Anda di halaman 1dari 22

TUGAS 3

MAKALAH KESELAMATAN INSUDTRI


“SAFETY POLICY”

Oleh :
Kelompok 1
GHALY UKTA PRADANA (1415041019)
PAVITA SALSABILA (1415041047)
RIDWAN SANTOSO (1415041053)

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai Negara yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan


yang senantiasa selalu berkembang meluas memasuki seluruh bidang dan sector
kegiatan, termasuk pula sector industri. Dengan keadaan demikian, maka akan
terdapat lebih banyak lagi sumber-sumber bahaya baru di tempat kerja, yang semua
itu merupakan tantangan baru dan menuntut adanya peningkatan usaha keselamatan
dan kesehatan kerja dalam rangka meningkatkan perlindungan dan perawatan tenaga
kerja. Selanjutnya, dengan aturan-aturan yang lebih maju akan dicapai keamanan
yang baik dan realistis, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam
memberikan rasa aman, tentram dan meningkatkan kegiatan dan kegairahan kerja
pada tenaga kerja yang bersangkutan. Dalam praktek dan pengalaman perlu dirasakan
adanya pengaturan yang baik sebelum perusahaan-perusahaan didirikan atau
dibangun untuk merubah dan merombak kembali apa yang dibangun dan apa yang
telah terpasang di dalamnya, guna memenuhi persyaratan-persyaratan kesempatan
kerja yang bersangkutan.

Kunci utama dari UU Keselamatan Kerja adalah keterlibatan tenaga kerja dan
pengurus serta organisasi kerja yang ada di dalamnya untuk meningkatkan standart
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Keterlibatan yang dimaksudkan ini antara lain
melalui : adanya perwakilan tenaga kerja untuk K3 dan pembentukan organisasi K3.
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah suatu badan yang
dibentuk disuatu perusahaan untuk membantu melaksanakan dan menangani usaha-
usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsur
pengusaha dan tenaga kerja. Sejalan dengan langkah pembangunan negara dewasa
ini, menuju negara Industri yang maju dan mandiri; proses ini ditandai antara lain
dengan mekanisme, elektrifikasi dan modernisasi.

Dalam keadaan demikian maka penggunaan mesin – mesin, pesawat –


pesawat, instalasi – instalasi modern serta pemakaian bahan berbahaya semakin
meningkat. Hal tersebut disamping memberi kemudahan proses produksi dapat pula
menambah jumlah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja, hal ini akan terjadi
pula lingkungan kerja yang kurang memenuhi syarat, proses dan sifat pekerjaan yang
berbahaya, serta peningkatan intensitas kerja operasional tenaga kerja.

Masalah tersebut diatas akan sangat mempengaruhi dan mendorong


peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja, kebakaran, peledakan maupun pencemaran lingkungan.

Oleh karena itu, K3 yang merupakan salah satu bagian perlindungan tenaga
kerja perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Untuk itu semua pihak yang terlibat
dalam usaha produksi khususnya para pengusaha dan tenaga kerja diharapkan dapat
memahami dan menerapkan K3 di tempat kerja masing – masing. Agar terdapat
keseragaman dalam pengertian, pemahaman dan persepsi K3 maka perlu adanya
suatu pelatihan yang dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan.

Dalam UU Keselamatan Kerja, Pasal 10 (1) dinyatakan bahwa “Menteri


Tenaga Kerja berwenang membentuk P2K3 guna memperkembangkan kerja sama,
saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga
kerja dalam tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang
K3, dalam rangka melancarkan usaha produksi.” Yang dimaksud dengan
memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif adalah suatu
bentuk keterlibatan (involvement) dari kedua belah pihak. Sedangkan tugas dan
kewajiban dari kedua belah pihak adalah melancarkan usaha produksi melalui
peningkatan kinerja K3. Dalam hal ini, P2K3 mempunyai peran central di dalam
menjamin kinerja K3 di tempat kerja.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah :

1. Apa itu safety policy?

2. Apa itu P2K3?

3. Apa dasar hukum P2K3?

4. Apa tujuan pembentukan dan pelaksanaan P2K3?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah :

1. Mengetahui pengertian safety policy.

2. Mengetahui pengertian P2K3.

3. Mengetahui dasar hukum P2K3

4. Mengetahui tujuan pembentukan dan pelaksanaan P2K3.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Safety policy

Definisi Kebijakan Keamanan. Kebijakan kesehatan dan keselamatan adalah


pernyataan tertulis dari pemberi kerja yang menyatakan komitmen perusahaan untuk
melindungi kesehatan dan keselamatan karyawan dan kepada publik. Ini adalah
komitmen yang didukung oleh manajemen kepada karyawannya mengenai kesehatan
dan keselamatan mereka.

Sebagian besar bisnis menetapkan kebijakan mereka dalam tiga bagian:


Pernyataan kebijakan umum tentang kesehatan dan keselamatan di tempat kerja
menetapkan komitmen untuk mengelola kesehatan dan keselamatan secara efektif,
dan apa yang ingin dicapai. Bagian tanggung jawab menetapkan siapa yang
bertanggung jawab atas tindakan tertentu. Bagian pengaturan berisi perincian tentang
apa yang akan dilakukan dalam praktik untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
dalam pernyataan kebijakan kesehatan dan keselamatan.

Bagian pengaturan harus mengatakan akan memenuhi komitmen yang telah


dibuat dalam pernyataan kebijakan kesehatan dan keselamatan. Masukkan informasi
tentang bagaimana seseorang akan menghilangkan atau mengurangi risiko bahaya di
tempat kerja. Bahaya adalah sesuatu dalam bisnis yang dapat membahayakan orang,
seperti bahan kimia, listrik, dan bekerja di ketinggian. Risiko adalah peluang -
betapapun besar atau kecilnya - bahwa suatu bahaya dapat menyebabkan bahaya.

Tindakan tambahan yang diambil untuk mengelola kesehatan dan keselamatan


harus ditetapkan di bagian pengaturan kebijakan mencakup: pelatihan staf,
menggunakan tanda-tanda untuk menyoroti risiko, peralatan keselamatan yang
ditingkatkan, seperti penjaga atau peralatan pelindung pribadi tambahan, termasuk
kacamata, sepatu keselamatan, atau pakaian visibilitas tinggi, mengganti bahan
kimia berbahaya dengan alternatif yang kurang berbahaya, peningkatan
pencahayaan, lantai anti slip. Fokuskan perhatian pada aktivitas yang dapat
menimbulkan risiko bagi orang atau menyebabkan kerusakan serius.

