang bisa terjadi pada
perusahaan, yaitu suatu kondisi perusahaan dalam operasionalnya tidak mendapat
keuntungan dan juga tidak menderita kerugian. Dengan kata lain, antara
pendapatan dan biaya ada pada kondisi yang sama, sehingga laba perusahaan
adalah nol (penghasilan = total biaya). Analisa BEP adalah suatu teknik analisa
untuk mempelajari hubungan antara volume penjualan dan profitabilitas (Manuho
et al. 2021).
Break even point/titik impas/titik pulang pokok mempunyai definisi
pendapat yang berbeda-beda dari para ahli tetapi pada prinsipnya mempunyai
konsep dasar yang sama (Aminus and Sarina 2022).
1. Menurut (Dr. Dwi Prastowo Darminto, 2020: 138), mengatakan Analisis
Break Even Point adalah tekni analisis yang digunakan untuk menentukan
tingkat penjualan dan komposisi produk yang diperlukan hanya untuk
menutup semua beban yang terjadi selama periode tertentu. Titik impas
(Break Even Point) adalah titik dimana total beban sama dengan total
pebghasilan. Dengan demikian, pada titik impas tidak ada laba maupun rugi
yang diterima oleh perusahaan.
2. Menurut Shinta Rahma Diana (2021:75) mengatakan, Analisis Break Even
Point (BEP) adalah suatu titik dimana perusahaan didalam operasinya tidak
memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. dengan kata lain, pada
keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol.
3. Menurut Shinta Rahma Diana (2021:75) mengatakan, Analisis Break Even
Point (BEP) adalah suatu titik dimana perusahaan didalam operasinya tidak
memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. dengan kata lain, pada
keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Menurut (Prof, Dr
kamaludin 2019:90) mengatakan, analisis BEP merupakan analisis ang
menunjukkan hubungan antara investasi dan volume produksi atau penjualan
untuk mendapatkan suatu tingkat profitabilitas.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwan Break Even
Point adalah keadaan dimana perusahaan tidak mengalami kerugian ataupun
keuntungan atau total pendapatan dan total biaya sama dengan nol. Sedangkan
Analisis Break Even Point adalah suatu keadaan dimana perusahaan beroperasi
dalam kondisi tidak memperoleh pendapaatan (laba) dan tidak juga mengalami
kerugian. Artinya dalam kondisi ini jumlah pendapatan yang diterima oleh
perusahaan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Dengan analisis ini
manajemen dapat melihat bagaimana biaya berprilaku, pengaruh perubahan biaya
variabel dan tetap terhadap laba pada berbagai tingkat keluaran, ataupun
menentukan volume produksi yang harus dijual untuk mendapatkan laba yang
optimal. Maka dapat disimpulkan bahwa analisis break even point adalah proses
perhitungan yang dilakukan oleh suatu manajemen untuk mengetahui titik
impas/balik pokok dimana keadaan perusahaan tidak mengalami keuntungan
maupun kerugian atau pendapatan dan biaya sama dengan nol. Jadi dapat
dikatakan break even point adalah hubungan antara volume penjualan, biaya dan
tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada tingkat penjualan tertentu, sehingga
analisis Break Even Point ini sering disebut cost, volume, profit analysis.
2.2 Tujuan BEP
Tujuan analisis titik impas atau break event point (BEP) adalah untuk
mengetahui tingkat aktivitas dimana pendapatan hasil penjualan sama dengan
jumlah semua biaya variabel dan biaya tetapnya (Maruta 2018). Apabila suatu
perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul
masalah break even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru muncul
apabila suatau perusahaan disamping mempunyai biaya variabel juga mempunyai
biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah-ubah sesuai
dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara
totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Adapun biaya yang termasuk golongan biaya variabel pada umumnya adalah
bahan mentah, upah buruh langsung (direct labor), komisi penjualan. Sedangkan
yang termasuk golongan biaya tetap pada umumnya adalah depresiasi aktiva
tetap, sewa, bunga utang, gaji pegawai, gaji pimpinan, gaji staf research, dan
biaya kantor.
Analisis titik impas yang digunakan perusahaaan memberikan banyak
manfaat. Secara umum analisis titik impas digunakan sebagai alat untuk
mengambil keputusan dalam perencanaan keuangan, penjualan, dan prdouksi
(Sutisman 2022). Dari uraian sebelumnya, jelas bahwa terdapat beberapa
keuntungan bagi para manajer dalam mengambil keputusan, jika diketahui hasil
dari analisis titik impas Misalnya dengan informasi tersebut, maka manajer
mampu meminimalkan kerugian memaksimalkan keuntungan, dan prediksi
keuntungan yang diharapakan (Suprajitno 2018). Dalam praktiknya penggunaan
analisis titik impas memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai yaitu:
1. Mendesain spesifikasi produk (berkaitan dengan biaya)
Mendesain spesifikasi produk diperlukan suatu pedoman yang
memberi arah bagi manajemen untuk mengambil keputusan yang
berhubungan dengan biaya dan harga. Perhitungan titik impas memberikan
perbandingan antara biaya dengan harga untuk berbagai desain sebelum
spesifikasi produk ditetapkan.
2. Penentuan harga jual persatuan
Penentuan harga jual persatuan, sangat penting agar harga jual dapat
diterima pelanggan. Disamping pertimbangan biaya yang akan dikelurkan,
harga jual juga terkait dengan pihak pesaing yang memiliki produk yang
sejenis. Jika penentuan harga jual yang tidak realistis, maka perusahaan
tidak akan mampu menutupi semua atau sebagian dari biaya – biaya yang
akan dikeluarkan. Demikian pula jika melebihi harga jual dari pesaing dan
tidak diimbangi dengan kualitas dan pelayanan juga tida akan mampu
memaksimalkan penjualan seperti yang telah ditentuakan.
