Disusun Oleh:
Kelompok 7
Dosen Pengampu:
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada
kita semua, serta shalawat dan salam yang senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, sehingga makalah yang berjudul "Pembiayaan Kesehatan di Sarana
Pelayanan Kesehatan" ini dapat disusun dengan baik, lancar, dan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembiayaan dan
Penganggaran Kesehatan dengan dosen pengampu Ibu Dr. Dra. Sri Siswati, S.H., Apt., M. Kes
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan baik itu kepada pembaca
maupun kami sendiri. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang
telah berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian kesehatan selain
sebagai hak asasi manusia, kesehatan juga merupakan suatu investasi hal tersebut perlu di
dukung dengan fasilitas/sarana rumah sakit yang baik. Agar fasilitas pelayanan kesehatan dapat
berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, harus didukung dengan
sarana dan prasarana, tenaga kesehatan, serta pembiayaan yang memada , sehingga
memerlukan perangkat hukum kesehatan yang dinamis yang dapat memberikan kepastian dan
perlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahkan, dan memberi dasar bagi pelayanan
kesehatan Masyarakat.
1
4. Apa itu pembiayaan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan?
7. Apa contoh studi kasus dari pembiayaan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider), adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka dilihat pengertian
ini bahwa biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama
pemerintah dan ataupun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan
menyelenggarakan upaya kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan
kesehatan lebih menunjuk kepada seluruh biaya investasi (investment cost) serta
seluruh biaya operasional (operational cost).
2. Pemakai Jasa Pelayanan (Health consumer), adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini biaya kesehatan
menjadi persoalan utama para pemakai jasa pelayanan, namun dalam batas-batas
tertentu pemerintah juga turut serta, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan
kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya. Besarnya dana
bagi pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus
dikeluarkan (out of pocket )untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.
a. Dana
3
Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain
terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk
mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus
mencukupi dan dapat dipertanggungjawabkan.
b. Sumber daya
Ciri utama model direct payment adalah setiap individu menanggung secara
langsung besaran biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat penggunaannya.
Pada mumnya sistem ini akan mendorong penggunaan pelayanan kesehatan secara
lebih hati-hati, serta adanya kompetisi antara para provider pelayanan kesehatan untuk
menarik konsumen atau free market. Meskipun tampaknya sehat, namun transaksi
kesehatan pada umumnya bersifat tidak seimbang dimana pasien sebagai konsumen
tidak mampu mengenali permasalahan dan kebutuhannya, sehingga tingkat
kebutuhan dan penggunaan jasa lebih banyak diarahkan oleh provider. Sehingga free
market dalam pelayanan kesehatan tidak selalu berakhir dengan peningkatan mutu
dan efisiensi namun dapat mengarah pada penggunaan terapi yang berlebihan.
2. User payments
4
Dalam model ini, pasien membayar secara langsung biaya pelayanan
kesehatan baik pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta. Perbedaannya
dengan model informal adalah besaran dan mekanisme pembayaran, juga
kelompok yang menjadi pengecualian telah diatur secara formal oleh pemerintah dan
provider. Bentuk yang paling kompleks adalah besaran biaya yang bebeda setiap
kunjungan sesuai dengan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan (biasanya
terjadiuntuk fasilitas pelayanan kesehatan swasta). Namun model yang umum
digunakan adalah ’flat rate’, dimana besaran biaya per-episode sakit bersifat tetap.
3. Saving based
Model ini mempunyai karakteristik ‘risk spreding’ pada individu namun tidak
terjadi risk pooling antar individu. Artinya biaya kesehatan langsung, akan
ditanggung oleh individu sesuai dengan tingkat penggunaannya,namun individu
tersebut mendapatkan bantuan dalam mengelola pengumpulan dana (saving) dan
penggunaannya bila mana membutuhkan pelayanan kesehatan. Biasanya model ini
hanya mampu mencakup pelayanan kesehatan primer dan akut, bukan pelayanan
kesehatan yang bersifat kronis dan kompleks yang biasanya tidak bisa ditanggung
oleh setiap individu meskipun dengan mekanisme saving. Sehingga modelini tidak
dapat dijadikan model tunggal pada suatu negara, harus didukung model lain yang
menanggung biaya kesehatan lain dan pada kelompok yang lebih luas.