2.2 Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah suatu badan
yang dibentuk disuatu perusahaan untuk membantu melaksanakan dan menangani
usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsur
pengusaha dan tenaga kerja. Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah suatu
badan yang dibentuk baik di Pusat dan Wilayah-wilayah untuk memberikan saran
dan perimbangan kepada pemerintah tentang usaha-usaha keselamatan dan
kesehatan kerja.
Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah pejabat Depnaker
yang mempunyai keahlian khusus di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan
diberi wewenang untuk mengawasi langsung terhadap ditaatinya UU No. 1 tahun
1970 dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan keselamatan dan
kesehatan kerja. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah tenaga teknis
berkeahlian khusus dari luar Depnaker yang diberi wewenang oleh Menteri Tenaga
Kerja untuk melaksanakan sebagian dari tugas-tugas pengawasan keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja.

2.3 Dasar Hukum P2K3

Sebagai dasar hukum pembentukan, susunan, dan tugas Panitia Pembina


Keselamatan dan Kesehatan kerja ialah Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja pasal 10 ayat (1), (2) dengan peraturan pelaksanaannya yaitu :

1. Keputusan Menteri Tenaga kerja No. KEP-125/MEN/82 tentang Dewan


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang
disempurnakan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-155/MEN/84.

2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-04/MEN/87 tentang Panitia Pembina


Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan
Kerja.

2.4 Tujuan Pembentukan dan Pelaksanaan P2K3

Dalam Permenaker No. PER-04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata Cara


Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja, Pasal 1 (d) dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut
P2K3 adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama
antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian
dan partisipasi efektif dalam penerapan K3. Seperti apa yang tertuang di dalam UU
Keselamatan Kerja, Pasal 10 (1) dinyatakan bahwa “Menteri Tenaga Kerja
berwenang membentuk P2K3 guna memperkembangkan kerja sama, saling
pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja
dalam tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang K3,
dalam rangka melancarkan usaha produksi.” Yang dimaksud dengan
memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif adalah
suatu bentuk keterlibatan (involvement) dari kedua belah pihak. Sedangkan tugas
dan kewajiban dari kedua belah pihak adalah melancarkan usaha produksi melalui
peningkatan kinerja K3. Dalam hal ini, P2K3 mempunyai peran central di dalam
menjamin kinerja K3 di tempat kerja. Perubahan kinerja K3 kearah yang lebih baik
akan lebih mudah dicapai apabila antara pengurus atau pihak manajemen dengan
tenaga kerja bekerja sama (melalui forum P2K3), saling berkonsultasi tentang
potensi bahaya, mendiskusikannya dan mencari solusi atas semua masalah K3 yang
muncul di tempat kerja. P2K3 sebagai wadah forum rembuk K3 dapat membawa
pengurus dan perwakilan tenaga kerja bersama-sama untuk mempertimbangkan isu-
isu umum K3 di tempat kerja secara luas, merencanakan, melaksanakan dan
memantau program-program K3 yang telah dibuat.

Setiap kegiatan dan aktivitas panitia Pembina keselamatan dan kesehatan kerja
selalu memiliki maksud dan tujuan tertentu dan pada umumnya ditujukan pada
peningkatan produktivitas perusahaan secara menyeluruh. Namun menurut konsep
manajemen modern perusahaan harus menjunjung tinggi keselamatan, keseatan dan
kesejahteraan karyawan. Taat azas dengan setiap prosedur operasional yang
dirancang untuk Pencegahan terjadinya kecelakaan,pencegahan terjadinya penyakit
akibat kerja pencegahan/ penekanan menjadi sekecil-kecilnya terjadinya kematian
akibat kecelakaan oleh karena pekerjaan peningkatan produktivitas atas dasar tingkat
keamanan kerja yang tinggi penghindaran pemborosan kerja, modal, alat-alat sumber
produksi lainnya sewaktu bekerja peningkatan dan pengamanan produksi dalam
rangka industrialisasi dan pembangunan Perusahaanperusahaan kecil juga dianjurkan
secara bersama-sama mempunyai ahli K3 didalam perusahaan perlu dibentuk panitia
pembinaan K3. Tujuannya adalah peningkatan keselamatan dan kesehatan melalui
kerja sama Bipatriet yaitu antara pengusaha dan pekerja.

Sedangkan organisasi K3 terdapat pada unsur pemerintahan dalam ikatan


profesi, badan konsultasi dimasyarakat, di perusahaan-perusahaan dan lain-lain.
Program pemerintah khususnya pembinaan dan pengawasan bersama-sama dengan
praktek K3 di perusahaan-perusahaan isi mengisi sehingga dicapai tingkat
keselamatan dan kesehatan di perusahaan setinggi-tingginya, selain itu perusahaan
dalam meningkatkan penerapan keselamatan kerja di perusahaannya dapat
memperoleh bantuan keahlian dari badan-badan konsultan. Pada tingkat perusahaan,
pengusaha dan pekerja adalah kunci kearah keberhasilan program K3. ikatan profesi
meningkatkan pula profesi keselamatan kerja, agar menunjang program keselamatan
kerja.

Usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mempunyai tujuan


umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yaitu :

1. Perlindungan terhadap tenaga kerja yang berada ditempat kerja agar selalu
terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan
peningkatkan produksi dan produktivitas kerja.

2. Perlindungan setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja agar selalu
dalam keadaan selamat dan sehat.

3. Perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai dan
digunakan secara aman dan efisien.

Sedangkan secara khusus antara lain :

1. Mencegah dan atau mengurangi kecelakaan, kebakaran, peledakan dan


penyakit akibat kerja.

2. Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, alat kerja, bahan baku dan bahan
hasil produksi.
Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan
penyesuaian antara pekerja dengan manuasi atau manusia dengan pekerjaan.

2.5 Syarat Pembentukan P2K3

Permenaker No. PER-04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata Cara


Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja Pasal 2, mensyaratkan bahwa setiap tempat
kerja dengan kriteria tertentu pengusaha atau pengurus WAJIB membentuk P2K3.
Kriteria tempat kerja dimaksud ialah:

a. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100 orang atau
lebih.

b. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan kurang dari


100 orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang
mempunyai resiko yang besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan
dan penyinaran radioaktif.