3. Produksi atau penjualan minimal agar tidak mengalami kerugian
Produksi atau penjualan minimal agar tidak mengalami kerugian,
maksudnya adalah agar perusahaan mampu menentukan batas jumlah
produksi dalam kondisi tidak rugi dan tidak laba dari kapasitas produksi
yang dimilikinya. Dengan demikian, akan memudahkan perusahaan untuk
mempertimbngkan apakah harga jual sudah layak, jika dikaitkan dengan
biaya yang dikeluarkan dan kapasitas produksi yang dimiliki.
4. Memaksimalkan jumlah produksi
Memaksimalkan jumlah produksi artinya, dengan perhitungan titik
impas kita akan tahu, apakah jumlah produksi sudah maksimal atau belum.
Tujuannya agar jangan sampai ada kepastian produksi yang menganggur.
Kemudian perusahaan juga mampu menjaga agar berproduksi secara
efisien.
5. Perencanaan laba yang dinginkan
Perencanaan laba yang diinginkan artinya, manajemen mampu
merencanakan laba yang diinginkan dengan kapasitas produksi yang
dimiliki. Besarnya laba dapat kita ukur dari batas minimal produk atau dari
total rupiah yang diproduksi. Kemudian mampu merencanakan atau
menentukan jumlah keuntungan setiap unit produksi yang dijual.
2.3 Manfaat BEP
Manfaat analisis break even poin sangat banyak, namun secara umum
adalah untuk mengetahui titik pulang pokok dari sebuah usaha. Dengan
diketahuinya titik pulang pokok, manajemen dapat mengetahui harus
memproduksi atau menjual pada jumlah berapa unit agar peruasahaan tidak
mengalami kerugian (Maruta, 2018).
BEP amatlah penting jika kita membuat sebuah usaha agar kita tidak
mengalami kerugian, baik itu usaha yang bergerak di bidang jasa atau manufaktur.
Berikut ini adalah manfaat dari BEP:
1. Alat perencanaan untuk menghasilkan laba
2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta
hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat
penjualan yang bersangkutan
3. Untuk mengetahui hubungan volume penjualan yang diproduksi, harga jual
dan biaya-biaya yang dikeluarkan, sehingga laba rugi perusahaan akan
diketahui
4. Untuk mengetahui jumlah penjualan minimum (dalam unit produk maupun
satuan uang) agar perusahaan tidak menderita rugi
5. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan
6. Mengganti sistem laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan
dimengerti
7. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan harga jual
8. Sebagai bahan atau dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan
terhadap hal-hal berikut:
a. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan
tidak mengalami kerugian
b. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan
tertentu
c. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak
menderita rugi
d. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan
volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh
Menurut Rony analisis titik impas atau analisis Break Even Point sangat
bermanfaat bagi manajemen dalam menjelaskan beberapa keputusan operasional
yang penting dalam tiga cara berbeda namun tetap berkaitan yaitu:
1. Pertimbangan tentang produk baru dalam menentukan berapa tingkat
penjualan yang harus dicapai agar perusahaan memperoleh laba
2. Sebagai kerangka dasar penelitian pengaruh ekspansi terhadap tingkat
operasional
3. Membantu manajemen dalam menganalisis konsekuensi penggeseran biaya
variabel menjadi biaya tetap karena otomisasi mekanisme kerja dengan
peralatan yang canggih.
Matz, Usry dan Hammer juga menjelaskan beberapa manfaat analisa
break even untuk manajemen, yaitu:
1. Membantu pengendalian melalui anggaran
2. Meningkatkan dan menyeimbangkan penjualan
3. Menganalisa dampak perubahan volume
4. Menganalisa harga jual dan dampak perubahan biaya
5. Merundingkan upah
6. Manganalisa bauran produk
7. Manerima keputusan kapitalisasi dan ekspansi lanjutan
8. Menganalisa margin of safety
Sedangkan menurut Sigit analisa Break Even Point mempunyai beberapa
manfaat, diantaranya adalah:
1. Sebagai dasar merencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai
laba tertentu
2. Sebagai dasar atau landasan untuk mengendalikan aktivitas yang sedang
berjalan
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual
4. Sebagai bahan atau dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan
Dalam suatu usaha, perhitungan BEP sangat penting agar kita tidak
mengalami kerugian, diantara manfaat BEP adalah:
1. Alat perencanaan untuk menghasilkan laba
2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta
hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat
penjualan yang bersangkutan
3. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan
4. Mengganti sistem laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan
dimengerti (Pkwu et al., 2020)
2.4 Asumsi-Asumsi Dalam BEP
Asumsi yang mendasari analisis break even point menurut Horngren et all
adalah sebagai berikut:
1. Satu-satunya faktor yang memengaruhi biaya adalah perubahan volume.
2. Manajer menggolongkan setiap biaya (atau komponen biaya gabungan )
baik sebagai biaya variabel maupun biaya tetap.
3. Beban dan pendapatan adalah linier di seluruh cakupan volume relevannya.
4. Tingkat persediaan tidak akan berubah.
5. Penjualan atas gabungan produk tidak akan berubah. Penjualan gabungan
merupakan kombinasi produk yang membentuk total penjualan.
Sedangkan menurut Mulyadi beberapa asumsi yang berpengaruh dalam
analisa break even poinadalah sebagai berikut:
1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan.
2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat
kegiatan.
3. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relative konstan.
4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah.
5. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.
6. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
7. Komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah.
8. Volume merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi biaya
Analisis Break Even Point berguna apabila beberapa asumsi dasar
dipenuhi. Dalam kenyataan yang sebenarnya lebih banyak asumsi yang tidak
dapat dipenuhi. Namun demikian perubahan asumsi ini tidak mengurangi
validitas dan kegunaan analisa BEP sebagai suatu alat bantu pengambilan
keputusan. Hanya saja diperlukan suatu modifikasi tertentu dalam
penggunaannya.
Selain itu, terdapat pula asumsi-asumsi dasar dalam perhitungan Break
Event Point (BEP). Dalam menganalisis Break Even Point terdapat beberapa
asumsi (anggapan) dasar yang harus dipengaruhi antara lain:
1. Biaya harus dapat dipisahkan atau diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya
tetap dan biaya variabelitas biaya dapat diterapkan dengan tepat.
2. Bahwa biaya tetap secara total akan selalu konstan sampai tingkat kapasitas
penuh.
3. Bahwa biaya variabel akan berubah secara proporsional (sebanding) dengan
perubahan volume penjualan dan adanya sinkronisasi antara produksi dan
penjualan.
4. Harga jual per satuan barang tidak akan berubah berapapun jumlah satuan
barang yang djual atau tidak ada perubahan harga secara umum.
5. Bahwa hanya ada satu macam barang yang diproduksi atau dijual atau jika
lebih dari satu macam maka kombinasi atau komposisi penjualan (sales
mix) akan tetap konstan.
2.5 Kelebihan BEP
1. Harga
Analisis titik impas memberi Anda dasar yang jauh lebih kuat untuk
menentukan harga produk Anda. Lihatlah situasi keuangan Anda saat ini dan
cari tahu seberapa sabar Anda mampu untuk mencapai titik impas Anda.
2. Menetapkan Target Pendapatan
Selain itu, melakukan analisis break even point/titik impas dapat
menjadi alat yang hebat untuk menetapkan target penjualan konkret untuk tim
Anda. Jika Anda memiliki jumlah uang dan jangka waktu yang jelas, akan
selalu lebih mudah untuk memutuskan target pendapatan.
3. Mengurangi Risiko
Terkadang, ide bisnis tidak selalu menghasilkan uang sesuai harapan.
Analisis titik impas dapat membantu Anda mengurangi risiko dengan
menghindari investasi atau lini produk yang kemungkinan besar tidak akan
menguntungkan.
4. Mendapatkan Pendanaan
Perlu dicatat bahwa analisis break even point/titik impas sering kali
merupakan komponen kunci dari rencana bisnis. Jika Anda ingin
mendapatkan dana untuk bisnis atau start-up Anda, Anda mungkin perlu
melakukan analisis titik impas. Plus, titik impas yang dapat dikelola
kemungkinan akan membuat Anda lebih nyaman dengan prospek mengambil
pembiayaan atau utang tambahan.
2.6 Kekurangan BEP
1. Tidak Memprediksi Permintaan
Meskipun analisis titik impas dapat memberi tahu Anda kapan Anda
akan mencapai titik impas, analisis ini tidak memberi Anda wawasan tentang
seberapa besar kemungkinan hal itu terjadi. Ditambah lagi, permintaan tidak
stabil, jadi bahkan jika Anda berpikir ada celah di pasar, titik impas yang pada
akhirnya Anda capai bisa menjadi tidak akurat daripada yang Anda duga
sebelumnya.
2. Bergantung Pada Data yang Andal
Singkatnya, keakuratan analisis titik impas Anda bergantung pada
keakuratan data Anda. Jika perhitungan Anda salah atau Anda menghadapi
biaya yang berfluktuasi, analisis titik impas mungkin bukan alat yang paling
berguna di gudang senjata Anda.
3. Terlalu sederhana
Analisis titik impas adalah yang terbaik untuk perusahaan dengan satu
titik harga. Jika Anda memiliki banyak produk dengan beberapa harga, maka
analisis titik impas mungkin terlalu sederhana untuk kebutuhan Anda. Selain
itu, perlu diingat bahwa biaya dapat berubah, sehingga titik impas Anda
mungkin perlu dievaluasi dan disesuaikan di lain waktu.
4. Mengabaikan persaingan
Keterbatasan lain dari analisis titik impas menyangkut fakta bahwa
pesaing tidak diperhitungkan dalam perhitungan break even point/titik impas.
Pendatang baru ke pasar dapat memengaruhi permintaan produk Anda atau
menyebabkan Anda mengubah harga, yang kemungkinan akan memengaruhi
target break even point atau titik impas Anda.
Secara keseluruhan, yang terbaik adalah melakukan analisis break even
point/titik impas bersama metrik profitabilitas lainnya, seperti margin laba bersih,
untuk memastikan bahwa Anda mendapatkan gambaran terbaik tentang kesehatan
dari keuangan bisnis Anda.
2.7 Perhitungan BEP
Perusahaan perlu merencanakan berapa besar laba yang ingin diperoleh
dalam rangka memproduksi atau menghasilkan suatu produk, baik barang
maupun jasa dimana salah satu cara adalah menentukan nilai BEP (Block et al.,
2017:130). Bukti empiris dari Sugiarti (2005), Irfania dan Diyani (2016), Makmur
(2016), Mokoginta dan Budiarso (2017), Chalil (2018), Maruta (2018), Suswadi
(2018), Julirin et al. (2019), Khanifah dan Septiana (2019), dan Nata et al. (2021)
menunjukkan bahwa BEP memiliki peranan penting bagi perusahaan dalam
merencanakan laba jangka pendek. Garrison et al. (2018:199), dan Mowen et al.
