Anda di halaman 1dari 35

Tugas Kelompok

Mata Kuliah : Negosiasi dan Kemitraan Kesehatan


Dosen : Dr.Jayadi Nas, S.Sos.,MSi

KEMITRAAN ANTARA DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR DAN


BPJS KESEHATAN CABANG MAKASSAR

ANGGOTA KELOMPOK 4

ERNI (K012181066)
YUYUN S (K012181036)
NURUL AWALIA (K012181043)

SEKOLAH PASCASARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan kesehatan


dan kesempatan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas penulisan
makalah tentang “Kemitraan Kesehatan” Shalawat serta salam tidak lupa
kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, suri tauladan bagi semua
umat manusia.

Sekaligus pula kami menyampaikan rasa terima kasih kepada


bapak Dr.Jayadi Nas, S.Sos.,M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah
kemitraan kesehatan yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada
kami guna menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini, untuk itu kami mengharapkan saran dan masukan yang
konstruktif untuk perbaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat baik bagi saya maupun bagi semua pembaca.

Makassar, November 2019

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ..............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 6

A. Tinjauan Umum Tentang Kemitraan ............................................. 6


B. Tinjauan Umum BPJS Kesehatan ................................................. 9
C. Tinjauan Umum Dinas Kesehatan Kab/Kota ………………………12
D. Langkah-Langkah Dalam Kemitraan ……………………………….14
BAB III PENUTUP .................................................................................. 27

A. Kesimpulan .................................................................................. 27
B. Saran ........................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 28

Lampiran Dokumentasi

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam membangun kebijakan publik yang sehat dibutuhkan


kemitraan dengan pembuat kebijakan di semua sektor. Pentingnya
kemitraan diperkuat oleh WHO pada konfrensi international
promosi kesehatan yang menetapkan tema ‘’The New Players For
The New Era’’ yang menegaskan perlunya kemitraan yang lebih
erat dengan menghilangkan sekat-sekat penghambat serta
pengembangan antar beberapa sektor disemua tingkatan
pemerintahan dan lapisan masyarakat. Menurut Kichbush N (1997)
ada lima sektor kunci kemitraan yaitu konsumen. LSM, industri
pelayanan kesehatan, penyedia layanan, pembuat kebijakan.
Tujuan menjalin kemitraan adalah untuk mendorong semua
pihak mematuhi prinsip kesehatan untuk semua. Kemitraan dalam
promosi kesehatan oleh WHO didefinikan sebagai kesepakatan
sukarela antara dua atau lebih mitra untuk bekerjasama untuk
serangkaian hasil kesehatan bersama. Departemen kesehatan
(2003) mendefinikan kemitraan sebagai hubungan kerjasama
antara dua pihak atau lebih berdasarkan kesetaraan, keterbukaan
dan saling menguntungkan untuk mencapai tujuan bersama
berdasarkan kesepakatan prinsip dan peran masing-masing.
Program JKN-KIS antara pemerintah daerah dengan BPJS
kesehatan merupakan bentuk kemitraan di bidang kesehatan.
Tujuan kemitraan tersebut salah satu adalah untuk mencapai
Universal Health Coverage (UHC) dan peningkatan mutu
pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai yang diamanatkan dalam

1
pasal 11 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
Kemitraan BPS kesehatan dengan pemerintah daerah bukan
hanya terfokus pada pencapaian UHC akan tetapi juga memegang
prinsip kendali mutu dan kendali biaya dalam pelayanan kesehatan.
Advokasi dan dukungan untuk pemenuhan syarat operasional
fasilitas kesehatan, seperti Surat Izin Operasional (SIO) dan
Akreditasi (khusus untuk Rumah Sakit), pemanfaatan sistem Finger
Print guna memudahkan peserta mendapatkan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit, serta optimalisasi Program Rujuk Balik
bagi peserta JKN-KIS menjadi penting untuk dilaksanakan dalam
waktu terdekat.
Pelayanan rumah sakit yang berkualitas akan memberikan
kepuasan kepada pasien dan menjadi awal membangun hubungan
yang kuat untuk jangka waktu panjang. Sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan, rumah sakit perlu mengatur akses informasi
pelayanan kepada pasien, khususnya bagi peserta JKN. Fasilitas
kesehatan tidak diperkenankan menarik iuran biaya kepada peserta
selama mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya.
Dalam pelaksanaan JKN pada kenyataan tidak seperti yang
diharapkan banyak kendala dan permasalahan misal tingginya
angka tunggakan iuran peserta BPJS Kesehatan dari kepesertaan
mandiri dan banyak keluhan layanan kesehatan oleh masyarakat.
Masalah tersebut menjadi kendala tersendiri pihak BPJS
Kesehatan bersama Pemerintah Daerah dan instansi terkait
lainnya, untuk itu dibutuhkan cara untuk menemukan solusi terbaik
sehingga, pelayanan terhadap masyarakat dan pihak fasilitas
kesehatan tidak dirugikan. Peran pemerintah daerah sangat
dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut salah satu dengan
bekerjasama dengan dinas sosial untuk melakukan pendataan dan
verifikasi data jumlah peserta yang belum terdaftar dalam data