Selanjutnya pada Pasal 3 (3) dinyatakan bahwa “P2K3 ditetapkan oleh


Menteri atau pejabat yang ditunjuknya atas usul dari pengusaha atau pengurus yang
bersangkutan”. Dengan demikian inisiatif pembentukan P2K3 di tempat kerja atau
perusahaan harus mucul dari pengurus atau pengusaha yang didasarakan pada
kesadaran untuk memenuhi kewajiban seperti yang ditetapkan dalam peraturan
perundangan.

Terdapat beberapa hal penting sebagai dasar pertimbangan pada saat


pembentukan P2K3. Tujuan pembentukan P2K3 harus dapat menjamin bahwa
organisasi yang akan dibentuk merupakan perwakilan seluruh komponen yang ada
di tempat kerja. Konsultasi antara pihak manajemen dengan pekerja harus
terfokus pada pengembangan struktur P2K3 yang betul- betul sesuai dengan
kebutuhan tempat kerja atau perusahaan. Pada saat memutuskan kebutuhan
organisasi P2K3 yang sesui dengan tempat kerja atau perusahaan dan dapat
memenuhi tuntutan peraturan perundangan, hal-hal yang harus difikirkan antara
lain adalah :

a. Besar kecilnya tempat kerja atau perusahaan;

b. Jenis operasional dan pengaturan tempat kerja;

c. Potensi bahaya dan tingkat resiko yang ada di tempat kerja;

d. Calon-calon anggota dari setiap kelompok kerja yang akan mengisi


struktur organisasi; dan

e. Ukuran ideal organisasi yanag dapat bekerja secara efektif.

Pada perusahaan besar atau tempat kerja yang luas akan diperlukan jumlah
yang lebih besar kelompok kerja yang akan ditunjuk. Jika P2K3 mempunyai banyak
anggota maka akan diperlukan suatu upaya atau perjuangan untuk dapat bekerja
secara efektif. Untuk itu, mungkin perlu membuat lebih dari satu organisasi K3
dan selanjutnya tinggal mengatur untuk langkah koordinasi diantara mereka. Hal
yang perlu disadari bahwa terlalu banyak atau terlalu sedikit anggota P2K3 akan
menimbulkan suatu permasalahan, untuk itu harus dibuat atau disusun struktur
organisasi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

2.6 Anggota P2K3

Berdasarkan Pasal 3, Permenaker No. PER-04/MEN/1987 tentang P2K3


serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja dinyatakan bahwa:

1) Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusahan dan pekerja yang


susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota;

2) Sekretaris P2K3 ialah Ahli Keselamatan Kerja dari perusahaan yang


bersangkutan;

3) Ketua P2K3, diupayakan dijabat oleh pimpinan perusahaan atau salah satu
pengurus perusahaan.

Agar organisasi P2K3 dapat berjalan dengan baik, maka susunan anggota
sekurang-kurangnya separuhnya adalah dari perwakilan pekerja. Anggota dari
perwakilan pekerja, pertama-tama dipilih dari orang-orang yang mempunyai
pengetahuan tentang proses kerja dan potensi bahaya yang ada di tempat kerjanya.
Demikian juga dengan perwakilan dari pihak manajemen atau pengurus,
diupayakan suatu perwakilan yang berasal dari jajaran manajer, supervisor,
personnel officers atau profesional K3 yang dapat memberikan informasi atau
masukan di dalam membuat kebijakan perusahaan, kebutuhan produksi dan hal-
hal teknis perusahaan lainnya. Selanjutnya jumlah anggota P2K3 yang ideal agar
fungsi organisasi dapat berjalan dengan efektif adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih, maka
jumlah anggota sekurang-kurangnya 12 orang terdiri dari 6 orang perwakilan
pekerja dan 6 orang dari perwakilan pengurus perusahaan atau pihak manajemen.

2. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 50 orang s/d 100 orang, maka jumlah
anggota sekurang-kurangnya 6 orang terdiri dari 3 orang perwakilan
pekerja dan 3 orang dari perwakilan pengurus perusahaan atau pihak manajemen.

3. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja kurang dari 50 orang atau tempat
kerja dengan tingkat resiko yang besar, maka jumlah anggota sekurang-
kurangnya 6 orang terdiri dari 3 orang perwakilan pekerja dan 3 orang dari
perwakilan pengurus perusahaan atau pihak manajemen.

Kadang-kadang sangat sulit untuk memutuskan, siapa yang dapat menjadi


wakil pekerja dan siapa yang harus menjadi perwakilan pihak manajemen, karena
disebagian besar tempat kerja semuanya adalah sebagai “pekerja”. Agar P2K3 dapat
bekerja dengan baik, maka wakil manajemen harus diusulkan oleh pihak
manajemen dan wakil pekerja harus diusulkan oleh para kerja itu sendiri dan
bukan merupakan penunjukan dari pengurus perusahaan
2.7 Program Kerja P2K3

 Program kesehatan dan keselamatan kerja yang disyaratkan dalam pasal 36.1
Undang-Undang harus ditandatangani oleh pemberi kerja dan oleh orang atau
orang yang bertanggung jawab atas pengelolaan operasi pengusaha di provinsi
dan harus mencakup:

o Pernyataan komitmen pemberi kerja untuk bekerja sama dengan komite


kesehatan dan keselamatan kerja dan pekerja di tempat kerja dalam
melaksanakan tanggung jawab bersama mereka untuk kesehatan dan
keselamatan kerja;

o Pernyataan tanggung jawab masing-masing dari pemberi kerja, penyelia,


komite kesehatan dan keselamatan kerja dan pekerja dalam melaksanakan
tanggung jawab bersama mereka untuk kesehatan dan keselamatan kerja;

o Prosedur untuk mengidentifikasi kebutuhan dan persiapan, prosedur kerja


tertulis untuk menerapkan praktik kesehatan dan keselamatan, termasuk
praktik yang diwajibkan oleh Undang-Undang dan peraturan, atau atas
perintah petugas;

o Sebuah rencana untuk mengarahkan dan melatih pekerja dan penyelia di


tempat kerja dan praktik kerja aman, rencana, kebijakan dan prosedur khusus
pekerjaan, termasuk untuk tanggap darurat, yang diperlukan untuk
menghilangkan, mengurangi atau mengendalikan bahaya;

o Persiapan untuk membentuk dan mengoperasikan komite kesehatan dan


keselamatan kerja, termasuk

 Pemeliharaan catatan keanggotaan

 Aturan prosedural

 Akses untuk komite kepada staf manajemen dengan wewenang untuk


menyelesaikan masalah kesehatan dan keselamatan dan untuk
mengakses informasi tentang operasi pengusaha yang diperlukan
berdasarkan Undang-undang dan peraturan, dan

 Rencana untuk anggota komite pelatihan seperti yang dipersyaratkan


dalam UU.

o Rencana untuk anggota komite pelatihan seperti yang dipersyaratkan dalam


UU.

