Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/ masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/ gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Sarung Tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing- masing pekerjaan. Masker (Respirator) Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Lingkungan Hidup !!!
kesehatan dan keselamatan kerja A. Pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan. Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada. Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik. A. Kesehatan Kerja Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang. Menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni : 1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan,pekerjaan). 2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku. 3. 3. pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan 4. 4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia. Menurut Sumamur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum,konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work). Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit penyakit/gangguan gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : a. Sasarannya adalah manusia b. Bersifat medis. B. Keselamatan Kerja Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah near-miss atau near- accident, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993). Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : a. Sasarannya adalah lingkungan kerja b. Bersifat teknik. Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam : ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health. C. Tujuan K3 Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) : 1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat. 2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan. D. Ruang Lingkup K3 Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) : Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi : 1. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian 2. Peralatan dan bahan yang dipergunakan 3. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial. 4. Proses produksi 5. Karakteristik dan sifat pekerjaan 6. Teknologi dan metodologi kerja Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes. B. Kebijakan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di era global 1. Dalam bidang pengorganisasian Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen : departemen Kesehatan dan departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur : 1. Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan 2. Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak 3. Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit ;Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.Kasubdit konstruksi bangunan,instalasi listrik dan penangkal petir,Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan 4. Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit ;Kasubdit Kesehatan tenaga kerja,Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja,Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja. Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan, Pengrajin, dll) 2. Dalam bidang regulasi Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya : 1. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 2. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 3. KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. 4. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja. 5. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan. 6. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan. 7. Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. 3. Dalam bidang pendidikan Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya : 1. Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret 2. Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair, Undip,dll dan jurusan K3 FKM UI. 3. Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di UGM, UNDIP, UI, Unair. Pada beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan Keperawatan juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah mata kuliah yang khusus mempelajari K3. C. Kecelakaan kerja 1. Pengertian Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. 2. Penyebab kecelakaan kerja Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab dasar (basic causes), dan penyebab langsung (immediate causes) a. Penyebab Dasar 1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena : kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian. stress motivasi yang tidak cukup/salah 2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena : tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan tidak cukup rekayasa (engineering) tidak cukup pembelian/pengadaan barang tidak cukup perawatan (maintenance) tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan. tidak cukup standard-standard kerja penyalahgunaan b. Penyebab Langsung 1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) : Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat. Bahan, alat-alat/peralatan rusak Terlalu sesak/sempit Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll Bising Paparan radiasi Ventilasi dan penerangan yang kurang 2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) : Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang. Gagal untuk memberi peringatan. Gagal untuk mengamankan. Bekerja dengan kecepatan yang salah. Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi. Memindahkan alat-alat keselamatan. Menggunakan alat yang rusak. Menggunakan alat dengan cara yang salah. Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar. Data-data tentang Kecelakaan Kerja Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Catatan PT Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 2001) terbukti jumlah kasus kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus pada 1999 bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi 104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus, sehingga rata rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek. Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476 orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang tenaga kerja mengalami cacat tubuh. (www.gatra.com) Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada pada PT Jamsostek selama Januari- September 2003 selama di Indonesia telah terjadi 81.169 kasus kecelakaan kerja, sehingga rata-rata setiap hari terjadi lebih dari 451 kasus kecelakaan kerja. Ia mengatakan dari 81.169 kasus kecelakaan kerja, 71 kasus diantaranya cacat total tetap, sehingga rata-rata dalam setiap tiga hari kerja tenaga kerja mengalami cacat total dan tidak dapat bekerja kembali. Sementara tenaga kerja yang meninggal dunia sebanyak 1.321 orang, sehingga hampir setiap hari kerja terdapat lebih tujuh kasus meninggal dunia karena kecelakaan kerja, ujarnya (www.kompas.co.id) Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005) Faktor Risiko di Tempat Kerja Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, seperti disebutkan diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya. Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik hazard maupun resiko tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh: 1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan 2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. 3. lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi. Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya. Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566 perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan gejala neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada lengan dan tangan. Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%, sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata 37%, lemah 31%. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-garakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. Keselamatan Kerja Balai K3 Bandung Definisi: Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan kerja. Merupakan sarana utama untuk pencegahan kerugian; cacat & kematian sebagai kecelakaan kerja, kebakaran, & ledakan. Sasaran Tempat kerja: darat, udara, dalam tanah, permukaan air, dalam air. Mencakup: Proses produksi & distribusi (barang & jasa) Peranan keselamatan kerja Aspek teknis : Upaya preventif utk mencegah timbulnya resiko kerja Aspek Hukum : Sebagai perlindungan bagi tenaga kerja (TK) & orang lain di tempat kerja Aspek ekonomi : Untuk efisiensi Aspek sosial : Menjamin kelangsungan kerja & penghasilan bagi kehidupan yang layak Aspek kultural : Mendorong terwujudnya sikap & perilaku yang disiplin, tertib, cermat, kreatif, inovatif, & penuh tanggung jawab. Hampir celaka (near miss): Suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan, dalam kondisi yang sedikit berbeda dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Contoh: seseorang yang hampir terpeleset, tapi segera berpegangan pada pagar pengaman. Kesadaran akan keselamatan masih rendah, salah satu indikasinya: Kecelakaan kerja (2005): 96.081 kasus di Indonesia Kecelakaan kerja (2006): 92.000 kasus di Indonesia Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya. Kecelakaan dapat dicegah atau dikurangi dengan menghilangkan atau mengurangi penyebabnya. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tak diharapkan. Kerugian kecelakaan kerja (5K): kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan & kesedihan, kelainan & cacat, kematian. Penyebab kecelakaan manusia, mesin, lingkungan - Kondisi yang tidak aman (15%) - Tindakan yang tidak aman (85%) Konsep modern manajemen keselamatan: Sebab-sebab kecelakaan: Secara umum ada 2 penyebab terjadinya kecelakaan kerja. -Penyebab langsung: Kecelakaan yg bisa dilihat & dirasakan langsung Penyebab Dasar: (basic cause) Penyebab langsung: - Unsafe conditions & sub-standard conditions - Unsafe acts & sub-standard practice Unsafe conditions & sub-standard conditions (kondisi berbahaya): keadaan yang tidak aman pada hakekatnya dapat diamankan/diperbaiki - Pengaman yang tidak sempurna - Peralatan/bahan yang tidak seharusnya -Penerangan kurang/berlebih - Ventilasi kurang - Iklim kerja tidak sesuai - Getaran - Kebisingan cukup tinggi - Pakaian tidak sesuai - Ketatarumahtanggaan yang buruk (poor house keeping) Unsafe acts & sub-standard practice (tindakan yang berbahaya): tindakan/perbuatan yang menyimpang dari tata cara/prosedur aman - Melakukan pekerjaan tanpa wewenang - Menghilangkan fungsi alat pengaman (melepas/mengubah) - Memindahkan alat-alat keselamatan - Menggunakan alat yang rusak - Menggunakan alat dg cara yang salah - Bekerja dengan posisi/sikap tubuh yang tidak aman - Mengangkat secara salah - Mengalihkan perhatian (mengganggu, mengagetkan, bergurau) - Melalaikan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang ditentukan - Mabuk karena minuman beralkohol Penyebab dasar kecelakaan kerja: - Faktor manusia * Kurangnya kemampuan fisik, mental & psikologi * Kurangnya pengetahuan & ketrampilan * Stres * Motivasi yang salah - Faktor lingkungan * Kepemimpinan/pengawasan kurang * Peralatan & bahan kurang * Perawatan peralatan yang kurang * Standar kerja kurang Biaya langsung dari kecelakaan kerja: - P3K - Pengobatan - Perawatan - Biaya Rumah Sakit - Angkutan - Upah (selama tidak bekerja) -Kompensasi Faktor penyebab kejadian kecelakan di industri, antara lain: - Kegagalan komponen, misalnya desain alat yang tidak memadai & tidak mampu menahan tekanan, suhu atau bahan korosif - Penyimpangan dari kondisi operasi normal, seperti kegagalan dalam pemantauan proses, kesalahan prosedur, terbentuknya produk samping - Kesalahan manusia (human error), seperti mencampur bahan kimia tanpa mengetahui jenis & sifatnya, kurang terampil, & salah komunikasi Faktor lain, misalnya sarana yang kurang memadai, bencana alam, sabotase, kerusuhan massa. Klasifikasi Kecelakaan kerja: - Menurut jenis kecelakaan * Jatuh * Tertimpa benda jatuh * Menginjak, terantuk * Terjepit,terjempit * Gerakan berlebihan * Kontak suhu tinggi * Kontak aliran listrik * Kontak dengan bahan berbahaya/radiasi - Menurut media penyebab * Mesin * Alat angkut & alat angkat * Peralatan lain * Bahan, substansi & radiasi * Lingkungan kerja * Penyebab lain - Menurut sifat cedera * Patah tulang * Keseleo * Memar * Amputasi * Luka bakar * Keracunan akut * Kematian - Menurut bagian tubuh yang cedera * Kepala * Leher * Badan * Anggota gerak atas * Anggota gerak bawah Manfaat Klasifikasi : - Mencegah kecelakaan kerja yang berulang -Sebagai sumber informasi: faktor penyebab, keadaan pekerja, kompensasi - Meningkatkan kesadaran dalam bekerja. Pencegahan kecelakaan kerja: -Peraturan perundangan - Standarisasi - Pengawasan - Penelitian teknik - Riset medis - Penelitian psikologis - Penelitian secara statistik - Pendidikan - Latihan-latihan - Penggairahan - Asuransi D. Undang-undang Keselamatan kerja Pasal 10 (1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi. (2) Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain- lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. E. Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan, yang bersifat multidisiplin didalam era global dewasa hadir dan berkembang dalam aspek keilmuannya (di bidang pendidikan maupun riset) maupun dalam bentuk program-program yang dilaksanakan di berbagai sektor yang tentunya penerapannya didasari oleh berbagai macam alasan . Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 45% penduduk dunia dan 58% penduduk yang berusia diatas sepuluh tahun tergolong tenaga kerja. Diperkirakan dari jumlah tenaga kerja diatas, sebesar 35% sampai 50% pekerja di dunia terpajan bahaya fisik, kimia, biologi dan juga bekerja dalam beban kerja fisik dan ergonomi yang melebihi kapasitasnya, termasuk pula beban psikologis serta stress. Dikatakan juga bahwa hampir sebagain besar pekerja didunia, sepertiga masa hidupnya terpajan oleh bahaya yang ada di masing-masing pekerjaanya. Dan yang sangat memperihatinkan adalah bahwa hanya 5% hingga 10% dari tenaga kerja tadi yang mendapat layanan kesehatan kerja di Negara yang sedang berkembang. Sedangkan di negara industri tenaga kerja yang memperoleh layanan kesehatan kerja diperkirakan baru mencapai 50%. Kenyataan diatas jelas menggambarkan bahwa sebenarnya hak azasi pekerja untuk hidup sehat dan selamat dewasa ini belum dapat terpenuhi dengan baik. Masih banyak manusia demi untuk dapat bertahan hidup justru mengorbankan kesehatan dan keselamatannya dengan bekerja ditempat yang penuh dengan berbagai macam bahaya yang mempunyai risiko langsung maupun yang baru diketahui risikonya setelah waktu yang cukup lama. Dari uraian diatas akan dapat dipahami bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu maupun sebagai program memang sangat diperlukan untuk menegakkan hak azasi manusia (khususnya pekerja) untuk hidup sehat dan selamat. Di sisi lain, kajian mengenai aspek biaya atau aspek ekonomi yang harus ditanggung oleh negara-negara didunia sehubungan dengan penyakit-penyakit akibat kerja maupun yang berhubungan dengan pekerjaan, biaya-biaya kompensasi yang harus ditanggung akibat cidera, kecacatan akibat terjadinya kecelakaan merupakan beban yang harus dipikul. Belum lagi kerugian kerugian lain karena hilangnya hari kerja, kerusakan properti, tertundanya produksi akibat terjadinya kecelakaan. Tentunya kerugian (loss) yang diakibatkan masalah kesehatan maupun masalah keselamatan bila tidak dikendalikan dengan baik akan menjadi beban saat ini maupun dikemudian hari. Karena itulah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan maupun dalam berbagai bentuk programnya sangat diperlukan agar kerugian yang kelak dapat terjadi bisa diperkecil atau ditiadakan kalau memang memungkinkan. Tentunya dalam rangka menegakkan hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, serta tidak terjadinya berbagai kerugian dan beban ekonomi seperti yang diuraikan, dikembangkan perangkat hukum (legal) pada tingkat internasional, regional naupun nasional. Kita ketahui ada berbagai konvensi yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keselamatan pada tingkat internasional maupun regional yang perlu dipatuhi. Adapula dalam berbagai bentuk regulasi atau standar- standar tertentu yang berkaitan dengan masalah kesehatan dan keselamatan. Dalam hubungan inilah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai keilmuan maupun sebagai program berfungsi membantu pelaksanaan penerapan aspek legal. Bahkan dengan pendekatan ilmiahnya melalui penelitian atau riset yang dilakukan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ikut membantu pula memberi masukan pada penyusunan kebijakan dalam menentukan standar-standar tertentu dalam bidang kesehatan dan keselamatan. Dengan demikian kehadiran Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu pendekatan ilmiah maupun dalam berbagai bentuk programnya di berbagai sektor bukan tanpa alasan. Alasan yang pertama adalah karena hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, dan alasan yang kedua adalah alasan ekonomi agar tidak terjadi kerugian dan beban ekonomi akibat masalah keselamatan dan kesehatan, serta alasan yang ketiga adalah alasan hukum. F. Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi sebagai ilmu terapan yang bersifat multidisiplin maupun sebagai suatu program yang didasarkan oleh suatu dan alasan tetentu perlu dipahami dan dipelajari secara umum maupun secara khusus. Secara umum adalah memahami prinsip dasarnya sedangkan secara khusus adalah memahami pendekatan masing keilmuan yang terlibat didalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sebagai ilmu yang bersifat multidisiplin, pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara sistimatis (systematic), dan dalam kerangka pikir kesistiman (system oriented). Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dahulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identify) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaksinya dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya. Langkah langkah sistimatis tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu pola pikir dasar dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya adalah bagaimana mengendalikan resiko dan tentunya didalam upaya mengendalikan risiko tersebut masing-masing bidang keilmuan akan mempunyai pendekatan-pendekatan tersendiri yang sifatnya sangat khusus. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempunyai kerangka pikir yang bersifat sistimatis dan berorientasi kesistiman tadi, tentunya tidak secara sembarangan penerapan praktisnya di berbagai sektor didalam kehidupan atau di suatu organisasi. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Terintegrasi (Integrated Occupational Health and Safety Management System) yang perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan. Perlunya organisasi memiliki sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja yang terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan telah menjadi peraturan. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia panduan yang serupa dikenal dengan istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800 serta di Australia disebut AS/NZ 480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi di setiap sektor industri di dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti misalnya khusus dibidang transportasi udara, industri minyak dan gas, serta instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi tidak hanya dituntut untuk memiliki sistim manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan memiliki budaya sehat dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya menampilkan perilaku aman dan sehat. Lingkungan Hidup H. Konsep dan Batasan Kesehatan Lingkungan 1. Pengertian kesehatan a) Menurut WHO Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan. b) Menurut UU No 23 / 1992 ttg kesehatan Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 2. Pengertian lingkungan Menurut Encyclopaedia of science & technology (1960) Sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme. Menurut Encyclopaedia Americana (1974) Pengaruh yang ada di atas/sekeliling organisme. Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976) Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu. 3. Pengertian kesehatan lingkungan Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia. Menurut WHO (World Health Organization) Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Menurut kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar, Slamet Riyadi, WHO dan Sumengen) Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pd tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat. 4. Ruang lingkup kesehatan lingkungan Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan : 1) Penyediaan Air Minum 2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran 3) Pembuangan Sampah Padat 4) Pengendalian Vektor 5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia 6) Higiene makanan, termasuk higiene susu 7) Pengendalian pencemaran udara 8) Pengendalian radiasi 9) Kesehatan kerja 10) Pengendalian kebisingan 11) Perumahan dan pemukiman 12) Aspek kesling dan transportasi udara 13) Perencanaan daerah dan perkotaan 14) Pencegahan kecelakaan 15) Rekreasi umum dan pariwisata 16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk. 17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan. Menurut Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8 : 1) Penyehatan Air dan Udara 2) Pengamanan Limbah padat/sampah 3) Pengamanan Limbah cair 4) Pengamanan limbah gas 5) Pengamanan radiasi 6) Pengamanan kebisingan 7) Pengamanan vektor penyakit 8) Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana. 5. Sasaran kesehatan lingkungan (Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992) 1) Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis 2) Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis 3) Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis. 4) Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum. 5) Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan yang berada dlm keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara besar2an, reaktor/tempat yang bersifat khusus. 6. Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan 1) Sebelum Orba Th 1882 : UU ttg hygiene dlm Bahasa Belanda. Th 1924 Atas Prakarsa Rochefeller foundation didirikan Rival Hygiene Work di Banyuwangi dan Kebumen. Th 1956 : Integrasi usaha pengobatan dan usaha kesehatan lingkungan di Bekasi hingga didirikan Bekasi Training Centre Prof. Muchtar mempelopori tindakan kesehatan lingkungan di Pasar Minggu. Th 1959 : Dicanangkan program pemberantasan Malaria sebagai program kesehatan lingkungan di tanah air (12 Nopember = Hari Kesehatan Nasional) 2) Setelah Orba Th 1968 : Program kesehatan lingkungan masuk dalam upaya pelayanan Puskesmas Th 1974 : Inpres Samijaga (Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga) Adanya Program Perumnas, Proyek Husni Thamrin, Kampanye Keselamatan dan kesehatan kerja, dlleamanan Kerja) & SOP
Nama Kelompok : 1. Muhammad Faisal (24410682) 2. Fiky Anggaratama (22410779) Kelas : 3IC04
KESEHATAN, KESELAMATAN DAN KEAMANAN KERJA Pengertian Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja
1 Keamanan Kerja Pengertian keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja bersasaran segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air, maupun diudara. Tempat-tempat demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa dan lain-lain. Salah satu aspek penting sasaran keselamatan kerja mengingat resiko bahanya adalah penerapan teknologi, terutama teknologi yang lebih maju dan mutakhir. Keselamatan kerja adalah tugas semua orang yang bekerja. Keselamatan kerja adalah dari, oleh, untuk setiap tenaga kerja serta orang lainnya dan juga masyarakat pada umumnya. Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa materil maupun nonmateril. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat material diantaranya sebagai berikut. 1. Baju kerja 2. Helm 3. Kaca mata 4. Sarung tangan 5. Sepatu Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial adalah sebagai berikut. 1. Buku petunjuk penggunaan alat 2. Rambu-rambu dan isyarat bahaya. 3. Himbauan-himbauan 4. Petugas keamanan
Tujuan Keselamatan Kerja : Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja. Menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan effisien. Menjamin proses produksi berjalan secara aman
2. Kesehatan Kerja Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum. Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan.
