Anda di halaman 1dari 11

INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA

DALAM K4

DISUSUN OLEH:

Kelompok 13
-Selly Trivena Dewi(17106126)
-Evita Maria Goretti(17106141)
-Safa

AKADEMI KESEHATAN SOSIAL-AKK


YOGYAKARTA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

     Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang MahaEsa. Atas rahmat, karunia,

serta kasih dan penyertaaNya kami dapat menyelesaikan makalah investigasi kecelakaan

buruh pabrik ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami

berterimakasih pada ibu Siti Meriah selaku dosen mata kuliah investigasi insiden K4 yang

telah memberikan tugas ini kepada kami.

      Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta

pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat

kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap

adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak

ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

      Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun

Yoyakarta, Oktober 2018

Penyusun
Kelompok 13

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………..…….....i

DAFTAR ISI…………………………………………………...... ii

BAB 1
PENDAHULUAN…………………………………………...............1

1. Latar Belakang………………………………………….…...........1
2. Perumusan Masalah……………………………………………....2
3. Tujuan Makalah………………………………………………..…2

BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………......3
1 Pengertian Kesehatan,Keselamatan Kerja.............................................3

2. Analisa Kasus Kecelakaan………….…....................................................4


3. Tahap-tahap inventigasi kecelakaan di dalam pekerjaan...................5
4. Pengelolaan SMK3 dengan Pelaksanaan pola Total Loss Control.............6
5. Manfaat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja…………6
  
PENUTUP…………………………………………………………...6

1. Saran………………………………………………...……. ...........6
2. Kesimpulan………………………………………………..............7

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………...7
BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
      Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 indonesia menempati posisi yang buruk jauh
di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan
kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah).
     Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau
aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi
atau bermartabat.
     Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan
korban dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
     Di era globalisasi dan pasar bebas yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan
dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan
ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara
anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan
dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
     Pelaksanaan Occupational safety and health (OSH) atau sistem manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3) merupakan daerah lintasan disiplin yang terkait dengan
perlindungan keselamatan dan kesejahteraan orang yang terlibat dalam pekerjaan dan
tujuannya adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi
dan produktivitas kerja.
     Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
     Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan
dan non kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan. Sebagai faktor penyebab sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
     Menurut Suma’mur (1981), 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian (unsafe human
acts) dan kesalahan manusia (human error). Kecelakaan dan kesalahan manusia tersebut
meliputi faktor usia, jenis kelamin, pengalaman kerja dan pendidikan. Pheasant (1988)
berpendapat bahwa kemungkinan kesalahan akan meningkat ketika pekerja mengalami stress
pada beban pekerjaan yang tidak normal atau ketika kapasitas kerja menurun akibat
kelelahan.
     Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja. 

B.Rumus Masalah
     Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani
korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja.

C.Tujuan
     Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penyebab kecelakaan kerja dengan
korban seorang mekanik yang terjatuh saat sedang mengecek cable vertical stabilizer
(VERSTAB) di pesawat boeing 737-900ER di dalam hanggar dan juga untuk mencegah
kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.Hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca berupa :
1. Masukan mengenai gambaran investigasi kecelakaan.

2. Menambah wawasan dalam bidang investigasi kecelakaan.

3. Menambah wawasan tentang tata cara pelaksanaan investigasi insiden.

4. Sebagai media bahan pembelajaran bersama.


BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


     Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan
dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
     Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik
jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan
konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko
kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah
terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan
dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU
No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami
perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
     Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai
agama.
     Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti
peraturan sebelumnya yaitu Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang
ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan
air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.
     Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk teknis dan aparat
produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
     Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya
manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk
memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan
kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar
terjalan dengan baik.
ANALISA KASUS KECELAKAAN