4. Informal
Ciri utama model ini adalah bahwa pembayaran yang dilakukan oleh individu
pada provider kesehatan formal misalnya dokter, bidan tetapi juga pada provider
kesehatan lain misalnya: mantri, dan pengobatan tradisional; tidak dilakukan secara
formal atau tidak diatur besaran, jenis dan mekanisme pembayarannya.Besaran
biaya biasanya timbul dari kesepakatan atau banyak diatur oleh provider dan juga
dapat berupa pembayaran dengan barang. Model ini biasanya muncul pada negara
berkembang dimana belum mempunyai sistem pelayanan kesehatan dan
pembiayaan yang mampu mencakup semua golongan masyarakat dan jenis
pelayanan.
5. Insurance Based
5
Sistem pembiayaan dengan pendekatan asuransi mempunyai perbedaan
utama dimana individu tidak menanggung biaya langsung pelayanan kesehatan.
Konsep asuransi memiliki dua karakteristik khusus yaitu pengalihan resiko
kesakitan pada satu individupada satu kelompok serta adanya sharing looses
secara adil. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa satu kelompok individu
mempunyai resiko kesakitan yang telah diperhitungkan jenis, frekuensi dan
besaran biayanya. Keseluruhan besaran resiko tersebut diperhitungkan dan dibagi
antar anggota kelompok sebagai premi yang harus dibayarkan. Apabila anggota
kelompok, maka keseluruhan biaya pelayanan kesehatan sesuai yang diperhitungkan
akan ditanggung dari dana yang telah dikumpulkan bersama. Besaran premi dan jenis
pelayanan yang ditanggung serta mekanime pembayaran ditentukan oleh organisasi
pengelola danaasuransi
2.5 Pembiayaan Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan Indonesia
6
2. Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak
ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health
insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related Group (DRG
system). Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan
kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk
pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan
system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK
atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar
perkalian anggota dengan satuan biaya (unicost) tertentu. Salah satu lembaga di
Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat). Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh
dengan system kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat
diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan
pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis
penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi
kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK.
Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat terjadinya
underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang diberikan
kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, jika peserta
tidak banyak bergabung dalam system ini, maka resiko kerugian tidak dapat
terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan system ini berupa PPK
mendapat jaminan adanya pasien (captive market), mendapat kepastian dana di tiap
awal periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya
multidrug dan multidiagnose. Dan system ini akan membuat PPK lebih kearah preventif
dan promotif kesehatan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan
dengan sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan
dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan ( Fee for Service) yang selama
ini berlaku.
Telah kita ketahui bersama bahwa sumber pembiayaan untuk penyediaan fasilitas-
fasilitas kesehatan melibatkan dua pihak utama yaitu pemerintah (public) dan swasta ( private).
7
Kini masih diperdebatkan apakah kesehatan itu sebenarnya barang public atau private
mengingat bahwa fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipegang oleh pihak swasta ( private)
cenderung bersifat komersil. Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi
penyediaan fasilitas kesehatan, lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah
sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak
swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Hal ini tentunya akan menjadi kendala
terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah.
8
d. Keuntungan badan usaha milik daerah
e. Penjualan aset dan obligasi daerah
f. Hutang pemerintah daerah
9
Selanjutnya dengan diikutsertakannya masyarakat membiayai pemanfaatan pelayanan
kesehatan, maka pelayanan kesehatan tidaklah cuma-cuma.
Masyarakat diharuskan membayar pelayanan kesehatan yang dimanfaatkannya.
Sekalipun pada saat ini makin banyak saja negara yang mengikutsertakan masyarakat
dalam pembiayaan kesehatan, namun tidak ditemukan satu negara pun yang pemerintah
sepenuhnya tidak ikut serta. Pada negara yang peranan swastanya sangat dominan pun
peranan pemerintah tetap ditemukan. Paling tidak dalam membiayai upaya kesehatan
masyarakat, dan ataupun membiayai pelayanan kedokteran yang menyangkut
kepentingan masyarakat yang kurang mampu.
Dari data yang ada, proporsi pembiayaan kesehatan di kota berdasarkan sumber
anggaran didominasi oleh Pendapatan Asli Daerah sebesar 57,1% pada tahun 2013 dan 56,32%
pada tahun 2014. diikuti oleh dana alokasi umum pada urutan kedua sebesar 22,45% pada tahun
2013 dan 28,99% pada tahun 2014. dana dari BPJS sendiri pada tahun 2013 sebesar 0,26% dan
1,48% pada tahun 2014. Sedangkan sumber anggaran tertinggi pada daerah kabupaten yaitu
Dana Alokasi Umum sebesar 39,71% pada 2013 dan 39,04% pada 2014. disusul oleh
Pendapatan Asli Daerah sebesar 17,91% tahun 2013 dan 20,36% tahun 2014. pada daerah
kabupaten, BPJS menyumbang sebesar 0,19% pada tahun 2013 dan naik sebesar 8,69% pada
2014.