3. Keselamatan Kerja Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah sau faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada seorang pun didunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan kerja sangat bergantung .pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan. Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut: a. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan diatas. b. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja. c. Teliti dalam bekerja d. Melaksanakan Prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja. Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumamur).Sasaran Segala tempat kerja (darat, di dalam tanah, permukaan dan dalam air, udara) : Industri Pertanian Purtambangan Perhubungan Pekerjaan umum Jas
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan selamat selama bekerja di tempat kerja. Tempat kerja adalah ruang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan usaha dan tempat terdapatnya sumber-sumber bahaya.
Kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi kecelakaan yang disebabkan oleh : 1. Mesin 2. Alat angkutan 3. Peralatan kerja yang lain 4. Bahan kimia 5. Lingkungan kerja 6. Penyebab yang lain
Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja 1. Kerugian Langsung Penderitaan pribadi, rasa kehilangan dari anggota keluarga korban 2. Kerugian Tak langsung (tersembunyi) Kerusakan mesin dan peralatan, terganggunya produksi, terganggunya waktu kerja karyawan dll. Sebab-sebab kecelakaan 1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts) 2. Keadaan- keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)
Faktor utama: 1. Peralatan teknis 2. Lingkungan kerja 3. Pekerja 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia Suatu pendapat: Langsung atau tidak langsung semua kecelakaan disebabkan oleh semua manusia yang terlibat dalam suatu kegiatan.
Teori penyebab kecelakaan yang pernah diajukan 1. Teori kemungkinan murni (pure change theory) 2. Teori kecenderungan untuk celaka (Accident prone theory ) Tidak dapat menjelaskan asal usul penyebab sesungguhnya kecelakaan
TUJUAN KESEHATAN, KESELAMATAN DAN KEAMANAN KERJA Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja bertujuan untuk menjamin kesempurnaan atau kesehatan jasmani dan rohani tenaga kerja serta hasil karya dan budayanya. Secara singkat, ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja adalah sebagaai berikut : 1. Memelihara lingkungan kerja yang sehat. 2. Mencegah, dan mengobati kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan sewaktu bekerja. 3. Mencegah dan mengobati keracunan yang ditimbulkan dari kerja 4. Memelihara moral, mencegah, dan mengobati keracunan yang timbul dari kerja. 5. Menyesuaikan kemampuan dengan pekerjaan, dan 6. Merehabilitasi pekerja yang cedera atau sakit akibat pekerjaan. Keselamatan kerja mencakup pencegahan kecelakaan kerja dan perlindungan terhadap terhadap tenaga kerja dari kemungkinan terjadinya kecelakaan sebagai akibat dari kondisi kerja yang tidak aman dan atau tidak sehat. Syarat-syarat kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja ditetapkan sejak tahap perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan, dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis, dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Adapun yang menjadi tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut: 1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. 2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja. 3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja dinilai seperti berikut: 1. Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja, kecelakaan selain menjadi sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian-kerugian secara tidak langsung, yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja dan lain-lain. Biaya-biaya sebagai akibat kecelakaan kerja, baik langsung ataupun tidak langsung, cukup bahkan kadang-kadang terlampau besar sehingga bila diperhitungkan secara nasional hal itu merupakan kehilangan yang berjumlah besar. 2. Analisa kecelakaan secara nasional berdasarkan angka-angka yang masuk atas dasar wajib lapor kecelakaan dan data kompensasinya, dewasa ini seolah-olah relatif rendah dibandingkan dengan banyaknya jam kerja tenaga kerja. 3. Potensi-potensi bahaya yang mengancam keselamatan pada berbagai sektor kegiatan ekonomi jelas dapat diobservasi, misalnya: (a) Sektor pertanian yang juga meliputi perkebunan menampilkan aspek-aspek bahaya potensial seperti modernisasi pertanian dengan penggunaan racun-racun hama dan pemakaian alay baru seperti mekanisasi. (b) Sektor industri disertai bahaya-bahaya potensial seperti keracunan- keracunan bahan kimia, kecelakaan-kecelakaan oleh mesin, kebakaran, ledakan-ledakan dan lain-lain. (c) Sektor pertambangan mempunyai risiko-risiko khusus sebagai akibat kecelakaan tambang, sehingga keselamatan pertambangan perlu dikembangkan secara sendiri, minyak dan gas bumi termasuk daerah rawan kecelakaan. (d) Sektor perhubungan ditandai dengan kecelakaan-kecelakaan lalu lintas darat, laut dan udara serta bahaya-bahaya potensial pada industri pariwisata, demikian pula telekomunikasi mempunyai kekhususan dalam risiko bahaya. (e) Sektor jasa, walaupun biasanya tidak rawan kecelakaan juga menghadapkan problematik bahaya kecelakaan khusus. 