 Evaluasi dan pemantauan tempat kerja untuk mengidentifikasi potensi


bahaya dan risiko terkait,

 Prosedur dan jadwal untuk inspeksi rutin oleh anggota manajemen dan
komite
 Prosedur untuk identifikasi, pelaporan dan pengendalian atau koreksi
bahaya,

 Prosedur untuk investigasi segera kejadian berbahaya untuk


menentukan penyebab terjadinya dan tindakan yang diperlukan untuk
mencegah terulangnya,

 Identifikasi keadaan di mana pemberi kerja diharuskan untuk


melaporkan bahaya kepada komite dan prosedur untuk melakukannya,
dan

 Langkah-langkah untuk pertanggungjawaban orang yang bertanggung


jawab atas pelaporan dan koreksi bahaya;

o Sebuah rencana untuk pengendalian zat biologis dan kimia yang ditangani,
digunakan, disimpan, diproduksi, atau dibuang di tempat kerja dan bila
perlu, pemantauan lingkungan kerja untuk memastikan kesehatan dan
keselamatan pekerja dan orang lain di atau dekat tempat kerja ;

o Sistem untuk memastikan bahwa orang yang dikontrak oleh majikan atau
untuk kepentingan majikan mematuhi program yang dikembangkan di
bawah bagian ini dan Undang-undang dan peraturan;

o Sebuah rencana tanggap darurat;

o Pemeliharaan catatan dan statistik, termasuk risalah komite kesehatan dan


keselamatan kerja, laporan inspeksi dan investigasi kesehatan dan
keselamatan kerja, dengan prosedur untuk memungkinkan akses kepada
mereka oleh orang yang berhak menerimanya berdasarkan Undang-Undang;
dan

o Penyediaan untuk memantau implementasi dan efektivitas program.

 Majikan yang diwajibkan untuk membuat dan memelihara program kesehatan


dan keselamatan kerja berdasarkan pasal 36.1 Undang-Undang harus

o Laksanakan program kesehatan dan keselamatan kerja; dan

o Meninjau dan, jika perlu, merevisi program kesehatan dan keselamatan kerja

 Seidaknya setiap 3 tahun,

 Dimana ada perubahan keadaan yang dapat mempengaruhi


kesehatan dan keselamatan pekerja, dan

 Dimana petugas meminta ulasan.

Adapun program kerja dari P2K3 sebagai berikut.

1. Safety Meeting merupakan rapat yang membahas mengenai keseluruhan elemen


sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Rapat ini dihadiri oleh tim
P2K3 (pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja), perwakilan dari
setiap satuan kerja dan jajaran manajemen untuk membahas perjalanan, perbaikan
dan peluang peningkatan berkelanjutan dari sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja. Bahan-bahan rapat yang dapat digunakan seperti : bukti
implementasi, hasil pemantauan dan pengukuran kinerja, hasil safety dan
safety audit. Bentuk Safety Meeting ini diantaranya berupa :

a. Toolbox meeting

Merupakan pertemuan yang umumnya dilakukan pada pagi hari sebelum


dimulainya pekerjaan untuk membahas apa saja kegiatan yang akan
dilakukan hari ini kemudian review pekerjaan yang telah dilakukan kemarin,
lalu pembagian tugas / job desc dari supervisor kepada masing-masing
pekerja sehingga tidak ada lagi missed saat telah bekerja di lapangan serta
yang paling penting dari toolbox meeting ialah mengingatkan kembali kepada
seluruh pekerja mengenai Keselamatan, Kesehatan Kerja serta Lingkungan
( dalam arti lain = penyegaran mengenai safety behavior). Diikuti oleh
supervisor, foreman, engineer, HSE serta seluruh pekerja yang terlibat dalam
pekerjaan ini. Toolbox meeting juga dapat digunakan sebagai media
komunikasi untuk sharing mengenai masalah safety dan isu-isu yang sedang
berkembang saat ini yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan
dilakukan. Untuk pelaksanaanya, di project melakukan toolbox safety
meeting setiap pagi sebelum dimulainya pekerjaan. Pendokumentasian dari
setiap meeting ini sangat penting. Bentuk - bentuk dokumentasi yang dapat
dibuat ialah seperti foto pelaksanaan, attendance list semua karyawan yang
mengikuti meeting ini kemudian buat notulen dari meeting ini, yang
mengulas apa saja yang sudah dibahas kemudian siapa - siapa saja
pembicaranya. Selain toolbox meeting yang dilakukan setiap harinya, ada
juga weekly safety meeting dan forum meeting tiap bulannya.

b. Pre Job Safety Meeting

Biasa disingkat dengan PJSM merupakan meeting yang dilakukan sebelum


dimulai nya pekerjaan di lokasi kerja (per job desc), jadi ketika toolbox
meeting selesai, maka pekerja di bagi menjadi beberapa kelompok untuk
beberapa pekerjaan yang berbeda dan di lokasi pekerjaan yang berbeda - beda
itulah juga di lakukan PJSM. PJSM ini merupakan salah satu elemnt dari izin
kerja atau Work Permit atau biasa disebut juga Permit to Work (PTW). PJSM
ini menjelaskan semua job step dari pekerjaan yang akan dilakukan serta
bahaya dan resiko apa saja yang ada dimana pekerjaan tersebut, kemudian
bagaimana mengendalikan dan meminimalisir resiko bahaya tersebut
sehingga tidak berbahaya lagi bagi pekerja ketika melakukan pekerjaan
tersebut. Penjelasan mengenai resiko dan pengendaliannya dijelaskan melalui
dokumen JSA (Job Safety Analysis) yang juga merupakan elemen dari PTW
itu sendiri, termasuk didalamnya menjelaskan dimana lokasi muster point
terdekat ketika terjadi emergency condition. PJSM ini harus juga terdapat
dokumentasi seperti foto dan attendance list seperti pada pelaksanaan
Toolbox Meeting sebelumnya.