2
base program jaminan kesehatan daerah, selain itu pemerintah
daerah juga berperan dalam meningkatkan kepatuhan membayar
tunggukan iuran bagi masyarakat yang terdapat sebagai peserta
intergrasi JKN-KIS.
Program BPJS Kesehatan akan berdampak positif pada
peningkatan harapan hidup masyarakat yang diperoleh melalui
pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas. Untuk
mencapai pelayanan kesehatan yang optimal maka dewan jaminan
sosial nasional mengusulkan kenaikan iuran BPJS kesehatan,
sebagai pertimbangan atas kenaikan tersebut adalah adanya defisit
yang telah dialami BPJS kesehatan sejak awal penyelenggaraan
karena tidak sesuai dengan hitungan akturia.
Pengalaman sebelumnya jaminan kesehatan daerah yang
dikelola oleh masing-masing wilayah daerah dimana jaminan
kesehatan hanya bisa didapatkan diwilayah masing-masing akan
tetapi setelah JKN-KIS dikelola oleh BPJS kesehatan maka
pelayanan kesehatan dapat dirasakan diseluruh Indonesia. Manfaat
lain yang dirasakan dengan adanya BPJS kesehatan adalah
ketersediaan obat dan alat kesehatan yang semakin memadai.
Kemitraan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan bisa membantu pertumbuhan rumah sakit yang
bersangkutan, sebab, rumah sakit tersebut bisa menarik banyak
peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal yang menarik
dengan terjalinnya kemitraan antara rumah sakit dengan BPJS
kesehatan adalah pangsa pasar dari BPJS kesehatan yang sangat
jelas yaitu hampIr 80% penduduk Indonesia menjadi peserta BPJS
kesehatan, ada jaminan dari pihak BPJS kesehatan untuk
mengganti biaya pengobatan dan perawatan ketika pihak rumah
sakit mengajukan klaim dan dibayarkan oleh BPJS kesehatan 15
hari setelah pengajuan klaim.

3
Kemitraan pemerintah daerah dalam hal ini dinas kesehatan
dengan BPJS kesehatan masing-masing pihak akan ada
pembagian peran, pihak dinas kesehatan, dan pihak BPJS
kesehatan. Salah satu peran dinas kesehatan adalah melakukan
koordinasi dengan pihak BPJS kesehatan terkait kepesertaan PBI
dan non PBI. Peran lainnnya adalah mendorong agar terbentuknya
kemitraan antara BPJS kesehatan dan pihak rumah sakit. Selain itu
dinas kesehatan juga dapat mendorong pembuatan standar
operasional pelayanan dalam rangka pengendalian standar, rasio
dan akses peserta JKN pada fasilitas kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data tersebut diatas maka dibuat rumusan
masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana kemitraan antara BPJS kesehatan dan dinas
kesehatan?
b. Bagaimana langkah-langkah dalam pembentukan kemitraan
antara BPJS kesehatan, dan dinas kesehatan?
c. Bagaimana kendala yang dihadapi selama proses kemitraan
berlangsung dan solusi yang dapat dilakukan dalam
mengatasinya?
C. Tujuan
Tujuan umum
Untuk mendapatkan informasi terkait kemitraan BPJS kesehatan,
rumah sakit dan dinas kesehatan serta manfaat yang dirasakan
peserta BPJS kesehatan.
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kemitraan antara BPJS kesehatan dan
dan dinas kesehatan.
b. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam pembentukan
kemitraan antara BPJS kesehatan dan dinas kesehatan.

4
c. Untuk mendapatkan informasi kendala yang dihadapi
selama proses kemitraan berlangsung dan solusi yang dapat
dilakukan dalam mengatasinya

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum tentang Kemitraan


1. Definisi Kemitraan
Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong
royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual
maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah
suatu kerja sama formal antara individuindividu, kelompok-
kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas
atau tujuan tertentu.
Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum (Promkes
Depkes RI) meliputi:
a. Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan
interelasi minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-
masing pihak merupakan ”mitra” atau ”partner”.
b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk
kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik
secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.
c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik
sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-
pemerintah untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama
berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-
masing.
d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang,
kelompok atau organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan,
mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas,
menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun
keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-masing secara

6
teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan.
(Ditjen P2L & PM, 2004)
2. Prinsip-prinsip Kemitraan
Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun
suatu kemitraan oleh masing-masing naggota kemitraan yaitu:
a. Prinsip Kesetaraan (Equity)
Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin
kemitraan harus merasa sama atau sejajar kedudukannya
dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.
b. Prinsip Keterbukaan
Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-
masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki.
Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada
sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan.
Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan saling
melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra).
c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)
Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan
memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan
kontribusi masing-masing. Kegiatan atau pekerjaan akan
menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama.
3. Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan
Secara umum, model kemitraan dalam sektor kesehatan
dikelompokkan menjadi dua (Notoadmodjo, 2003) yaitu:
a. Model I
Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk
jaring kerja (networking) atau building linkages. Kemitraan ini
berbentuk jaringan kerja saja. Masing-masing mitra memiliki
program tersendiri mulai dari perencanaannya, pelaksanaannya
hingga evalusi. Jaringan tersebut terbentuk karena adanya

7
persamaan pelayanan atau sasaran pelayanan atau karakteristik
lainnya.
b. Model II
Kemitraan model II ini lebih baik dan solid dibandingkan model I.
Hal ini karena setiap mitra memiliki tanggung jawab yang lebih
besar terhadap program bersama. Visi, misi, dan kegiatan-kegiatan
dalam mencapai tujuan kemitraan direncanakan, dilaksanakan, dan
dievaluasi bersama.
Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis
atau tipe kemitraan yaitu:
a. Potential Partnership
Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu
sama lain tetapi belum bekerja bersama secara lebih dekat.
b. Nascent Partnership
Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi
kemitraan tidak maksimal
c. Complementary Partnership
Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan
pertambahan pengaruh melalui perhatian yang besar pada
ruang lingkup aktivitas yang tetap dan relatif terbatas seperti
program delivery dan resource mobilization.
d. Synergistic Partnership
Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan
pengaruh dengan masalah pengembangan sistemik melalui
penambahan ruang lingkup aktivitas baru seperti advokasi dan
penelitian.
4. Konflik dalam Kemitraan
Beberapa literatur menyebutkan makna konflik sebagai
suatu perbedaan pendapat di antara dua atau lebih anggota atau
kelompok dan organisasi, yang muncul dari kenyataan bahwa
mereka harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas

8
kerja dan mereka mempunyai status, tujuan, nilai, atau
pandangan yang berbeda, dimana masing-masing pihak
berupaya untuk memenangkan kepentingan atau pandangannya.
Sedangkan menurut Brown (1998), konflik merupakan bentuk
interaksi perbedaan kepentingan, persepsi, dan pilihan. Wujudnya
bisa berupa ketidaksetujuan kecil sampai ke perkelahian
(Purnama, 2000).
Konflik dalam organisasi biasanya terbentuk dari rangkaian
konflik sebelumnya. Konflik kecil yang muncul dan diabaikan oleh
manajemen merupakan potensi munculnya konflik yang lebih
besar dan melibatkan kelompok-kelompok dalam organisasi.
Umstot (1984) menyatakan bahwa proses konflik sebagai sebuah
siklus yang melibatkan elemen-elemen : 1) elemen isu , 2)
perilaku sebagai respon dari isu-isu yang muncul, 3) akibat-
akibat, dan 4) peristiwa-peristiwa pemicu. Faktor-faktor yang bisa
mendorong konflik adalah:
a. Perubahan lingkungan eksternal
b. Perubahan ukuran perusahaan sebagai akibat tuntutan
persaingan
c. Perkembangan teknologi,
d. Pencapaian tujuan organisasi, dan
e. Struktur organisasi

B. Tinjauan Umum tentang BPJS Kesehatan


1. Sejarah BPJS Kesehatan
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, bangsa Indonesia telah
memiliki sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk
mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk
badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum publik
berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan,

9
kehatihatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib,
dana amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan
sebesar-besarnya untuk kepentingan Peserta. Sebagaimana
amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional maka dibentuk Badan penyelenggara
Jaminan Sosial melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dengan Undang-
Undang ini dibentuk 2 (dua) BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan mulai beroperasi
menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan pada tanggal 1
Januari 2014 dan merupakan transformasi kelembagaan PT Askes
(Persero).
2. Definisi BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
adalah peleburan 4 (empat) badan usaha milik negara menjadi satu
badan hukum, 4 (empat) badan usaha yang dimaksud adalah PT
TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI, dan PT ASKES. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial ini berbentuk seperti asuransi,
nantinya semua warga indonesia diwajibkan untuk mengikuti
program ini. Dalam mengikuti program ini peserta BPJS di bagi
menjadi 2 kelompok, yaitu untuk mayarakat yang mampu dan
kelompok masyarakat yang kurang mampu.
Peserta kelompok BPJS di bagi 2 kelompok yaitu:
a. PBI (yang selanjutnya disebut Penerima Bantuan Iuran) jaminan
kesehatan, yaitu PBI adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi
fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan
Undang-undang SJSN yang iurannya dibayarkan oleh
pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan.

10
Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh
pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah.
b. Bukan PBI jaminan kesehatan
3. Visi dan Misi BPJS
Program yang dijalankan oleh pemerintah ini mempunyai visi dan
misi, visi dan misi dari program BPJS Kesehatan adalah:
a. Visi BPJS Kesehatan
“Terwujudnya jaminan kesehatan yang berkualitas tanpa
diskriminasi”
b. Misi BPJS Kesehatan
1) Memberi layanan terbaik kepada peserta dan masyarakat
2) Memperluas kepesertaan program jaminan kesehatan
mencakup seluruh penduduk Indonesia
3) Bersama menjada kesinambungan finansial program jaminan
kesehatan
4. Kepesertaan Wajib BPJS Kesehatan
Setiap warga Negara Indonesia dan warga asing yang sudah
berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi
anggota BPJS, ini sesuai dengan pasal 14 UU BPJS.
Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai
anggota BPJS. Sedangkan orang atau keluarga tidak bekerja pada
perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada
BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya
ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS di
tanggung pemerintah melalui program bantuan iuran.
Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di
sector formal, namun juga pekerja informal. Pekerja informal juga
wajib menjadi anggota BPJS kesehatan. Para pekerja wajib
mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan
manfaat yang diinginkan. Jaminan kesehatan secara universal
diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan 2019,

11
diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan
kesehatan tersebut.
Adapun Hak dan kewajiban peserta meliputi :
a. Hak Peserta, sebagai berikut :
1) Mendaapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk
memperoleh pelayanan kesehatan.
2) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan
kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
3) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
4) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran
secara tertulis ke kantor BPJS Kesehatan.
b. Kewajiban Peserta, sebagai berikut :
1) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran
yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2) Melaporkan perubahan data peserta baik karena pernikahan,
perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah
fasilitas tingkat I.
3) Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang atau
dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak.
4) Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan

C. Tinjauan Umum Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 10 tahun 2018 tentang pengawasan bidang
kesehatan. Pengawasan di bidang kesehatan adalah
mengawasi dan menegakkan pelaksanaan perudang-undangan
di bidang kesehatan. Pengawasan dalam bidang kesehatan
adalah mengawasi sumber daya di bidang kesehatan yaitu
perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat serta fasilitas

12
kesehatan, serta teknologi kesehatan yang dimanfaatkan untuk
menyelenggarakan kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tenaga
pengawas kesehatan adalah aparatur yang diangkat dan
ditugaskan untuk melakukan pengawasan di bidang kesehatan
oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan
perundangan.
Penyelenggaraan pengawasan di bidang kesehatan untuk
memastikan dilaksanakannya ketentuan perundangan di bidang
kesehatan oleh dan setiap penyelenggara kegiatan yang
berhubungan dengan sumber daya di bidang kesehatan dan
upaya kesehatan. Tenaga pengawas kesehatan terdiri dari :
a. Tenaga pengawas kesehatan pusat.
b. Tenaga pengawas kesehatan provinsi.
c. Tenaga pengawas kesehatan kabupaten/kota.
Tenaga pengawas kesehatan pusat yang dimaksud adalah
diangkat dan diberhentikan oleh menteri. Tenaga pengawas
kesehatan provinsi adalah diangkat dan diberhentikan oleh
kepala dinas kesehatan provinsi. Tenaga pengawas kesehatan
kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota.
Tenaga pengawas kesehatan harus memiliki kompetensi di
bidang pengawasan kesehatan yang diperoleh melalui
pelatihan. Selain pelatihan pengawasan di bidang kesehatan,
tenaga pengawas di bidang kesehatan dapat mengikuti
pelatihan lain. Tugas tenaga pengawas kesehatan yaitu
melakukan pengawasan terhadap objek pengawasan di bidang
kesehatan. Wewenang tenaga pengawas kesehatan yaitu
memasuki setiap tempat yang diduga digunakan untuk kegiatan

