Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

KONSEP DASAR KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA DAN


HIGIENE PERUSAHAAN

Di Susun Oleh :
Abdul Karim

Dosen Pembimbing
Ns. Andi Parellangi, S.Kep.,M.Kep.,M.H

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah keselamatan dan kesehatan kerja tentang konsep dasar keselamatan,
kesehatan kerjadan hygiene perusahaan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ns. Andi Parellangi,
S.Kep.,M.Kep.,M.H selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dalam
menyelesaikan makalah ini. Serta kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak ada
kekurangan baik dari isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian,
perbaikan merupakan hal yang berlanjut sehingga kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis menyampaika terimakasih kepada pembaca dan teman-
teman sekalia yang telah membaca dan mempelajari makalah ini.

Samarinda, Januari 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan .......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 5
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja ............................................. 5
B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan ........................................................... 9
C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja ... 11
D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) ......................... 12
E. Higiene Industri.......................................................................................... 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 22
A. Kesimpulan ................................................................................................ 22
B. Saran ........................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia
secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan
Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan
Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan
tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping
perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan
atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus
bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan
bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat
terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan.
Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku
tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu
prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan
jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia
Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang
penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

1
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses
produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan
hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang
mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri,
keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir
Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan
dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.

2
Kesehatan lingkungan kerja sering kali dikenal juga dengan istilah
Higiene Industri atau Higiene Perusahaan. Tujuan utama dari Higiene
Perusahan dan Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat
dan produktif. Selain itu Kegiatannya bertujuan agar tenaga kerja terlindung
dari berbagai macam resiko akibat lingkungan kerja diantaranya melalui
pengenalan, evaluasi, pengendalian dan melakukan tindakan perbaikan yang
mungkin dapat dilakukan. Melihat risiko bagi tenaga kerja yang mungkin
dihadapi di lingkungan kerjanya, maka perlu adanya personil di lingkungan
industri yang mengerti tentang higiene industri dan menerapkannya di
lingkungan kerjanya.
Higiene Industri adalah spesialisasi dalam ilmu higiene beserta
prakteknya yang melakukan penilaian pada faktor penyebab penyakit secara
kualitatif dan kuantitatif di lingkungan kerja Perusahaan, yang hasilnya
digunakan untuk dasar tindakan korektif pada lingkungan, serta pencegahan,
agar pekerja dan masyarakat di sekitar perusahaan terhindar dari bahaya akibat
kerja, serta memungkinkan mengangkat derajat kesehatan setinggi-tingginya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja ?
2. Apa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan ?
3. Apakah peran tenaga kesehatan dalam menangani korbar kecelakaan kerja
?
4. Apa yang dimaksud dengan medical control?
5. Apa yang dimaksud dengan hygiene industry ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselaamatan
kerja
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan ?
3. Untuk mengetahui apa peran tenaga kesehatan dalam menangani korbar
kecelakaan kerja ?

3
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan medical control?
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hygiene industry ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan
proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan
setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan
intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di
lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih
tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk
maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan
yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang
pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan
menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja
atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah
peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl
No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan
dan perkembangan yang ada.

5
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja,
baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja
dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada
pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh
karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga
K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan
mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan
dengan baik.
1. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena
tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab
kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada
pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam
melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal
tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan
kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap
karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah
pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang
berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak
sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi,
seperti helm dan gudang yang kurang baik.

6
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan
seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan,
mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan,
memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil
analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai
ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja.
Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat
efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan
keselamatan.
2. Faktor - faktor Kecelakaan
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja
sebuah industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada
industri mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk
mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi
yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa,
untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan
mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak
terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan
terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar.
Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu
faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar
upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas
akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak
membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan
pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang
lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan
dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.
3. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan
merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas

7
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban
tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa
dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan
produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan
akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
a) Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya
belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran
bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30%
menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia.
Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja
untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat
lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar
masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang
mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan
tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut
masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b) Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan
kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan
tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan
kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik
(irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara
lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif
rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan
secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan stres.

