Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PEMBIAYAAN DAN PENGANGGARAN KESEHATAN

“Pembiayaan Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan”

Disusun Oleh:

Kelompok 7

Fadilah Yuma Zahara 2111212032

Khairani Sa'adah 2111211044

Nur Dinie Assyifa 2111217004

Radisa Audrien Fanry 2111213010

Sri Mulyaningsih 2111212058

Ufi Chaerani 2111213031

Dosen Pengampu:

Dr. Dra. Sri Siswati, S.H., Apt. M. Kes.

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada
kita semua, serta shalawat dan salam yang senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, sehingga makalah yang berjudul "Pembiayaan Kesehatan di Sarana
Pelayanan Kesehatan" ini dapat disusun dengan baik, lancar, dan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembiayaan dan
Penganggaran Kesehatan dengan dosen pengampu Ibu Dr. Dra. Sri Siswati, S.H., Apt., M. Kes
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan baik itu kepada pembaca
maupun kami sendiri. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang
telah berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 13 Maret 2023

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................................ 2
BAB II ....................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Pembiayaan Kesehatan ................................................................................ 3
2.2 Tujuan Pembiayaan Kesehatan ...................................................................................... 3
2.3 Unsur-Unsur Pembiayaan Kesehatan ............................................................................ 3
2.4 Pembiayaan Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan ............................................... 4
2.6 Sumber Pembiayaan Kesehatan Nasional ..................................................................... 7
2.7 Studi Kasus .................................................................................................................. 10
BAB III ................................................................................................................................... 13
PENUTUP .............................................................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 13
3.2 Saran ............................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk dapat mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya perlu


diselenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa
Indonesia. Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan RI telah menetapkan visi masyarakat
sehat yang mandiri dan berkeadilan dengan salah satu strateginya meningkatkan pembiayaan
pembangunan kesehatan. Badan kesehatan dunia (WHO) telah mengadakan analisis sistem
kesehatan ke berbagai negara dengan dihasilkan bahwa mutu sistem pelayanan kesehatan tidak
semata- mata ditentukan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembiayaan kesehatan
tersebut. (Ediani, 2015). Salah satu sub sistem kesehatan nasional adalah subsistem
pembiayaan kesehatan. Ditinjau dari definisi sehat, sebagaimana yang dimaksud oleh WHO
maka pembiayaan pembangunan perumahan dan atau pembiayaan pengadaan pangan, yang
karena dan juga memiliki dampak terhadap derajat kesehatan, seharusnya turut pula
diperhitungkan. Pada akhir- akhir ini, dengan makin bertambahnya sumber dana yang tersedia,
maka perhatian terhadap sub sistem pembiyaan kesehatan makin meningkat (Ekalora, 2012)
Pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu dari ekonomi kesehatan (health
economy).

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian kesehatan selain
sebagai hak asasi manusia, kesehatan juga merupakan suatu investasi hal tersebut perlu di
dukung dengan fasilitas/sarana rumah sakit yang baik. Agar fasilitas pelayanan kesehatan dapat
berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, harus didukung dengan
sarana dan prasarana, tenaga kesehatan, serta pembiayaan yang memada , sehingga
memerlukan perangkat hukum kesehatan yang dinamis yang dapat memberikan kepastian dan
perlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahkan, dan memberi dasar bagi pelayanan
kesehatan Masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari pembiayaan kesehatan?

2. Apa tujuan dari pembiayaan kesehatan?

3. Apa saja unsur-unsur dari sistem pembiayaan kesehatan?

1
4. Apa itu pembiayaan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan?

5. Bagaimana pembiayaan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan di indonesia?

6. Dari mana saja sumber dari pembiayaan kesehatan nasional?

7. Apa contoh studi kasus dari pembiayaan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui:

1. Menjelaskan tentang pengertian pembiayaan kesehatan.

2. Menjelaskan tentang tujuan pembiayaan kesehatan.

3. Menjelaskan tentang unsur-unsur dari sistem pembiayaan kesehatan.

4. Menjelaskan tentang pembiayaan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan.

5. Menjelaskan tentang pembiayaan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan di


Indonesia.