13
yang berhubungan deng sumber daya bidang kesehatan dan
upaya kesehatan.
Wewenang lain pengawas bidang kesehatan adalah
memeriksa lokasi, fasilitas, tempat yang berkaitan dengan
sumber daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan, selain
itu pengawas kesehatan memiliki kewenangan memeriksa
perizinan yang berkaitan dengan sumber daya di bidang
kesehatan dan upaya kesehatan. Tugas pengawasan di bidang
kesehatan dilakukan dari tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kota.
Dinas kesehatan bertugas  menyelenggarakan  urusan
pemerintahan daerah di bidang kesehatan untuk  membantu
Kepala Daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan operasional  di
bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian
penyakit,pelayanan kesehatan, dan kefarmasian,  alat  kesehatan,
dan sumberdaya kesehatan. Koordinasi pelaksanaan tugas,
pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan Daerah.
Pengelolaan barang milik daerah yang menjadi tanggung jawab
Dinas Kesehatan Daerah. Pelaksanaan fungsi lain yang di berikan
oleh Kepala Daerah terkait dengan bidang kesehatan.
Strategi dinas kesehatan kota Makassar tahun 2014-2019
adalah sebagai berikut : Peningkatan kulaitas dan jangkauan
pelayanan kesehatan. Kebijakan dinas kesehatan kota
Makassar tahun 2014-2019 adalah Peningkatan partisipasi
masyarakat dalam pengembangan pola hidup bersih dan sehat.

D. Langkah-Langkah Dalam Kemitraan


Jaminan kesehatan nasional adalah bagian dari program
reformasi pembangunan di bidang kesehatan, hal ini sesuai

14
dengan nawacita pemerintah melalui program Indonesia sehat
salah satunya adalah JKN. Program ini bertujuan memberikan
jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi rakyat Indonesia
untuk hidup sehat, produktif dan sejahtera.
Pelaksanaan program JKN dimulai per 1 januari 2014.
Program JKN juga dimaksudkan untuk pencapaian cakupan
kesehatan semesta (UHC) pada tahun 2019. Universal Health
Coverage (UHC) merupakan program yang memastikan setiap
warga dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap
pelayanan kesehatan, selain itu program ini untuk meningkatkan
promotive, preventik, kuratif dan rehabilitative serta jaminan
kesehatan dengan biaya yang terjangkau.
Salah satu upaya pemerintah daerah dalam memperluas
cakupan kepesertaan adalah dengan mengintegrasikan Program
Jaminan Kesehatan Daerah ke program JKN-KIS. Integrasi
Jamkesda ke JKN- KlS ini adalah wujud aktualisasi komitmen
pemerintah untuk terus menerus memberikan akses pelayanan
kesehatan yang semakin meningkat kepada masyarakat. Integrasi
Jamkesda merupakan sinergitas penyelenggaraan jaminan
kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah
dengan skema JKN-KlS yang dikelolah oleh BPJS.
Berdasarkan data yang didapatkan bahwa terdapat 46
puskesmas 44 lebih RS pemerintah dan swasta serta klinik yang
sudah bekerja sama dengan BPJS dalam memberikan pelayanan
kesehatan bagi peserta BPJS. Keterlibatan semua pihak tentunya
sangat diharapkan termasuk Bapak dan Ibu Ketua RW sebagai
organisasi yang paling dekat ke kota dalam mensosialisasikan ke
masyarakat terkait Program jaminan kesehatan nasional.

15
Langlah-langkah dalam menyusun kemitraan antara Dinas
kesehatan kota makassar dan BPJS Kesehatan cabang Makassar
sebagai berikut :
1. Menyusun Gagasan
Menyusun gagasan merupakan langkah awal dalam
penggalangan kemitraan. Menyusun gagasan harus dilakukan
dengan baik dan jelas, gagasan kemitraan harus memperhatikan
segi saling keterbukaan, kesetaraan, kedekatan dan sinergi, agar
kemitraan yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan kabupaten kota
makassar dapat berjalan dengan baik maka gagasan kemitraan
harus relevan dengan visi dan misi dinas kesehatan dan calon
mitra nantinya. Penggagasan kerjasama dengan BPJS kesehatan
dimulai dari pencapaian program UHC agar masyarakat kota
makassar dapat mengakses pelayanan kesehatan bukan hanya
rumah sakit tipe B akan tetapi juga dapat mengakses rumah sakit
tipe A.
Berdasarkan hasil kunjungan pada dinas kesehatan kota
Makassar didapatkan informasi dari ibu Wardah (staf seksi alat,
perbekalan & jaminan kesehatan) ‘’kerjasama pemerintah kota
makassar dengan BPJS kesehatan didasarkan atas
Permendagri Nomor 33 tahun 2016 dalam rangka mewujudkan
UHC pemerintah daerah melakukan integrasi Jamkesda ke
dalam JKN’’.
Lebih lanjut ibu wardah menyampaikan ‘’ bahwa kerjasama
dengan BPJS kesehatan dimulai pada bulan januari 2016 akan
tetapi efektif pelaksanaan kegiatan pada bulan februari karena
terlebih dahulu dilakukan pendataan dan verifikasi data terkait
jumlah peserta yang akan diikutkan dalam integrase JKN,
pendataan dan verifikasi data pihak dinas kesehatan
bekerjasama dengan dinas sosial kota Makssar’’.