(2018:334) menyatakan bahwa untuk mencari BEP dapat digunakan rumus
sebagai berikut:
BEP (Unit) = Biaya Tetap
Harga jual per unit – Biaya variabel per unit
BEP (Mata Uang) = Biaya Tetap
1 – (Biaya variabel per unit / Harga jual per unit
Penerapan ipteks ditempuh dengan menggunakan metode deskriptif
melalui pendekatan contoh kasus perhitungan analisa BEP.
1. Teknik penerapan ipteks
Teknik yang digunakan untuk penerapan ipteks adalah dengan
memberikan contoh perhitungan sesuai dengan metode perhitungan BEP
yaitu dengan menggunakan pendekatan matematis yang terbagi dalam dua
bentuk perhitungan yaitu dalam unit dan dalam mata uang.
a. Asumsi Kasus 1
PT. X menghasilkan sebuah produk dengan harga jual produk
per unit (HJ) sebesar IDR 100. Produk tersebut memiliki biaya
produksi yang terdiri dari biaya tetap (BT) sebesar IDR 250.000 dan
biaya variabel (BV) per unit sebesar IDR 50. Persamaan matematis atas
biaya produksi PT. X dinyatakan berikut:
Y = α + β.X
TC = 250.000 + 50.X
TC adalah total biaya (total cost) dan X adalah unit produk yang
diproduksi. Berdasarkan informasi harga jual per unit dan biaya-biaya
dari produk maka penghitungan titik BEP dalam jumlah unit dapat
dilakukan berikut:
BEP (Unit) = BT
HJ-BV
= 250.000
100 - 50
= 250.000
50
= 5.000 Unit
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa titik BEP dalam jumlah
unit untuk PT. X adalah sebanyak 5.000 unit. Hasil ini
mengimplikasikan bahwa untuk mencapai laba sama dengan nol maka
PT. X harus menjual 5.000 unit. Selain itu, PT. X juga dapat
menentukan titik BEP yang dinyatakan dalam mata uang dengan
penghitungan berikut:
BEP (Mata Uang) = BT
1-(BV/HJ)
= 250. 000
1-(50/100)
= 250.000
0.50
= IDR 500. 000
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa titik BEP dalam mata
uang untuk PT. X adalah sebesar IDR 500.000. Hasil ini
mengimplikasikan bahwa untuk mencapai laba sama dengan nol maka
PT. X harus mencapai tingkat penjualan sebesar IDR 500.000.
Laporan laba rugi atas pembuktian titik BEP dari PT. X dapat disajikan
berikut:

Penjualan 5.000 unit x IDR


Tabel 1 menyajikan informasi penghitunganIDRBEP
100dari PT. X yang 500.000
dapat digunakan untuk
membentuk grafikBiaya
BEP. Tabel 1. Titik BEP 5.000
PT. X unit x 250.000
Unit HJ variabel BV BT IDR TP
50 TBV TB L/R
1,000 100 Laba kontribusi
50 250,000 100,000 250.000
50,000 300,000 (200,000)
2,000 100 Biaya 50
tetap 250,000 200,000 250.000
100,000 350,000 (150,000)
3,000 100 Laba bersih
50 250,000 300,000 0 150,000 400,000 (100,000)
4,000 100 50 250,000 400,000 200,000 450,000 (50,000)
5,000 100 50 250,000 500,000 250,000 500,000 -
6,000 100 50 250,000 600,000 300,000 550,000 50,000
7,000 100 50 250,000 700,000 350,000 600,000 100,000
8,000 100 50 250,000 800,000 400,000 650,000 150,000
9,000 100 50 250,000 900,000 450,000 700,000 200,000
10,000 100 50 250,000 1,000,000 500,000 750,000 250,000

b. Asumsi Kasus 2
PT. X menjual produknya dengan harga jual (HJ) IDR 100 per unit dan untuk
itu perusahaan harus mengeluarkan biaya variabel (BV) sebesar IDR 60 per unit dan
biaya tetap (BT) sebesar IDR 25.000. Pihak manajemen merencanakan untuk
mencapai target laba sebelum bunga dan pajak (TL) sebesar IDR 10.000.
Penghitungan titik penjualan dari PT. X dapat dihitung sebagai berikut:
BEP (Unit) = BT + TL
HJ – BV
= 25.000 + 10.000
100 – 60
= 35.000
40
= 875 Unit
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa titik penjualan dalam
jumlah unit untuk PT. X adalah sebanyak 875 unit. Hasil ini
mengimplikasikan bahwa untuk mencapai laba sama dengan IDR
10.000 maka PT. X harus menjual 875 unit walaupun titik BEP yang
seharusnya dari PT. X adalah sebesar 625 unit. Selain itu, PT. X juga
dapat menentukan titik penjualan yang dinyatakan dalam mata uang
dengan penghitungan berikut:
BEP (Mata Uang) = BT + TL
1-(BV/HJ)
= 25.000 + 10.000
1-(60/100)
= 35.000
0.40
= IDR 87.500
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa titik penjualan dalam
mata uang untuk PT. X adalah sebesar IDR 87.500. Hasil ini
mengimplikasikan bahwa untuk mencapai laba sama dengan IDR
10.000 maka PT. X harus mencapai tingkat penjualan sebesar IDR
87.500 walaupun titik BEP yang seharusnya dari PT. X adalah sebesar
IDR 62.500. Laporan laba rugi atas pembuktian titik penjualan dan
titik BEP dari PT. X dapat disajikan berikut:
Penjualan IDR 62.500 IDR 87.500
Biaya variabel 37.500 52.500
Laba kontribusi 25.000 35.000
Biaya tetap 25.000 25.000
Laba bersih 0 10.000

Tabel 2 menyajikan informasi penghitungan BEP dengan


tambahan target laba dari PT. X yang dapat digunakan untuk
membentuk grafik BEP.