10
Berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN memberikan efek positif bagi
pembiayaan kesehatan ditandai dengan semakin meningkatnya pembiayaan kesehatan pada
pelayanan yang bersifat kuratif. sesuai dengan UU No.36 Tahun 2019 pasal 170 ayat (1) dan
ayat (2) mengenai prioritasa alokasi anggaran sebesar 2/3 digunakan untuk kepentingan
pelayanan publik baik yang bersumber dari APBN atau APBD. Dengan adanya dana yang
memadai maka diharapkan pemerintah dapat merencanakan pembiayaan kesehatan sesuai
dengan prioritas di masing-masing daerah. Kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk
melaksanakan pelayanan kesehatan primer seperti perbaikan lingkungan, peningkatan status
kesehatan, serta pencegahan penyakit dan kematian. Kegiatan lain seperti surveilans,
pencatatan dan pelaporan pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat juga dapat menjadi
penunjang upaya kesehatan. Masalah yang masih sering terjadi dalam kegiatan pembiayaan
kesehatan di Indonesia yaitu belum optimalnya efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan
anggaran. Hal ini disebabkan karena kurangnya alokasi anggaran, pengalokasian anggaran
berfokus pada investasi barang dan kegiatan yang tidak langsung, serta anggaran yang tidak
sesuai dengan prioritas. Sehingga masih banyak daerah yang belum bisa mengalokasikan
anggaran kesehatan dikarenakan adanya kendala dalam kapasitas keuangan daerah yang
rendah. Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan di atas yaitu
memperbaiki serta meningkatkan sistem pembiayaan kesehatan termasuk pembiayaan PBI
JKN. hal ini dilakukan untuk menjamin pembiayaan kesehatan yang cukup dan berkelanjutan
serta dengan alokasi yang adil.
11
ini, serta dengan keterbatasan resources yang ada, maka sistem managed care merupakan
pilihan yang tepat dalam mengatasi masalah pembiayaan kesehatan.
Managed care dianggap tepat untuk kondisi di Indonesia, kemungkinan karena sistem
pembiayaan managed care dikelola secara terintegrasi dengan sistem pembiayaan, dengan
managed care berarti badan pengelola dana (perusahaan asuransi) tidak hanya berperan sebagai
juru bayar, sebagaimana berlaku pada asuransi tradisional, tapi ikut berperan dalam dua hal
penting, yaitu pengawasan mutu pelayanan (quality control) dan pengendalian biaya (cost
containment). Dengan cara ini, maka pengelola dana (asuransi) ikut mengendalikan mutu
pelayanan yang diberikan kepada pesertanya.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh
perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sumber biaya kesehatan dapat berasal dari
anggaran pemerintah, anggaran masyarakat, bantuan dari dalam dan luar negeri, serta gabungan
anggaran pemerintah dan masyarakat. Pembiayaan kesehatan harus kuat, stabil, dan selalu
berkesinambungan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan
(equity), efisiensi (efficiency), dan efektifitas (effectiveness) pembiayaan kesehatan itu sendiri.
Hal yang penting dalam pembiayaan kesehatan adalah cara memanfaatkan biaya tersebut
secara efektif dan efisien dari aspek ekonomi dan sosial serta dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat yang membutuhkan. Oleh karena itu, syarat pokok dalam pembiayaan kesehatan
haruslah saling berkesinambungan.
Syarat pokok dari pembiayaan kesehatan adalah jumlah yang cukup yang dapat membiayai
penyelenggaraan semua upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak menyusahkan
masyarakat yang ingin memanfaatkannya, penyebaran dana yang harus sesuai dengan
kebutuhan dan pemanfatan yang optimal agar dapat meningkatkan kualitas peyanan kesehatan
yang baik. Sedangkan fungsi pembiayaan kesehatan adalah penggalian dana untuk upaya
kesehatan masyarakat, pengalokasian dana yang bersumber dari pemerintah ataupun dari
masyarakat dan pembelanjaan untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam apa yang kami
susun, baca, dan pahami. Oleh karena itu, kami sangat menerima kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk pembuatan makalah lainnya. Semoga makalah ini dapat
menambah wawasan para pembaca dan bermanfaat sebagai mana mestinya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-
Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
UU No.36 Tahun 2019 pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) mengenai prioritasa alokasi anggaran
M.Sc, G. V. S., 2018. Pembiayaan Pelayanan Kesehatan (Health Care Financing), Jakarta: s.n.
14