16
Informasi dari ibu Andi Wardati (Plt Kasi Alat, Perbekalan &
Jaminan Kesehatan), bahwa ‘’ pada awalnya jaminan
kesehatan yang disediakan pemerintah kota makassar untuk
masyarakat adalah Jamkesda, kelemahan dari jaminan
kesehatan daerah adalah bahwa masyarakat hanya dapat
mengakses layanan kesehatan di daerah atau wilayah masing-
masing yang berada dibawah pengawasan dinas kesehatan
kota Makssar, kondisi ini menjadi salah satu yang melatar
belakangi kerjasama dengan BPJS kesehatan dengan harapan
agar masyarakat dapat menjadi peserta BPJS kesehatan
sehingga dapat mengakses pelayanan kesehatan lebih lanjut
termasuk rumah sakit tipe A’’.
2. Mengidentifikasi Calon Mitra
Langkah ini bertujuan untuk mengenali dan menetapkan pihak
yang sesuai diajak bermitra dalam rangka melaksanakan gagasan
kemitraan tersebut. Dalam mengidentifikasi calon mitra, dinas
kesehatan hendaknya mempertimbangkan beberapa hal antara lain
kepedulian pihak yang akan diajak bermitra, bersedia
mengembangkan komunikasi dua arah, memiliki cara kerja yang
sistematis dan memiliki koordinasi yang baik.
Kriteria lain dari calon mitra adalah mampu memberi saran dan
kontribusi dalam pelaksanaan kemitraan, selain itu calon mitra
fleksibel dan mudah dihubungi dan bersedia menyediakan waktu,
tenaga dan sumber dayanya untuk kepentingan kemitraan.
Kemitraan dinas kesehatan kota makassar dengan BPJS
kesehatan yang dijalankan mulai awal januari 2016 dimana pada
awal pelaksanaan JKN pada waktu itu masing-masing berjalan
sendiri. BPJS kesehatan dengan jaminan kesehatan nasional dan
jamkesda dijalankan pemerintah kota makassar dibawah
pengawasan dinas kesehatan kota makassar. Akan tetapi
kenyataan di lapangan selama pelaksanaan jaminan kesehatan

17
daerah banyak di dapatkan kekurangan, hingga pada akhirnya
pemerintah kota makassar melalui dinas kesehatan memulai
kerjasama dengan BPJS kesehatan
3. Bersama Merumuskan Tujuan
Hasil wawancara dengan ibu dati bahwa dalam merumuskan
tujuan, pihak dinas kesehatan melakukan pertemuan dengan BPJS
kesehatan cabang kota Makassar. Dalam pertemuan dibahas
megenai tujuan dari kerjasama kedepan yaitu tercapai pelayanan
kesehatan bagi semua masyarakat kota makassar (UHC) dan
pendataan serta verifikasi data jumlah peserta integrase ke JKN-
KIS oleh dinas kesehatan bekerjasama dengan dinas social kota
Makassar. .
Tujuan yang akan dicapai dari kerjasama ini adalah agar
seluruh komponem masyarakat yang ada di kota makassar dapat
mengakses pelayanan kesehatan baik di tingkat dasar maupun
pelayanan kesehatan di tingkat lanjut. Tujuan lainnya adalah
masyarakat kota makassar bukan hanya terdaftar sebagai peserta
jaminan kesehatan JKN-KIS yang terdaftar secara individu akan
tetapi juga terdaftar secara kelompok, alasannya adalah bahwa
masih ada dunia usaha atau pihak industri yang mengelola usaha
di makassar belum mendaftarkan karyawannya sebagai anggota
BPJS kesehatan.
Maksud dari kerjasama antara BPJS kesehatan dengan
dinas kesehatan adalah untuk memberikan dasar hukum bagi para
pihak dalam melaksanakan pendaftaran dan pembayaran iuran
peserta program jaminan yang didaftarkan oleh pemerintah kota
Makassar.
4. Menumbuhkan kesepakatan
Tujuan dari langkah ini adalah diperolehnya kesepakatan dan
ikatan antara pihak yang berinisiatif dengan pihak-pihak yang diajak
bermitra. Hasil dari langkah ini adalah sebaiknya dibuat dan

18
dirumuskan dalam bentuk perjanjian tertulis atau nota
kesepahaman ( Memorandum of Understanding ). Kesepakatan
bentuk tertulis ini nanti yang akan memberikan dua keuntungan
yaitu menjadi landasan atau payung hukum resmi yang dapat
menjamin kelangsungan kerjasama dan keuntungan kedua adalah
sebagai titik tolak untuk merumuskan rencana kerjasama atau
kemitraan.
Informasi yang didapatkan dari ibu dati ‘’bahwa dalam
perjanjian kerjasama dengan BPJS kesehatan, draf MOU telah
disediakan oleh pihak BPJS kesehatan dan diberikan kepada
dinas kesehatan untuk dipelajari terlebih dahulu setelah semua
disepakati maka draf MOU tersebut ditanda tangani secara
bersama baik oleh pihak kepela dinas kesehatan maupun oleh
kepala cabang BPJS kesehatan’’. Keterangan lebih lanjut
disampaikan ibu Wardah bahwa ‘’ draf MOU tersebut sebelum
disepakati telah dikonsultasikan dan disetujui oleh biro
hukum’’.
Dalam kesepakatan tersebut akan diuraikan peran dari pihak
dinas kesehatan dan peran BPJS kesehatan sebagai mitra. Selain
itu dalam kesepakatan ini akan diuraikan hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak. Kesepakatan kerjasama tersebut dituangkan
kedalam perjanjian kerjasama antara pemerintah kota makassar
dengan badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan cabang
makassar tentang kepesertaan program jaminan kesehatan
nasional bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah kota
makassar. MOU tersebut setiap tahun diperbaharui (2016-2019).
5. Merumuskan Rencana Kerjasama
Merumuskan rencana kerjasama adalah hal yang sangat
penting karena merupakan acuan dalam mencapai tujuan
kerjasama. Tujuannya adalah untuk memperoleh kejelasan dan