Tabel 2. Titik BEP dengan target laba
Unit HJ BV BT TP TBV TB L/R
550 100 60 25,000 55,000 33,000 58,000 -3,000
575 100 60 25,000 57,500 34,500 59,500 -2,000
600 100 60 25,000 60,000 36,000 61,000 -1,000
625 100 60 25,000 62,500 37,500 62,500 0
650 100 60 25,000 65,000 39,000 64,000 1,000
675 100 60 25,000 67,500 40,500 65,500 2,000
700 100 60 25,000 70,000 42,000 67,000 3,000
725 100 60 25,000 72,500 43,500 68,500 4,000
750 100 60 25,000 75,000 45,000 70,000 5,000
775 100 60 25,000 77,500 46,500 71,500 6,000
800 100 60 25,000 80,000 48,000 73,000 7,000
825 100 60 25,000 82,500 49,500 74,500 8,000
850 100 60 25,000 85,000 51,000 76,000 9,000
875 100 60 25,000 87,500 52,500 77,500 10,000
900 100 60 25,000 90,000 54,000 79,000 11,000

2.8 Definisi CRR


Tingkat pemulihan biaya (Cost recovery rate) rumah sakit adalah nilai
dalam persen yang menunjukkan seberapa besar kemampuan rumah sakit dapat
menutup biayanya dengan penerimaannya dari pendapatan fungsionalnya. Cost
recovery rate merupakan perbandingan antara kontribusi biaya oleh pengguna
pelayanan kesehatan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelayanan tersebut.
Cost recovery rate diperoleh setelah biaya dari masing-masing kelas perawatan
diketahui. Kemudian dilakukan perbandingan total penerimaan rumah sakit
sehingga akan tampak berapa besar subsidi yang diberikan antar kelas perawatan.
Sebagai suatu unit usaha, rumah sakit saat ini menghadapi tingkat kompetisi yang
tinggi. Hanya rumah sakit yang dapat menyediakan layanan yang bermutu dengan
pembiayaan yang relatif rendah yang dapat unggul dalam kompetisi ketat
tersebut.
Khusus untuk pembiayaan kesehatan, ukuran lazim yang digunakan untuk
menilai tingkat kemandirian pembiayaan kesehatan adalah Cost Recovery.
Tingkat Cost Recovery bisa diukur dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:
1. Total Cost Recovery
Merupakan perbandingan antara pendapatan total sistem pelayanan dengan
total biaya yang dikeluarkan yang dinyatakan dalam persen.
2. Unit Cost Recovery
Merupakan perbandingan antara pendapatan total unit pelayanan dengan total
biaya unit yang dikeluarkan dan dinyatakan dalam persen. Apabila CRR
dibawah 100% berarti unit pelayanan tersebut beroperasi pada keadaan defisit
dan sangat bergantung kepada subsidi dan bila tingkat CRR diatas 100%
berarti unit tersebut memperoleh keuntungan/profit.
Tingkat pemulihan biaya (Cost recovery rate) secara umum merupakan
perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan oleh
rumah sakit. Untuk rumah sakit pemerintah, tingkat pemulihan biaya ini masih
rendah yaitu sekitar 35%. Untuk rumah sakit BUMN tertentu, tingkat pemulihan
biaya tersebut bahkan ada yang hanya mencapai 15%. Ini berarti rumah sakit
tersebut masih sangat bergantung pada subsidi anggaran yang disediakan oleh
pemiliknya/penyandang dana.
2.9 Tujuan CRR
Bentuk lengkap CRR adalah Rasio Cadangan Tunai. CRR mengacu pada
bagian dari total simpanan bank umum yang harus mereka simpan di bank sentral
dalam bentuk uang tunai cair dan berfungsi sebagai alat yang digunakan oleh
bank sentral untuk mengontrol likuiditas di sistem perbankan. Berikut adalah
tujuan penting CRR:
1. Ini untuk mengatur aliran uang dalam perekonomian. Kebijakan CRR bank
sentral menentukan berapa banyak uang akan mengalir di seluruh
perekonomian.
2. Kebijakan mereka membantu menjaga likuiditas dalam perekonomian. Setiap
kali perekonomian suatu negara menghadapi krisis likuiditas, rasio cadangan
kas dikurangi oleh bank sentral negara tersebut. Karena alasan ini, bank-bank
di seluruh negeri akan dapat meminjamkan lebih banyak uang kepada
nasabah. Oleh karena itu, lebih banyak uang akan tersedia bagi masyarakat
umum untuk pengeluaran dan dengan demikian, masalah likuiditas akan
seimbang dalam perekonomian.
3. Mereka memastikan bank menjaga posisi solvabilitas. Daripada
meminjamkan seluruh uang tunai yang tersedia di bank, sebagian atau rasio
dari total kas yang tersedia dicadangkan atau disisihkan sehingga.
CRR adalah singkatan yang digunakan untuk Rasio Cadangan Tunai. Ini
adalah bagian dari total simpanan bank komersial yang wajib disimpannya di
bank sentral negara dalam bentuk cadangan tunai. Di luar persyaratan cadangan
ini, uang tidak dapat digunakan untuk tujuan pinjaman komersial mana pun. Ini
adalah cara utama untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam perekonomian.