4. Menurut observasi, angka frekuensi untuk kecelakaan-kecelakaan ringan yang tidak menyebabkan hilangnya hari kerja tetapi hanya jam kerja masih terlalu tinggi. Padahal dengan hilangnya satu atau dua jam sehari mengakibatkan kehilangan jam kerja yang besar secara keseluruhan. 5. Analisa kecelakaan memperlihatkan bahwa untuk setiap kecelakaan ada faktor penyebabnya, sebab-sebab tersebut bersumber kepada alat-alat mekanik dan lingkungan serta kepada manusianya sendiri. Untuk mencegah kecelakaan, penyebab-penyebab ini harus dihilangkan. 6. 85% dari sebab-sebab kecelakaan adalah faktor manusia, maka dari itu usaha-usaha keelamatan selain ditujukan kepada teknik mekanik juga harus memperhatikan secara khusus aspek manusiawi. Dalam hubungan ini, pendidikan dan penggairahan keselamatan kerja kepada tenaga kerja merupakan sarana yang sangat penting. 7. Sekalipun upaya-upaya pencegahan telah maksimal, kecelakaan masih mungkin terjadi dan dalam hal ini adalah besar peranan kompensasi kecelakaan sebagai suatu segi jaminan sosial untuk meringankan bebab penderita. Undang-undang Keselamatan Kerja UU Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, menjamin suatu proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi tidak merugikan semua pihak. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. UU Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU Keselamatan Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja di segala macam tempat kerja yang berada di wilayah kekuasaan hukum NKRI. Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 adalah UUD 1945 pasal 27 (2) dan UU No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini berarti setiap warga negara berhak hidup layak dengan pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak menimbulkan kecelakaan/ penyakit. UU No. 14 tahun 1969 menyebutkan bahwa tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksana dari pembangunan. Ruang lingkup pemberlakuan UUKK dibatasi oleh adanya 3 unsur yang harus dipenuhi secara kumulatif terhadap tempat kerja. Tiga unsur yang harus dipenuhi adalah: 1. Tempat kerja di mana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha. 2. Adanya tenaga kerja, dan 3. Ada bahaya di tempat kerja.
UUKK bersifat preventif, artinya dengan berlakunya undang-undang ini, diharapkan kecelakaan kerja dapat dicegah. Inilah perbedaan prinsipil yang membedakan dengan undang-undang yang berlaku sebelumnya. UUKK bertujuan untuk mencegah, mengurangi dan menjamin tenaga kerja dan orang lain ditempat kerja untuk mendapatkan perlindungan, sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara aefisien, dan proses produksi berjalan lancar.
Memahami Prosedur yang Berkaitan dengan Keamanan Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation Procedure) wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah penggunaan peralatan kesalamatan kerja. Fungsi utama dari peralatan keselamatan kerja adalah melindungi dari bahaya kecelakaan kerja dan mencegah akibat lebih lanjut dari kecelakaan kerja. Pedoman dari ILO (International Labour Organization) menerangkan bahawa kesehatan kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pedoman itu antara lain: a. Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul dari pekerjaan dan lingkungan kerja. b. Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya c. Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial para pekerja. Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah helm, masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga tergantung pada profesinya.
Alat-alat pelindung badan Pada waktu melaksanakan pekerjaan, badan kita harus benar-benar terlindung dari kemungkinan terjadinya kecelakaan. Untuk melindungi diri dari resiko yang ditimbulkan akibat kecelakaan, maka badan kita perlu menggunakan ala-alat pelindung ketika melaksanakan suatu pekerjaan. Berikut ini akan diuraikan beberapa alat pelindung yang biasa dipakai dalam melakukan pekerjaan listrik dan elektronika.
a.Pakaian kerja Pemilihan dan pemakaian pakaian kerja dilakukan berdasarkan ketentuan berikut. Pemakaian pakaian mempertimbangkan bahaya yang mungkin dialami Pakaian longgar, sobek, dasi, dan arloji tidak boleh dipakai di dekat bagian mesin Jika kegiatan produksi berhubungan dengn bahaya peledakan/ kebakaran maka harus memakai pakaian yang terbuat dari seluloid. Baju lengan pendek lebih baik daripada baju lengan panjang. Benda tajam atau runcing tidak boleh dibawa dalam kantong. Tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan debu, tidak boleh memakai pakaian berkantong atau mempunyai lipatan.
Teori: Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang. Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya. K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja. Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar- besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup. Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional. K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang- undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa. Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi.