8
c) Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat
mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja
(Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan


1. Pengertian Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan
demikian Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan
mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya.
Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama
untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan
gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan
khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian.
Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya.
Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang
boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan
fisik manusia, serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan
sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya
tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan
tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan tentang
pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan
kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan, kebijakan
sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian.
Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan

9
tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi
pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan,
kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan
kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa
faktor makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan,
yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan
kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan
pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di
atas.
2. Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan
gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan
khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian.
Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya.
Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang
boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan
fisik manusia, serta lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Perawat
b. Perawat Gigi
c. Bidan
d. Fisioterapis
e. Refraksionis Optisien
f. Radiographer
g. Apoteker
h. Asisten Apoteker
i. Analis Farmasi
j. Dokter Umum

10
k. Dokter Gigi
l. Dokter Spesialis
m. Dokter Gigi Spesialis
n. Akupunkturis
o. Terapis Wicara dan
p. Okupasi Terapis.

C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan.
Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja
cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-
negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka
sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan
atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat
besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan
keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja
dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga
kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend
yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun
harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut
bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja
merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan
menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi
kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja
akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk
kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap
kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua
pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat

11
rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan
meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan
dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki
kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit
tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan
materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah
menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan
Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi
kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola
oleh tenaga kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1
Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam
pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan
Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga
Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)


Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya
untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal
(Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada
setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya
gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap
orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi
lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan
produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk
menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-

12
treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi :
1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum
seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai
melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah
calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan
pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnese
umumPemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
a. Anamnese pekerjaan
b. Penyakit yang pernah diderita
c. Alrergi
d. Imunisasi yang pernah didapat
e. Pemeriksaan badan
f. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
- Tuberkulin test
- Psiko test
2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan
secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan
besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin
kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan
disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada
pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan
lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada
khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada
atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.
Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk
intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna
juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di
sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk

13
mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau
masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe
act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

E. Higiene Industri
1. Pengertian Higiene Industri
Higiene industri merupakan satu ilmu dan seni yang
mempelajari bagaimana melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi dan
pengendalian terhadap faktor-faktor lingkungan yang muncul di tempat
kerja yang dapat menyebabkan pekerja sakit, mengalami gangguan
kesehatan dan rasa ketidaknyamanan baik diantara para pekerja maupun
penduduk dalam suatu komunitas.
Higiene industri dan kesehatan kerja sebagai suatu kesatuan
upaya dengan tujuan mewujudakan sumber daya manusia yang sehat
dan produktif dapat diterjemahkan dalam bahasa asing sebagai
Industrial Hygiene and Occupational Health, yang cendrung diartikan
sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi problematika kesehatan
kerja secara menyeluruh.
Konsep dalam higiene industri adalah bagaimana membatasi
paparan hazard yang diterima pekerja di tempat kerja. Pembatasan
dilakukan melalui proses antisipasi, rekognisi, evaluasi dan
pengendalian paparan hazard yang ada di tempat kerja. Pendekatannya
melalui usaha preventive untuk melindungi kesehatan pekerja dan
mencegah timbulnya efek yang ditimbulkan oleh bahaya (hazard).
a. Dasar Hukum
1) ILO No. 112 tahun 1959
Tujuan pelayanan kesehatan kerja didasarkan pada
rekomendasi ILO No. 112 (1959) yang didukung oleh Masyarakat
ekonomi eropa (1962) dan Majelis eropa (1972). Tujuan itu
didukung pula oleh konvensi ILO 161 dan rekomendasi No. 171
(1985). Tujuan itu adalah sebagai berikut :

14
 Melindungi pekerja dari bahaya kesehatan ditempat kerja.
 Menyesuaikan pekerjaan agar serasi dengan status kesehatan
pekerja.
 Menyumbang pembangunan dan pemeliharaan kesejahteraan fisik
dan
 mental yang setinggi-tingginya ditempat kerja.
2) UU No. 2 Tahun 1966
Undang-undang ini mencantumkan usaha di bidang higiene
dan pelaksanaan usaha higiene industri. Intisari dari ketentuan
undang-undang ini adalah rakyat harus mengerti dan sadar akan
pentingnya keadaan yang sehat, baik kesehatan pribadi, maupun
kesehatan masyarakat.
3) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/Menkes/Sk/Xi/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
b. Tujuan Higiene Industri
1) Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja
yang setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai
negeri, atau pekerja-pekerja bebas, dengan demikian
dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja.
2) Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan
kepada meningginya efisiensi dan daya produktivitas faktor
manusia dalam produksi. Oleh karena hakikat tersebut selalu
sesuai dengan maksud dan tujuan pembangunan didalam suatu
negara, maka higiene industri dan kesehatan kerja selalu harus
diikut sertakan dalam pembangunan.
c. Manfaat Higiene Industri
Beberapa manfaat dari penerapan higiene industri, yaitu :
1) Mencegahan dan memberantaskan penyakit dan kecelakaan
akibat kerja.
2) Dapat memelihara dan meningkatan kesehatan tenaga kerja.