c. Weekly Safety Meeting


Merupakan meeting mingguan yang dilakukan rutin setiap minggu dan
dihadiri oleh seluruh kontraktor dan client sendiri. dalam meeting ini
biasanya membahas apa saja yang telah dialami dalam minggu ini, kemudian
ada kejadian apa saja, termasuk jika ada sesuatu yang dapat dijadikan lesson
learns. kemudian biasanya juga ada review mengenai berapa TRR saat ini,
adakah accident atau incident dalam minggu ini, isu apa saja yang sedang
berkembang mengenai aspek - aspek HSE. pertemuan mingguan ini juga
bertujuan untuk refreshing karyawan setelah seminggu penuh beraktifitas,
biasanya juga diberikan beberapa pertanyaan seputar HSE kemudian bagi
siapa yang dapat menjawab pertanyaan tersebut disediakan token atau hadiah
dari Client sebagai wujud apresiasi kepedulian dari pihak karyawan mengenai
HSE.

d. Forum Monthly Meeting


Seperti yang disebutkan dalam namanya, meeting ini dilakukan setiap
sebulan sekali yang dihadiri oleh client dan semua wakil management dari
setiap kontraktor yang bekerja di dalam area client tersebut. Pertemuan ini
membahas KPI (Key Performance Indicator) mengenai penilaian aspek -
aspek HSE yang telah dilakukan selama ini sejauh apa. Dari hasil ini dapat
diketahui juga seberapa besar kepedulian management kontraktor ini dalam
hal HSE. Beberapa hal yang jadi penilaian untuk aspek HSE seperti Permit /
PTW audit, yang isi nya apakah PTW tersebut telah disusun sesuai standart
dan lengkap serta implementasinya dilapangan sudah benar atau tidak,
kemudian PJSM audit, yang menilai apakah PJSM telah dilakukan dengan
benar oleh pimpinan kerja setempat serta telah menjelaskan job step serta
bahaya - bahaya dan pengendaliaanya seperti apa, kemudian Observation
Card, kartu yang berisi mengenai mengenai safe atau unsafe action and
condition yang diamati oleh seseorang yang kemudian dicatat dan diobservasi
oleh orang yang menulis kartu tersebut. Kemudian satu lagi yang dibahas
ialah ride along checklist yang membahas mengenai apakah pengemudi
mobil sebelum berangkat telah melakukan pengecekan pada kondisi mobil
dan semua indicator nya, ban nya juga, kemudian setelah berada di jalan
apakah mematuhi rambu - rambu yang ada serta batas kecepatan maksimal
berkendara dalam perusahaan dipatuhi atau tidak, semuanya dijelaskan dalam
checklist tersebut. Penilaian KPI atau tingkat kepedulian manajemen dari
kontraktor mengenai aspek HSE ini dapat dilihat dari berapa target mereka
untuk melakukan PTW audit, PJSM audit, Observation card dan Ride along
checklist yang harus diserahkan pada client serta berapa persen progressnya
hingga saat ini, apakah sesuai dengan target atau malah jauh dari target
tersebut.

2. Inventarisasi permasalahan K3 adalah dokumen – dokumen tentang permasalahan


terkait keselamatan dan kesehatan kerja serta sumber – sumber yang berpotensi
membahayakan para pekerja. Selain itu, inventarisasi juga terdiri dari dokumen
terkait permasalahan K3 yang mungkin terjadi, pernah terjadi, baik yang penting
maupun yang tidak penting.
3. Identifikasi dan inventarisasi sumber bahaya adalah mengidentifikasi dan
menginventarisasi sumber bahaya yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat
kerja maupun kerugian lainnya di tempat kerja.

4. Penerapan norma K3 adalah salah satu program kerja P2K3 yang memastikan
bahwa perusahaan benar-benar menerapkan norma-norma K3 dengan
meningkatkan kesadaran, partisipasi dan tanggung jawab menciptakan perilaku
K3 sehingga K3 benar-benar menjadi budaya.

5. Inspeksi/safety patrol adalah mengadakan piket patroli harian yang berfungsi


untuk memantau kondisi operasional yang berlangsung selama jam kerja. Safety
patrol tidak hanya sebatas memantau saja tetapi juga memberikan himbauan dan
saran kepada pekerja saat melakukan kegiatan yang berbahaya misalnya
mengingatkan pekerja apakah sudah menggunakan alat pengaman yang sesuai
atau belum.

Safety patrol merupakan kegiatan inspeksi K3 terencana yang dilaksanakan oleh


keterlibatan seluruh karyawan dan pihak kontraktor. Safety patrol dapat optimal
dilakukan melalui tim lintas fungsi (dapartemen dan kontraktor). Departemen
terkait tidak diperbolehkan melakukan safety patrol di-areanya sendiri agar hasil
yang didapat lebih obyektif untuk perbaikan berkelanjutan. Safety patrol
dilaksanakan sesuai rencana internal perusahaan pada daerah yang telah
ditetapkan (terjadwal). Setiap tim safety patrol juga dilengkapi dengan checklist
untuk objek yang akan diinspeksi. Hasil inspeksi ini langsung dikomunikasikan
dengan departemen terkait untuk segera ditanggapi dan dibuatkan tindakan
perbaikan. Status tindak lanjut dari tindakan perbaikan akan dipantau oleh safety
officer.

6. Penyelidikan dan analisa kecelakaan yaitu petugas P2K3 melakukan penyelidikan


dan analisis penyebab kecelakaan yang terjadi di perusahaan. Dan selanjutnya
petugas P2K3 memberikan rekomendasi kepada pihak top manajemen untuk
mencegah kecelakaan terjadi kembali.