6. Menjelaskan tentang sumber dari pembiayaan kesehatan nasional.

7. Menjelaskan tentang studi kasus dari pembiayaan kesehatan di sarana pelayanan


kesehatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pembiayaan Kesehatan

Proses pelayanan kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan pembiayaan kesehatan.


Biaya kesehatan ialah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan danatau
memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Berdasarkan pengertian ini, maka biaya kesehatan dapat ditinjau
dari dua sudut yaitu berdasarkan:

1. Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider), adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka dilihat pengertian
ini bahwa biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama
pemerintah dan ataupun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan
menyelenggarakan upaya kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan
kesehatan lebih menunjuk kepada seluruh biaya investasi (investment cost) serta
seluruh biaya operasional (operational cost).
2. Pemakai Jasa Pelayanan (Health consumer), adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini biaya kesehatan
menjadi persoalan utama para pemakai jasa pelayanan, namun dalam batas-batas
tertentu pemerintah juga turut serta, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan
kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya. Besarnya dana
bagi pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus
dikeluarkan (out of pocket )untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.

2.2 Tujuan Pembiayaan Kesehatan

Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan


jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan
berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

2.3 Unsur-Unsur Pembiayaan Kesehatan

a. Dana

3
Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain
terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk
mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus
mencukupi dan dapat dipertanggungjawabkan.

b. Sumber daya

Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar,


regulasi dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna
dalam upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk
mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.

c. Pengelolaan Dana Kesehatan

Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat aturan


yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan
kesehatan, baik oleh Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang
mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan.

2.4 Pembiayaan Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan

Dalam menjalankan pelayana kesehatan terdapat beberapa model pembiayaan


kesehatan di sarana pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh beberapa negara, berdasarkan
sumber pembiayaannya:

1. Direct Payments by Patients

Ciri utama model direct payment adalah setiap individu menanggung secara
langsung besaran biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat penggunaannya.
Pada mumnya sistem ini akan mendorong penggunaan pelayanan kesehatan secara
lebih hati-hati, serta adanya kompetisi antara para provider pelayanan kesehatan untuk
menarik konsumen atau free market. Meskipun tampaknya sehat, namun transaksi
kesehatan pada umumnya bersifat tidak seimbang dimana pasien sebagai konsumen
tidak mampu mengenali permasalahan dan kebutuhannya, sehingga tingkat
kebutuhan dan penggunaan jasa lebih banyak diarahkan oleh provider. Sehingga free
market dalam pelayanan kesehatan tidak selalu berakhir dengan peningkatan mutu
dan efisiensi namun dapat mengarah pada penggunaan terapi yang berlebihan.

2. User payments

4
Dalam model ini, pasien membayar secara langsung biaya pelayanan
kesehatan baik pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta. Perbedaannya
dengan model informal adalah besaran dan mekanisme pembayaran, juga
kelompok yang menjadi pengecualian telah diatur secara formal oleh pemerintah dan
provider. Bentuk yang paling kompleks adalah besaran biaya yang bebeda setiap
kunjungan sesuai dengan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan (biasanya
terjadiuntuk fasilitas pelayanan kesehatan swasta). Namun model yang umum
digunakan adalah ’flat rate’, dimana besaran biaya per-episode sakit bersifat tetap.

3. Saving based

Model ini mempunyai karakteristik ‘risk spreding’ pada individu namun tidak
terjadi risk pooling antar individu. Artinya biaya kesehatan langsung, akan
ditanggung oleh individu sesuai dengan tingkat penggunaannya,namun individu
tersebut mendapatkan bantuan dalam mengelola pengumpulan dana (saving) dan
penggunaannya bila mana membutuhkan pelayanan kesehatan. Biasanya model ini
hanya mampu mencakup pelayanan kesehatan primer dan akut, bukan pelayanan
kesehatan yang bersifat kronis dan kompleks yang biasanya tidak bisa ditanggung
oleh setiap individu meskipun dengan mekanisme saving. Sehingga modelini tidak
dapat dijadikan model tunggal pada suatu negara, harus didukung model lain yang
menanggung biaya kesehatan lain dan pada kelompok yang lebih luas.

