Anda di halaman 1dari 31

Penerapan

SMK3 Di
Pertambangan

Disusun Oleh:

Andrian (1MA)
Pengertian SMK3

SMK3 adalah bagian dari system manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembang, penerapan, pencapaian, pengkajian
dan pemeliharaan kebijaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja atau bagian dari
system manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian resiko
bahaya yang berkaitan dengan pekerjaan guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.
Tujuan SMK3

Tujuan dan sasaran SMK3 yang tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No.5 tahun 1996 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan
kerja di tempat kerja yang terintregasi dalam rangka mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta menciptakan tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif. Dengan peraturan perundangan ditetapkannya syarat- syarat
keselamatan kerja adalah untuk:
– Mencegah dan mengurangi kecelakaan
– Mencegah unsafe condition dan unsafe action
– Menciptakn tempat kerja yang aman
Prinsip-Prinsip SMK3

Menurut Direktorat Pengawasan Norma K3 Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenaga


kerjaan, Depnakertrans RI (2006). Prinsip dasar SMK3 terdiri dari 5 poin yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, kelima prinsip tersebut adalah:
1. Komitmen
2. Perencanaan
3. Implementasi
4. Pengukuran/Evaluasi
5. Peninjauan ulang
Elemen-Elemen SMK3

Elemen Sistem Manajamen K3 menurut Standar OHSAS 18001: 2007 sebagai


berikut:
1. Persyaratan umum
2. Kebijakan K3
3. Perencanaan
4. Penerapan dan operasi
5. Pemeriksaan
6. Tinjauan manajemen
Elemen Sistem Manajemen K3 menurut PP No.50 tahun 2012 sebagai berikut:
1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen.
2. Pembuatan dan pendokumentasian rencana K3.
3. Pengendalian perancangan dan pengendalian kontrak.
4. Pengendalian dokumen.
5. Pembelian dan pengendalian produk.
6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3.
7. Pengelolahan material dan perpindahannya.
8. Standar pemantauan.
9. Pengumpulan dan penggunaan data.
10. Pemesiksaan SMK3.
11. Pelaporan dan perbaikan kekurangan.
12. Pengembangan keterampilan dan kemampuan.
Pelaksaan Sistem Manajemen K3
Pelaksanaan SMK3 dilakukan oleh Pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja
sebagai satu kesatuan. Ketentuan-ketentuan yang wajib dilaksanakan dalam
penerapan SMK3 yang tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5
Tahun 1996 adalah:
1. Menetapkan Kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan
Sistem Manajemen K3.
2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan K3.
3. Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan
dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan,
tujuan, dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan
kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen
K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja
keselamatan dan kesehatan kerja.
Dasar Hukum K3

1. UU Nomor 11 TH 1967 (Pasal 29)


2. UU Nomor 1 TH 1970 (Menimbang, Ps.3 ayat 1a-z)
3. UU Nomor 13 TH 2003 (Pasal 86 & 87)
4. PP Nomor 32 TH 1969 (Pasal 64 & 65)
5. PP Nomor 19 TH 1973 (Pasal 1, 2, & 3)
6. MPR Nomor 341 LN 1930
7. KEPMEN Nomor 2555.K/201/M.PE/1993
8. KEPMEN Nomor 555.K/26/M.PE/1995
Tugas dan Tanggung Jawab
Pengelolahan K3
1. Perkembangan keselamatan sebagai faktor utama.
2. K3 merupakan sistem yang terpadu.
3. Sistem K3 mampu mengantisipasi peraturan perundangan dan kesadaran
pekerja.
4. Sistem K3 terintegrasi dalam pengendalian manajemen.
5. Sistem K3 terintegrasi dalam sistem proses desain dan modifikasi peralatan.
6. Sistem K3 mampu mengantisipasi teknologi keselamatan bagi SDM operasi.
Kendala Penghambat Pelaksanaan
K3
1. Untuk menerapkan kebijakan dan strategi K3 diperlukan dana yang tidak
sedikit. Fakta yang sering terjadi adalah keterbatasan terhadap dana
2. Rendahnya budaya dan disiplin K3 menyebabkan rendahnya kendali
manajemen.
3. Pengetahuan K3 rendah:
 Menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan dala m mengintegrasikan aspek-
aspek K3.
 Disebabkan program pelatihan yang tidak sesuai atau kurang memadai.
 Aspek K3 tidak dipandang sebagai salah satu faktor utama, akibatnya keputusan
yang dibuat masih berisiko tinggi.
4. Aspek K3 tidak dipandang sebagai salah satu faktor utama, akibatnya
keputusan yang dibuat masih berisiko tinggi
Pengelolahan K3 di
Pertambangan
Dengan memperhatikan karakter-karakter lingkungan pertambangan maka
pengelolaan program K3 pertambangan umum tidak mungkin dilakukan secara
“super ficial”, bahkan untuk dapat mencakup seluruh karakter tersebut serta untuk
mendapatkan kinerja K3 yang tinggi maka pengelolaan K3 harus dilakukan secara
bersistem Sistem menejemen K3 di lingkungan pertambangan umum berkembang
seiring dengan perkembangan industri itu sendiri, utamanya setelah masuknya
swasta asing. Dalam peraturan perundangan sub-sektor pertambangan umum
tidak secara eksplisit disebut adanya sistem menejemen K3, namun dalam
prakteknya seluruh perusahaan pertambangan umum telah menerapkan dengan
berbagai variasinya.
Sistem Manajemen K3 di
Pertambangan

Manajemen K3 pertambangan meliputi:


1. Menimbang dan memperhitungkan bahaya yang potensial dimana akan
membahayakan para pekerja dan peralatan.
2. Melaksanakan dan memelihara / menjaga kendali yang memadai termasuk
kontrol terhadap:
 Pola penambangan.
 Pendidikan dan latihan.
 Pemeliharaan peralatan tambang.
3. Struktur menejemen yang ada harus memadai untuk mengidentifikasi resiko
dan penerapan kontrol.
Pola Pengolahan K3
Tindakan Mengatasi Penghambat
K3
1. Perbaikan program K3 yang ber kelanjutan berdasarkan prioritas.
2. Memasukkan K3 secara formal dalam proyek perusahaan sejak fase desain dan
modifikasi.
3. Mempercepat SMK3 ISO 14000 di industry.
4. Pelatihan tidak hanya fokus pada lingkup pekerjaan, tapi juga aspek-aspek
lainnya.
5. Memasukkan aspek K3 sebagai syarat kompetensi dasar bagi SDM bidang.
6. Rotasi pekerjaan antara SDM departemen:
 SDM Operasi
 SDM Perawatan
 SDM K3
Standar Operasional Prosedur
(SOP)
1) Pengertian SOP
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah dokumen yang berkaitan dengan
prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
yang bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling efektif dari para pekerja
dengan biaya yang serendah-rendahnya. SOP biasanya terdiri dari manfaat, kapan
dibuat atau direvisi, metode penulisan prosedur, serta dilengkapi oleh bagan
flowchart di bagian akhir.
2) Dasar Hukum
KEPMEN PERTAMBANGAN & ENERGI No. 555.K/26/M.PE/1995, tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Pertambangan Umum.
3) Tujuan SOP dan Fungsi SOP
a) Tujuan SOP :
i. Mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan sebab akibat dari adanya
tindakan dan kondisi yang tidak aman, nyaman, sehat dan menyenangkan dari
setiap pekerja tambang.
ii. Mencegah dan menangani terjadinya kecelakaan kerja di lingkungan tambang.
iii. Mencapai tingkat “zerro accident”.
iv. Sebagai acuan dalam melakukan investigasi terjadinya insiden.
v. Memberikan sanksi bagi setiap pelanggaran yang berakibat pada kerugian
material dan nonmaterial pada perusahaan, lingkungan sekitar dan
pekerja/orang lain
b) Fungsi SOP
i. Sebagai dasar hokum bila terjadinya penyimpangan.
ii. Sebagai peninjauan bila terjadi kecelakaan kerja.
iii. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.
iv. Mengarahkan pekerja untuk disiplin.
v. Sebagai pedoman dalam melakukan kerja rutin.
4) Manfaat SOP
SOP memiliki manfaat bagi organisasi antara lain (Permenpan No.PER/21/M-
PAN/11/2008):
a) Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan
khusus, mengurangi kesalahan dan kelalaian.
b) SOP membantu staf menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada intervensi
manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan
proses sehari-hari.
c) Meningkatkan akuntabilitas dengan mendokumentasikan tanggung jawab khusus
dalam melaksanakan tugas Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan
memberikan pegawai. cara konkret untuk memperbaiki kinerja serta membantu
mengevaluasi usaha yang telah dilakukan.
d) Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan pegawai. cara konkret
untuk memperbaiki kinerja serta membantu mengevaluasi usaha yang telah
dilakukan.
e) Menciptakan bahan-bahan training yang dapat membantu pegawai baru untuk
cepat melakukan tugasnya
f) Menunjukkan kinerja bahwa organisasi efisien dan dikelola dengan baik.
g) Menyediakan pedoman bagi setiap pegawai di unit pelayanan dalam melaksanakan
pemberian pelayanan sehari-hari.
h) Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas pemberian pelayanan.
i) Membantu penelusuran terhadap kesalahan-kesalahan prosedural dalam
memberikan pelayanan. Menjamin proses pelayanan tetap berjalan dalam berbagai
situasi.
5) Prinsip-Prinsip SOP
Dalam PERMENPAN PER/21/M-PAN/11/2008 disebutkan bahwa penyusunan SOP
harus memenuhi prinsip-prinsip antara lain:
a) Konsisten, SOP harus dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu, oleh
siapapun, dan dalam kondisi apapun oleh seluruh jajaran organisasi pemerintahan.
b) Komitmen, SOP harus dilaksanakan dengan komitmen penuh dari seluruh jajaran
organisasi, dari level yang paling rendah dan tertinggi.
c) Perbaikan berkelanjutan, Pelaksanaan SOP harus terbuka terhadap
penyempurnaan-penyempurnaan untuk memperoleh prosedur yang benar-benar
efisien dan efektif.
d) Mengikat, SOP harus mengikat pelaksana dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan prosedur standar yang telah ditetapkan.
e) eluruh unsur memiliki peran penting, Seluruh pegawai peran-peran tertentu dalam
setiap prosedur yang distandarkan. Jika pegawai tertentu tidak melaksanakan
perannya dengan baik, maka akan mengganggu keseluruhan proses, yang akhirnya
juga berdampak pada proses penyelenggaraan pemerintahan.
f) Terdokumentasi dengan baik, Seluruh prosedur yang telah distandarkan harus
didokumentasikan dengan baik, sehingga dapat selalu dijadikan referensi bagi
setiap mereka yang memerlukan.
Kecelakaan Kerja ditambang
Pengertian Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, tidak
direncanakan, dan tak terduga yang menyebabkan cidera pada manusia, kerusakan
peralatan atau barang atau terganggunya proses produksi/kerja. Sesuai Kepmen
Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995, kecelakaan tambang harus
memenuhi lima unsur:
– Benar-benar terjadi
– Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orag yang diberi izin oleh kepala
teknik tambang.
– Akibat kegiatan usaha pertambangan.
– Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat
orang yang diberi izin.
– Terjadi di dalam wilayah izin usaha pertambangan atau wilayah proyek.
1) Sebab Terjadinya Kecelakaan
Lemahnya control:
a) Program tidak sesuai
b) Standard tidak memadai
c) Kepatuhan terhadap standar

Penyebab dasar:
a) Faktor Pribadi
 Kemampuan fisik dan mental
 Kurang pengetahuan dan keterampilan
 Ceroboh

b) Faktor Pekerjaan
 Pengawasan dan kepemimpinan
 Kurang peralatan dan standar
 Tempat Kerja yang kurang memedai
Penyebab Langsung:
a) Tindakan tidak aman (Unsafe Action), antara lain:
 Pengoperasian peralatan tanpa pengawasan
 Menggunakan alat yang rusak
 Bekerja tidak sesuai SOP

b) Kondisi tidak aman (Unsafe Condition), antara lain:


 Alat pelindung diri tidak layak pakai
 Kebersihan kurang memadai
 Pencahayaan kurang
2) Penggolongan Cedera Akibat Kecelakaan Tambang
Cidera akibat kecelakaan tambang harus dicatat dan digolongkan dalam kategori
sebagai berikut:
a) Cidera Ringan
b) Cidera Berat
c) Meninggal Dunia
3) Akibat Kecelakaan Ditambang
a) Kerugian dan penderitaan si korban
b) Kerugian dan penderitaan keluarga si korban
c) Kerugian tenaga kerja
d) Kerugian waktu kerja yang hilang
e) Kerugian kerusakan peralatan
f) Kerugian karena kesediaan peralatan berkurang
g) Kerugian ongkos perbaikan peralatan dari ongkos pengobatan korban
h) Kerugian material
i) Kerugian karena kerusakan lingkungan kerja
j) Kerugian terhambatnya produksi
k) Kerugian biaya/ongkos
4) Unsafe Action dan Unsafe Condition
a) Unsafe Action
Unsafe action adalah dimana suatu tindakan yang tidak aman atau melanggar SOP
dan dapat menagkibatkan kecelakaan kerja. Kondisi yang Unsafe Action sebagai
berikut:
 Tidak menggunakan APD saat bekerja .
 Berkendara melebihi batas kecepatan
 bekerja tanpa SOP yang benar
 Sikap dan tingkah laku tidak aman
b) Unsafe Condition
Unsafe condition adalan kondisi semua kondisi bahaya disekitar tempat kerja yang dapat
menimbulkan bahaya (hazard). Kondisi-kondisi yang tidak aman bagi para pekerja
 Tempat kerja yang tidak memenuhi standar
 Alat pelindung diri yang tidak sesuai SOP atau tidak layak pakai
 Kebisingan di tempat kerja
 Waktu kerja yang berlebihan
5) Kecelakaan yang Sering Terjadi ditambang
a) Kecelakaan Kerja yang Terjadi Pada Alat Berat
b) Kecelakaan Kerja yang Terjadi Pada Pekerja/Karyawan
 Cidera Berat

 Cidera Ringan

 Meninggal Dunia
Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri adalah kelengkapan wajib yang digunakan saat berkerja sesuai
bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang
sekitarnya. Alat pelindung diri berguna untuk mengurangi/meminimalisir dampat
akibat kecelakaan kerja. . Adapun bentuk dari alat tersebut adalah:
a) Safety Helmet
b) Safety Glass
c) Safety Shoes
d) Sarung Tangan
e) Penutup Telinga (ear plug)
f) Masker (Respirator)
Kesimpulan

Peran Sistem Manajemen itu sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja
yang aman tetapi peran para pekerja juga sangat penting karena untuk
menciptakan itu semua berawal dari kesadaran para pekerja akan pentingnya
keselamatan kerja bagi semua pekerja.
Didalam lingkungan pekerjaan, terutama pertambangan resiko kecelakaan kerja
sangatlah besar presentasinya, maka dari itu setiap pekerja tambang diharus kan
sadar akan gunanya peralatan safety yang telah di sediakan dan di pakai
sebagaimana mestinya, tidak lupa juga para penanggung jawab harus memberi
contoh dan pengarahan akan kesadaran keamanan kerja apalagi dalam lingkungan
pertambangan.

Anda mungkin juga menyukai