7. Pendidikan dan latihan meliputi melakukan training safety untuk karyawan


disemua tingkatan dan sesuai dengan kepentingan (didalam atau diluar
perusahaan), memberikan pendidikan dalam bentuk: memasang spanduk-spanduk
K3, Membuat film-film tentang K3, buletin & majalah tentang K3, serta
melakukan seminar didalam atau diluar perusahaan dengan mengundang tenaga
ahli K3.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan
tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja, hal ini dapat mendorong kemampuan karyawan untuk bekerja
dengan mengedepankan keselamatan dan kesehatan kerja. Materi training
disesuaikan dengan karakteristik pekerjaan yang beresiko terhadap keselamatan
dan kesehatan kerja. Tujuan akhir dari safety training ini dapat membangkitkan
dan meningkatkan kepedulian seluruh karyawan terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja dimana saja dan dalam setiap aktivitas pekerjaannya.
8. Prosedur dan tata cara evakuasi yaitu membuat prosedur dan tata cara evakuasi
dalam keadaan darurat yang efektif dan efisien.
9. Catatan dan data K3 adalah kegiatan P2K3 untuk senantiasa menghimpun data
dan membuat catatan serta laporan terkait penerapan K3 di perusahaan.
10. Laporan pertanggungjawaban adalah laporan atas hasil kegiatan P2K3 yang
dibuat oleh ketua P2K3. Laporan pertanggungjawaban harus membuat dan
menyampaikan laporan secara reguler baik kepada pemerintah maupun kepada
pimpinan perusahaan yang bersangkutan. Laporan kegiatan P2K3 kepada
pemerintah disampaiakan kepada Kepala Dinas atau kepala Kantor yang
membidangi ketenagakerjaan kabupaten atau kota setempat dalam bentuk
laporan triwulan dan ditembuskan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Propinsi
dan Dewan K3 Propinsi. Sedangkan laporan kepada pimpinan perusahaan yang
bersangkutan dibuat dan disampaikan setiap setelah diselenggarakan pertemuan
baik pertemuan rutin maupun pertemuan khusus. Penelitian adalah kegiatan
P2K3 untuk meneliti lebih lanjut mengenai penerapan SMK3 perusahaan

2.8 Pembentukan P2K3

Untuk dapat pembentukan organisasi P2K3 yang baik perlu suatu langkah-
langkah efektif yang dimulai dari tahap persiapan dan dilanjutkan dengan tahap
pelaksanaan pembentukan.

1. Tahap Persiapan

Internal perusahaan harus mempersiapkan pembentukan P2K3 yang


meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Membuat Kebijakan K3. Pengurus harus terlebih dulu menggariskan dan


menjalankan pokok-pokok kebijakan K3 secara umum dan menetapkan
maksud tujuan untuk membentuk P2K3. Kebijakan K3 tersebut lazin disebut
sebagai “SAFETY AND HEALTH POLICY”. Secara garis besar kebijakan
tersebut berupa penegasan bahwa:

a) K3 merupakan salah satu faktor yang tidak dapat diabaikan dalam


kelancaran proses produksi perusahaan;

b) Pimpinan perusahaan bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan


usaha K3 di perusahaannya;

c) Semua personel mulai dari top manajemen sampai garis organisasi


perusahaan paling bawah harus memahami dan ikut aktif di dalam segala
kegiatan K3 yang diselenggarakan oleh perusahaan;

d) Perlu dilakukan pembinaan dan latihan secara terus menerus untuk


peningkatan kinerja K3;
e) Pengawasan dan pelaksanaan semua ketentuan K3 yang telah
digariskan;

f) Perlu penyediaan anggaran operasional yang cukup;

g) P2K3 berfungsi sebagai penggerak dilaksanakannya K3 di


perusahaan.

2) Membuat Kebijakan K3. Pengurus harus terlebih dulu menggariskan dan


menjalankan pokok-pokok kebijakan K3 secara umum dan menetapkan
maksud tujuan untuk membentuk P2K3. Kebijakan K3 tersebut lazin disebut
sebagai “SAFETY AND HEALTH POLICY”. Secara garis besar kebijakan
tersebut berupa penegasan bahwa:

a) Mempermudah pelaksanaan kebijakan K3 yang telah ditetapkan;

b) Mempermudah para pengawas K3 perusahaan melaksanakan


kebijakan tersebut

c) Mempermudah para pekerja untuk mematuhi peraturan K3 beserta


instruksi-instruksi teknisnya, dll

3) Inventarisasi calon anggota P2K3. Hal ini dimaksudkan untuk


mendapatkan calon anggota yang dapat mewakili seluruh komponen
atau unsur perusahaan. Dalam hal ini pengurus menyusun daftar calon
anggota P2K3 yang telah dipilih dan diusulkan oleh masing-masing unit
kerja baik dari pihak perwakilan pekerja maupun perwakilan pihak
manajemen.

4) Konsultasi dengan pihak pemerintah, khususnya dinas atau kantor yang


membidangi ketenagakerjaan setempat untuk mendapatkan petunjuk-
petunjuk teknis yang diperlukan berkaitan dengan pembentukan P2K3.

2. Tahap Pelaksanaan Pembentukan

Setelah pengurus berhasil mendapatkan dan menyusun calon anggota


P2K3, maka langkah berikutnya adalah melakukan pembentukan P2K3 secara
resmi. Selanjutnya pimpinan perusahaan atau pengurus menyampaikan usulan
pembentukan P2K3 kepada Menteri Tenaga Kerja melalui Dinas atau Kantor
yang membidangi ketenagakerjaan setempat untuk mendapatkan pengesahan dari
Menteri atau pejabat yang ditunjuk sesuai peraturan yang berlaku.

2.9 Tugas dan Fungsi P2K3

Operasional nyata P2K3 mencerminkan siapa yang duduk dalam organisasi,


seberapa matang organisasi dipersiapkan untuk dapat bekerja secara efektif dan apa
yang mereka kerjakan untuk meningkatkan kinerja K3 perusahaan.