4. Informal

Ciri utama model ini adalah bahwa pembayaran yang dilakukan oleh individu
pada provider kesehatan formal misalnya dokter, bidan tetapi juga pada provider
kesehatan lain misalnya: mantri, dan pengobatan tradisional; tidak dilakukan secara
formal atau tidak diatur besaran, jenis dan mekanisme pembayarannya.Besaran
biaya biasanya timbul dari kesepakatan atau banyak diatur oleh provider dan juga
dapat berupa pembayaran dengan barang. Model ini biasanya muncul pada negara
berkembang dimana belum mempunyai sistem pelayanan kesehatan dan
pembiayaan yang mampu mencakup semua golongan masyarakat dan jenis
pelayanan.

5. Insurance Based

5
Sistem pembiayaan dengan pendekatan asuransi mempunyai perbedaan
utama dimana individu tidak menanggung biaya langsung pelayanan kesehatan.
Konsep asuransi memiliki dua karakteristik khusus yaitu pengalihan resiko
kesakitan pada satu individupada satu kelompok serta adanya sharing looses
secara adil. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa satu kelompok individu
mempunyai resiko kesakitan yang telah diperhitungkan jenis, frekuensi dan
besaran biayanya. Keseluruhan besaran resiko tersebut diperhitungkan dan dibagi
antar anggota kelompok sebagai premi yang harus dibayarkan. Apabila anggota
kelompok, maka keseluruhan biaya pelayanan kesehatan sesuai yang diperhitungkan
akan ditanggung dari dana yang telah dikumpulkan bersama. Besaran premi dan jenis
pelayanan yang ditanggung serta mekanime pembayaran ditentukan oleh organisasi
pengelola danaasuransi
2.5 Pembiayaan Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan Indonesia

Pembiayaan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan Indonesia secara umum terbagi


dalam 2 sistem yaitu:

1. Fee for Service ( Out of Pocket )

Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan


layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi
pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan
berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin
banyak pula pendapatan yang diterima. Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini
masih bergantung pada sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini.
Dari laporan World Health Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%)
masyarakat Indonesia masih bergantung pada system Fee for Service dan hanya 8,4%
yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan sistem Fee
for Service adalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK)
untuk memanfaatkan hubungan Agency Relationship, dimana PPK mendapat imbalan
berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang besar-
kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani,
semakin besar pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke
pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan
volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang lebih banyak.

6
2. Health Insurance

Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak
ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health
insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related Group (DRG
system). Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan
kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk
pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan
system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK
atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar
perkalian anggota dengan satuan biaya (unicost) tertentu. Salah satu lembaga di
Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat). Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh
dengan system kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat
diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan
pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis
penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi
kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK.
Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat terjadinya
underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang diberikan
kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, jika peserta
tidak banyak bergabung dalam system ini, maka resiko kerugian tidak dapat
terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan system ini berupa PPK
mendapat jaminan adanya pasien (captive market), mendapat kepastian dana di tiap
awal periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya
multidrug dan multidiagnose. Dan system ini akan membuat PPK lebih kearah preventif
dan promotif kesehatan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan
dengan sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan
dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan ( Fee for Service) yang selama
ini berlaku.

2.6 Sumber Pembiayaan Kesehatan Nasional

Telah kita ketahui bersama bahwa sumber pembiayaan untuk penyediaan fasilitas-
fasilitas kesehatan melibatkan dua pihak utama yaitu pemerintah (public) dan swasta ( private).

