Anda di halaman 1dari 58

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi


Maha Penyayang saya panjatkan puja dan puji syukur kepada
Allah ‫ جالل ه ج ل‬,yang Telah melimpahkan berkah, rahmat,
hidayah, dan karuniaNya, sehingga penulis dapat membuat
buku Seri Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ini dapat
terselesaikan. Buku ini dibuat berdasarkan karena kurangnya
sumber atau acuan tentang Kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) Teknik khususnya untuk mahasiswa Pendidikan maupun
vokasi Teknik Elektro.
Buku ini disusun dengan tujuan untuk bahan studi mahasiswa
jurusan Teknik Elektro pada program Pendidikan maupun
Vokasi. Bila sekiranya mahasiswa kurang memahami, maka
mahasiswa bisa membaca referensi lain. Isi dari buku ini
meliputi materi sejarah pemadam kebakaran, bahaya
kebakaran, sebab terjadinya kebakaran, pencegahan
kebakaran, penanggulangan kebakaran, dan pengendalian
bahaya kebakaran di Workshop Perusahan jasa Kontruksi
Fabrikasi.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan disana-sini, oleh
karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat penulis
harapkan demi kebaikkan buku ini. Mudah-mudahan buku ini
bisa bermanfaat bagi yang siapapun yang membacanya.
Aamiin

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................2
BAB 1.......................................................................................5
PENERAPAN K3 (KESEHATAN, KESELAMATAN KERJA).............5
A. Kesehatan Keselamatan Kerja.........................................5
B. Pengertian Bahaya dan Faktor Faktor...........................11
C. Lambang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.................13
D. Fungsi Keselamatan dan Kesehatan kerja.....................14
E. 5 Hierarki Pengendalian Resiko/Bahaya K3...................16
BAB 2.....................................................................................25
BAHAYA KEBAKARAN............................................................25
A. Pengertian Bahaya Kebakaran......................................25
B. UU Proteksi Kebakaran dan Peraturan Pemerintah......27
C. Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran......................30
D. Proses Terjadinya Kebakaran........................................31
E. Penyebab kebakaran.....................................................33
BAB 3.....................................................................................43
FIRE RISK ASESSMENT (FRA)..................................................43
A. Pengertian.....................................................................43
2. METODOLOGI................................................................44
3. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................48
4. KESIMPULAN.................................................................52
DAFTAR PUSTAKA..................................................................54

3
4
BAB 1

PENERAPAN K3 (KESEHATAN, KESELAMATAN


KERJA)

A. Kesehatan Keselamatan Kerja


1. Pengertian
Menurut Prabowo (2011), Keselamatan dan kesehatan
kerja adalah filosofi dan pendekatan untuk menjamin
integritas fisik dan mental serta integritas pekerja pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Kesehatan kerja (Occupational health) adalah


Subdivisi kesehatan masyarakat yang mengacu pada semua
pekerjaan yang melibatkan faktor-faktor potensial yang
mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini dosen,
mahasiswa, dan karyawan). Bahaya yang timbul dari
pekerjaan, seperti masalah kesehatan atau kondisi lingkungan
lainnya, dapat bersifat akut atau kronis, dan dampaknya dapat
terjadi secara langsung atau terjadi dalam jangka waktu yang
lama. Dampak kesehatan ini dapat bersifat langsung atau
tidak langsung. Kesehatan kerja juga harus mendapat
perhatian yang serius, karena tidak hanya mempengaruhi
tingkat produktivitas, kesehatan pekerja juga dapat
dipengaruhi (Sardjito, 2011)
Sedangkan Pengertian secara ilmiah adalah ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam upaya pencegahan
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

5
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan
dari jasa dan proses produksi industri. Perkembangan
Indonesia pascakemerdekaan telah mengakibatkan
peningkatan intensitas tenaga kerja dan peningkatan risiko
kecelakaan di lingkungan kerja. (Sardjito, 2011).

2. Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamtan Kerja


Kecelakaan biasanya didefinisikan sebagai kejadian
yang tidak dapat diduga. Kecelakaan di tempat kerja dapat
terjadi sebagai akibat dari tindakan atau kondisi kerja yang

Gambar 1.1 Tujuan Kesehatan Kerja

6
Berisiko. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai
aktivitas atau situasi berbahaya yang meningkatkan risiko
terjadinya kecelakaan. Menurut Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, dalam kaitannya dengan 'kecelakaan kerja', strategi
terbaik untuk menangani kecelakaan kerja adalah dengan
menghilangkan faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja, atau
melakukan pemeriksaan menyeluruh..

3. Undang-Undang Ketenagakerjaan
Tujuan kesehatan dan keselamatan kerja adalah untuk
meningkatkan budaya bermanfaat bagi kesejahteraan
masyarakat. Hal ini dicapai dengan menjamin integritas dan
kejujuran kapasitas fisik dan mental, termasuk spiritual,
khususnya pada pekerja dan masyarakat pada umumnya. Hal
ini merupakan tantangan yang lebih besar lagi untuk
mencegah kecelakaan dalam segala bentuk dan ukuran. Oleh
karena itu, seiring dengan perkembangan zaman, Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1969 yang mengatur tentang syarat-
syarat kerja digantikan dengan Undang-undang Nomor 12
Tahun 2003 tentang rezim ketenagakerjaan. (Prabowo, 2011).

Seluruh pekerja berhak atas perlindungan keselamatan


dan kesehatan kerja, kesusilaan dan keadilan, perlakuan adil,
harkat dan martabat serta nilai-nilai agama sesuai pasal 86
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Leis Veigheids,
STBI no. Pada tahun 1910, Undang-Undang No. 406
dianggap tidak cukup untuk mengimbangi kemajuan dan
perkembangan, dan digantikan oleh Undang-undang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk mengatasi masalah
ini.

7
Undang-undang tersebut adalah Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1970 yang mengatur tentang keselamatan
kerja dan berlaku pada seluruh tempat kerja di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, baik di darat, di bawah air, di
bawah air, maupun di udara. Selain itu, peraturan perundang-
undangan tersebut mengatur tata cara keselamatan di tempat
kerja, tidak hanya pada perencanaan, produksi, pendistribusian
dan pemasaran material, tetapi juga pada pemasangan,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan produk teknis
dan peralatan produksi yang dapat menimbulkan kecelakaan.
(Prabowo, 2011).

8
4. Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Gambar 1.2 Tiga Komponen Utama


Ada tiga faktor kesehatan kerja yang menentukan
apakah karyawan melakukan pekerjaannya: intensitas kerja,
tanggung jawab kerja, dan lingkungan kerja, yang
meningkatkan stres masyarakat. Ketika ketiga hal ini berjalan
bersama maka produktivitas Anda akan meningkat dan
kesehatan kerja Anda akan sangat baik. Di sisi lain,
ketidakpatuhan dapat menurunkan produktivitas melalui
masalah kesehatan kerja seperti penyakit atau kecelakaan
akibat kerja.. (Sardjito, 2012).

9
a) Kapasitas Kerja
Status kesehatan pekerja Indonesia kurang baik.
Menurut banyak penelitian, 30-40% pekerja kantoran
mengalami kekurangan kalori protein, 30% mengalami anemia
gizi, dan 35% tidak mengalami anemia defisiensi besi.
Kondisi kesehatan ini menghalangi pekerja untuk bekerja
sebaik mungkin. Hal ini diperparah dengan banyaknya tenaga
kerja saat ini yang terdiri dari tenaga kesehatan dan non-
kesehatan yang mungkin mengalami kesulitan dalam
menjalankan tugasnya, terutama karena permasalahan PAHK
dan kecelakaan kerja.
b) Beban Kerja
Sebagai penyedia jasa teknis yang bekerja 8-24 jam
sehari, aktivitas pelayanan sangatlah penting. Shift malam
diperlukan untuk kesehatan laboratorium. Kelelahan
meningkat karena perubahan waktu kerja dan ritme sirkadian.
Gaji pekerja dan tunjangan jaminan sosial rendah karena
tingginya volume pekerjaan yang diperlukan pada setiap
kesempatan. Ini adalah variabel tambahan yang membuat
pemuatan menjadi sulit. Seiring berjalannya waktu, masalah
psikologis ini bisa menimbulkan masalah.Lingkungan Kerja

Apabila lingkungan kerja tidak memenuhi standar


maka akan mempengaruhi kesehatan kerja dan menimbulkan
penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja, dan penyakit akibat
kerja (penyakit akibat kerja dan penyakit akibat kerja).

10
B. Pengertian Bahaya dan Faktor Faktor

Sumber
https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/10/label-
kemasan-bahanmaterial-berbahaya.html

Semua kondisi atau kegiatan yang berpotensi


menimbulkan penyakit akibat kerja, cedera akibat kerja, atau
kecelakaan dianggap sebagai bahaya (PAK). Definisi lain dari
bahaya adalah suatu tindakan, keadaan, atau hal yang
berpotensi menyakiti seseorang secara fisik atau mental.
Selain waspada terhadap frasa “bahaya”, kita juga harus
mewaspadai konsep “risiko”, yang merupakan gabungan dari
kemungkinan terjadinya suatu kejadian berbahaya dan tingkat
keparahan dari potensi bahaya, termasuk potensi apa saja yang
dapat berlangsung lama. Berikut adalah sebagian dari bahaya
yang diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu bahaya
keselamatan dan bahaya kesehatan, sebelum kita mempelajari
tentang unsur-unsur bahaya.
a) Bahaya keselamatan adalah kemungkinan bahaya
yang dapat membahayakan keselamatan langsung dan
mengakibatkan insiden yang secara langsung
11
menyebabkan cedera termasuk luka bakar, luka, patah
tulang, cedera punggung, atau bahkan kematian.

12
Berikut beberapa bahaya keselamatan utama sebagai berikut.
a. Setiap orang Tergelincir, tersandung atau putusnya
kabel listrik di tanah.
b. Bahaya kebakaran atau ledakan yang disebabkan oleh
bahan mudah terbakar atau bahan kimia peledak.
c. Pada bagian mesin atau peralatan atau bahkan
perlengkapan yang bergerak seperti pisau.
d. Pekerjaan diatas kepada seperti pekerjaan yang
dilakukan di atas perancah atau tangga.
e. Sistem tekanan seperti ketel uap atau pipa.
f. Mengemudi, mengendarai atau bahkan bekerja di
dekat kendaraan seperti truk forklist dan truk.
g. Mengangkat beban berat dan operasi manual atau
penanganan lainnya.
h. Bahan jatuh diatas kepala atau terjadi akibat
perguliran atau bahkan pergeseran

b) Bahaya kesehatan adalah kemungkinan bahaya yang


dapat berdampak buruk pada kesehatan dari waktu ke
waktu atau mungkin mengakibatkan penyakit terkait
pekerjaan, seperti gangguan pendengaran akibat
kebisingan, masalah pernapasan akibat paparan bahan
kimia, atau bahkan cedera sendi.
Terdapat lima jenis bahaya yang dapat menyebabkan sakit
akibat kerja :
a. Bahaya kimia : gas, uap, cairan atau debu yang
bisa membahayakan tubuh pekerja seperti produk
pembersih, asam baterai atau pestisida.
b. Bahaya biologis: organisme hidup yang dapat
menyebabkan penyakit misalnya influenza,

13
hepatitis atau tuberkulosis. Contoh: bakteri, virus
atau serangga.
c. Bahaya Fisika meliputi: sumber energi yang
cukup kuat untuk membahayakan tubuh. Contoh:
panas, cahaya, getaran, kebisingan, tekanan atau
radiasi.
d. Bahaya ergonomis meliputi: cara kerja, posisi
kerja, perlengkapan, peralatan berdesain buruk,
atau gerakan monoton berulang. Contoh: lampu
dim/berkedip, gerakan berulang, tempat duduk
yang tidak pas.
e. Bahaya Psikososial / Psikologi; Hubungan antar
personal, peran dan tanggung jawab terhadap
pekerjaan. Contoh; Beban kerja yang berlebih
secara kualitatif dan kuantitatif, ketidakjelasan
peran, konflik peran, pengembangan karir.
Selain risiko terhadap keselamatan dan kesehatan,
terdapat juga risiko terhadap kesejahteraan dan
kesehatan sehari-hari, seperti yang terkait dengan
ketersediaan air minum, toilet, dan fasilitas binatu,
ruang makan atau kantin, kotak P3K di tempat kerja,
dan transportasi dan penjemputan.

C. Lambang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan dan Kesehatan
Kerja memuat lambang K3, serta arti dan arti pentingnya.
Berikut adalah penjelasan tentang arti tanda K3.

14
Sumber https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/10/lambang-logo-k3-
gambar-arti-makna.html
Bentuk lambang K3 yaitu palang dilingkari roda
bergigi sebelas berwarna hijau di atas warna dasar putih. Arti
dan makna lambang K3 yaitu:

1. Palang bermakna bebas dari kecelakaan dan


penyakit akibat kerja (PAK).
2. Roda gigi bermakna bekerja dengan kesegaran
jasmani maupun rohani.
3. Warna putih bermakna bersih dan suci.
4. Warna hijau bermakna selamat, sehat, dan
sejahtera.
5. Sebelas gerigi roda bermakna sebelas bab dalam
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.

D. Fungsi Keselamatan dan Kesehatan kerja


1. Fungsi dari Kesehatan kerja sebagai berikut.
a) Mengidentifikasi dan menilai risiko kesehatan kerja.

15
b) Konsultasi mengenai perencanaan dan
pengorganisasian serta teknik kerja, termasuk
perencanaan tempat kerja.
c) Memberikan nasehat, informasi, pelatihan dan pendidikan terkait
kesehatan kerja dan alat pelindung diri.
d) Melaksanakan survei terhadap kesehatan kerja.
e) Terlibat dalam proses rehabilitasi.
f) Mengelola P3K dan tindakan darurat.
2. Fungsi dari keselamatan kerja seperti berikut.
a) Antisipasi, identifikasi, dan evaluasi kondisi serta
praktik berbahaya.
b) Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur,
dan program.
c) Terapkan, dokumentasikan, dan informasikan rekan
lainnya dalam hal pengendalian bahaya dan program
pengendalian bahaya.
d) Ukur, periksa kembali keefektifan pengendalian
bahaya dan program pengendalian bahaya.
3. Peran Kesehatan dan keselamatan kerja dalam ilmu K3
Peran kesehatan, pemantauan, dan pengawasan
kesehatan, serta inisiatif untuk meningkatkan daya tahan dan
kebugaran pekerja, adalah bagian dari fungsi kesehatan dan
keselamatan kerja dalam ilmu kesehatan kerja. Sedangkan
fungsi keselamatan adalah membentuk sistem kerja bebas
kecelakaan atau dengan kemungkinan minimal terjadi, dan
melindungi aset perusahaan dari potensi kerugian.

16
E. 5 Hierarki Pengendalian Resiko/Bahaya K3

Sumber https://www.ruanghse.com/2021/02/hierarki-pengendalian-risiko-
Prosedur pengendalian diperlukan untuk membawa
risiko dan bahaya yang telah diidentifikasi dan dinilai ke
tingkat yang aman. Eliminasi sebagai metode pengendalian
risiko/bahaya menawarkan tingkat efikasi, ketergantungan,
dan perlindungan tertinggi dibandingkan dengan tindakan
lainnya. Selain itu, jumlah keefektifan, ketergantungan, dan
perlindungan menurun dalam urutan hierarki berikut.
Manajemen risiko adalah hierarki (diimplementasikan
langkah demi langkah hingga jumlah risiko atau bahaya
diturunkan ke titik aman). Tabel di bawah mencantumkan
komponen hierarki kontrol, termasuk alat pelindung diri
(APD), substitusi, desain, administrasi, dan eliminasi.
Hierarki Pengendalian Resiko K3
Eliminasi Eliminasi sumber Tempat
bahaya Kerja/Pekerjaan

17
Subsitusi Subsitusi Aman Mengurangi
Alat/Mesin/Bahan Bahaya
Perancangan Modifikasi/Perancangan
Alat/Mesin/Tempat
kerja yang lebih aman
Administrasi Prosedur, Aturan, Tenaga Kerja Aman
Pelatihan, Durasi Kerja, Mengurangi Paparan
Tanda Bahaya, Rambu,
Poster, Label
APD Alat Perlindungan Diri
Tenaga Kerja
Tabel Hierarki Pengendalian Risiko K3

1. Eliminasi

Sumber https://safetysignindonesia.id/bukan-apd-ini-elemen-paling-
efektif-dalam-hierarki-pengendalian-risiko/

Eliminasi adalah tingkat pengendalian bahaya yang


paling tinggi. Ini berarti bahwa bahaya harus dihilangkan
untuk memastikan bahwa karyawan tidak akan mengalami
masalah.
18
Sayangnya, penghapusan ini sering mengalami sejumlah
masalah. Salah satunya adalah pekerja yang tidak bisa
melakukannya karena terlalu besar. Namun, kasus moderat
tertentu biasanya dapat dihilangkan sepenuhnya atau hanya
diobati. Jadi meskipun efeknya mungkin tidak selalu terlihat,
itu tidak akan dapat menyebabkan masalah.

 Contoh Kasus
Ahli K3 mengamati cairan yang tumpah di lantai. Jika
seseorang dipukul, itu dapat menyebabkan masalah karena
dapat menyebabkan selip. Untuk menyiasatinya, diperlukan
prosedur eliminasi, yang memerlukan pengurasan cairan
seluruhnya. Misalnya dengan menggunakan kain pel atau kain
lainnya untuk mengeringkan. tetapi untuk beberapa risiko
penting lainnya, seperti kemungkinan tanah longsor atau
terkena asap berbahaya.
Karena asal alaminya, mungkin akan sulit untuk
dihilangkan. Karena itu, Anda dapat melanjutkan ke langkah
berikutnya jika Anda tidak dapat mengambil tindakan untuk
menyelesaikan eliminasi. Secara khusus, dengan
menggantinya dengan sesuatu yang hampir identik.

19
2. Subsitusi

Sumber https://safetysignindonesia.id/bukan-apd-ini-elemen-paling-
efektif-dalam-hierarki-pengendalian-risiko/

Tahap kedua dari pengendalian bahaya adalah


substitusi. Hirarki pengendalian bahaya ini digunakan untuk
berbagai tujuan. Salah satunya adalah kegagalan korporasi
atau lembaga untuk melakukan eliminasi. Mereka harus
melakukan proses penggantian apakah mereka suka atau tidak.
Selain itu, mereka juga memiliki opsi untuk melakukan
perubahan sebelumnya. Akibatnya, kemungkinan bahaya
dapat dikurangi dan pekerja tidak akan memiliki masalah
besar.

 Contoh Kasus
Mari kita bayangkan sebuah bisnis memiliki mesin
yang akan digunakan untuk membuat barang dalam jumlah
besar. Sayangnya, mesin mengalami kesalahan dan
menghasilkan suara keras. Bahkan jika mereka berada di sana
selama berjam-jam, para pekerja di dekatnya akan terganggu
oleh kebisingan ini. Karena kekurangan dana, perusahaan
tidak dapat mengganti atau membuang mesin tersebut.

20
Penggantian mesin yang hampir identik merupakan
langkah yang bisa dilakukan. Dengan demikian, mereka lebih
suka menggantinya berdasarkan keterampilan mereka
daripada menghapusnya. Pengoperasian mesin yang
berkelanjutan dan proses produksi produk sesuai rencana
adalah yang terpenting.

3. Perancangan / Engineering Control

Sumber https://safetysignindonesia.id/bukan-apd-ini-elemen-paling-
efektif-dalam-hierarki-pengendalian-risiko/

Berlawanan dengan poin sebelumnya, pengganti mana


yang dibuat untuk menurunkan risiko atau meningkatkan
kontrol. Seorang pekerja atau ahli K3 sekarang akan
melakukan kontrol dengan melakukan desain. Mereka akan
mengubah sesuatu atau sesuatu yang berpotensi berbahaya.

 Contoh Kasus
Mari kita gunakan contoh contoh sebelumnya yang
melibatkan perangkat yang mengeluarkan suara sangat keras.
daripada membeli alat baru dan memproduksi pengganti.
Mesin akhirnya diubah oleh perusahaan untuk memberikan
manajemen suara yang lebih baik.

21
untuk menghindari mengganggu mereka yang bekerja
di dekatnya. Mereka juga dapat menggunakan penyumbat
telinga untuk meningkatkan kedap suara.

4. Pengendalian Administrasif

Sumber https://safetysignindonesia.id/bukan-apd-ini-elemen-paling-efektif-
dalam-hierarki-pengendalian-risiko/

Administrasi ini dilakukan dengan membuat jenis


aturan yang dimaksudkan untuk menurunkan risiko. Untuk
membangun panduan, hierarki pengendalian bahaya pertama-
tama akan diperiksa secara menyeluruh. Masalah sekarang
akan cenderung berkembang sebagai hasilnya. Bahkan kontrol
yang lebih mudah.

 Contoh Kasus
Ada contoh di mana mesin digunakan untuk
mengurangi jumlah kebisingan. Salah satunya adalah
membuat aturan yang akan membatasi berapa lama mesin
menyala sebelum dimatikan.

22
5. Alat Pelindung Diri (APD)

Sumber https://safetysignindonesia.id/bukan-apd-ini-elemen-paling-efektif-
dalam-hierarki-pengendalian-risiko/

Memanfaatkan alat pelindung diri, atau APD, adalah


langkah terakhir dari hierarki pengendalian bahaya. Perangkat
ini digunakan untuk melindungi tubuh seseorang dari risiko
atau bahaya saat bekerja. Pilihan level terakhir ini dibuat
karena ini adalah yang paling sederhana dan kemungkinan
tidak mungkin untuk menyelesaikan empat level sebelumnya
karena berbagai alasan.
Alat pelindung diri juga biasanya lebih murah atau
lebih mudah diakses, meskipun faktanya secara umum tidak
dapat menawarkan tingkat keamanan tertinggi. Meski sudah
memakai APD, masih ada kemungkinan Anda bisa terkena
risiko.

 Contoh Kasus
Semua pekerja atau karyawan yang hadir di proyek,
terutama yang melibatkan konstruksi, akan memakai
pelindung
23
diri, seperti penutup tengkorak. Mereka akan menggunakan
peralatan seperti helm. Dengan menggunakan alat ini, kepala
tidak akan langsung terbentur jika terjadi benturan atau barang
jatuh dari atas. Jadi akan ada sedikit kemungkinan konflik atau
bahaya.
Perlindungan pribadi bagi individu yang bekerja di
rumah sakit merupakan item lain yang dapat dikategorikan
dalam judul ini. terutama dalam situasi epidemi yang sedang
berlangsung. Tingkat terakhir dari pengendalian bahaya juga
dapat mencakup perangkat penutup diri yang dirancang untuk
mencegah penyebaran Covid-19. Salah satu standar K3 adalah
hirarki pengendalian bahaya. Ini adalah persyaratan untuk
semua bisnis, terutama yang memiliki risiko tinggi kecelakaan
kerja.
Oleh karena itu, suatu korporasi membutuhkan
sejumlah ahli K3. Oleh karena itu, sebelum mengambil
tindakan apapun, analisis risiko selalu dilakukan untuk
mengurangi atau, jika diperlukan, menghilangkan bahaya. Jika
dilakukan dengan benar, tidak akan ada masalah saat
pekerjaan dilakukan, dan semua karyawan akan aman. Ini juga
akan tergantung pada produksi bisnis.

24
24
BAB 2

BAHAYA KEBAKARAN

A. Pengertian Bahaya Kebakaran

Gambar 2.1 Bahaya Kebakaran

Bahaya Kebakaran adalah indikasi umum dari semua


faktor yang mempengaruhi kemudahan terbakar, penyebaran
api, dan dampak fisik kebakaran, dan tingkat kesulitan
pengendalian kebakaran.
(http://meteo.bmg.go.id/fdrs/interpretation_fd.html). Penilaian
bahaya kebakaran mempertimbangkan elemen lingkungan
yang dapat memengaruhi seberapa mudah biomassa dan
vegetasi terbakar, serta seberapa cepat api menyebar dan
seberapa sulit memadamkannya.
Api dapat menghancurkan harta benda dan bahkan
merenggut nyawa, yang merupakan hal yang mengerikan.

25
Kebakaran selalu menimbulkan akibat yang tidak diinginkan,
antara lain musnahnya harta benda, kerugian material,
terganggunya kelestarian lingkungan, terhentinya produksi
barang dan jasa, serta ancaman terhadap keselamatan jiwa
manusia.
Di daerah padat penduduk, kebakaran dapat
menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan psikologis yang
luas. Sulitnya memadamkan api di gedung-gedung bertingkat
membuatnya sering berakibat fatal. Kebakaran hutan
menghasilkan awan berasap yang mempersulit pesawat untuk
mendarat dan menyebabkan masalah pernapasan. Kebakaran
di lingkungan industri dapat menyebabkan perusahaan
mandek dan kerugian investasi.
Adapun pencegahan kebakaran adalah upaya untuk
menyadari unsur-unsur yang berkontribusi terhadap
munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil tindakan
pencegahan untuk mengurangi kemungkinan hal itu terjadi.
Rencana perawatan yang cermat dan pemeriksaan rutin
bangunan dan kelengkapannya, pemeriksaan/pemeriksaan,
penyediaan dan penempatan peralatan pemadam kebakaran
yang tepat, termasuk pemeliharaannya baik dalam hal siap
pakai dan kemudahan pencapaian, serta pengawasan
karyawan. semua yang diperlukan untuk pencegahan
kebakaran.

26
B. UU Proteksi Kebakaran dan Peraturan Pemerintah

Gambar 2.2 UU Proteksi kebakaran dan Peraturan Pemerintah

1. Undang – Undang No. 28 Tahun 2002

Hukum yang mengatur tentang bangunan dan gedung.


Ini berisi peraturan yang mengatur persyaratan hukum
bangunan. peraturan yang harus dipatuhi ketika seseorang atau
kelompok sedang membangun sesuatu.
Undang-undang ini mencakup topik hukum proteksi
kebakaran dalam berbagai pasal. Ada persyaratan keselamatan
di bawah Pasal 17. Anda harus menyadari bahwa ada
persyaratan yang harus Anda penuhi untuk membangun atau
membangun struktur. Kebutuhan teknis serta kewajiban
hukum. Standar teknis yang harus dipenuhi oleh setiap
struktur yang akan dibangun adalah bagian dari persyaratan
keselamatan yang disebutkan dalam Pasal 17.
Syarat bangunan gedung harus mampu melindungi
dari ancaman kebakaran tercantum dalam Pasal 17 ayat 3.
Rahasianya terletak pada penggunaan proteksi kebakaran aktif
atau pasif. Selain bangunan tempat tinggal, semua struktur

27
harus memiliki sistem proteksi kebakaran aktif dan pasif.
Untuk mencegah dan membatasi penyebaran api dan asap,
sistem proteksi kebakaran pasif terdiri dari kemampuan untuk
mendukung struktur bangunan dan komponennya, konstruksi
tahan api, isolasi dan pemisahan, dan perlindungan pada
bukaan.
Sistem deteksi dan penindasan membentuk sistem
pertahanan api aktif. Sistem deteksi dan alarm digunakan
untuk mendeteksi. Sedangkan sistem proteksi pemadaman
terdiri dari hydrant, hose reel, sprinkler, dan APAR (Light
Fire Extinguisher).
Menurut Pasal 30, setiap bangunan selain rumah harus
menyertakan sistem peringatan bahaya bagi penghuninya.
Pintu keluar darurat dan jalan keluar harus ada jika terjadi
keadaan darurat, seperti kebakaran atau bencana lainnya.
Topik-topik di atas kurang lebih dijelaskan dalam UU No. 28
Tahun 2002. Peraturan Pemerintah mengatur peraturan
pelaksanaannya. Khususnya Peraturan Pemerintah No. 36
Tahun 2005 Republik Indonesia.

2. PP RI No. 36 Tahun 2005


Bangunan dibagi menjadi tiga tingkatan sesuai
dengan tingkat risiko kebakaran dalam Peraturan
Pemerintah RI No. 36 Tahun 2005, khususnya tingkat
kebakaran rendah, sedang, dan tinggi. Berikut
penjelasannya :

a) Tingkat Risiko Kebakaran Tinggi

Struktur dengan risiko kebakaran tinggi adalah struktur yang


memiliki kecenderungan mudah terbakar yang tinggi atau
sangat tinggi karena fungsi, desain, penggunaan, serta
komponen dan materialnya.
28
b) Tingkat Risiko Kebakaran Sedang
Intinya, sangat mirip dengan penjelasan sebelumnya tentang
bagaimana semua komponen ini menghasilkan tingkat mudah
terbakar yang sedang.
c) Tingkat Risiko Kebakaran Rendah
Ketika suatu struktur memiliki laju kebakaran yang rendah,
struktur tersebut memiliki tingkat mudah terbakar yang rendah
dalam hal desain, fungsi, penggunaan, dan bagian-bagian
penyusunnya.
Setiap bangunan, dengan pengecualian rumah
keluarga tunggal dan rumah deret sederhana, diharuskan
memiliki sistem proteksi kebakaran aktif dan pasif, menurut
pasal 34. Perlindungan penghuni dan harta benda berdasarkan
rancangan dan penataan elemen arsitektural dan struktur
bangunan inilah yang dimaksud dengan perlindungan pasif,
lebih lanjut didefinisikan. untuk melindungi individu dan
properti dari kemungkinan kebakaran.
Sebaliknya, proteksi kebakaran aktif didasarkan pada
ketersediaan peralatan yang dapat memadamkan api baik
secara otomatis maupun manual. Gedung-gedung yang
menggunakan lift untuk berjalan antar tingkat disyaratkan oleh
Pasal 58 untuk menyediakan lift kebakaran. Lift yang dapat
digunakan petugas pemadam kebakaran dalam situasi darurat
adalah konsep kuncinya. Lift dapat berupa lift khusus api atau
lift biasa dengan fungsi yang dapat disesuaikan.

29
C. Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran
1. Kondisi berikut harus dipertimbangkan dalam setiap
perencanaan tempat kerja: syarat dan keadaan dari upaya
pencegahan kebakaran yang baik pertahanan pasif atau
agresif.

Gambar 2.3 Sistem Proteksi Kebakaran


- Proteksi kebakaran pasif adalah teknik desain tempat kerja
untuk mengatur jarak antar bangunan, memasang dinding
penghalang tahan api, menutup setiap bukaan dengan media
tahan api, atau dengan mekanisme khusus untuk membatasi
atau menghambat penyebaran api, panas, dan gas baik secara
vertikal maupun horizontal;
-Agar pekerjaan yang dilakukan di lapangan pada suatu
gedung dapat mandiri dalam hal sarana penanggulangan
bahaya kebakaran, proteksi kebakaran aktif adalah penerapan
rancangan sistem atau instalasi deteksi, alarm, dan kebakaran.
30
D. Proses Terjadinya Kebakaran
Kebakaran merupakan nyala api di lokasi yang tidak
di inginkan, berbahaya dan biasanya sulit diatur. Salah satu
proses peracikan api adalah :

Gambar 2.4 Sumber Api


a. Sumber panas, seperti energi elektron (listrik statis atau
dinamis), sinar matahari, reaksi kimia dan perubahan kimia.
b. Benda yang mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia,
bahan bakar, kayu, plastik dan sebagainya.
c. Oksigen (tersedia di udara).
Api akan dihasilkan dari interaksi ketiga bahan ini.
Bahkan jika salah satu dari komponen tersebut tidak ada,
nyala api atau kebakaran tidak akan terjadi. Ilustrasi
sederhana: amati dengan cermat nyala lilin berukuran
sedang yang telah kita
31
tutupi dengan kaca transparan. Meskipun batang lilinnya
masih panjang, apinya akan cepat padam beberapa saat
kemudian. Ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi oksigen di
ruang tertutup kaca. karena hal Akibatnya, unsur-unsur di atas
mutlak bergantung satu sama lain dalam menghasilkan api.
Ketiga komponen ini memainkan fungsi penting
karena dapat memberitahu, bagaimana kita dapat
memadamkan api. Kita dapat mengurangi atau menghapus
salah satu komponen ini, misalkan, Untuk mencegah
kebakaran, kurangi bahan bakar, panas, atau udara. Api dapat
menyebar dan padam. Saat api mulai menyala, kami mengiris
bahan- bahannya. membuat sekat bakar dan menerangi titik-
titik panas untuk membakar. Panas dapat dikurangi dengan
memercikkan air di atasnya atau dengan menaburkan kotoran
atau lumpur pada api.
Reaksi kimianya cepat dan lebih panas dan
menghasilkan lebih banyak jika ada pembakaran. Api
dihasilkan dari suhu yang meningkat di atas titik pengapian.
Bahan kimia harus melepaskan uap atau gas yang mudah
terbakar agar nyala api dapat menyala. Dengan tidak adanya
ini, pembakaran terjadi tanpa nyala api.
Di bawah ini adalah gambar dari proses terjadinya
kebakaran.

32
Gambar 2.5 Proses Terjadinya Kebakaran
Bahaya – bahaya kebakaran yang umum terjadi ialah sebagai
berikut:
a. Merokok
b. Kabel-kabel listrik
c. Nyala api terbuka
d. Zat cair yang mudah terbakar, contoh: bensin
e. Ketatarumahtanggaan yang buruk
f. Kelistrikan statis
g. Mesin-mesin yang tak terawat dan menjadi panas
h. Alat-alat las (Suma’mur, 1989, hal.52.)

E. Penyebab kebakaran
Setiap kebakaran harus ada sumber api untuk setiap
api yang dimulai. Dan faktor lain dapat berkontribusi pada
sumber nyala api. Dalam kebanyakan kasus, kebakaran
dimulai dengan sengaja, tidak sengaja, atau karena kesalahan
atau kelalaian manusia.

33
1. Kelas – Kelas Kebakaran
Kebakaran di Indonesia dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:

 Kelas A

Sumber https://ajar.com.my/2022/07/06/kenali-kelas-api-dan-cara-
pemadamannya/

Kebakaran kelas A adalah kebakaran yang bermula


dari bahan hidrokarbon padat seperti tekstil, kertas, sampah,
dan sebagainya. Ketika padatan dipanaskan sampai suhu
penyalaan, uap atau gas yang mudah terbakar dilepaskan, dan
ketika digabungkan dengan oksigen, uap ini menyala. Alat
pemadam api jenis air, alat pemadam (APAR), atau
menggunakan air dalam semburan pendek adalah semua
media pemadam yang sesuai untuk api kelas A.

34
 Kelas B

Sumber https://ajar.com.my/2022/07/06/kenali-kelas-api-dan-cara-
pemadamannya/

Kebakaran yang melibatkan hidrokarbon cair atau


cairan dengan hidrogen dan karbon diklasifikasikan sebagai
kebakaran kelas B. Kebakaran bahan bakar, seperti bensin,
minyak tanah, dan lain-lain merupakan contoh kebakaran
kelas
B. Alat pemadam api jenis busa, debu kering, karbon dioksida,
atau air semburan adalah media pemadam yang tepat untuk
jenis kebakaran ini.

35
 Kelas C

Sumber https://ajar.com.my/2022/07/06/kenali-kelas-api-dan-cara-
pemadamannya/
Kebakaran Kelas C adalah kebakaran yang melibatkan
cairan atau gas yang mudah terbakar. Ketika gas ini
digabungkan dengan oksigen, api dapat dimulai hanya dengan
percikan kecil, dan api sering menyebar dengan cepat dan
terkadang meledak. Kebakaran Kelas C, misalnya, melibatkan
bahan mudah terbakar seperti hidrogen, asetilena, propana,
butana, metana, dan zat lainnya. Gunakan alat pemadam api
jenis karbon dioksida dan debu kering untuk memadamkan api
jenis ini.

36
 Kelas D

Sumber https://ajar.com.my/2022/07/06/kenali-kelas-api-dan-cara-
pemadamannya/

Api kelas D juga melibatkan benda-benda yang


terbuat dari logam. Logam-logam ini sering termasuk dalam
kelompok
1 logam alkali tabel periodik kimia. Kalium, natrium,
magnesium, dan kalsium adalah beberapa contoh logam.
Karena reaktivitasnya yang tinggi, logam-logam ini bereaksi
dengan cepat ketika ada oksigen, yang mempercepat proses
pembakaran. Api jenis ini dapat dipadamkan dengan
menggunakan alat pemadam api yang terbuat dari pasir
kering, debu kering, soda abu, atau asbes grafit.

37
 Kelas K

Sumber https://ajar.com.my/2022/07/06/kenali-kelas-api-dan-cara-pemadamannya/

Kebakaran Kelas K adalah kebakaran yang berasal


dari sisa minyak goreng atau jenis bahan lain yang
mengandung lemak, terutama yang terjadi di kantin, dapur,
dan tempat lainnya. Kita bisa menggunakan alat pemadam
kebakaran jenis buih dan debu kering untuk memadamkan api
jenis ini.

38
Tabel 2.1 Ringkasan Api A,B,C,D,& K

39
2. Beberapa penyebab kebakaran
a. Nyala api dan zat yang mudah terbakar
Kemungkinan bahan-bahan yang mudah terbakar dan benda-
benda yang mudah terbakar oleh api tergantung pada, antara
lain:

 Sifat benda padat terhadap mudah tidaknya terbakar


 Besarnya benda padat
 Keadaan zat padat
 Cara menyalakan zat padat

b. Penyinaran
Terbakar nya Bahan tidak perlu atas dasar sentuhan. Semua
sumber panas memancarkan Gelombang elektromagnetik,
khususnya sinar infra merah merah, dilepaskan oleh sumber
panas. Ketika gelombang ini mengenai suatu benda, benda
tersebut memanas, suhunya naik, dan akhirnya terbakar.
c. Peledakan uap atau gas
Kombinasi udara dan gas yang mudah terbakar akan menyala
saat terkena benda pijar. Ketika kadar gas atau uap mendekati
titik di mana mereka dapat menyala atau meledak,
pembakaran yang dihasilkan akan menyebar dengan cepat.

40
d. Ledakan tetesan debu atau cairan
Debu dari bahan yang mudah terbakar, tetesan cairan, atau
suspensi di udara yang berperilaku seperti campuran gas dan
udara, atau uap di udara, dan berpotensi meledak.
e. Percikan Api
Campuran gas, uap, atau debu dan udara yang mudah terbakar
disebabkan oleh percikan api yang menyala pada suhu yang
sangat tinggi. Arus listrik dapat mengakibatkan terbentuknya
bunga api.
f. Reaksi Kimia
Proses kimia tertentu dapat menghasilkan panas, yang
mengarah pada terjadinya kebakaran. Karena fosfor kuning
dapat dengan cepat teroksidasi saat terkena udara. Pyrophores
besi, atau bubuk besi halus, di udara dan dapat memicu
kebakaran.
g. Terbakar Sendiri
Jika sirkulasi udara cukup untuk menyebabkan oksidasi tetapi
tidak cukup untuk menghasilkan panas, kebakaran dapat
dimulai di tumpukan bahan bakar organik atau mineral padat
atau padat. Kelembaban dapat mempercepat proses ini.

41
h. Kebakaran karena listrik
Salah satu peristiwa lain yaitu kebakaran karena listrik.
Kebakaran dapat dimulai ketika tiga hal bersatu, yaitu zat
yang mudah terbakar, oksigen, dan percikan api. Dinas
Pemadam Kebakaran DKI melaporkan, antara tahun 1992
hingga 1997, terjadi 4.244 kebakaran, 2.135 di antaranya
disebabkan korsleting listrik. berarti ada 50% lebih banyak
kebakaran yang berhubungan dengan listrik secara
keseluruhan.
Hal ini disebabkan penggunaan peralatan dan kabel
listrik yang berkualitas rendah, peraturan pemasangan yang
lalai dan tidak tepat, serta peralatan listrik yang tidak sesuai
dengan proses dan standar yang benar yang ditetapkan oleh
LMK (Lembaga Masalah Kelistrikan) PLN. Banyak produsen
peralatan listrik saat ini masih memproduksi barang dengan
kualitas rendah dan kemudian menjualnya di pasaran.
Pemasang dan konsumen listrik tidak diragukan lagi akan
mengkonsumsi ini, menilai keuntungan atas potensi efek
bencana yang akan terjadi.
karena kualitas peralatan listrik mempengaruhi tingkat
keamanannya. Oleh karena itu, fungsi peralatan listrik yang
akan digunakan harus dipahami dengan jelas oleh produsen,
pemasang, dan pengguna. Mereka harus bertindak sesuai
dengan persyaratan teknis yang diberlakukan untuk itu.

42
42
BAB 3

FIRE RISK ASESSMENT (FRA)

A. Pengertian
1. Pendahuluan
Perusahaan Jasa Konstruksi Fabrikasi merupakan
divisi dari PT. Fabrikasi Konstruksi dan penyedia jasa LDP
telah beroperasi bersama sejak pendirian perusahaan pada
tahun 2008. Produk yang dibeli dari PT. LSF meliputi tangki
penyimpanan bawah tanah, tangki pengangkut LP
G, katrol, penyangga tanah, produk karet, dan wadah semen.
las, gerinda, dan lain-lain.
Pekerjaan ini dapat mengakibatkan kebakaran dalam
ukuran berapa pun. Kebakaran di tempat kerja sangat
merugikan semua orang yang terlibat, termasuk dunia usaha
dan karyawan, menyebabkan kerusakan dan kerugian harta
benda, cedera dan kematian. Untuk mengurangi kerusakan
akibat kebakaran hebat, harus dilakukan upaya pencegahan
dan pengendalian kebakaran di tempat kerja. Menurut NFPA
551 Tahun 2007, dalam menentukan upaya tersebut, solusinya
harus didasarkan pada penilaian risiko kebakaran dan tidak
sekadar memberikan solusi proteksi kebakaran aktif. Oleh
karena itu, Penilaian Risiko Kebakaran (FRA) diperlukan
terlebih dahulu, setelah itu rencana proteksi kebakaran aktif
dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah sebelumnya.

43
2. METODOLOGI
a. FIRE RISK ASESSMENT (FRA)
Proses penentuan atau analisis risiko terkait kebakaran
yang diwakili oleh skenario kebakaran, kemungkinan
terjadinya, dan potensi dampak yang akan dirasakan dikenal
sebagai fire risk assessment (FRA). Untuk mengidentifikasi
penilaian risiko kebakaran, dokumen lain akan digunakan,
seperti analisis risiko kebakaran, analisis kebakaran, bahaya
kebakaran, dan analisis penilaian bahaya kebakaran.

b. METODE FIRE RISK ASESSMENT


Berikut merupakan metode – metode yang dapat
dilakukan untuk melakukan Fire Risk Asessment.

KATEGORI DEFINISI JENIS OUPUT

Kualitatif Menggunakan Pengolahan hasil


likelihood dan dan likelihood
consequence berbagai kebakaran
secara kualitatif serta bagaimana
pengaruh dari
berbagai
perlindungan
Semikuantitatif Menggunakan Penentuan frekuensi
likelihood likelihood secara dari berbagai jenis
kuantitatif dan kebakaran dan jenis
consequence perlindungannya
secara kualitatif

44
Metode Menggunakan Penentuan simulasi
semikuantitaif consequence kebakaran dengan
consequence secara kuantitatif representasi
dan likelihood kualitatif
secara kualitatif
Kuantitatif Menggabungkan -Penentuan kerugian
perkiraan
-Penentuan
kuantitatif antara
probabilitas
likelihood dan
consequence -Penentuan
probabilitas di
ruangan lain atau
bangunan
-Perencanaan
frekuensi VS korban
jiwa
-Perencanaan
frekuensi VS OR
-Penentuan
likelihood korban
jiwa, kerusakan
properti, gangguan
OR
- Penentuan individu
(penghuni
bangunan)

Risiko cost- Penentuan biaya - Penentuan biaya


benefit pendekatan untuk mencapai
alternatif

45
untuk membatasi berbagai tingkat
likelihood dan risiko atau
consequence
- Penentuan
optimasi
perlindungan
kebakaran dengan
cara meminimalkan
“keseluruhan risiko”
atau kriteria risiko
(Sumber: NFPA 551, 2007)

c. NFPA SAFETY CONCEPT TREE


Salah satu Metode kualitatif untuk menilai risiko
kebakaran adalah Pohon Konsep Keselamatan NFPA. NFPA
550, Panduan Pohon Konsep Perlindungan Kebakaran,
mencakup bibliografi. Hubungan antara proteksi kebakaran
dan strategi adalah ide di balik pohon konsep ini. Kebakaran
ini memberikan kerangka umum untuk menilai dampak
potensial dari tindakan perlindungan kebakaran seperti
bangunan, sifat mudah terbakar, peralatan pelindung, dan
kebiasaan penghuni. Penilaian desain proteksi kebakaran dan
pembuatan skenario dapat didukung dengan mengidentifikasi
kesenjangan dan titik-titik yang berlebihan dalam proteksi
kebakaran. Pohon konsep keselamatan kebakaran terdiri dari
semua variabel yang dapat dipertimbangkan ketika
mengevaluasi keselamatan kebakaran dan cara variabel
tersebut berinteraksi untuk mempengaruhi pencapaian tujuan
keselamatan kebakaran. Satu atau lebih metode proteksi dan
keamanan kebakaran yang secara logis mencapai hasil tujuan
dari pohon konsep proteksi kebakaran.

46
d. EVENT TREE ANALYSIS (ETA)
Suatu pendekatan untuk memodelkan keberhasilan
atau kegagalan sistem secara logis adalah Event Tree Analysis
(ETA). Landasan ETA adalah logika biner, di mana peristiwa
pertama terjadi atau tidak terjadi (Institut Teknik dan
Teknologi, 2010).
Pendekatan ETA menawarkan sejumlah manfaat.
Analisis ini menawarkan hasil grafis dan garis waktu
kecelakaan dan kejadian berikutnya (Rausand & Holyland,
2004). Selain itu, ETA memungkinkan evaluasi terjadinya
banyak kegagalan sistem dan identifikasi pertahanan yang
efisien (Clemens & Simmons, 1998).
e. INSTALASI HIDRAN
Dalam sebuah bangunan industri atau dilindungi
dengan instalasi hydrant kebakaran dengan ketentuan sebagai
berikut:

 Panjang selang dan pancaran air dapat menjangkau


seluruh ruangan yang dilindungi.
 Setiap bangunan industry dengan keaadan bahaya
yang sedang yang mempunyai luas lantai minimum
yaitu 1000m2 dan maksimumnya ialah 2000m2 harus
dipasangkan minimum 2 hidran dan setiap
penambahan 1 hidran harus menambahkan luas lantai
minimal 1000m2
 Setiap bangunan industry dengan keaadan bahaya
yang sedang yang mempunyai luas lantai minimum
yaitu 800m2 dan maksimumnya ialah 2000m2

47
harus dipasangkan minimum 2 hidran dan setiap
penambahan 1 hidran harus menambahkan luas lantai
minimal 800m2
 Setiap bangunan industry dengan keaadan bahaya
yang sedang yang mempunyai luas lantai minimum
yaitu 600m2 dan maksimumnya ialah 1200m2 harus
dipasangkan minimum 2 hidran dan setiap
penambahan 1 hidran harus menambahkan luas lantai
minimal 600m2.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


 EVENT TREE ANALYSIS (ETA)
Potensi bahaya kebakaran atau ledakan pada peralatan
yang digunakan di area bengkel dapat dievaluasi terlebih
dahulu berdasarkan fitur keselamatannya menggunakan
teknologi ETA. Tergantung pada potensi risiko dari setiap
tugas yang dilakukan, acara berbeda harus diadakan di setiap
area lokakarya. Masing-masing memiliki banyak tujuan
keamanan untuk memulai peristiwa. Fungsi keselamatan dapat
ditingkatkan berdasarkan kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan dalam melakukan evaluasi ini. Berdasarkan hasil
evaluasi dan persyaratan sebelumnya, evaluasi metode ETA
juga merupakan langkah kedua dalam perencanaan
pemasangan fitur keamanan untuk setiap kejadian. Proses
pembuatan grafik ETA pada level ini sama dengan level
pertama. Berdasarkan hasil analisis pertama, tahap kedua ini
menghasilkan peringkat sebagai berikut:

48
EVENT JUMLAH JUMLAH NILAI
SAFETY OUTCO PROBABILIT
FUNCTIO ME AS API
N TIDAK
TERKENDAL
I
Arus 2 3 0,16
Pendek
Tabung 2 3 0,000013
Meledak
0,000012

Gas Balik 2 3 0,000013


0,000012

Cutting 4 5 4,8 x 10-9


Torch Lepas
(CNC/Plasm
a)
Leaking 4 5 4,8 x 10-9
Hose/Nozzle
(CNC/Plasm
a)
Cutting 2 3 0,000013
Torch
(Manual)

49
0,000012

Leaking 4 5 0,000013
Hose/Nozzle
(Manual)
0,000012

Kompresor 3 4 1,9 x 10-4


Meledak
Kebakaran 1 2 0,49
Akibat
Tinner
Kebakaran 1 2 0,49
Akibat
Spray Cat
Percikan 1 2 0,49
Api
Table 3.1 Event Tree Analysis (ETA)

Berdasarkan table diatas maka yang memerlukan


penambahan proteksi kebakaran sebagai alternatif pemadaman
paling banyak dan dominan pada area workshop slipway.
Proteksi kebakaran yang perlu dievaluasi adalah APAR dan
perlunya menambah hidran sebagai alternatif.

50
 NFPA SAFETY CONCEPT TREE
National Fire Protection Association (NFPA) dan
standar NFPA 550 mereka mengonsep strategi pohon
perlindungan kebakaran yang dapat digunakan untuk
mencegah kebakaran. Dua metode dapat digunakan untuk
melakukan pencegahan ini. Mencegah kebakaran dan
mengelola dampak serta dampaknya terhadap perusahaan.
Rencana proteksi kebakaran dibuat berdasarkan hasil analisis
pohon kejadian yang telah selesai.

 PERENCANAAN PERANCANGAN PROTEKSI


KEBAKARAN AKTIF
Pada perencanaan dan perancangan APAR ini
menggunakan studi kasus fabrikasi kapal perintis milik
dinas perhubungan laut yang merupakan jenis kapal
penumpang. Berdasarkan perhitungan yang telah
dilakukan berdasarkan NFPA 10 Tahun 2003, Diperoleh
hasil seperti berikut:
EXISTI BAGIAN LUA KEBUTU KETERAN
NG FABRIK S HAN GAN
ASI
KAPAL
Bottom 684m 4 APAR Memenuhi
2
and Hold
8 APAR
Plan

Main 748,8 5 APAR Memenuhi


Deck 2
m

51
Crew 684m 4 APAR Memenuhi
2
Deck

Bridge 356,8 3 APAR Memenuhi


Deck 2
m
Table 3.2 Instalasi Hidran

Selain APAR, pada hasil assessment diperlukan


perencanaan instalasi hidran. Jumlah kebutuhan pilar hidran
yang agar menjangkau seluruh area slipway adalah:

Berdasarkan persyaratan perlindungan pada bangunan untuk


bangunan industry tingkat kebakaran tinggi dengan
ketentuan 1 buah pilar hidran per 600m2.

4. KESIMPULAN
Hasil dari Pengumpulan data, Pengolahan data, dan
Perhitungan data, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil analisis dengan Fire Risk Asessment
berdasarkan penilaian Event Tree analysis dan NFPA
550 Tahun 2002 menunjukan bahwa Area Workshop
Slipway yang memiliki potensi bahaya terhadap
kebakaran yang cukup tinggi dengan proteksi
kebakaran aktif yang masih kurang mencukupi.
Sehingga masih perlu ditambahkannya proteksi
kebakaran yaitu Alat Pemadan Api Ringan dan
Hidran.
2. Hasil perencanaan perancangan dan proteksi
kebakaran aktif yang dibutuhkan untuk menjangkau
area workshop adalah sebagai berikut:

a. Alat pemadam Api Ringan (APAR)


52
Berdasarkan hasil perhitungan sesuai standar NFPA 10 tahun
2003 diperoleh hasil kebutuhan APAR sebesar 4 buah APAR
untuk pekerjaan fabrikasi bottom and Hold Plan, 5 buah
APAR untuk pekerjaan fabrikasi crew deck, 4 buah APAR
untuk pekerjaan fabrikasi main deck, dan 3 buah APAR untuk
pekerjaan fabrikasi bridge deck. Seluruh apar yang dapat
digunakan berjenis Dry Chemical Powder dengan jarak
maksimal antar APAR sejauh 15,25 meter.

b. Instalasi Hidran
 Total pilar hidran yang dibutuhkan adalah 31
buah pilar hidran yang bisa menjangkau satu
buah pilar hidran sejauh 25 meter.
 Head pump yang diperoleh dari pergitungan
manual sebesar 88,126 m sehingga daya pompa
yang butuhkan sebesar 40,27 kW.
 Hasil uji simuasi perencanaan perancangan
hidran diperoleh perbedaan hasil dengan
perhitungan manual.

53
DAFTAR PUSTAKA

https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/
10/lambang-logo-k3-gambar-arti-makna.html
http://202.70.136.161:8107/485/1/Kesehatan-dan-
Keselamatan-Kerja-Komprehensif.pdf
https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article/KESEHATAN%2
0DAN%20KESELAMATAN%20KERJA.pdf
https://upp.ac.id/blog/pengertian-bahaya-dan-faktor-faktor
https://www.ruanghse.com/2021/02/hierarki-pengendalian-
risiko-k3-ini.html
https://stellamariscollege.org/hirarki-pengendalian-bahaya/
https://safetysignindonesia.id/bukan-apd-ini-elemen-paling-
efektif-dalam-hierarki-pengendalian-risiko/
https://totalfire.co.id/uu-proteksi-kebakaran/
https://damkar.paserkab.go.id/detailpost/penyebab-kebakaran-
dan-klasifikasi-jenis-kebakaran
https://ajar.com.my/2022/07/06/kenali-kelas-api-dan-cara-
pemadamannya/
https://www.projekindo.co.id/klasifikasi-kelas-kelas-
kebakaran/

54
55
56

Anda mungkin juga menyukai