Sebagai referensi tugas dan fungsi P2K3, Permenaker No. PER-


04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja
Pasal 4 (1) menyatakan bahwa “P2K3 mempunyai TUGAS memberikan
saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha atau
pengurus mengenai masalah K3”. selanjutnya untuk melaksanakan tugas-
tugas tersebut, maka P2K3 mempunyai fungsi:

a. Menghimpun dan mengelola data tentang K3 di tempat kerja

b. Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja:

1) Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan


gangguan K3, termasuk bahaya kebakaran, peledakan serta cara
penanggulangannya;

2) Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja;

3) Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;

4) Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

c. Membantu pengusaha atau pengurus dalam:

1) Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja;

2) Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif berbaik;

3) Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap K3;

4) Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja


serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan;

5) Mengembangkan penyuluhan dan penelitihan di bidang keselamatan


kerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi;

6) Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan


makanana di perusahaan;

7) Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja;

8) Mengembangkan pelayanan kesehatan kerja;

9) Mengembangkan laboratorium K3, melakukan pemeriksaan laboratorium


dan melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan;

10) Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higene perusahaan


dan kesehatan kerja.

d. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijakan manajemen dan


pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higene
perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.

Agar fungsi P2K3 tersebut dapat berjalan dengan efektif, maka tugas- tugas
pengurus harus diuraikan secara jelas dalam bentuk “Job Discribtion” antara lain
sebagai berikut:

1. Tugas Ketua P2K3


1) Memimpin semua rapat pleno P2K3 atau menunjuk pengurus lainnya
untuk memimpin rapat pleno;

2) Menentukan langkah kebijakan demi tercapainya pelaksanaan program-


program yang telah digariskan organisasi;

3) Mempertanggung jawabkan pelaksanaan K3 di perusahaannya kepada


pemerintah melalui pimpinan perusahaan;

4) Mempertanggung jawabkan program-program P2K3 dan


pelaksanaannya kepada direksi perusahaan;

5) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program-program K3 di


perusahaan, dll.

2. Tugas Wakil Ketua

1) Melaksanakan tugas-tugas ketua dalam hal ketua berhalangan dan


membantu pelaksanaan tugas ketua sehari-hari

3. Tugas Sekretaris

1) Membuat undangan rapat dan membuat notulen rapat;

2) Memberikan bantuan atau saran-saran yang diperlukan olek seksi-seksi


untuk kelancaran program-program K3;

3) Membuat laporan ke departemen-departemen perusahaan tentang


adanya potensi bahaya di tempat kerja, dll.

4. Tugas Anggota

1) Melaksanakan program-program yang telah ditetapkan sesuai dengan


bidang tugas masing-masing;

2) Melaporkan kepada ketua atas setiap kegiatan yang telah dilaksanakan, dll.

2.10 Penyelenggaraan Pertemuan P2K3

Secara efektif P2K3 dapat mengadakan pertemuan atau sidang rutin sekurang-
kurangnya adalah 3 bulan sekali. P2K3 mungkin dapat memutuskan untuk
mengadakan pertemuan lebih sering, dan di sebagian besar tempat kerja, P2K3
mengadakan pertemuan setiap bulan agar mereka lebih mampu menangani isu-isu
K3 di tempat kerja, menyusun rencana, menerapkan dan memantau program-
programnya secara efektif. Suatu hal yang sangat penting adalah bagaimana selalu
menjaga antusia dan komitment seluruh pengurus dan anggota P2K3.

Pertemuan/sidang-sidang secara reguler akan dapat membantu dan dengan


menetapkan tanggal khusus pertemuan (seperti; senin pertama atau sabtu pertama
setiap bulan), sehingga memudahkan seluruh anggota untuk mengingat dan
menghadiri pertemuan serta dapat menyesuaikan dengan aktivitas kerja lainnya.
Namun demikian, pertemuan dapat ditunda apabila sekurang-kurangnya separuh
anggota menghendaki dengan berbagai alasan dan kepentingan perusahaan.
Frekuensi pertemuan mungkin tergantung dari berbagai faktor antara lain:

a. Volume pekerjaan yang harus diselesaikan oleh P2K3;

b. Ukuran tempat kerja atau area yang harus ditangani oleh P2K3;

c. Jenis pekerjaan yang dilakukan;

d. Potensi bahaya dan tingkat resiko yang ada di tempat kerja atau area yang harus
ditanganinya;

e. Adanya perubahan proses operasi di tempat kerja;

f. Pembelian peralatan baru atau pengenalan sistem kerja baru dan;

g. Pengenalan atau sosialisasi peraturan perundangan baru yang relevan.

Di samping pertemuan/sidang rutin, P2K3 dapat mengadakan sidang khusus


terutama bila menghadapi hal-hal yang bersifat mendadak, seperti setelah terjadi
kecelakaan kerja atau kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh proses kerja. Dalam
sidang sebaiknya dibicarakan materi-materi yang menyangkut permasalah K3 di
tempat kerja atau masalah-masalah lain yang relevan dengan peningkatan kinerja K3
seperti:

a. Membahas hasil evaluasi program kerja yang telah dilaksanakan

b. Menyusun rekomendasi tentang cara pencegahan dan pengendalian potensi


bahaya yang ditemukan

c. Menyusun program pelatihan K3 bagi karyawan perusahaan

d. Mereview efektifitas sarana pengendalian resiko yang telah dilaksanakan

e. Hal-hal lain yang relevan, seperti merencanakan untuk memperingati bulan


K3 di perusahaan

Dalam setiap pertemuan/sidang-sidang P2K3 dapat mengundang para


supervisor atau kepala unit kerja yang berkaitan dengan masalah yang sedang
dibicarakan. Hal ini penting, agar para tenaga kerja dapat mengetahui dan mengikuti
seluruh kegiatan yang diprogramkan oleh panitia.

2.11 Efektifitas Kinerja P2K3

Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan agar organisasi P2K3 dapat
berjalan dan berfungsi secara efektif:

a. Para perwakilan yang duduk dalam organisasi P2K3 harus betul-betul


mengerti tentang kondisi yang ada di dalam tempat kerja. Hal ini dapat
mengurangi kebingungan tentang prosedur kerja dan pengaturan K3 di tempat
kerja.

b. P2K3 memerlukan dukungan dari manajemen untuk dapat bekerja secara


efektif. Dukungan yang diperlukan antara lain berupa:

1. Penyediaan informasi mengenai tempat kerja dan proses-prosesnya;

2. Penyediaan waktu dan fasilitas untuk menyelenggarakanpertemuan;

3. Menganjurkan para anggota P2K3 untuk mengikuti training K3;

4. Penyediaan data statistik, laporan dan bahan referensi yang diperlukan;

5. Pengesahan aktivitas-aktivitas P2K3, dll.

c. Panitia harus mengadakan pertemuan secara reguler. Frekuensi pertemuan


mungkin sebulan sekali, tiga bulan sekali atau tergantung kebutuhan.