      kecelakaan kerja Seorang mekanik yang sedang bertugas tewas seketika setelah terjatuh
dari tangga dengan ketinggian 13 meter ketika sedang melakukan tugas pengecekan cable
verstab pada pesawat Boeing 737-900ER didalam hanggar pesawat DC tepatnya pukul 18.30
WIB.
     Namun disayangkan, pihak management tidak melaporkan ke pihak kepolisian.
Berdasarkan data yang di himpun di lapangan, korban bekerja sebagai mekanik junior baru
bekerja 3 bulan lamanya, menurut pengakuan salah satu rekan kerja korban, “korban
terdengar jatuh dari tangga yang memiliki ketinggian 13 meter ketika sedang melakukan
pengecekan cable di verstab pesawat Boeing 737-900ER dengan luka parah di bagian kepala
dan patah tulang di bagian kaki dan tangan karena terbentuk horstab lalu kemudian jatuh ke
tanah dengan terbentur pengunci tangga terlebih dahulu, memang pada saat itu pesawat
Boeing 737-900ER itu sedang terjadi masalah dan langsung di tarik ke hanggar, tapi pada
hari itu pesawat Boeing 737-900ER ditarik ke hanggar DC3 karena hanggar pesawat Boeing
737-900ER sedang penuh, pada hari itu terdapat 5 orang teknisi yang sedang bertugas di
pesawat Boeing 737-900ER, yaitu 2 orang sedang melakukan pengecekan landing gear
sistem, 1 orang di cockpit, 1 orang di cabin mengecek lampu penumpang yang tidak hidup,
dan 1 orang korban yang sedang melakukan pengecekan cable di verstab pesawat Boeing
737-900ER dan pada saat kejadian tersebut tepatnya pukul 18.30 Wib kondisi di luar hanggar
sedang hujan lebat dengan penerangan yang standar untuk pesawat DC3, pada saat kejadian
korban memang menggunakan perlengapan safety yang lengkap,” ungkap kesaksian rekan
korban.
     Dalam kecelakaan yang terjadi pada korban ini merupakan sebuah kasus yang
komplikatif. Artinya banyak penyebab yang dapat kita analisa di dalamnya dan membentuk
sebuah kemungkinan terjadinya kecelakaan yang pada akhirnya menimbulkan kerugian baik
secara langsung (direct cost) maupun tidak langsung (indirect cost).
Dimensi Pesawat DC3       Dimensi Pesaawat Boeing 737-900ER
Rentang sayap : 28,96 m  Rentang sayap : 34,31 m
Panjang : 19,63 m              Panjang : 42,11 m
Tinggi : 4,97 m                     Tinggi : 13 m 

Berdasarkan Teori Domino Pada kasus ini penulis akan menjelaskan kejadian berdasarkan
teori yang di kemukakan oleh Heinrich pada tahun 1931 yaitu Teori Domino. Dalam Teori
Domino Heinrich, kecelakaan teridiri atas lima faktor yang saling berhubungan yaitu, kondisi
kerja (environment), kelalaian manusia (human negligence), tindakan tidak aman (acts and
unsafe condition), kecelakaan (accident) dan cidera/kematian (injury).Teori domino
merupakan visualitas yang menggambarkan berbagai peluang dan sumber bahaya yang pada
akhirnya mengakibatkan terjadi nya kecelakaan.
Tahap-tahap kejadian pada kasus ini berdasarkan analisa kasus yaitu
sebagai berikut. 
1. Kondisi kerja (environment) pada kasus ini di gambarkan kondisi kerja yang
menimbulkan resiko terjadinya kecelakaan yaitu korban bekerja pada ketinggian 13 meter
dengan penerangan yang sebenarnya tidak standar untuk melakukan perawatan pada pesawat
Boeing 737-900ER karena pada saat itu hari mulai gelap, dan kondisi cuaca hujan lebat di
luar hanggar, dan tidak seharusnya bekerja di hanggar perawatan DC3 karena yang sedang
dilakukan adalah perawatan pesawat Boeing 737-900ER.