2.10 Manfaat CRR
CRR merupakan suatu indikator efesiensi untuk menentukan tingkat
kemampuan dalam menyelesaikan biaya untuk priode tertentu, Manfaat CRR
yaitu:
1. Untuk menghasilkan suatu produk atau output
2. Untuk mengetahui sejauh mana pendapatan rumah sakit dapat menutupi biaya
yang di keluarkan
3. Untuk menghitung pengeluaran biaya langsung dan biaya tidak langsung
4. Untuk menghitung biaya satuan unit cost di masing-masing unit
5. Untuk menganalisis unit cost dengan tarif rumah sakit
Rumah sakit yang melakukan Perhitungan unit cost dapat mengetahui
seberapa besar biaya yang di keluarkan sehingga dapat di ketahui oleh rumah
sakit jika terjadi pemborosan. Selain itu hasil perhitungan unit cost juga dapat di
gunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk meningkatkan kualitas dan
mutu rumah sakit, sehimgga rumah sakit dapat tetap eksis dan melakukan
pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat.
2.11 Kelebihan CRR
Cost recovery rate dapat diperoleh dengan membandingkan penerimaan
total dengan biaya total dimana biaya total yang dipergunakan adalah biaya total
setelah dilakukannya pendistribusian biaya dari pusat biaya penunjang ke pusat
biaya produksi dengan metode dobel distribusi. Untuk mengetahui nilai tingkat
pemulihan biayanya (CRR) dapat di hitung dengan rumus CRR = Total
Pendapatan dibagi dengan Total Biaya X 100%.
Cost Recovery Rate (CRR) merupakan nilai dalam persen yang
menunjukkan besarnya kemampuan RS menutup biaya dengan penerimaannya
dari retribusi pasien (revenue).
Cost Recovery Method merupakan salah satu metode pengakuan
pendapatan dimana rumah sakit/perusahaan tidak mencatat laba kotor atau
pendapatan yang dihasilkan terhadap barang yang dijual kepada pelanggan hingga
total elemen biaya yang terkait dengan penjualan tersebut telah diterima
sepenuhnya oleh rumah sakit dari pelanggan. dan setelah seluruh jumlah biaya
diterima, jumlah yang tersisa akan dicatat sebagai pendapatan.
Adapun keuntungan dari cost recovery rate yakin:
1. Perusahaan menggunakan pendekatan pemulihan biaya dari tujuan pengakuan
pendapatan jika terdapat ketidakpastian yang wajar mengenai pengumpulan
uang dari pelanggan terhadap penjualan yang dilakukan secara kredit karena,
sejauh ini, metode ini paling konservatif dari semua metode pengakuan
pendapatan yang tersedia.
2. Dengan metode pengembalian biaya, terdapat keterlambatan dalam tanggal
jatuh tempo pembayaran pajak karena pajak hanya akan terutang setelah
perusahaan telah memulihkan seluruh biaya produk. Jadi, dengan metode ini,
pemilik bisnis dapat menabung.
2.12 Kekurangan CRR
Adapun kerugiannya, yaitu:
1. Dengan menggunakan metode pemulihan biaya, meskipun perusahaan
mengakui biaya perolehan dan penjualan, laba kotor sehubungan dengan hal
yang sama tidak akan diakui meskipun beberapa penjualan pada dasarnya
merupakan piutang bagi perusahaan, dan laba kotor hanya akan diakui jika
perusahaan seluruh kwitansi telah diterima.
2. Dalam metode ini, laba perusahaan disebut periode ketika pembayaran atas
laba itu diterima. Jadi, meskipun penjualan berkaitan dengan satu periode,
perusahaan tidak akan dapat menampilkannya sebagai pendapatan periode
tersebut.
Jadi, dalam kasus metode pemulihan biaya, perusahaan akan mengakui
jumlah yang diperoleh di atas dan di atas biaya sebagai laba kotor atau
pendapatan ketika yang sama telah diterima setelah memulihkan semua biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan, yaitu, perusahaan akan mengakui pendapatan
hanya jika uang sebenarnya telah diterima dari pelanggan terhadap penjualan
yang dilakukan. Perusahaan menggunakan pendekatan pemulihan biaya dari
tujuan pengakuan pendapatan jika terdapat ketidakpastian yang wajar sehubungan
dengan pengumpulan uang dari pelanggan terhadap penjualan yang dilakukan
secara kredit karena sejauh ini metode ini paling konservatif dari semua metode
pengakuan pendapatan yang tersedia.
2.13 Perhitungan CRR
Menurut Gani, suatu organisasi di katakan ideal apabila CRR > dari 1 atau
100%. Apabila CRR = 1 atau 100% maka suatu organisasi belum memperoleh
keuntungan (laba) karenxa pendapatan yang di peroleh sama dengan biaya yang
di keluarkan.

CRR = Total Pendapatan x 100%


Total Pengeluaran x 100%

Definisi total pendapatan (total revenue) adalah pendapatan total


produsen dari seluruh hasil penjualan output. Total reveneu adalah volume
output dikalikan harga jual produk. Pendapatan suatu organisasi di pengeruhi
oleh tarif dan volume (jumlah produk atau output). Sedangkan biaya (cost)
adalah nilai jumlah imput (faktor produksi) yang di gunakan untuk
menghasilkan produk (output). Pada komponen biaya yang merupakan dasar
dari lama penggunaannya dapat di bedakan dari biaya investasi (investment
cost) yang dikeluarkan.