15
3) Dapat meningkatan efisiensi dan daya produktifitas manusia.
4) Memeliharaan dan meningkatan higiene dan sanitasi perusahaan
pada umumnya seperti kebersihan ruangan-ruangan, cara
pembuangan sampah, atau sisa-sisa pengolahan dan sebagainya.
5) Memberikan perlindungan masyarakat luas (konsumen) dari
bahaya-bahaya yang mungkin di timbulkan oleh hasil-hasil
produksi perusahaan.
2. Rekognisi Sumber Bahaya
Rekognisi adalah suatu kegiatan mengindentifikasi dan
mengukur bahaya untuk mengetahui tingkat konsentrasi, jenis,
kandungan dan sifat dari bahaya tersebut. Contoh : merekognisi bahaya
bisa dilakukan dengan metode job safety analysis, HIRA, Preliminary
Hazard Analysis dll. Dengan metode ini kita bisa melihat sebuah proses
kerja dan menganalisi seberapa besar tingkat bahaya yang ditimbulkan
dari pekerjaan tersebut secara detail. Bahaya-bahaya (hazard) yang
terkait dalam isu higiene industri diantaranya :
a. Faktor fisik
Faktor fisik yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung
atau volume udara, atau luas lantai kerja maupun hal-hal yang bersiat
fisik seperti penerangan, suhu udara, kelembabab udara, tekanan
udara, kecepatan aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi
gelombang elektromagnetis.
Studi kasus faktor fisik:
Ventilasi
Misalnya pada home industri ini, ventilasi yang ada sudah masuk
dalam kategori cukup. Home industry sudah mengantisipasi tingkat
bahaya yang lebih dengan memasang ventilasi lebar. Namun
demikian karena panas yang dihasilkan oleh proses produksi terlalu
tinggi berupa uap, sehingga suhu dalam ruangan tersebut masih
terasa panas, hal ini dapat membahayakan pekerja.
Kebisingan

16
Misalnya pada home industry kebisingan pada tempat kerja tersebut
mencapai 59 dB. Salah satu sumber kebisingan adalah mesin
penggiling kacang kedelai. Sejak berdiri, pabrik ini menggunakan
mesin penggilingan kacang kedelai yang berbahan bakar solar.
Namun, sejak tahun 2016, mereka sudah mulai menggunakan
dynamo sebagai sumber penyalaan mesin penggiling kacang kedelai.
Hal ini dilakukan karena mesin sebelumnya yang berbahan bakar
solar
sangat bising. Selain psikologis pekerja terganggu, masyarakat
sekitar home industry pun ikut merasakannya.
Selain itu, pada home industry ini, para pekerja juga menyalakan
tape recorder. Hal ini dapat memperparah tingkat kebisingan. Namun
demikian, hal ini justru dianggap sebagai hiburan untuk mengusir
stress para pegawai tetapi dapat menjadi berbahaya bagi pekerja.
Getaran
Misalnya pada home industri ini tidak ada getaran. Karena pemilik
sudah mengantisipasinya dengan memasang alat pereda getar (spon
yang di pasang dibawah mesin penggilingan ). Sehingga getaran
hanya terjadi disekitar mesin penggilingan padi. Itupun tidak
langsung berhubungan langsung dengan para pekerja. Pabrik hanya
menggunakan 1 mesin yang diletakkan diatas dan jauh dari aktivitas
kebanyakan pekerja.
Penyakit yang mungkin dapat terjadi :
Terpeleset akibat lantai tempat kerja yang licin oleh aktivitas
produksi.
Tuli akibat kebisingan yang terjadi pada tempat kerja. Kesemutan
akibat getaran yang bersumber dari mesin.
b. Faktor kimiawi
Factor kimiawi yaitu semua zat kimia anorganis dan organis yang
mungkin wujud fisiknya merupakan salah satu atau lebih dalam