19
sinkronisasi kegiatan. Adapun rumusan kerjasama yang akan
disepakati adalah :
Pihak Dinas kesehatan kota Makassar yaitu :sebagai pihak
pertama dalam perjanjian tersebut :
a. Memiliki kewajiban melakukan pendataan dan verifikasi peserta
yang didaftarkan kepada program jaminan kesehatan nasional
dengan menetapkan jumlah peserta yang benar dan akurat
sesuai format yang disediakan oleh pihak kedua.
b. Pihak dinas kesehatan berkewajiban mengalokasikan anggaran
iuran peserta JKN-KIS.
c. Pihak dinas kesehatan berkewajiban melakukan pembayaran
kepada pihak BPJS kesehatan sesuai dengan jumlah peserta
yang telah didaftarkan..
d. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri melakukan
sosialisasi kepada peserta terkait ketentuan dan prosedur
dalam pelayanan kesehatan.
e. Mentaati semua ketentuan dan prosedur pelayanan kesehatan
yang berlaku.

Pihak BPJS Kesehatan dalam perjanjian ini :

a. Memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi peserta sesuai


dengan ketentuan yang berlaku.
b. Memberikan informasi kepada pihak dinas kesehatan mengenai
hal-hal yang berkaitan prosedur pelayanan kesehatan.
c. Menerima dan menindak lanjuti keluhan dari pihak dinas
kesehatan sehubungan dengan pelayanan kesehatan yang
diterima oleh peserta.
d. Menerima masukan dan saran dari pihak dinas kesehatan kota.
e. Mendistribusikan identitas peserta kepada pihak dinas
kesehatan kota.

20
f. Menerima semua rujukan peserta yang dibiayai oleh pemerintah
kota makassar untuk diperioritaskan ke rumah sakit pemerintah
daerah.
g. Memfasilitasi dan mempermudah koordinasi dengan pihak
layanan tingkat lanjut.
6. Melaksanakan Kerjasama
Langkah ini merupakan penerapan dari kesepakatan kerjasama
antara dinas kesehatan kota Makassar dengan BPJS kesehatan.
Dalam penerapan kerjasama dituangkan kedalam perjanjian
kerjasama antar pemerintah kota makassar dengan badan
penyelenggara jaminan sosial kesehatan cabang makassar
tertuang dalam nomor 180.440/03/BPKS/I/2019.
7. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan penting dilakukan untuk menjaga keberlanjutan
dari kegiatan kemitraan dan evaluasi penting dilaksanakan untuk
melihat seberah jauh keberhasilan yang telah dicapai dalam
kerjasama tersebut.
Pemantaun kerjasama dilaksanakan dalam bentuk
pengawasan oleh dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan
kabupaten/kota. Peranan pengawasan oleh dinas kesehatan
provinsi yaitu memfasilitasi penyediaan anggaran bagi peserta
yang integrasi ke JKN-KIS melalui APBD (40% APBD dan 60%
APBN) sebagai sumber dana dalam pembayaran iuran peserta.
Pengawasan lain yang dapat dilakukan adalah menerima
pengaduan dari peserta BPJS kesehatan terkait layanan kesehatan
yang diterima baik di tingkat pelayanan kesehatan pertama maupun
di tingkat pelayanan kesehatan lanjut/rujukan.

Monitoring dan Evaluasi (Lanjutan)


Berdasarkan Perpres nomor 75 tahun 2019 perubahan atas
Perpres nomor 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan pada

21
pasal 34 disebutkan kenaikan iuran peserta yaitu kelas III kenaikan
Rp 42.000/bulan (Rp 25.500), kelas II Rp 110.000/bulan (Rp
60.000) dan kelas I Rp 160.000/bulan (Rp 80.000), kenaikan iuran
peserta akan berlaku pada bulan januari 2020.
Kenaikan iuran peserta sebesar 100% menuai pro dan kontra
dari masyarakat. Publik menyandingkan kenaikan iuran dengan
kualitas pelayanan yang akan diterima, masyarakat menilai bahwa
masih banyak masalah dengan rencana kenaikan iuran sebesar
100%. Menaikan iuran BPJS kesehatan merupakan pilihan yang
sulit ditempuh pemerintah.
Lembaga penelitian ekonomi manajemen (LPEM FEB UI)
menyampaikan ‘’bahwa kenaikan iuran BPJS kesehatan tidak akan
menyelesaikan defisit anggaran BPJS kesehatan, alasan bahwa
penelitian yang dolakukan pada tahun 2015-2016 kenaikan iuran
BPJS kesehatan sebesar 30% hasilnya 24% masyarakat
menurunkan kelas perawatan dari kelas I turun kelas II, kelas II
turun kelas III, lebih lanjut dia mengatakan bahwa selain turun kelas
masyarakat juga akan berhenti membayar jadi kesimpulannya
bahwa kenaikan iuran tidak akan memberi pengaruh yang besar
terhadap defisit anggaran BPJS kesehatan, pemerintah sebaiknya
menganalisa pola perilaku masyarakat (Dartanto Teguh, 2019).
IDI memiliki pandangan yang berbeda terhadap kenaikan iuran
BPJS kesehatan, alasannya bahwa kenaikan iuran BPJS
kesehatan akan memberi arus kas keuangan yang sehat pada
BPJS kesehatan sehingga BPJS kesehatan akan mampu
membayar klem rumah sakit secara tepat waktu sesuai pengajuan
dari rumah sakit.
Alasan pemerintah menaikkan iuran BPJS kesehatan salah
satu adalah adanya defisit anggaran dari BPJS kesehatan yang
diperkirakan mencapai Rp 77 trilyun (2024), temuan BPK tentang
potensi kecurangan yang dilakukan pihak rumah sakit, alasan lain