KESELAMATAN DAN KEAMANAN KERJA (K3)
Sistem keamanan dan keselamatan kerja terhadap keseluruhan personil baik Pengawas, Pelaksana dan juga pekerja terutama yang ada di dalam lingkungan pekerjaan menjadi hal yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan antara lain mengadakan sosialisasi K3, memasang rambu-rambu peringatan agar bekerja hati-hati dan pemakaian alat-alat pengamanan untuk keselamatan kerja dan perlindungan terhadap pekerjaan itu sendiri. Untuk melayani apabila terjadi kecelakaan kecil disediakan kotak/almari P3K mengadakan kerja-sama dengan Puskesmas terdekat. Apabila Puskesmas tidak mampu akan dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Seluruh tenaga kerja yang bekerja pada proyek ini akan diikut sertakan dalam program Astek ataupun Jamsostek. Secara umum dapat diartikan tujuan penerapan K3 di proyek adalah agar tidak terjadi kecelakaan kerja ( zero accident) Program keselamatan dan kesehatan kerja pada Proyek (RKP) meliputi : Kondisi lingkungan lengkap dengan perencanaan site. Struktur organisasi K3 Pokok-pokok perhatian K3 Identifikasi resiko kecelakaan dan pencegahan Identifikasi kondisi dan alat yang dapat menimbulkan potensi bahaya. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Daftar Instansi terkait. Kondisi Lingkungan dan Perencanaan Site. Pengaturan jalan mobilitas bahan, tenaga dan alat. Lokasi penyimpanan bahan/material. Lokasi fabrikasi Direksi keet Barak kerja.
Struktur Organisasi Unit K3 : Ketua Unit K3 : Kepala Proyek Sekretaris : Teknik Bendahara : Personalia dan Keuangan Pelaksana K3 : Para Pelaksana Anggota : Seluruh personil proyek.
Pokok-pokok perhatian K3 : Kecelakaan kerja akibat dri penggunaan : 1. Alat / Mesin\ 2. Tahapan/metode pelaksanaan. Penyakit akibat kerja 1. Suara dan asap pengguna alat 2. Penggunaan bahan kimia berbahaya Pemaparan terhadap kondisi lingkungan. Pertolongan pertama pada kecelakaan ( P3K ) Usaha-usaha penyelamatan
Identifikasi resiko kecelakaan dan pencegahan : Jatuh : Menggunakan sabuk pengaman Pemasangan jarring pengaman Penggunaan scaffolding yang benar Pemasangan pagar pengaman Pemasangan rambu/tanda Kejatuhan : Pemakaian helm pengaman Pemasangan jaring pengaman. Pemasangan rambu/tanda Luka : Pemakaian sarung tangan, sepatu Sakit mata : Pemakaian kacamata.
Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan : Pemasangan poster/himbauan tentang K3 Penggunaan alat keselamatan kerja yang memadai (helm, sarung tangan, sepatu dll) Pemberian rambu-rambu petunjuk dan larangan. Pemasangan pagar pengaman di antara lantai dan tangga Briffing setiap pagi kepada Mandor dan Sub yang terlibat. Menjaga kondisi jalan kerja agar tetap layak pakai Penempatan material/bahan yang sensitive/berbahaya dengan benar Menjaga kondisi jalan kerja agar tetap layak pakai Perlu mendapat perhatian terhadap alat yang menimbulkan suara bising, asap dan residu lainnya. Penyediaaan alat pemadam kebakaran Penempatan Satpam Kerjasama dengan klinik atau rumah sakit terdekat.
Pemeliharaan Kesehatan : Penyediaan air bersih Pembuatan sarana MCK yang memadai Penyediaan tempat sampah dan pembuangan keluar lokasi kerja Kerjasama dengan klinik atau rumah sakit terdekat
Instansi terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja : Depnakertrans Kepolisian Pemda Puskesmas/Dokter Perlindungan Astek Pelatihan K3 Pada umumnya program pelatihan K3 mencakup : Kebijakan K3 Perusahaan Cara bagaimana K3 dapat diorganisir di tempat kerja Prosedur K3 dalam Perusahaan Pengendalian bahaya dan resiko Undang-undang K3 Prosedur keadaan darurat Program pelatihan K3 perlu mencakup beberapa kelompok sasaran, diantaranya : Manajemen senior Manajer/supervisor Karyawan Orang yang mempunyai tanggung jawab penuh Operator Pengunjung lokal/tamu
Perlengkapan dan peralatan penunjang program K3, meliputi : Pemasangan bendera K3, bendera perusahaan dan bendera Negara Republik Indonesia. Pemasangan sign board K3 berupa slogan-slogan yang mengingatkan akan perlunya bekerja dengan selamat, gambar-gambar atau pamflet tentang bahaya / kecelakaan yang mungkin terjadi di lokasi pekerjaan. Slogan maupun pamflet dapat dipasang di kantor proyek dan lokasi pekerjaan berlangsung .