17
bentuk gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, cairan, dan
atau zat padat.
c. Faktor biologi
Bahaya biologi disebabkan oleh organisme hidup atau sifat
organisme yang dapat memberikan efek/dampak kesehatan yang
terhadap manusia (agen yang menginfeksi).
d. Faktor ergonomi
Ergonomi adalah praktek dalam mendesain peralatan dan rincian
pekerjaan sesuai dengan kapabilitas pekerja dengan tujuan untuk
mencegah cidera pada pekerja (OSHA, 2000).
Bahaya yang termasuk bahaya ergonomi termasuk adalah design
peralatan kerja, area kerja, prosedur kerja yang tidak
memadai/sesuai. Selain itu, bahaya ergonomi yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan atau pekerja sakit diantaranya
pengangkatan dan proses ketika menjangkau/ meraih yang tidak
memadai, kondisi visual yang buruk, gerakan monoton dalam postur
janggal. Posisi kerja yang salah dapat menyebabkan gangguan
kesehatan pada pekerja.
Studi kasus faktor ergonomi:
Misalnya pada sebuah pabrik, pekerja dituntut untuk selalu berdiri.
Meskipun mereka tidak selalu berdiri ditempat yang sama. Biasanya
mereka berjalan dan bergerak leluasa. Dilihat secara faktor
ergonomik tentu saja ini tidak memenuhi factor ergonomik yang
telah ditetapkan.
Misalnya pada pekerja bagian pengayakan, pekerja berposisi berdiri
dengan sedikit membungkuk. Selain itu dengan pekerjaan
menggoyang-goyangkan alat untuk menyaring sari kedelai membuat
pekerja harus ekstra hati-hati karena lantai yang licin. Ini dapat
menyebabkan kecelakaan kerja berupa terpeleset, dislokasi tulang,
dan kemungkinan sampai saraf terjepit.

18
Misalnya pada bagian fermentasi, posisi pekerja juga tidak jauh
berbeda dari pengayak. Pekerja berdiri dan pada bagian ini pekerja
lebih sering untuk membungkuk lebih lama. Bahaya yang dapat
ditimbulkan dari pekerjaan ini adalah mengalami lordosis,
pengeroposan tulang, dan dislokasi tulang belakang.
Misalnya pada bagian pembakaran, pekerja biasanya mengangkat
bahan bakar. Meskipun beban yang diangkut tidak terlalu berat,
namun bisa terjadi kecelakaan kerja. Ketika berada didepan tungku
pembakaran, pekerja akan terkena paparan panas secara langsung.
Penyakit yang mungkin terjadi :
Kram otot dan Kesemutan akibat bekerja waktu berdiri yang lama
Lordosis akibat banyak membungkuk
Skoliosis
e. Faktor mental dan psikologis
Menurut Stephen Covey dalam buku First Thinks First menjelaskan
adanya potensi kemampuan manusia sebagai prasyarat mewujudkan
sebuah komitmen, artinya manusia sebagai makhluk yang dinamis
sehingga mempunyai kemampuan untuk melakukan suatu perubahan
terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya[2]. Faktor mental dan
psikologis, yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja,
hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan prosedur
organisasi pelaksanaan kerja dan lain-lain.
Studi kasus faktor psikologis:
Misalnya pada industri ada kesenjangan antara pegawai satu terhadap
pegawai lainya ataupun kesenjangan antara atasan dengan bawahan
dapat menjadi pekerja stress.
3. Antisipasi Sumber Bahaya
Antisipasi adalah memprediksi potensi bahaya dan risiko yang
ada ditempat kerja. Contoh : Antisipasi bahaya pada perusahaan yang
bergerak di bidang oil dan gas, sebelum memasuki area tersebut pekerja
dapat harus memprediksi bahaya yang ada diperusahaan tersebut,