7
Kini masih diperdebatkan apakah kesehatan itu sebenarnya barang public atau private
mengingat bahwa fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipegang oleh pihak swasta ( private)
cenderung bersifat komersil. Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi
penyediaan fasilitas kesehatan, lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah
sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak
swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Hal ini tentunya akan menjadi kendala
terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah.

Tingginya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan jika menggunakan fasilitas-fasilitas


kesehatan swasta tidak sebanding dengan kemampuan ekonomi sebagian besar masyarakat
Indonesia yang tergolong menengah ke bawah. Sebelum desentralisasi alokasi anggaran
kesehatan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan menggunakan model negosiasi ke provinsi-
provinsi. Ketika sifat big-bang kebijakan desentralisasi mengenai sektor kesehatan, tiba-tiba
menjadi alokasi anggaran pembangunan yang disebut dana alokasi umum (DAU). Dan yang
mengejutkan bahwa anggaran kesehatan eksplisit tidak dimasukan di dalam formula DAU.
Akibatnya, dinas kesehatan berjuang mendapatkan anggaran untuk sektor kesehatan sendiri.
Pemerintah di sektor kesehatan harus merencanakan dan menganggarkan program kesehatan,
dan bersaing untuk mendapatkan dana dengan sektor lain.

Secara umum sumber biaya kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Bersumber dari anggaran pemerintah


Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya
ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh
pemerintah sehingga sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatandisediakan
oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik, sistem ini sulit
dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar. Anggaran yang bersumber
dari pemerintah ini dibagi juga menjadi :
a. Pemerintahan pusat dan dana dekonsentrasi, dana program kompensasi BBM dan
ABT
b. Pemerintah provinsi melalui skema dana provinsi (PAD ditambah dana
desentralisasi DAU provinsi dan DAK provinsi)
c. Pemerintah kabupaten atau kota melalui skema dana kabupaten atau kota (PAD
ditambah dana desentralisasi DAU kabupaten atau kota dan DAK kabupaten atau
kota

8
d. Keuntungan badan usaha milik daerah
e. Penjualan aset dan obligasi daerah
f. Hutang pemerintah daerah

2. Bersumber dari anggaran masyarakat


Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan
agar masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan
maupun pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya pelayanan- pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat
berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh
pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. Contohnya CSR atau (Corporate Social
Reponsibility) dan pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai atau melalui
sistem asuransi. Dana yang bersumber dari swasta anatara lain :
a. Perusahaan swasta
b. Lembaga swadaya masyarakat
c. Dana kemanusiaan (charity)

3. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri


Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-
penyakit tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya oleh
organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. Misalnya bantuan dana dari luar
negeri untuk penanganan HIV dan virus H5N1 yang diberikan oleh WHO kepada
negara- negara berkembang (termasuk Indonesia).

4. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat


Sistem ini banyak diadopsi oleh negara- negara di dunia karena dapat
mengakomodasi kelemahan-kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan
kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung
sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem
ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang
dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan. Dengan ikut sertanya masyarakat
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, maka ditemukan pelayanan kesehatan swasta.

9
Selanjutnya dengan diikutsertakannya masyarakat membiayai pemanfaatan pelayanan
kesehatan, maka pelayanan kesehatan tidaklah cuma-cuma.
Masyarakat diharuskan membayar pelayanan kesehatan yang dimanfaatkannya.
Sekalipun pada saat ini makin banyak saja negara yang mengikutsertakan masyarakat
dalam pembiayaan kesehatan, namun tidak ditemukan satu negara pun yang pemerintah
sepenuhnya tidak ikut serta. Pada negara yang peranan swastanya sangat dominan pun
peranan pemerintah tetap ditemukan. Paling tidak dalam membiayai upaya kesehatan
masyarakat, dan ataupun membiayai pelayanan kedokteran yang menyangkut
kepentingan masyarakat yang kurang mampu.