Kegiatan K3, meliputi : Kelengkapan administrasi Pendaftaran proyek ke Disnaker setempat Pihak pelaksana proyek wajib melapor dan mendaftar ke Disnaker setempat, karena Disnaker adalah instansi pemerintah yang berwenang dan bertanggung jawab menangani K3 Pendaftaran dan pembayaran ASTEK Sesuai dengan ketentuan Negara, perusahaan/proyek yang mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 10 orang, wajib melindungi pekerja melalui Asuransi Tenaga Kerja. Pendaftaran dan pembayaran asuransi lainnya, misalnya CAR Izin dari pihak yang terkait tentang penggunaan jalan dan jembatan Untuk beberapa proyek kadang perlu alat berat yang harus didatangkan dan bila keadaan jalan/jembatan relatif kecil, perlu izin pihak terkait. Keterangan laik pakai untuk penggunaan alat berat/ringan yang memerlukan rekomendasi dari Depnaker atau instansi yang berwenang. Peralatan proyek yang menyangkut keselamatan umum pada saat pengoperasian harus dimonitor pemakaiannya oleh instansi pemerintah yang berwenang. Pemberitahuan kepada pemerintah/lingkungan setempat perihal laporan tentang keberadaan/kegiatan proyek.
Pengawasan Pelaksanaan K3 meliputi : Safety Patrol : Suatu team yang terdiri dari 2 atau 3 orang yang melaksanakan patroli selama lebih kurang 2 jam (tergantung lingkup proyek). Dalam patroli masing-masing anggota safety patrol mencatat hal-hal yang tidak sesuai ketentuan/yang mempunyai resiko kecelakaan. Ketentuan/tolok ukurnya adalah : Safety Plan, Panduan pelaksanaan K3 dan hal-hal yang secara teknis mengandung resiko. Safety Supervisor : Petugas yang ditunjuk oleh Manager Proyek yang secara terus menerus mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan dilihat dari segi K3 : Safety Supervisor berwenang menegur dan memberikan instruksi langsung terhadap para pelaksana di lapangan. Safety Meeting : Rapat membahas hasil/laporan dari safety patrol maupun hasil/laporan dari safety supervisor. Yang paling utama dalam safety meeting adalah perbaikan atas pelaksanaan kerja yang tidak sesuai K3 dan perbaikan system kerja untuk mencegah penyimpangan tidak terulang kembali. Pelaporan dan Penanganan Kecelakaan : Pelaporan dan Penanganan kecelakaan terdiri dari kecelakaan ringan, kecelakaan berat, kecelakaan dengan korban meninggal dan kecelakaan peralatan berat.
Perlengkapan Diri (APD) Helmet: Alluminium, Standard (CIC) Sepatu lapangan : kulit, karet Jas hujan Masker las Kaca mata las Sabuk pengaman Tali pengaman Masker hidung Penutup telinga Sarung tangan Handy Talky Senter Tas Pinggang Kartu pengenal.
Perlengkapan K3 Tandu Orang Alat pemadam kebakaran Rambu-rambu petunjuk Spanduk K3 MCK Pompa air Mushola Bedeng pekerja Ruang Klinik P3K Papan pengumuman.
Manajemen Pelaksanaan K3L dalam Pelaksanaan di Proyek Perusahaan Jasa Konstruksi dalam melaksanakan pekerjaannya banyak menyerap tenaga kerja, baik yang mempunyai kemampuan dan keahlian cukup maupun yang terbatas. Kegiatan jasa konstruksi melibatkan banyak tenaga kerja, peralatan konstruksi, mesin-mesin, bahan bangunan dan menerapkan berbagai macam teknologi. Dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi sering terjadi berbagai macam masalah seperti robohnya perancah, tenaga kerja jatuh dari ketinggian, terkena aliran listrik dan kecelakaan kerja lainnya. Untuk itu disusun Standart K3L bagi sector jasa konstruksi yang ditujukan agar ditempat kerja tidak terjadi kerugian, gangguan ataupun kecelakaan, menjaga keselamatan, kesehatan, sehingga pekerja dapat melakukan pekerjaan merasa aman terhadap bahaya. Syarat-syarat Manajemen K3L yang akan diterapkan di proyek antara lain sebagai berikut : Memberi pengarahan langsung kepada tenaga kerja setiap melaksanakan kegiatan guna mencegah dan mengurangi kecelakaan. Memberi pertolongan pertama pada kecelakaan Membekali peralatan keamanan pada para pekerja pada saat melaksanakan pekerjaan Mencegah dan mengurangi timbulnya penyakit dengan menjaga kebersihan setiap pekerja. Memberikan fasilitas yang mencukupi dalam melaksanakan pekerjaan seperti lampu penerangan, ataupun peralatan lain yang dibutuhkan. Memelihara kesehatan dengan mengadakan pem