19
pekerja dapat melihat daftar bahaya yang ada diperusahaan seperti
bahaya :
a. Berdasarkan lokasi atau unit
b. Berdasarkan kelompok pekerja
c. Berdasarkan jenis potensi bahaya
d. Berdasarkan tahapan proses produksi
4. Evaluasi Sumber Bahaya
Evaluasi adalah suatu kegiatan sampling dan mengukur bahaya
dengan metode yang lebih spesifik. contohnya : mengukur kebisingan
dengan sound level meter, pengukuran kadar debu/partikel dengan
menggunakan digital dust indikator, melakukan pengukuran
pencahayaan dengan menggunakan Lux Meter dan sebagainya, hasil
dari pengukuran ini dibandingan dengan peraturan pemerintah yang
berlaku, apakah melibihi nilai ambang batas atau tidak.
5. Kontrol Sumber Bahaya
Dari hasil evaluasi kemudian bisa dilakukan pengendalian jika
terdapat hasil pengukuran yang melebihi ambang batas, contohnya
pengendalian menggunakan metode hirarki pengendalian atau piramida
terbalik yaitu :
a. Eliminasi
Eliminasi adalah menghilangkan bahaya misalnya, bahaya jatuh,
bahaya ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya bising, bahaya
kimia.
b. Subtitusi
Mengganti bahan, proses, operasi ataupun peralatan dari yang
berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya, contohnya mengganti
suatu bahan yang berbahaya dengan yang tidak berhaya tetapi
dengan fungsi yang sama.
c. Engineering control
Suatu langkah memodifikasi bahaya, baik memodifikasi
lingkungan kerja, ataupun memodifikasi alat-alat kerja. Meliputi

20
cara pengendalian bahaya baik berdasarkan spesifikasi saat
menentukan desain awal.
d. Administrasi control
Mengatur interaksi antara pekerja dengan alat-alat atau
lingkungan kerja, mengatur shift kerja, mengurangi waktu para
pekerja di area yang mengandung bahaya tinggi dan memberikan
kemampuan pekerja untuk mengenali bahaya supaya dapat
bekerja dengan aman.
e. APD ( Alat Pelindung Diri )
Langkah terakhir yang digunakan bila memang cara-cara diatas
tidak bisa dilakukan adalah dengan memakai APD (alat pelindung
diri) seperti Topi keselamatan (Helmet), kacamata keselamatan,
Masker, Sarung tangan, earplug, Pakaian (Uniform) dan Sepatu
Keselamatan. Pengendalian ini merupakan pegendalian terakhir
pada hirarki pengendalian bahaya. APD digunakan oleh pekerja
untuk melindungi pekerja dari bahaya (hazard) yang terdapat di
lingkungan kerja.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun
pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat
menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali
dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal
demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya
perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja
adalah menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui
pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan
berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan
sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan
dan keselamatan kerja.
Higiene Industri adalah spesialisasi dalam ilmu higiene beserta
prakteknya yang melakukan penilaian pada faktor penyebab penyakit secara
kualitatif dan kuantitatif di lingkungan kerja Perusahaan, yang hasilnya
digunakan untuk dasar tindakan korektif pada lingkungan, serta pencegahan,
agar pekerja dan masyarakat di sekitar perusahaan terhindar dari bahaya akibat
kerja.

B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan
karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost
benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan

22
kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi
seluruh masyarakat.

23
DAFTAR PUSTAKA

-------------,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia.


[s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat Depkes RT.
Anonim.2015.HIGIENE INDUSTRI.http://ranahk3.blogspot.co.id/2015/04/
higiene-industri-merupakan-satuilmu-dan.html. Di akses 22 April 2017
Ayundha, Diani.2014. Laporan Kunjungan Industri Pabrik Tahu.
http://dianiayundha. blogspot.co.id/2014/10/contoh-laporan-kunjungan-
industri.html. Diakses 21 April 2017
blogspot.co.id/2012/12/higiene-perusahaan.html. Di akses 22 April 2017
Hastu, Tripuspasari.2012.HIGIENE PERUSAHAAN. http://kumpulan-makalahh.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja.
Monariza, Sri.2012.Makalah Konsep Dan Program Hygiene Industri.
https://www.scribd.com/doc/88701642/Makalah-Konsep-Dan-Program-
Hygiene-Industri. Diakses 21 April 2017
Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2005.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta
:Gunung Agung, 1985
Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji
Masagung
Tari, Atriasfa.2013. Makalah Higiene Industri. https://www.scribd.com/doc/
147305009/makalah-higiene-industri. Diakses 22 April 2017

24

Anda mungkin juga menyukai