2. Kemudian pada kartu yang kedua sesuai dengan teori Domino Heinrich terdapat kelalaian
manusia (human negligence) yang bergerak/jatuh akibat dari kondisi kerja yang
memungkinkan (kartu pertama). Pada kasus ini kesalahan yang dilakukan korban adalah tidak
berhati-hati pada setiap kondisi lingkungan yang ada, sehingga korban merasa jika dirinya
sudah aman, menurut kesaksian rekan korban, korban yang masih junior terlalu percaya diri
(over confidence) dan untuk melakukan pekerjaan pada ketinggian yang sebelumnya belum
pernah di kerjakan oleh korban tanpa melihat bahayanya, korban menumpuk tangga yang
tidak standar pada pesawat di karenakan tangga yang tersedia pada hanggar DC3 tidak sesuai
dengan yang di butuhkan untuk melakukan perawatan pesawat boeing 737-900ER, pada saat
kondisi kurang penerangan dan hujan lebat. Disini dapat di pahami bahwa korban lalai dan
terlalu percaya diri (over confidence) tanpa melihat bahaya ketika melakukan pekerjaan
tersebut. Penulis berpendapat bahwa korban setelah naik ke tangga yang sudah di tumpuknya
dan tangga tersebut tidak mampu menahan beban korban dan juga tumpuan tangga yang licin
akibat hujan lebat karena posisi horstab pesawat boeing 737-900ER berada di luar, karena
hanggar pesawat DC3 yang di pakai panjangnya tidak sesuai dengan dimensi pesawat Boeing
737-900ER.
 3. Kartu yang ketiga adalah Hazard. Hazard dalam model Heinrich ini dapat diartikan
sebagai act and unsafe condition. Berdasaran kesaksian rekan korban, kondisi yang tidak
aman karena berada pada ketinggian, kondisi cuaca hujan lebat dan penerangan yang tidak
standar yang beresiko menimbulkan kecelakaan, korban tidak benar-benar memastikan
tangga yang sesuai dan mencantolkan body harness dengan sesuai, tidak menunggu hujan
reda, tidak membawa lampu untuk penerangan sesuai dengan keselamatan kerja dan
memaksakan melakukan pekerjaan melebihi jam kerja karena seharusnya korban sudah
pulang dan kelelahan.
4. Dari ketiga sumber bahaya tersebut yang saling berkolerasi dan “menjatuhkan” kartu
berdasarkan urutannya maka timbulah Kecelakaan (Accident) yang terjadi di hanggar
pesawat DC3.
5. Dampak dari semua urutan kartu diatas berdasarkan model Domino Heinrich menimbulkan
sebuah kerugian Kematian/kecelakaan (Injury), dalam hal ini nyawa korban. Kerugian ini
dapat berupa biaya kompensasi untuk korban. Selain kerugian langsung tersebut banyak lagi
kerugian yang di dapat pihak management hanggar yaitu kerugian tidak langsung seperti,
kerugian jam kerja, kerugian pendapatan di karenakan keusakan pada pesawat, serta citra dan
kepercayaan pelanggan berkurang.
     Menggunakan metode Fish Bone Analysis Seperti yang telah digambarkan pada Fish
Bone Chart di atas, penyebab terjadinya kecelakaan kerja seorang teknisi akibat terjatuh dari
tangga verstab tersebut di kelompokan menjadi 4, yakni:
1. Lingkungan
     -Area kerja yang licin akibat turunnya hujan; Ini tampak dimana pekerja terjatuh karena
tumpuan tangga yang tidak kuat menahan beban karena licin.
     -Hanggar yang tidak sesuai untuk perawatan pesawat Boeing 737-900ER; Terbukti
dengan bekerjanya teknisi di luar hanggar karena di mensi pesawat boeing 737-900ER terlalu
panjang.
2. Peralatan
     -Tidak adanya tangga yang sesuai dengan dimensi pesawat Boeing 737-900ER, terbukti
adanya tangga yang tidak sesuai standar yang digunakan korban untuk melakukan pekerjaan,
sehingga menambahkan tangga yang tidak aman.
     -Tidak adanya pelindung pada lock tangga yang mengakibatkan luka sobek pada kepala
korban ketika terkena benturan terjatuh dari tangga paling atas.
     -Kurangnya persediaan lampu di hanggar sehingga korban tidak menggunakan lampu
portable.
3. Manusia
     -Teknisi tidak menerapkan kewaspadaan dan ketelitian dalam bekerja sehingga tidak
menyadari potensial adanya bahaya.
     -Minimnya pelatihan untuk teknisi yang baru bekerja.
     -Korban kelelahan karena jam kerja yang berlebih untuk melakukan perawatan pesawat.
     -kurangnya pengawasan dari pegawai atasan (group leader/chief), hal ini dapat di
perkirakan. Jika adanya pengawasan yang ketat dan teratur, seharusnya group leader/chief
melarang teknisi baru untuk melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi.
 4. Metode
     -kerja yang kurang baik dan tidak disesuaikan dengan kondisi cuaca, area kerja, perlatan
dan pengetahuan yang luas, jika metode kerja disesuaikan dengan kondisi cuaca, area kerja,
perlatan dan pengetahuan yang luas, harusnya kejadian seperti ini dapat di antisipasi

Pengelolaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


dengan Pelaksanaan pola Total Loss Control
Pengelolaan SMK3 ini memiliki pola “Total Loss Control Management” yaitu suatu
kebijakan untuk menghindarkan kerugian bagi perusahaan, properti, personil di perusahaan
dan lingkungan melalui penerapan SMK3 yang mengintegrasikan sumber daya manusia,
material, peralatan, proses, bahan, fasilitas, dan lingkungan dengan pola penerapan prinsip
manajemen yaitu planning, Do, Check, dan Improvement (PDCI). Planning, Do, Check, dan
Improvement (PDCI) sesuai dengan kasus kecelakaan seorang teknisi yang terjatuh dari
tangga ketika sedang melakukan perawatan pesawat Boeing 737-900ER yaitu managemen
harus melakukan perencanaan kembali untuk menambah kapasitas hanggar untuk pesawat
Boeing 737-900ER, penambahan teknisi, penambahan tangga sesuai dengan model pesawat,
memberikan training bagi teknisi baru, menyediakan banyak lampu untuk pencahayaan dan
peralatan keselamatan dalam bekerja, kemudian melakukan pembuatan kebijakan baru
terutama masalah jam kerja, selalu mengecek seluruh personel di lapangan agar mengetahui
apa yang selalu di butuhkan, membuat standarisasi terkait syarat-syarat keselamatan seperti
pemasangan rambu-rambu keselamatandan memeriksa peralatan tool serta alat keselamatan
dalam bekerja serta mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja teknisi untuk selalu
mengutamakan keselamatan, memberikan program penghargaan atas prestasi teknisi dalam
meminimalisasi kecelakaan kerja, serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan,
meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan
dengan tujuan untuk meningkatkan K3.

Manfaat penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


SMK3 bukan hanya tuntutan pemerintah, mayarakat pasar atau dunia international saja tetapi
juga tanggung jawab pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya.
Selain itu penerapan SMK3 juga mempunyai banyak manfaat bagi perusahaan antara lain:

a). Manfaat langsung


     1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja.
     2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.
     3. Menciptakan tempat kerja yang efesien dan produktif karena tenaga kerja merasa
nyaman dalam      bekerja.

b). Manfaat tidak langsung


     1. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.
     2. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan.
     3. Perawatan terhadap pesawat semakin baik sehingga membuat umur pesawat semakin
lama.

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan
     Pada hakekatnya kecelakaan merupakan proses interaksi dari faktor-faktor penyebab yang
menimbulkan peluang terjadinya hal tersebut. Kecelakaan bukan merupakan sebuah kejadian
tunggal yang spontanitas terjadi, tetapi ia telah didahului oleh insiden-insiden kecil sehingga
pada tahap akhirnya akan menyebabkan accident atau kecelakaan.
     Kecelakaan bukan kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari. Kecelakaan dapat di
cegah dengan menerapkan prinsip K3 dan menjalankan SMK3 serta pendekatan pencegahan
kecelakaan. Pada kasus teknisi yang tejatuh itu, seharusnya kecelakaan dapat dihindari
dengan melakukan tindakan preventif seperti berhati-hati, tidak over confidence dan
menggunakan perlatan yang sesuai ketentuan. Jika saja hal tersebut dilakukan oleh korban
maka kecelakaan

Saran
     Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan
kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau
negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan
saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat, bekerja secara hati-hati utamakan
keselamatan serta mematuhi segala peraturan undang-undang dan kebijakan sistem K3 bukan
merupakan hal yang berat jika menyangkut dengan nyawa. Tumbuhkan kesadaran dalam diri
kita akan pentingnya K3. Maka kecelakaan dapat kita hindari dan angka mortalitas dapat
dieliminir seminimal mungkin.
“MARI CIPTAKAN MAYARAKAT INDONESIA SADAR K3!!!”

DAFTAR PUSTAKA 
Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Indonesia. Undang-Undang No.13 tahun tentang 2003 hak untuk memperoleh perlindungan
K3.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung,
1985

Anda mungkin juga menyukai