Biaya (cost) adalah nilai layanan imput faktor produksi yang di pakai
untuk menghasilkan suatu produk layanan. Dapat juga di artikan biaya
merupakan nilai suatu pengorbanan/pengeluaran untuk memperoleh suatu
produk tertentu. Biaya di bagi atas biaya langsung (direct cost) dan biaya
tidak langsung (indirect cost). Berdasarkan kelompok biaya dapat di bedakan
berdasarkan pengaruh atau perubahan skala produksi yaitu biaya tetap (fixed
cost) yaitu biaya yang nilainya secara relatif tidak berubah.Biaya yang harus
tetap dikeluarkan walaupun tidak ada pelayanan. Contohnya nilai gedung
yang digunakan nilai tanah yang dipakai, nilai kendaraan, nilai peralatan
medis, dan nilai peralatan non mendis. Biaya variabel (variable cost) adalah
biaya yang nilainya di pengaruhi oleh banyaknya produk yanng dihasilkan
contohnya biaya obat,biaya pemeliharaan, biaya alat, tulis kantor, dan biaya
pakaian dan perjalanan dinas. Berdasarkan lama penggunanya biaya di
bedakan menjadi biaya investasi (investment cost) yaitu biaya yang
kegunaanya dapat berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lam. Biaya
operasionall (operational cost) adalah biaya yang di perlukan untuk
melaksanakan kegiatan dalam suatu proses produksi dan memiliki sifat habis
pakai dalam kurun waktu yang relatif singkat (kurang dari satu tahun).
Contohnya dalah biaya obat, bahan medis, biaya pegawai, biaya makanan, dan
bahan linen.
Berikut ini adalah data pendapatan biaya dan CRR rumah sakit X di
sudoarjo tahun 2015-2018.
Tabel 1.1 Pendapatan biaya dan CRR rumah sakit X Sidoarjo
Tahun Total Pendapatan Total Biaya CRR
(Rp) (Rp)
2015 6581.232.761 6.823.454.777 96,45%
2016 7.406.262.060 7.396.391.544 100,13%
2017 6.172.3888.089 7.324.586.744 84,27%
2018 5.979.959.825 6.561.184.269 91,14%
Sumber: data keuangan RS X Sidoarjo, 2015-2018
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa CRR rumah sakit X sidoarjo pada tahun
2016 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu dari 94,45% menjadi
100,13%, tetapi pada tahun 2017 mengalami penurunan menjadi 84,27% dan
pada tahun 2018 meningkat menjadi 91,14%. Meskipun mengalami
perkembangan flukuatif, rumah sakit X sidoarjo dalam dua tahun terakhir
yaitu tahun 2017-2018 tidak mencapai terget (CRR < 100%). Artinya keadaan
ini menggambarkan bahwa pengeluaran lebih besar dari pada pendapatan.
Berdasarkan uraikan tersebut masalah yang diangkat adalah tidak tercapainya
CRR rumah akit X sidoarjo pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2017 dan
2018 sebesar kurang dari 100%. Tidak tercapainya CRR rumah sakit X
siduarjo tahun 2017 dan 2018 kurang dari 100% kemungkinan di sebabkan
oleh faktor berikut:
Pendapatan:
A. Faktor Internal
1. Jenis layanan
a. Jumlah pasien
b. Jenis pemeriksaan
2. SDM
3. Sarana dan persarana kesehatan
4. Marketing:
a. Kerja sama dengan asuransi
b. ATP / WTP
B. Faktor Eksternal
1. Sosial
2. ekonomi
3. Pesaing Kebijakan pemerintah
C. Pengeluaran Biaya:
1. Biaya langsung (Direct Cost)
2. Biaya tidak langsung (Indirect Cost):
a. Biaya Invertasi
b. Biaya Operasionel
D. Faktor internal:
1. Jenis layanan
a. Jumlah pasien yang datang berobat semakin lama semakin
menurun. Berdasarkan jumlah pasien yang datang berobat baik
rawat jalan maupan rawat inap yang dapat di tangani akan
mempengaruhi total jumlah kunjungan pasien, pandapatan, dan
pengeluaran CRR di rumah sakit X siduarjo.
b. Jenis penyakit merupakan dasar untuk menegakkan diagnosis
Dengan adanya diagnosis yang tepat makan pembeerian terapi pada
pasien dapat langsung diberikan. Semaikin banyak jenis penyakit
yang dapat di tangani maka semakin jumlah pasien yang datang
berobat. Berat ringannya jenis penyakit akan mempengaruhi besar
biaya dan tindakan ayang akan diberikan.
c. Jenis pemeriksaan yang tersedia di rumah sakit X sidoarjo sangat
terbatas baik kelengkapan alat medis maupun dokter spesialis.
Pasien rawat jalan dan rwat inap sering di rujuk ke rumah sakit lain
yang memiliki fasilitas lebih lengkap. Kondisi ini atomotis akan
mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran yang berdampak pada
rendahnya CRR di rumah sait Xsudoarjo.
2. Sumber daya manusia meliputi pengetahuan yang nerupakan kunci
utama dalam menjalankan tugas sehari-hari. Semua petugas medis
dan non medis dapat bekerja dengan baik jika memiliki pengetahuan
dan keterampilan. Tugas yang dikerjakan dnegan benar akan
meningkatkan pendapatan rumah sakit. Dalam menjalankan tugasnya
keahlian sumber daya manusia akan mempengaruhi kinerja yang
berhubungan dengan efisiensi dan efektifitas. Semakin ahli sumber
daya manusia yang dimiliki maka akan semakin efektif dan efisien
biaya yang di keluarkan oleh rumah sakit.
3. Sarana dan prasarana kesehatan setiap rumah sakit harus memiliki
fasilitas sarana dan prasarana yang cukup dan lengkap. Sistem
informasi rumah sakit (SIMRS) harus dimiliki untuk memudahkan
petugas administrasi dalam mengimput semua data pelayanan pasien
makin baik tindakan maupun jasa sehingga cepat di ketahui.