2.7 Studi Kasus


Pembiayaan kesehatan merupakan salah satu tanggung jawab negara kepada
masyarakat agar dapat terselenggara pembangunan kesehatan. Pemerintah berupaya untuk
memenuhi alokasi anggaran kesehatan sebeser 5% dari belanja negara, sebagaimana yang telah
tertulis dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pembiayaan tersebut
utamanya ditujukan untuk palayanan prefentif dan promotif. Bagaimana sistem pembiayaan
program kesehatan di indonesia dapat terlaksana?, Seperti pada artikel "ANALISIS
PEMBIAYAAN KESEHATAN PROGRAM UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT DI
INDONESIA TAHUN 2013 & 2014". Artikel analisis pembiayaan kesehatan program upaya
kesehatan masyarakat di indonesia tahun 2013 & 2014 membahas mengenai pembiayaan
program UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) pada tahun 2013 dan 2014. Pada artikel
tersebut, penulis menyarankan adanya peningkatan alokasi anggaran program upaya kesehatan
masyarakat yang sesuai dengan prioritas masalah kesehatan di daerah baik anggaran yang
bersumber dari pusat maupun daerah serta dilakukannya sosialisasi mengenai proporsi alokasi
anggaran kesehatan di daerah (UU No. 39 tahun 2009)

Dari data yang ada, proporsi pembiayaan kesehatan di kota berdasarkan sumber
anggaran didominasi oleh Pendapatan Asli Daerah sebesar 57,1% pada tahun 2013 dan 56,32%
pada tahun 2014. diikuti oleh dana alokasi umum pada urutan kedua sebesar 22,45% pada tahun
2013 dan 28,99% pada tahun 2014. dana dari BPJS sendiri pada tahun 2013 sebesar 0,26% dan
1,48% pada tahun 2014. Sedangkan sumber anggaran tertinggi pada daerah kabupaten yaitu
Dana Alokasi Umum sebesar 39,71% pada 2013 dan 39,04% pada 2014. disusul oleh
Pendapatan Asli Daerah sebesar 17,91% tahun 2013 dan 20,36% tahun 2014. pada daerah
kabupaten, BPJS menyumbang sebesar 0,19% pada tahun 2013 dan naik sebesar 8,69% pada
2014.

10
Berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN memberikan efek positif bagi
pembiayaan kesehatan ditandai dengan semakin meningkatnya pembiayaan kesehatan pada
pelayanan yang bersifat kuratif. sesuai dengan UU No.36 Tahun 2019 pasal 170 ayat (1) dan
ayat (2) mengenai prioritasa alokasi anggaran sebesar 2/3 digunakan untuk kepentingan
pelayanan publik baik yang bersumber dari APBN atau APBD. Dengan adanya dana yang
memadai maka diharapkan pemerintah dapat merencanakan pembiayaan kesehatan sesuai
dengan prioritas di masing-masing daerah. Kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk
melaksanakan pelayanan kesehatan primer seperti perbaikan lingkungan, peningkatan status
kesehatan, serta pencegahan penyakit dan kematian. Kegiatan lain seperti surveilans,
pencatatan dan pelaporan pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat juga dapat menjadi
penunjang upaya kesehatan. Masalah yang masih sering terjadi dalam kegiatan pembiayaan
kesehatan di Indonesia yaitu belum optimalnya efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan
anggaran. Hal ini disebabkan karena kurangnya alokasi anggaran, pengalokasian anggaran
berfokus pada investasi barang dan kegiatan yang tidak langsung, serta anggaran yang tidak
sesuai dengan prioritas. Sehingga masih banyak daerah yang belum bisa mengalokasikan
anggaran kesehatan dikarenakan adanya kendala dalam kapasitas keuangan daerah yang
rendah. Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan di atas yaitu
memperbaiki serta meningkatkan sistem pembiayaan kesehatan termasuk pembiayaan PBI
JKN. hal ini dilakukan untuk menjamin pembiayaan kesehatan yang cukup dan berkelanjutan
serta dengan alokasi yang adil.

Seperti komitmen Kemenkes untuk melakukan transformasi sistem kesehatan di


Indonesia pada 6 pilar transformasi penopang sistem kesehatan Indonesia yaitu transformasi
layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan,
transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM Kesehatan, serta transformasi
teknologi kesehatan. Di atur dalam APBN Kemenkes tahun 2023, anggaran yang dikelusrkan
untuk transformasi pembiayaan kesehatan sebesar Rp46,6 triliun (54,5%). Selain itu, dengan
memiliki atau mendaftar Asuransi Kesehatan, karena tidak semua masyarakat Indonesia secara
merata memiliki BPJS . Asuransi kesehatan yang paling mutakhir adalah managed care, dimana
sistem pembiayaan dikelola secara terintegrasi dengan sistem pelayanan. Sistem kesehatan
haruslah dirancang sedemikian rupa, sehingga bersifat terintegrasi antara sistem pelayanan dan
sistem pembiayaan, mutu terjamin (quality assurance) dengan biaya terkendali (cost
containment). Indonesia dengan kondisi yang sangat turbulensi dalam berbagai hal pada saat

11
ini, serta dengan keterbatasan resources yang ada, maka sistem managed care merupakan
pilihan yang tepat dalam mengatasi masalah pembiayaan kesehatan.

Managed care dianggap tepat untuk kondisi di Indonesia, kemungkinan karena sistem
pembiayaan managed care dikelola secara terintegrasi dengan sistem pembiayaan, dengan
managed care berarti badan pengelola dana (perusahaan asuransi) tidak hanya berperan sebagai
juru bayar, sebagaimana berlaku pada asuransi tradisional, tapi ikut berperan dalam dua hal
penting, yaitu pengawasan mutu pelayanan (quality control) dan pengendalian biaya (cost
containment). Dengan cara ini, maka pengelola dana (asuransi) ikut mengendalikan mutu
pelayanan yang diberikan kepada pesertanya.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh
perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sumber biaya kesehatan dapat berasal dari
anggaran pemerintah, anggaran masyarakat, bantuan dari dalam dan luar negeri, serta gabungan
anggaran pemerintah dan masyarakat. Pembiayaan kesehatan harus kuat, stabil, dan selalu
berkesinambungan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan
(equity), efisiensi (efficiency), dan efektifitas (effectiveness) pembiayaan kesehatan itu sendiri.
Hal yang penting dalam pembiayaan kesehatan adalah cara memanfaatkan biaya tersebut
secara efektif dan efisien dari aspek ekonomi dan sosial serta dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat yang membutuhkan. Oleh karena itu, syarat pokok dalam pembiayaan kesehatan
haruslah saling berkesinambungan.

Syarat pokok dari pembiayaan kesehatan adalah jumlah yang cukup yang dapat membiayai
penyelenggaraan semua upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak menyusahkan
masyarakat yang ingin memanfaatkannya, penyebaran dana yang harus sesuai dengan
kebutuhan dan pemanfatan yang optimal agar dapat meningkatkan kualitas peyanan kesehatan
yang baik. Sedangkan fungsi pembiayaan kesehatan adalah penggalian dana untuk upaya
kesehatan masyarakat, pengalokasian dana yang bersumber dari pemerintah ataupun dari
masyarakat dan pembelanjaan untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat

3.2 Saran

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam apa yang kami
susun, baca, dan pahami. Oleh karena itu, kami sangat menerima kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk pembuatan makalah lainnya. Semoga makalah ini dapat
menambah wawasan para pembaca dan bermanfaat sebagai mana mestinya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-
Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

UU No. 39 tahun 2009 mengenai proporsi alokasi anggaran kesehatan di daerah

UU No.36 Tahun 2019 pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) mengenai prioritasa alokasi anggaran

M.Sc, G. V. S., 2018. Pembiayaan Pelayanan Kesehatan (Health Care Financing), Jakarta: s.n.

Setyawan, F. E. B., 2017. Sitem Pembiyaan Kesehatan, Malang: s.n.

Vionalita, Gisely. Pembiayaan Pelayanan Kesehatan (Health Care Financing).

14

Anda mungkin juga menyukai