22
menaikkan bahwa iuran awal BPJS kesehatan tidak sesuai dengan
hitungan akturia. Pendapat lain menyampaikan bahwa klem dari
peserta mandiri sepanjang tahun 2018 sebesar Rp 27,9 trilyun
uang yang masuk dari peserta mandiri hanya Rp 8,9 trilyun (Kepala
Biro & Komunikasi Kemenkue).
Menanggapi polemik yang ada di masyarakat, maka
pemerintah berusaha memberi, penjelasan terkait kenaikan iuran
BPJS kesehatan. Masyarakat miskin sama sekali tidak terganggu
dengan kenaikan iuran karena masyarakat miskin menjadi
tanggungan pemerintah melalui APBN (PBI) dan masyarakat
miskin yang integrasi oleh jaminan kesehatan daerah akan
ditanggung oleh pemerintah daerah melalui APBD (integrasi JKN-
KIS).
Pemerintah daerah diharapkan berperan aktif dalm upaya
membantu pemerintah pusat untuk pencapaian UHC (universal
health coverage) atau cakupan kesehatan semesta sebesar 95%
(2019). Tujuan dari UHC adalah untuk memberi keadilan pelayanan
kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat. Salah satu upaya
atau peran aktif pemerintah daerah adalah dengan meningkatkan
jumlah kepesertaan JKN-KIS dengan melakukan pendataan dan
verifikasi data dan bekerjasama dinas sosial untuk pemutakhiran
data masyarakat miskin yang integrase JKN-KIS. Upaya lain adalah
pemerintah daerah diharapkan menyisir perusahaan atau pemberi
kerja untuk mendaftarkan karyawan menjadi peserta BPJS
kesehatan serta meningkatkan kepatuhan mereka dalam
membayar iuran BPJS kesehatan setiap bulan.
Khusus pemerintah kota makassar, untuk sekarang ini tengah
bekerjasama dengan BPJS kesehatan dalam memberikan jaminan
kesehatan kepada pegawai pemerintah non pegawai negeri
(PPNPN) atau pegawai honorer, dengan adanya program ini
diharapkan setiap satuan kerja mendaftarkan pegawai honorernya

23
menjadi peserta BPJS kesehatan, upaya ini merupakan kewajiban
pemerintah daerah. Anggaran yang telah disiapkan untuk
pembayaran iuran PPNPN adalah sebesar 5% yaitu 2% dari
peserta dan 3% dari APBD kota Makassar.
E. Kendala dan Solusi
1. Kendala (Masalah)
Berbagai permasalahan yang dihadapi selama pelaksanaan
jaminan kesehatan nasional salah satunya adalah :
a. Adanya fraud
Sebagaimana telah dijelaskan pada awal bahwa fraud yang
terjadi merupakan salah satu penyebab defisit anggaran yang
dialami oleh BPJS kesehatan. Berdasar penelitian yang
dilakukan oleh ICW pada 14 provinsi salah satu adalah di
Sulawesi Selatan bahwa titik rawan terjadi kecurangan bukan
hanya didapatkan di rumah sakit akan tetapi kecurangan juga
bisa didapatkan pada tingkat pasien, kecurangan pada
pengadaan obat dan peralatan kesehatan dan kecurangan juga
terjadi pada internal BPJS kesehatan itu sendiri. Misal dari
jumlah kepesertaan yang diajukan oleh dinas kesehatan
dan dinas sosial hanya 50% yang dilaporkan oleh pihak
BPJS kesehatan, lebih lanjut pihak BPJS kesehatan tidak
memberi penjelasan terkait jumlah tersebut. Padahal jika
merujuk dari MOU yang telah disepakati bahwa pihak BPJS
kesehatan berkewajiban memberi data jumlah peserta yang
aktif sesuai yang diajukan oleh dinas kesehatan.
b. INA-CBGs
Sebuah model pembayaran yang dilakukan oleh BPJS
kesehatan dengan mengganti klaim yang diajukan oleh rumah
sakit. INA-CBGs merupakan pembayaran yang dibayarkan
sistem paket berdasarkan diagnosa pasien. Namun tidak semua
rumah sakit memahami sistem pembayaran ini dan banyak

24
mengeluh terkait keterlambatan pembayaran klaim oleh pihak
BPJS kesehatan. Sistem pembayaran ini juga menjadi celah
bagi terjadi fraud bagi pihak rumah sakit salah satu adalah
dengan melaporkan diagnose pasien tidak sesuai dengan
diagnosa pasien yang seharusnya.
c. Kapitasi berbasis kinerja
Kapitasi berbasis kinerja merupakan peraturan bersama antara
Kementerian kesehatan dan BPJS kesehatan, tujuan adalah
untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di fasilitas
tingkat pertama (FKTP) dengan meningkatnya sumber daya di
fasilitas tingkat pertama diharapkan akan dapat menekan
penumpukan pasien di rumah sakit. Indikator yang dinilai adalah
angka kontak untuk menilai aksesabilitas dan pemanfaatan
pelayanan pada FKTP, indikator lainnya adalah system rujukan
yang terselenggara sesuai indikasi medis, indikator rasio
peserta prolanis (Program pengelolaan penyakit kronis).
d. Defisit BPJS kesehatan
Defisit BPJS kesehatan prediksi awal adalah Rp 28 trilyun,
faktanya adalah Rp 32 trilyun (Wamenkue, 2019), kemudian
direktur utama BPJS (Fachmi idris) kesehatan memperkirakan
defisit akan bertambah menjadi Rp 77 trilyun (2024).
Terkhusus kota Makassar, pemerintah daerah merasakan
kendala yaitu masih ada beberapa dunia usaha yang belum
mendaftarkan karyawannya sebagai peserta jaminan kesehatan
nasional, masyarakat kota makassar belum semua terkaper
sebagai peserta JKN-KIS disebabkan oleh masih kurang menerima
informasi bagaimana cara untuk mendaftarkan diri menjadi peserta
JKN-KIS dan masih ada tunggakan dari pemerintah daerah
mengenai iuran yang wajib dibayarkan setiap bulan kepada BPJS
kesehatan.