4. Marketing rumah sakit X sudoarjo belum memiliki tim parketing yang
baik untuk mempromosikan rumah sakit. Bila dilihat dari lokasinya
yang berada dikawasan padat penduduk, seharusnya jumlah pasien
yang datang berobat dan konsultasi lebih banyak. Selain itu terdapat
beberapa pabrik di sekitar rumah sakit. Kerja sama dengan perusahaan
yang ada disekitar rumah sakit akan meningkatkan jumlah pasien dan
pendapatan. Hal ini dapat meningkatkan CRR di rumah sakit X
sidoarjo.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Break Even Point (BEP) merupakan kondisi yang bisa terjadi pada
perusahaan, yaitu suatu kondisi perusahaan dalam operasionalnya tidak mendapat
keuntungan dan juga tidak menderita kerugian. Sedangkan Tingkat pemulihan
biaya (Cost recovery rate) rumah sakit adalah nilai dalam persen yang
menunjukkan seberapa besar kemampuan rumah sakit dapat menutup biayanya
dengan penerimaannya dari pendapatan fungsionalnya. Mencari BEP dapat
digunakan rumus sebagai berikut:
BEP (Unit) = Biaya Tetap
Harga jual per unit – Biaya variabel per unit
BEP (Mata Uang) = Biaya Tetap
1 – (Biaya variabel per unit / Harga jual per unit
Mencari CRR dapat digunakan rumus sebagai berikut :
CRR = Total Pendapatan x 100%

Total Pengeluaran x 100%


3.2 Saran
Demikianlah yang bisa kami sampaikan mengenai materi yang menjadi
bahasan makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya pengetahuan dan rujukan atau refrensi yang kami peroleh.
sehubungan dengan makalah ini penulis banyak berharap kepada pembaca yang
budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
para pembaca khusus pada penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Aminus, Rahmi, and Refi Sarina. 2022. “Analisis Break Even Point Sebagai Alat
Perencanaan Laba Pada Pt. Golden Oilindo Nusantara Palembang.” Jurnal
Manjemen 10(3): 354–74.
Christina, Rinda.,dan Aprilia , Rini. “Analisis Hubungan Break Even Point Dengan
Perencanaan Laba Jangka Pendek Pada Cv Adi Putra Utama Palembang”. Stie
Mdp
Erviana. (2022). Analisis Tingkat Pemulihan Biaya (Cost Recovery Rate) Instalasi
Bedah Caesar Di Rumah Sakit. Jurnal Manajemen, Ekonomi, Keuangan Dan
Akuntansi, 3(2), 638–644. Retrieved from
http://ejurnal.poltekkutaraja.ac.id/index.php/meka/article/view/196
Gavalas, Dimitris., Theodore syriopoulus., 2014. An Integrated Credit Rating and
Loan quality Model: Application To Bank Shipping Finance. University of
Aegean. Audencia School of Management. France
Kasmir. 2016. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Manuho, Priskila, Zevania Makalare, Trixie Mamangkey, and Novi Swandari
Budiarso. 2021. “Analisis Break Even Point (Bep).” Jurnal Ipteks Akuntansi
Bagi Masyarakat 5(1): 21.
Maruta, H. (2018). Analisis Break Even Point (BEP) Sebagai Dasar Perencanaan
Laba Bagi Manajemen. JAS (Jurnal Akuntansi Syariah), 2(1), 9-28. Retrieved
from https://ejournal.stiesyariahbengkalis.ac.id/index.php/jas/article/view/129
Maruta, Heru. 2018. “Laba, Perencanaan Manajemen, Bagi.” Jurnal Akuntasi
Syariah 2(1): 9–28.
Mowen, M. M., Hansen, D. R., & Heitger, D. L. (2018). Managerial accounting: The
cornerstone of business decision making, 7th Edition. Boston: Cengage
Learning.
Mutia & Heru fahlevi ,, zuraida 2020 Cost Recovery Rate & pengendalian biaya di
rumah sakit. Jurnal ASET ( AKUTANSI RISET ),12 (2),,2020.
Pkwu, M., Kelas, P., Kd, X. I., Sma, D., & Paud, D. J. (2020). PERHITUNGAN
BREAK EVEN POINT (BEP).
Nata, A. A. L., Riani, N., Marantika, A., & Apriani, E. (2021). Perencanaan laba
dengan titik impas sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pihak pengelola
CV. Randu Sari Satu. Derivatif
SITORUS, R. J., Iskandar, R., & Azis, M. (2019). ANALISIS PEMULIHAN BIAYA
(COST RECOVERY) DENGAN PENDEKATAN ACTIVITY BASED
COSTING SYSTEM DI INSTALASI GIZI RSUD A. WAHAB
SJAHRANIE. Jurnal Ilmu Manajemen Mulawarman (JIMM), 4(4).
Sugiarti, S. (2015). Analisis titik impas dan keuntungan usaha tani karet di Desa
Talang Perapat Kecamatan Seluma Barat Kabupaten Seluma.
Suprajitno, Dwi. 2018. “Analisis Perhitungan Titik Impas (Break Even Point) Dengan
Metode Margin Kontribusi Sebagai Alat Perencanaan Laba Pada Perusahaan
Roti Petanahan.” Fokus Bisnis : Media Pengkajian Manajemen dan Akuntansi
14(1): 66–88.
Suleman, D dkk. 2019. Manajemen Keuangan. Jakarta.
Suswadi, S. (2018). Analisis titik impas, tingkat efisiensi dan tingkat karakteristik
pertanian organik di Boyolali.
Sutisman, Entar dkk. 2022.ed. YERISMA WELLY. MEDIA SAINS INDONESIA.
Utami, S. N., & Adita, M. D. (2019). Pengenalan Analisis Break Even Point (BEP)
Sebagai Bekal bagi Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan Dalam
Menumbuhkan Jiwa wirausaha. Randang Tana-Jurnal Pengabdian
Masyarakat, 2(1), 54-60.
Yusuf, S., Muin, H., & Majid, M. Analisis Tingkat Pemulihan Biaya (Cost Recovery
Rate) Instalasi Bedah Caesar Di Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai