Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH K3

PENYAKIT AKIBAT KERJA

Oleh:

Kelompok 4

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA
2023
Anggota Kelompok 4:

1. Muh. Ilham Syah Wattiheluw 202073055


2. Syakira Evana Bintang 202073064
3. Syahfril Wabula 202073044
4. Delphian Rezya Tity 202073047
5. Astry Tehuayo 202073035
6. Yedhiks Romes Maelissa 202073038
7. Esterlina Trifena Adolfina Johansz 202073060

KATA PENGANTAR
Kepada Para Pembaca yang Terhormat,
Dengan senang hati, kmi mempersembahkan makalah ini yang membahas topik sangat penting
dalam lingkup keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu penyakit akibat kerja (PAK). Makalah
ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang PAK, termasuk definisi,
penyebab, dampak, dan langkah-langkah pencegahannya.

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah aspek yang tidak dapat diabaikan dalam lingkungan
kerja modern. Para pekerja sering terpapar berbagai risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
mereka secara negatif. PAK merupakan salah satu hasil dari paparan berkelanjutan terhadap
faktor-faktor kerja yang merugikan.

Dalam makalah ini, kita akan menjelajahi beragam penyakit akibat kerja yang paling umum,
seperti penyakit pernapasan, penyakit muskuloskeletal, keracunan kimia, dan gangguan
psikologis. Setiap jenis PAK akan diuraikan dengan lebih rinci, termasuk gejala, penyebab, dan
faktor risiko yang terkait.

Selain itu, kita juga akan membahas dampak dari PAK terhadap individu dan organisasi.
Dengan memahami konsekuensi yang ditimbulkan oleh PAK, kita akan lebih menyadari betapa
pentingnya mengadopsi tindakan pencegahan yang tepat untuk melindungi kesehatan dan
keselamatan pekerja.

Tidak hanya itu, makalah ini juga akan memaparkan langkah-langkah pencegahan yang efektif
untuk mengurangi risiko PAK di tempat kerja. Penekanan akan diberikan pada pentingnya
identifikasi risiko, pelatihan pekerja, pemantauan kesehatan, serta peraturan dan kebijakan
yang memadai.

Melalui makalah ini, diharapkan bahwa pembaca akan mendapatkan wawasan yang lebih baik
tentang penyakit akibat kerja dan pentingnya memprioritaskan kesehatan dan keselamatan di
lingkungan kerja. Kami berharap bahwa informasi yang disajikan dalam makalah ini akan
memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi pembaca dan membantu menciptakan tempat
kerja yang lebih sehat dan aman bagi semua.

Terima kasih atas perhatian Anda, dan selamat membaca!

Hormat Kami,

Kelompok 4
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 2
BAB I......................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 5
A. Latar Belakang................................................................................................................ 5
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 5
C. Tujuan ............................................................................................................................. 5
BAB II ....................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN........................................................................................................................ 6
A. Konsep Penyakit Akibat Kerja ....................................................................................... 6
B. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja ............................................................. 7
C. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja ................................................................................ 8
D. Studi Kasus ................................................................................................................... 10
E. Jurnal Penelitian ........................................................................................................... 11
ABSTRAK .............................................................................................................................. 11
ABSTRACT......................................................................................................................... 11
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 13
BAHAN DAN METODE ........................................................................................................ 14
HASIL ..................................................................................................................................... 14
PEMBAHASAN...................................................................................................................... 16
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................... 19
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20
BAB III .................................................................................................................................... 22
PENUTUP ............................................................................................................................... 22
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 22
B. Saran ............................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan
dari mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga
perlu memfasilitasi dengan peraturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat. Keselamatan kerja telah
menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan
kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan juga kinerja
perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja, semakin sedikit
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
di Indonesia belum terekam dengan baik. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan
alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam bekerja, Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang
sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau
kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya.
Salah satu komponen yang dapat meminimalisir PAK adalah tenaga kesehatan. Tenaga
kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja
dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana memahami penyakit akibat kerja
serta mencegah penyakit yang disebabkan saat kerja, guna meningkatkan keselamatan
dan kesehatan kerja.
C. Tujuan
Untuk memberikan informasi kepada pembaca agar lebih mengerti tentang
penyakit yang diakibatkan kerja dan dapat mengurangi korban kecelakaan kerja guna
meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Konsep Penyakit Akibat Kerja
Keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Penyakit
Akibat Kerja (PAK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan di Indonesia
belum terekam dengan baik. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
Banyak pekerja yang meremehkan resiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia.
Berdasarkan komisi Bersama ILO/WHO dalam Kesehatan Kerja Tahun 1989,
Penyakit Terkait Kerja (PTK) yang merupakan terjemahan dari Work Related Diseases
(WRD) adalah semua penyakit yang timbul akibat pekerja terpajan terhadap bahan atau
kondisi yang membahayakan dalam proses pekerjaan, dimana lingkungan kerja dan
kondisi kerja menjadi salah satu factor utama dari banyak faktor penyebab yang lain.
Pengertian Penyakit Akibat kerja (PAK) yang merupakan terjemahan dari
Occupational Diseases (OD) dan PTK masih dipisah ILO pada tahun 1983. Pada tahun
1987 komisi Bersama ILO/WHO dalam Kesehatan Kerja mengeluarkan gagasan bahwa
PTK dapat digunakan untuk PAK dan untuk gangguan kesehatan dimana lingkungan
kerja dan proses kerja merupakan salah satu faktor penyebab yang bermakna. Dengan
ini, ruang lingkup PTK adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan kerja, proses kerja dan lingkungan kerja dan merupakan penyakit artificial (man-
made disease). PTK dapat terjadi melalui 4 cara, yaitu:
1) Pekerjaan langsung menyebabkan penyakit, misalnya keracunan timah
hitam yang terjadi pada pekerja di pabrik aki, atau asbestosis akibat
pekerjaan terpajan debu yang mengandung asbestos di tempat kerja. Ini
yang dikenal dengan PAK.
2) Pekerjaan mencetuskan terjadinya penyakit, misalnya asma akibat kerja.
Diketahui bahwa asma memiliki penyebab dengan latar belakang genetic,
gas, dan uap yang bersifat iritan/sensitizer (seperti formalhead dan isosianat)
di tempat kerja dapat berperan sebagai faktor penyebab dan/atau pencetus
bagi timbulnya asma akibat kerja.
3) Pekerjaan memperberat penyakit yang sudah ada, misalnya hipertensi
seorang pilot dapat diperberat oleh pekerjaannya, atau pekerja pabrik roti
yang sedang dalam serangan asma ia masuk ke dalam gudang tepung maka
pernapasannya akan menjadi lebih sesak
4) Pekerjaan mempermudah terjadinya penyakit (karena kemudahan akses),
misalnya alkoholisme yang terjadi pada karyawan bar, atau petugas anestesi
rumah sakit yang bunuh diri karena mudah mendapatkan alat bunuh diri
yang ‘nyaman’

B. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja


o Faktor Fisik
- Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian
- Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi, Miliaria, Heat
Cramp, Heat Exhaustion, Heat Stroke
- Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak
- Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis
- Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh
manusia.
- Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
- Getaran menyebabkan Reynaud’s Disease, gangguan metabolisme, Polineurutis
o Faktor Kimia
- Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil samping (produk),
sisa produksi atau bahan buangan
- Bentuk: zat padat, cair, gas, uap, maupun partikel
- Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, kulit,
dan mukosa
- Masuknya dapat secara akut dan secara kronis
- Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik,
kanker, kerusakan kelainan janin.
o Faktor Biologi
- Viral Diseases: rabies, hepatitis
- Fungal Diseases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus
- Parasitic Diseases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis
o Faktor Ergonomi/Fisiologi
- Akibat cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang salah, dan
konstruksi yang salah
- Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan
bentuk, dislokasi, dan kecelakaan
o Faktor Psikologi
- Akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan kerja komunikasi,
keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang, kerja berlebihan, kerja kurang,
kerja shif, dan terpencil)
- Manifestasinya berupa stress

C. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja


Kesehatan kerja tidak hanya berfokus pada diagnosis dan pengobatan klinis saja
melainkan juga termasuk rekognisi bahaya (hazard), penilaian risiko dan campur
tangan untuk meminimalisir risiko. Pencegahan penyakit akibat kerja (PAK) diperluas
menjadi 6 cara yaitu penempatan pekerja pada pekerjaan/jabatan yang sesuai dengan
status kesehatan dan kapasitas kerjanya, program promosi kesehatan di tempat kerja,
perbaikan lingkungan kerja, perbaikan kerja, pengembangan organisasi pekerjaan dan
budaya kerja, serta surveilans kesehatan pekerja.
Terdapat 5 jenis bahaya (hazard) yang bisa dicegah dengan 5 tingkatan
pencegahan penyakit yang dibuat Leavel dan Clark. Ada lima jenis bahaya (hazard)
yang bisa ditemui pada tempat kerja meliputi hazard somatik, hazard perilaku, hazard
lingkungan (dalam bentuk kimia, fisika, dan biologi), hazard terkait ergonomi, dan
hazard organisasi dan budaya kerja. Lima jenis hazard ini bisa dicegah dengan lima
tingkatan pencegahan penyakit oleh Leavel dan Clark, yaitu promosi kesehatan,
proteksi spesifikasi, diagnosis dini, perawatan segera, pembatasan disabilitas, dan
rehabilitas yang dibuat dalam bagan seperti terlampir dibawah ini.
Gambar 1.1 Model 5-5 Pencegahan Gangguan Kesehatan Pekerja.

Sumber: (Kurniawidjaja, 2015) (7)

Berikut contoh-contoh pengaplikasian dari pencegahan penyakit untuk


menangani lima tipe hazard yang ada pada tempat kerja:
1. Hazard somatik, bisa ditangani dengan melakukan program fit-to-work dan
surveilans medik seperti medical check-up (MCU).
2. Hazard perilaku, bisa ditangani dengan program promosi kesehatan kerja.
3. Hazard lingkungan, bisa ditangani melalui kerjasama antara higienis industri
dengan melakukan manajemen risiko lingkungan.
4. Hazard yang mengganggu keserasian ergonomi, bisa dtangani dengan melakukan
program perbaikan ergonomi.
5. Hazard organisasi dan budaya kerja, bisa ditangani dengan kebijakan
pengorganisasian pekerjaan, mengembangkan budaya kerja, dan program human
resource development yang kondusif bagi kesehatan pekerja.

D. Studi Kasus

Aspek K3 berorientasi menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan sehat
bagi pekerja. Industri pertambangan memiliki tingkat resiko cukup tinggi khususnya
terkait kebisingan di tempat kerja yang berasal dari intensitas suara tinggi pada aktivitas
penambangan, peledakan, alat, mesin, dan perbengkelan. Penelitian dilakukan di area
penambangan PT. XYZ, salah satu perusahaan tambang terbuka yang berlokasi di
Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat dengan pengukuran kebisingan dilakukan
dengan metode personal sampling dilakukan menggunakan peralatan Edge 5, dan
mengetahui upaya pengendalian kebisingan dengan cara observasi dan wawancara
mendalam dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian didapatkan pembagian
12 Similar Exposure Group (SEG) di area mining PT.XYZ dengan hasil pengukuran
kebisingan personal menunjukkan rentang 81.1-87 dB dengan SEG tertinggi di area
Mine Batch Plant dan terendah di SEG Mine Drill Sampler. PT. XYZ telah melakukan
upaya pengendalian kebisingan dengan prinsip hirarki control yaitu eliminasi,
substitusi, rekayasa teknik, administrasi, dan alat pelindung diri.
E. Persentase Penyakit Akibat Kerja Pada Proyek Konstruksi
Berdasarkan data statistik penyakit akibat kerja pada sektor konstruksi di Great Britain
tahun 2020, terdapat 81.000 kasus penyakit akibat kerja. Penyakit gangguan otot tulang
rangka (gotrak) sebagai kasus terbanyak yaitu sebanyak 57%, kemudian stress, depresi
atau kecemasan sebanyak 26% dan kategori lainnya yang meliputi asma akibat kerja,
chronic obstructive pulmonary disease, dermatitis kontak, kanker akibat kerja sebesar
17%.
F. Jurnal Penelitian
FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT AKIBAT KERJA
PADA PEKERJA LAS

Factor Related with Occupational Disease on Welders


Husaini, Ratna Setyaningrum, Maman Saputra
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung
Mangkurat, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia
(husainifawaz@yahoo.com)

ABSTRAK
Pengelasan merupakan tempat kerja yang berisiko tinggi menimbulkan gangguan
kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis faktor yang
berhubungan dengan Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada pekerja las di Jalan A.Yani, Kota
Banjarbaru. Desain penelitian adalah observasional analitik menggunakan metode cross
sectional. Jumlah sampel berdasarkan quota sampling sebanyak 30 orang. Hasil menunjukkan
tidak ada hubungan antara usia (p=0,513), masa kerja (p=0,729), lama kerja (p=0,337) terhadap
PAK. Namun, ada hubungan pengetahuan (p=0,046) dan penggunaan APD (p=0,000) terhadap
PAK. Secara simultan usia, masa kerja, lama kerja, tingkat pengetahuan, dan penggunaan APD
tidak berhubungan dengan kejadian PAK pada pekerja las. Secara parsial tingkat pengetahuan
dan penggunaan APD hubungan parsial yang signifikan terhadap penyakit akibat kerja pada
pekerja las. Tukang las yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang berisiko 5,442 kali
lebih besar dibanding yang memiliki tingkat pengetahuan baik. Tukang las yang tidak
menggunakan minimal empat APD utama berisiko 1,000 kali lebih besar dibanding yang
menggunakan minimal empat APD utama. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia,
masa kerja, dan lama kerja dengan penyakit akibat kerja. Ada hubungan antara tingkat
pengetahuan dan penggunaan APD terhadap penyakit akibat kerja.
Kata kunci: Penyakit akibat kerja, pekerja las

ABSTRACT
Welders a workplace with high-risk activity that can cause health problems. This study
aims to identify and analyze the factors related with occupational diseases on welders in A.
Yani Street, Banjarbaru.The study design was observational analytic using cross sectional
method. Sample base on quota sampling of 30 respondent. The results showed no relationship
between age (p=0,513), tenure (p=0,729), length of work (p=0,337) with occupational disease.
But, there was a relationship between knowledge (p=0,046) and use of PPE (p=0,000) with
occupational disease. Simultaneously age, tenure, length of work, the level of knowledge and
use of PPE is not related with the incidence of occupational disease on welders. Partially level
of knowledge and use of PPE partial relationship significant to occupational diseases on
welders. Welders who have less knowledge that is 5.442 greater risk than those with a good
level of knowledge. Welder who have not use at least 4 major of PPE 1,000 greater risk than
those who use at least four major of PPE. There is no significant relationship between age,
tenure, and length of work with occupational disease. There is a relationship between the level
of knowledge and use of PPE with occupational diseases. Keywords: Occupational diseases,
welders
PENDAHULUAN
Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering
terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Pada tahun
2014, terdapat 40.694 kasus Penyakit Akibat Kerja (PAK) di Indonesia. Sebanyak 418 kasus
terjadi di Kalimantan Selatan.1
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan masyarakat di Indonesia
belum tercatat dengan baik. Jika dilihat angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa
negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukkan kecenderungan peningkatan pre-
valensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan
kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan
risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan
antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi
gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.2
Penyakit akibat kerja disebabkan oleh dua faktor, yaitu lingkungan kerja dan hubungan kerja.
Penyakit akibat kerja atau berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh pemajanan di

lingkungan kerja.3
Industri pengelasan merupakan tempat kerja dengan aktivitas yang berisiko tinggi yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan dan kelelahan kerja yang berdampak pada kecelakaan kerja.
Di Indonesia, bengkel las mudah dijumpai di pinggir jalan.4 Beberapa bengkel las berada pada
jalan raya yang ramai dilewati oleh masyarakat umum seperti yang terdapat di sepanjang jalan
A. Yani Kota Banjarbaru yang merupakan jalur utama antar provinsi di Kalimantan Selatan.
Aktivitas jalan raya dapat menimbulkan kebisingan lalu lintas di jalan raya yang tinggi yang
dapat menimbulkan ketidaknyamanan yang mengganggu konsentrasi kerja sehingga pekerja
dapat mengalami kelelahan dan menyebabkan penyakit akibat kerja.

Hasil penelitian Zulfina menyebutkan bahwa sebanyak 63% pekerja las mengalami kelelahan
kerja berat sehingga dapat berakibat pada kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.5
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor penyebab penyakit akibat kerja pada pekerja las di
sepanjang jalan A. Yani Kota Banjarbaru. Pentingnya penggunaan APD dalam bekerja di
bagian las diperlukan oleh pekerja dan bagi pemilik industri yang merupakan kewajiban yang
tidak terpisahkan. Begitu juga dengan faktor usia, masa kerja, lama kerja, peningkatan
pengetahuan juga merupakan bagian penting untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja.
BAHAN DAN METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel yang digunakan adalah
quota sampling sebanyak 30 responden. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah
kuesioner. Kuesioner digunakan untuk mengetahui kecelakaan kerja, usia kerja, masa kerja,
lama kerja, tingkat pengetahuan dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Variabel bebas
pada penelitian adalah usia kerja, masa kerja, lama kerja, tingkat pengetahuan, sedangkan
variabel terikat dalam penelitian ini adalah penyakit akibat kerja. Analisis data dilakukan secara
univariat, bivariat dan multivariat. Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dari
variabel yang diteliti. Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara masing-masing
variabel bebas dengan variabel terikat, sedangkan analisis multivariat untuk mengetahui
hubungan secara simultan dan parsial dari setiap variabel bebas terhadap variabel terikat dan
mengetahui nilai ekspektasi atau Odds Ratio (OR). Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini, yaitu panduan dengan kuesioner, semua data dianalisa menggunakan uji statistik analisis
univariat dan analisis bivariat (chi square) serta analisis multivariat (uji regresi).

HASIL
Penyakit akibat kerja yang dapat dide- rita oleh pekerja las diantaranya adalah sakit di tengkuk,
bahu, dada, pinggang, perut, punggung, paha, pergelangan tangan, lutut, betis, atau
pergelangan kaki. Selain itu, bisa juga terkena penyakit seperti batuk, gatal pada kulit dan mata,
mata perih dan demam. Berikut distribusi frekuensi kondisi pekerja las di Jalan A. Yani Kota
Banjarbaru.

Tabel 1. Faktor Penyakit Akibat Kerja pada Pekerja Las


Menderita Penyakit Akibat Kerja
Total Hasil Statistik
Variabel Ya Tidak
n % n % n % p OR
Usia
Usia muda (<40 tahun) 5 17,86 23 82,14 28 100 0,513
Usia tua (>40 tahun) 0 0,00 2 100 2 100
Masa kerja
Masa kerja <5 tahun 3 15,00 17 85,00 20 100 0,729
Masa kerja ≥5 tahun 2 20,00 8 80,00 10 100
Lama kerja
Lama kerja 6-8 jam 0 0,00 4 100 4 100 0,337
Lama kerja 8-10 jam 5 19,23 21 80,77 26 100
Lama kerja 10 jam per hari 0 0,00 0 0,00 0 100
Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan Baik 5 29,41 12 70,59 17 100 0,046
Pengetahuan Kurang 0 0,00 13 100 13 100 5,442
Penggunaan APD
Menggunakan minimal 4 APD utama 0 0,00 0 0,00 0 100 0,000
Tidak menggunakan 4 APD utama 5 16,67 25 83,33 30 100 1,500
Sebanyak 5 orang (16,67%) pekerja mengalami gejala PAK, baik saat, sebelum, atau
sesudah bekerja, sedangkan sebanyak 25 orang (83,33%) tidak mengalami gejala PAK.
Sebagian besar usia pekerja kategori usia muda (<40 tahun) sebanyak 28 orang (93,33%),
sedangkan pekerja kategori usia tua (>40 tahun) sebanyak 2 orang (6,67%). Sebanyak 20 orang
(66,67%) memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun, sedangkan masa kerja yang lebih dari 5
tahun sebanyak 10 orang (33,33%). Berdasarkan lama kerja, sebagian besar antara 8-10 jam
per hari sebanyak 26 orang (86,67%), sedangkan lama kerja 6-8 jam per hari sebanyak 4 orang
(13,33%) dan tidak ada (0,00%) yang bekerja selama 10 jam per hari. Pekerja yang memiliki
tingkat pengetahuan baik sebanyak 17 orang (56,67%) dan yang memiliki tingkat pengetahuan
kurang baik sebanyak 13 orang (43,33%). Tidak ada pekerja yang menggunakan APD mi-
nimal empat APD utama. Hal ini berarti sebanyak 30 orang (100%) tidak menggunakan empat
APD utama (Tabel 1).
APD yang digunakan sebagian besar hanya kacamata las dan sarung tangan (76,67%).
Seba- nyak 23 orang (76,67%) pekerja las yang menggunakan APD jenis sarung tangan.
Sebanyak 8 orang (26,67%) pekerja las yang menggunakan APD jenis masker/penutup hidung
dan muka. Seba- nyak 14 orang (46,67%) pekerja las yang menggunakan APD jenis sepatu
kulit. Sebanyak 23 orang (76,67%) pekerja las yang menggunakan APD jenis kaca mata
hitam/anti cahaya api. Sebanyak 6 orang (20,00%) pekerja las yang menggunakan APD jenis
topi, sedangkan sebanyak 2 orang (26,67%) pekerja las yang menggunakan APD jenis baju
kerja (Tabel 2).
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa responden yang berusia muda (<40
tahun) maupun yang berusia tua (>40 tahun), memiliki risiko dan peluang yang sama untuk
menderita PAK. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,513. Hal ini berarti tidak ada hubungan
antara usia kerja dengan kejadian PAK. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa
responden yang memiliki masa kerja <5 tahun maupun yang memiliki masa kerja ≥5 tahun,
memiliki risiko dan peluang yang sama untuk menderita PAK. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p=0,729. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian PAK. Hasil
penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa responden yang bekerja selama 6-8 jam per
hari maupun 8-10 jam per hari, memiliki risiko dan peluang yang sama untuk menderita PAK.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,337, hal ini ber- arti tidak ada hubungan antara lama kerja
dengan kejadian PAK (Tabel 1).

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang baik berisiko dan berpeluang 5,442 kali lebih besar untuk menderita PAK.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,046, hal ini berarti ada hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan Tabel 2. Jenis APD pada Pekerja Las

Jenis APD n %

Sarung tangan 23 76,67


Masker/penutup hidung dan muka 8 26,67
Sepatu kulit 14 46,67
Kaca mata hitam/an6 cahaya api 23 76,67
Topi 6 20,00
Baju kerja 2 6,67
kejadian PAK. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa responden yang tidak
menggunakan minimal empat APD utama selama bekerja berisiko dan berpeluang 1,500 kali
lebih besar untuk menderita PAK. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,000, hal ini berarti ada
hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian PAK (Tabel 1).
Secara simultan variabel independen tidak berhubungan dengan kejadian PAK pada pekerja
las. Untuk melihat kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen
digunakan uji regresi dengan nilai R Square yang didapatkan sebesar 0,342 yang menunjukkan
bahwa kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sebesar 0,342
atau sebesar 34,2% dan terdapat 100%-34,2% = 65,8% di luar model yang menjelaskan
variabel dependen (Tabel 1).

PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan PAK. Usia
memang memiliki pengaruh terhadap PAK.7 Golongan usia tua mempunyai kecenderungan
yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan
usia muda karena usia muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi.8 Dalam
beberapa kasus, tenaga kerja berusia tua cenderung mengalami penyakit akibat dari penurunan
kualitas fisik.9 Namun, usia muda juga sering pula mengalami penyakit akibat kerja, hal ini
mungkin karena kecerobohan dan sikap suka tergea-gesa. Dari hasil penelitian di Amerika
Serikat diungkapkan bahwa pekerja usia muda lebih banyak mengalami penyakit akibat kerja
dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Pekerja usia muda biasanya kurang
berpengalaman dalam pekerjaanya.10Banyak alasan tenaga kerja golongan umur muda
mempunyai kecenderungan untuk menderita penyakit akibat kerja lebih tinggi dibandingkan
dengan golongan umur yang lebih tua. Beberapa faktor yang memengaruhi tingginya kejadian
pe- nyakit akibat kerja pada golongan umur muda antara lain karena kurang perhatian, kurang
disiplin, cenderung menuruti kata hati, ceroboh dan tergesa-gesa.11
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan penyakit
akibat kerja. Masa kerja berhubungan langsung dengan pengalaman kerja, semakin lama masa
kerja seseorang maka semakin tinggi pengalaman dan jam terbang pekerja tersebut, sehingga
pekerja akan mampu lebih memahami tentang cara bekerja dengan aman untuk menghindarkan
diri mereka dari penyakit akibat kerja. Tenaga kerja yang baru umumnya belum mengetahui
secara mendalam seluk beluk pekerjaan. Sebaliknya dengan bertambahnya masa kerja
seseorang tenaga kerja maka bertambah pula pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
pekerja dan aspek keselamatan dari pekerjaan yang dilakukan.12
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hernawati dan Hikmawan, Moradinazar et al.,
yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan masa kerja dengan penyakit akibat kerja. Masa
kerja yang tinggi tidak menjamin seseorang aman dari penyakit, hal-hal seperti mengabaikan
kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman serta paparan bahan toksik yang berlangsung lama
dapat berakibat fatal bagi pekerja itu sendiri.13,14
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan penyakit
akibat kerja. Seseorang dapat bekerja dengan baik dalam sehari selama 8 jam atau 40 jam dalam
seminggu. Waktu sisa dalam satu hari (16 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga
dan masyarakat, istirahat dan lain-lain.13 Jam kerja dapat memengaruhi penyakit akibat kerja,
karena jam kerja yang lama dapat menyebabkan kelelah- an dan memperbesar risiko penyakit
akibat kerja.14,15 Namun, pada penelitian ini, lama kerja tidak berhubungan dengan penyakit
akibat kerja karena hanya merupakan salah satu faktor yang mungkin memengaruhi terjadinya
penyakit akibat kerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pe-
nyakit akibat kerja. Pekerja yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang cara bekerja dan
keselamatan kerja dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.16 Selain itu, perilaku seseorang
seringkali dipengaruhi oleh tingkat pengetahuannya.17 Penge- tahuan seseorang tentang faktor
bahaya, sumber bahaya dan jenis bahaya di tempat kerja yang kurang akan berdampak pada
kesadaran untuk melindungi diri dari berbagai macam potensi bahaya kerja.18
Hasil penelitian menunjukkan bahwa res- ponden yang memiliki pengetahuan yang kurang
berisiko 5,442 kali lebih besar terkena penyakit akibat kerja dibandingkan dengan responden
yang memiliki pengetahuan yang baik. Tingkat pengetahuan dapat memengaruhi kepatuhan
sese-orang dalam penggunaan APD. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Noviandry, pada 46
pekerja pengelasan dari 12 bengkel yang ada di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang yaitu menyatakan terdapat hubungan antara penge- tahuan dengan
penggunaan APD pada industri pengelasan informal.19 Peningkatan pengetahuan merupakan
salah satu pencegahan penyakit akibat kerja dan manajemen risiko kesehatan kerja.20
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan APD dengan
kecelakaan kerja. Responden yang tidak menggunakan APD berisiko 1,500 lebih besar
terhadap PAK dibandingkan dengan responden yang menggunakan APD. APD adalah salah
satu pengendalian risiko pengendalian kecelakaan kerja. Penggunaan APD dapat mengurangi
risiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. APD utama dalam pengelasan ada
enam, yaitu helm atau topi penutup kepala (safety helm), kacamata las (googles), penutup
muka (face shield), pakaian kerja/pelindung dada (apron), sarung tangan (safety glove), dan
sepatu kerja (safety shoes). Sarung tangan (safety glove) digunakan untuk melindungi jari-jari
tangan dan kulit dari benda panas dan se- ngatan listrik dingin, radiasi elektromagnetik, dan
radiasi mengion, bahan kimia, benturan dan pukulan, luka, lecet dan infeksi, maka tukang las
harus memakai sarung tangan yang tahan panas dan bersifat isolasi terhadap listrik. Pelindung
muka digunakan untuk melindungi seluruh muka terhadap kebakaran kulit sebagai akibat dari
cahaya busur, percikan dan lainnya, yang tidak dapat dilindungi hanya dengan pelindung mata
saja. Sepatu kerja digunakan untuk melindungi kaki dan kulit dari benda-benda tajam,
kejatuhan benda-benda tajam dan percikan cairan logam serta goresan-goresan benda-benda
tajam. Kaca mata las (googles) digunakan untuk menghindari pengaruh radiasi energi seperti
sinar ultra violet, sinar infra merah dan lain-lain yang dapat merusak mata. Para pekerja yang
kemungkinan dapat terkena bahaya dari sinar yang menyilaukan, seperti sinar las potong
dengan menggunakan gas dan percikan dari sinar las yang memijar harus menggunakan
pelindung mata khusus. Pekerjaan pengelasan juga menghasilkan radiasi sinar tergantung pada
pada temperatur tertentu. Pakaian kerja yang digunakan waktu pengelasan berfungsi untuk
melindungi anggota badan dari bahaya-bahaya waktu pengelasan. Sedangkan bagian dada
merupakan bagian yang sangat peka terhadap pengaruh panas dan sinar yang tajam. Sinar dari
las listrik termasuk sinar yang sangat tajam. Pelindung dada dipakai setelah baju las.6
Sebagian besar pekerja tidak patuh dalam menggunakan APD pada saat bekerja dikarenakan
berbagai macam alasan, antara lain ketidaknyamanan dalam penggunaan APD selama bekerja.
Ketidaknyamanan disini diantaranya adalah panas, berat, berkeringat atau lembab, sakit, pu-
sing, sesak dan sebagainya. Alasan lainnya, yaitu merasa bahwa pekerja tersebut tidak
berbahaya atau berdampak pada keselamatan dan kese- hatannya. Terutama bagi para pekerja
yang sudah bertahun-tahun melakukan pekerjaan tersebut. Kesalahpahaman terhadap fungsi
APD akibat kurangnya pengetahuan akan fungsi dan kegunaan APD, APD mengganggu
kelancaran dan kecepatan pekerjaan adalah alasan lain pekerja tidak patuh dalam
menggunakan APD di tempat kerja.

Proses pengelasan memiliki bahaya dan risiko terjadinya penyakit akibat kerja. Beberapa
bahaya yang berpotensi terjadi pada proses pengelasan adalah bahaya radiasi (cahaya), bahaya
asap dan gas, bahaya percikan api, bahaya kebakaran, bahaya jatuh, dan bahaya listrik.21
Ketidaktahuan pekerja terhadap pentingnya penggunaan APD atau pekerja yang terbiasa tidak
menggunakan APD, memperlambat gerakan dalam bekerja, susah bernapas bila memakai
masker atau penutup muka, terasa dan menambah panas sewaktu bekerja bila menggunakan
baju lengan panjang, sarung tangan, penutup kepala dan sepatu kulit menyebabkan risiko
tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Keterkaitan pentingnya seorang pekerja
untuk melindungi dirinya dari berbagai potensi dan risiko bahaya kerja terutama penggunaan
APD mutlak diperlukan sebagai suatu kebutuhan. Sikap pekerja yang tidak mendukung
berpengaruh dalam penggunaan APD. 22
Secara simultan variabel independen tidak berhubungan dengan kejadian PAK pada pekerja
las. Faktor usia, masa kerja, lama kerja, pengetahuan dan penggunaan APD secara simultan
mungkin saja tidak berpengaruh terhadap penyakit akibat kerja, karena ada faktor-faktor lain
lagi yang dapat memengaruhinya seperti tingkat kepatuhan, gizi kerja, stres kerja, kebiasaan
merokok dan posisi atau sikap bekerja.

KESIMPULAN DAN SARAN


Hasil menunjukkan tidak ada hubungan antara usia (p=0,513), masa kerja (p=0,729), lama
kerja (p=0,337) terhadap PAK. Namun, ada hubung- an pengetahuan (p=0,046) dan
penggunaan APD (p=0,000) terhadap PAK. Secara simultan usia, masa kerja, lama kerja,
tingkat pengetahuan, dan penggunaan APD tidak berhubungan dengan kejadian PAK pada
pekerja las. Secara parsial tingkat pengetahuan dan penggunaan APD hubungan parsial yang
signifikan terhadap penyakit akibat kerja pada pekerja las. Selain itu, secara simultan usia,
masa kerja, lama kerja, tingkat pengetahuan, dan penggunaan APD tidak berhubungan dengan
kejadian penyakit akibat kerja pada pekerja las. Secara parsial tingkat pengetahuan dan
penggunaan APD hubungan parsial yang signifikan terhadap penyakit akibat kerja pada
pekerja las. Saran kepada Pemerintah Kota Banjarbaru dan instansi di bawahnya, agar turun
ke lapangan untuk pembinaan agar pekerja sektor informal seperti tukang las dalam penelitian
ini dapat selalu dibina sehingga kesehat- an mereka dan produktivitas tetap terjaga dengan
baik.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kami sampaikan kepada Rektor dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat serta Ketua Prodi dan seluruh staf Program Studi S1 dan S2 Kesehat- an
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat atas kerjasama dan
dukung- annya. Kami ucapkan terima kasih juga kepada Pemerintah Kota Banjarbaru dan
seluruh tempat pengelasan yang menjadi responden dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kerja. 2011-
2014. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI. 2015.
2. Riyadina W, Suharyanto FX, and Tana L. Keluhan Nyeri Muskuloskeletal pada Pekerja Industri di
Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia. 2008; 58(1).
3. Wichaksana A. Penyakit Akibat Kerja di Rumah Sakit dan Pencegahannya. Cermin Dunia
Kedokteran. 2012; 134.
4. Azir A. Pengaruh Pemakaian Alat Pelindung Mata terhadap Ketajaman Penglihatan Pegawai
Bengkel Las di Wilayah Terminal Bus Wisata Ngabean Kota Yogyakarta. Jurnal Res- pati. 2014;
9(3): 222-233.
5. Zulfina M. Hubungan Kelelahan Kerja dengan Kejadian Kecelakaan Kerja pada Pekerja Las di
Sepanjang Jalan A. Yani Kota Banjarbaru. Jurnal PeneliIan Kesehatan Masyarakat Indonesia.
2015; 3(1): 56-64.
6. Bhumika TV, Thakur M, Jaswal R, Pundird P, Rajware E. OccupaIonal Injuries and Personal
Protective Equpiments Adopted by Welding Workers: A Cross Sectional Study in South India.
Journal of GJMEDPH. 2014; 3(5).
7. Reddy R, et al. Workplace Injuries in Fiji: a Population-Based Study (TRIP 7). Jurnal of Occup
Med. 2013; 63: 284–286.
8. International Labour Office. Buku Pedoman Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : PT. Pustaka
Binaman Pressindo; 1989.
9. Umami, et al. Hubungan Antara Karakteristik Responden dan Sikap Kerja Duduk dengan
Keluhan Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) pada Pekerja Batik Tulis. e-Journal Pustaka
Kesehatan. 2014; 2(1).
10. Suma’mur. Hygiene Perusahaan dan Kesehat- an Kerja. Jakarta: PT. Sagung Seto; 2009.
11. Hutama AP. Hubungan antara Masa Kerja dan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kapa-
sitas Vital Paru pada Pekerja Unit Spinning I Bagian Ring Frame PT. Pisma Putra Tekstil
Pekalongan. Unnes Journal of Public Health. 2013; 2(3).
12. Moradinazar M, et al. Epidemiology of Work-Related Injuries Among Construction Workers of
Ilam (Western Iran) During 2006–2009. Journal of Iran Red Crescent Med 2013;15: e8011.
13. amuS‫׳‬mur, PK. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV. Mas Agung; 1987.
14. Cecep D. S. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2014.
15. Hedge A. Human Factors: Ergonomics, Anthropometrics and Biomechanics. Cornell University
Ergonomics Web. 2003; 8(19).
16. Sarinah BK and Supri E. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Kesehatan Kerja dengan Pe- nyakit
Akibat Kerja pada Pekerja Batu Bata. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015;1(2).
17. Yasari. Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Kejadian Dermatitis Akibat Kerja pada
Pekerja Pengangkut Sampah di PT. USB Kota Jambi [Tesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada;2008.
18. Husaini. RelaIonship Exposure CO, SO2, NO2, Fume and Vapor With Lung Function and
Immunoglobulin Serum levels of Blacksmith. Disertation of Doctoral Program-Medi- cine and
Health Sciences Graduate Program of the Faculty of Medicine, University of Gadjah Mada.
Indonesia. 2014. 54-55.
19. Daniel. Prinsip Ergonomik Kurangi Gangguan Kesehatan Kerja. Jurnal Farmacia. 2006;5(6).
20. Kurniawidjaja LM. Program Perlindungan Kesehatan Respirasi di Tempat Kerja Manajemen
Risiko Penyakit Paru Akibat Kerja. Jurnal Respirasi Indonesia. 2010; 30(4).
21. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kese- hatan. Jakarta: Rineka Cipta;2012.
22. Ahmad R. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Karyawan dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada PT. Harta Samudra Pelabuhan Perikanan Nusantara Ambon Tahun 2012. Jurnal
Pelangi Ilmu. 2012;5(2).
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha,
kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif
terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam
lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan
tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah
untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja. Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan
kerja adalah menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui
pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala
dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat
kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena
sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu
perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola
secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Husaini, H., Setyaningrum, R., Saputra M. 2017, 'Faktor penyebab penyakit akibat kerja
pada pekerja las', Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, journal.unhas.ac.id,
http://journal.unhas.ac.id/index.php/mkmi/article/view/1583

Dangga, PO, & Winanda, LAR 2021, 'KAJIAN FAKTOR–FAKTOR PENYEBAB


KECELAKAAN KONSTRUKSI', SONDIR, ejournal.itn.ac.id,
https://ejournal.itn.ac.id/index.php/sondir/article/view/3635

Kurniawidjadja, L, Ramdhan, D. 2019, ‘Buku Ajar Penyakit Akibat Kerja dan Surveilans’,
books.google.com,
https://books.google.com/books?hl=en&lr=&id=KrFBEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA10&
dq=studi+kasus+penyakit+akibat+kerja&ots=mvjqhvP2zr&sig=K2IjBe15sEU6qaQEBno
IzLAOGtg

Badraningsih L., Enny Zuhny K. ҅ Buku ajar Kecelakaan dan Penyakit akibat kerja ҆.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dr-dra-badraningsih-lastariwati-
mkes/materi-ajar-k3-ft-uny-20152-kecelakaan-akibat-kerja-dan-penyakit-akibat-
kerjabadraningsih-l.pdf

Health & Safety Executive (HSE-UK); Construction Statistics in Great Britain 2020;
Published 4th November 2020.

Anda mungkin juga menyukai