25
2. Solusi
Berdasarkan masalah yang telah disajikan diatas maka solusi
yang dapat diberikan adalah :
a. JKN merupakan sistem asuransi kesehatan yang bersifat wajib,
diharapkan seluruh komponem termasuk pemerintah daerah
membantu menyukseskan program tersebut.
b. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
jumlah cakupan peserta BPJS kesehatan, hal ini sejalan dengan
Permedagri nomor 33 tahun 2016 terkait pedoman penyusunan
APBD tahun anggaran 2018, bahwa dalam rangka mewujudkan
UHC pemerintah daerah wajib melakukan integrase jamkesda
ke dalam JKN.
c. Pemerintah daerah wajib membantu pemerintah pusat untuk
menyisir dunia usaha atau perusahaan yang belum
mendaftarkan karyawan sebagai peserta BPJS kesehatan.
d. Pemerintah daerah wajib menganggarkan iuran peserta setelah
mendaftarkan kepada BPJS kesehatan melalui APBD.
e. Pemerintah pusat dan daerah hendaknya membuat regulasi
yang mengatur kepatuhan dalam membayar iuran peserta BPJS
kesehatan.
f. KPK dan Kemenkes berkomitmen membuat satuan tugas anti
fraud.
g. Kenaikan iuran BPJS kesehatan hendaknya berbanding lurus
dengan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima.
h. Meninjau kembali system paket yang diterapkan oleh BPJS
kesehatan yaitu INA-CBGs.
i. Menerapkan regulasi yang telah dibuat oleh Kementerian
kesehatan terkait fraud, upaya pencegahan, deteksi dini dan
sanksi yang diterima jika melakukan kecurangan (Permenkes
nomor 16 tahun 2019) yang disahkan pada bulan agustus 2019.

26
j. Melakukan koreksi secara menyeluruh pada internal BPJS
kesehatan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Integrasi jaminan kesehatan daerah ke dalam jaminan


kesehatan nasional merupakan upaya kepedulian pemerintah
daerah terhadap cakupan pelayanan kesehatan. Penggagasan
kerjasama dengan BPJS kesehatan dimulai dari pencapaian
program UHC agar masyarakat kota makassar dapat mengakses
pelayanan kesehatan bukan hanya rumah sakit tipe B akan tetapi
juga dapat mengakses rumah sakit tipe A. kemitraan pemerintah
daerah melalui dinas kesehatan dengan BPJS kesehatan tertuang
dalam MOU sebagai payung hukum pelaksanaan jaminan
kesehatan di daerah.

B. Saran

1. Kemitraan pemerintah kota makassar melalui dinas kesehatan


dengan BPJS kesehatan hendaknya dilakukan evaluasi terhadap
kemajuan dalam pelaksanaan demi menjaga kepatuhan kedua
belah pihak dalam melaksanakan MOU.
2. Jika dalam perjalanan kemitraan tersebut didapatkan hal yang
tidak sesuai dengan perjanjian awal, hendaknya kedua belah
pihak mengkaji kembali perjanjian awal yang telah disepakati.
3. Jika salah satu pihak dari yang bermitra melakukan hal yang
melanggar dari perjanjian awal sebaiknya dikaji kembali, apakah
dibutuhkan pemberian sanksi jika ada yang melakukan

27
pelanggaran, agar kedua pihak dapat menjalankan kemitraan
dengan penuh kepatuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Sutisna. 2017. Kemitraan Dalam Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan,

(Online),(https://digilib.uns.ac.id diakses 13 November 2019).

Dinas Kesehatan Kota Makassar. Profil Kesehatan Kota Makassar.

(Online), (http://dinkeskotamakassar.com.2009.diakses 13

November 2019).

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Profil Kesehatan Provinsi

Sulawesi Selatan. (Online). (http://dinkes.sulselprov.go.id diakses

14 November 2019).

Pemerintah Kota Makassar, Perjanjian Kerjasama Nomor


180.440/03/BPKS/I/2019, nomor 630/KTR/IX/1218.

BPJS Kesehatan, 2014. Pedoman Umum : Tata Kelola yang Baik (Good
Governace) BPJS Kesehatan (https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/pdf)
Diakses 13 November 2019.
BPJS Kesehatan, 2017. Visi dan Misi BPJS Kesehatan. (https://www.bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/pages/detail/2010/2) Diakses 13 November 2019.
Brown, A. (1998). Organizational Culture. 2nd. UK: Pearson Education
Limited.
Keputusan Menteri Kesehatan RI 2004, No. 1204/MENKES/SK/X/2004,
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Levinger, Beryl dan Jean Mulroy. 2004. A Partnership Model for Public
Health: Five Variables for produxtive Collaboration. Washington,DC:
Pact Publications.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka
Cipta, Jakarta.

28
Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan rumah sakit
umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah
Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Menkes RI. 1998. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesian Nomor. 159b/MENKES/PER/II/1988. Tentang Rekam
Medis. Jakarta: Kementrian.

29
Lampiran Dokumentasi

DOKUMENTASI KEGIATAN

Kunjungan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

Wawancara Terkait Kemitraan dengan BPJS kesehatan,


H.Hasbulla, SKM.,M.Kes (Kep.Subag.Program).

30
Kunjungan Dinas Kesehatan Kota Makassar

Wawancara Terkait Kemitraan dengan BPJS kesehatan, Andi Wirdati


Ambas, SKM.,M.Kes (Plt.Kasi Alat, Perbekalan & Jaminan Kesehatan).

31
32

Anda mungkin juga menyukai