d. P2K3 harus mempunyai suatu kejelasan tujuan yang dimengerti oleh


seluruh anggotanya.

e. P2K3 harus mempunyai agenda yang tersusun untuk setiap pertemuan,


sehingga program yang direncanakan dapat dilaksanakan dengana baik.
Setiap anggota P2K3 harus mempunyai kesempatan yang sama untuk
menyumbangkan hal-hal yang diagendakan.

f. Suatu hal yang sangat penting adalah bahwa salah satu senior manajer
harus duduk di dalam kepengurusan, sehingga setiap keputusan dapat segera
diambil.

g. Efektivitas kerja P2K3 sangat ditentukan oleh kemampuan personel yang


terlatih baik dari sisi manajemen maupun dari sisi pekerja. Dengan demikian,
pemahaman tentang isu-isu K3 sangat vital dan dipahami oleh kedua belah
pihak.

h. Peran dari ahli K3 di dalam P2K3 adalah sebagai penasehat atau pemberi saran,
sehingga harus berada pada posisi yang netral, tetapi memberikan saran teknis
dan informasi lainnnya yang diperlukan untuk kepentingan organisasi.

i. Perwakilan pekerja yang duduk didalam keanggotaan P2K3 harus dipilih oleh
para pekerja dan mencerminkan keberadaan berbagai serikat pekerja yang ada di
tempat kerja.

j. Kehadiran secara reguler oleh seluruh anggota P2K3 merupakan hal yang
penting, dan tidak hanya untuk membangun hubungan di dalam organisasi,
tetapi juga untuk menunjukkan bahwa anggota melihat K3 sebagai suatu
prioritas. Kehadiran secara reguler dari anggota juga dapat membantu
mengembangkan kerjasama didalam penyelesaian masalah-masalah K3 yang
dihadapi.
2.12 Pelaporan Kegiatan P2K3

Atas operasioanal kegiatan P2K3, maka ketua P2K3 harus membuat dan
menyampaikan laporan secara reguler baik kepada pemerintah maupun kepada
pimpinan perusahaan yang bersangkutan. Laporan kegiatan P2K3 kepada
pemerintah disampaiakan kepada Kepala Dinas atau kepala Kantor yang
membidangi ketenagakerjaan kabupaten atau kota setempat dalam bentuk
laporan triwulan dan ditembuskan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Propinsi dan
Dewan K3 Propinsi. Sedangkan laporan kepada pimpinan perusahaan yang
bersangkutan dibuat dan disampaikan setiap setelah diselenggarakan
pertemuan baik pertemuan rutin maupun pertemuan khusus.

2.12 Perudang-undangan

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Pasal


10 (1) dinyatakan bahwa “Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk
P2K3 guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan
partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam
tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang
K3, dalam rangka melancarkan usaha produksi.”

2. Permenaker No. PER-04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata Cara


Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.

a. Pasal 2, mensyaratkan bahwa setiap tempat kerja dengan kriteria


tertentu pengusaha atau pengurus WAJIB membentuk P2K3. Kriteria
tempat kerja dimaksud ialah:

a) Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100


orang atau lebih;

b) Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan


kurang dari 100 orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses
dan instalasi yang mempunyai resiko yang besar akan terjadinya
peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif.

b. Pasal 3 (3) dinyatakan bahwa “P2K3 ditetapkan oleh Menteri atau


pejabat yang ditunjuknya atas usul dari pengusaha ataua pengurus yang
bersangkutan”.

BAB III

KESIMPULAN
Kebijakan kesehatan dan keselamatan adalah pernyataan tertulis dari pemberi kerja
yang menyatakan komitmen perusahaan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan
karyawan dan kepada publik.

Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) merupakan suatu


badan yang dibentuk dalam perusahaan untuk membantu melaksanakan dan menangani
keselamatan dan kesehatan kerja yang anggotanya terdiri dari unsur pengusaha dan
tenaga kerja. P2K3 ini sangat penting dan harus ada di Perusahaan supaya dapat
membantu mengawasi tenaga kerja supaya tenaga kerja dapat bekerja dengan aman dan
nyaman serta terjaga dalam bahaya yang mungkin mencederai tenaga kerja ditempat
kerja. Selain itu P2K3 didasari dasar hokum yang mengatur UU No. 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja Pasal 10 ayat 1 dan 2 dengan pengaturan pelaksanaan
keputusan menteri tenaga kerja.

Program Kerja P2K3 terdiri dari Safety meeting (membahas keseluruhan elemen
system manajemen K3), inventarilisasai permasalahan K3 (dokumen-dokumen yang
berisi permasalahan-pemasalahan K3), identifikasi dan inventrarilisasi sumber daya yang
menimbulkan PAK dan kerugian lainnya di tempat kerja, penerapan norma K3 yang harus
dipatuhi, pendidikan dan pelatihan K3, prosedur dan tata cara evakuasi, catatan dan data
K3 serta laporan pertanggungjawaban P2K3. Dari semua program Kerja P2K3 ini yang
sudah dibuat diharapkan fungsi P2K3 dalam menghimpun dan mengolah segala data dan
atau permasalahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja yang
bersangkutan, serta mendorong ditingkatkannya penyuluhan, pengawasan, latihan dan
penelitian Keselamatan dan Kesehatan Kerja berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Efektivitas Anggota P2K3 Dalam SMK3. http://www.fkm.unair.ac.id/.../EfektifitasP2K3-


dalamSMK3.pdf diakses pada tanggal 22 April 2019
Safety Meeting. http://danarpradhipta.blogspot.com/2011/10/safety-meeting.html diakses
pada 22 April 2019

Safety Patrol. http://safetyonblog.blogspot.com/2010/09/safety-patrol.html diakses pada


tanggal 22 April 2019

Safety Policy. https://www.servicenl.gov.nl.ca/ohs/safety_info/si_safety_programs.html


diakses pada 22 April 2019

Permenaker No.4 tahun 1987, pasal 12 tentang Pelaporan Kegiatan P2K3.


http://www.qshes-safetyclub.com diakses pada tanggal 22 April 2019

Writing a Health and Safety Policy. http://www.hse.gov.uk/toolbox/managing/writing.htm


diakses pada 22 April 2019

Anda mungkin juga menyukai