Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

PROGRAM KESEHATAN KERJA

Disusun oleh:
Kelompok 6 Kelas B13-B
1. I Komang Budi Mahendra 203221169
2. Ni Ketut Sri Astuti 203221170
3. Ni Ketut Trisna Andyani 203221171
4. Rischa Avivah Zuhroh 203221172
5. Ni Made Dwi Artini 203221173
6. Ni Luh Putu Yosin Supiawati 203221174
7. I Gst. Ayu Putu Anggreni Febrianti 203221175

PROGRAM STUDI S1ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan asung kerta wara nugraha-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul,” Program
Kesehatan Kerja” tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Komunitas. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan serta pengalaman yang dimiliki
penulis. Oleh karena itu, penulis harapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun atau memberikan gambaran penulisan yang lebih baik untuk
penulisan selanjutnya.
Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh sebab
itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberikan arahan serta motivasi kepada penulis dalam penulisan
makalah ini.
Dengan Segala kerendahan hati akhirnya penulis berharap makalah yang
sederhana ini memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Denpasar, 24 Nopember 2020
Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i


KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3 Tujuan........................................................................................ 3
1.4 Manfaat...................................................................................... 3
BAB II BAB II PEMBAHASAN ......................................................... 5
2.1 Pengertian K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).................. 5
2.2 Peraturan Perundang-Undangan K3........................................... 11
2.3 Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja...................... 13
2.4 Program K3................................................................................ 18
2.5 Prinsip-Prinsip Penyusunan Program K3................................... 21
2.6 Tujuan Program K3 Pada Industri.............................................. 33
BAB III PENUTUP .............................................................................. 34
3.1 Kesimpulan ............................................................................. 34
3.2 Saran .......................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani.
Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat
melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman
jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin
muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang
bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah,
sehingga tidak mudah capek.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek
perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan
kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya
kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan
kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan
keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan
keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental,
emosional dan psikologi.
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia
secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina
dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia
akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal
kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya.
Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah  juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk

1
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas. Begitu juga dengan laboratorium yang merupakan sarana
untuk melaksanakan kegiatan penelitian ilmiah. Keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan,
lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan
kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko
kecelakaan kerja (zero accident).
Keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola sebagaimana dengan
aspek lainnya dalam perusahaan seperti operasi, produksi, logistik, sumber
daya manusia, keuangan dan pemasaran. Aspek K3 tidak akan bisa berjalan
seperti apa adanya tanpa adanya intervensi dari manajemen berupa upaya
terencana untuk mengelolanya. Karena itu ahli K3 sejak awal tahun 1980an
berupaya meyakinkan semua pihak khususnya manajemen organisasi
untuk menempatkan aspek K3 setara dengan unsur lain dalam organisasi. Hal
inilah yang mendorong lahirnya berbagai konsep mengenai manajemen K3.
Menurut Kepmenaker 05 tahun 1996, Sistem Manajemen K3 adalah
bagian dari sistem secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan/desain, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan
sumber daya yang dibutuhkan, bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah
diatur sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang
diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan

2
dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis.
Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan
kesehatan kerja. Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang dapat kita
saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan dibahas mengenai permasalahan
kesehatan dan keselamatan kerja serta bagaimana mewujudkannya dalam
keadaan yang nyata.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan   latar   belakang    yang   telah dikemukakan, dapat di
rumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa pengertian k3 (keselamatan dan kesehatan kerja) ?
2. Apa saja peraturan perundang-undangan k3 ?
3. Bagaimana implementasi keselamatan dan kesehatan kerja ?
4. Bagaimana isi dari program k3 ?
5. Apa prinsip-prinsip penyusunan program k3 ?
6. Apa saja tujuan program k3 pada industri ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengertian, perpu, implementasi, program, prinsip-
prinsip penyusunan serta tujuan dari program k3.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian k3 (keselamatan dan kesehatan kerja).
b. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan k3.
c. Untuk mengetahui implementasi keselamatan dan kesehatan kerja.
d. Untuk mengetahui program k3.
e. Untuk mengetahui prinsip-prinsip penyusunan program k3.
f. Untuk mengetahui tujuan program k3 pada industry

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini yakni, sebagai berikut :
1. Bagi Penyusun (Mahasiswa)

3
Dapat menambah pengetahuan penyusun mengenai penyusunan program
keselamatan dan kesehatan kerja (k3) di suatu industri.
2. Bagi Perusahaan/Industri
Dengan meningkatkan program k3 bagi pekerja yang ada diperusahaan
atau industri akan merasa lebih aman dan nyaman saat bekerja.
3. Bagi Pemerintah
Beberapa program yang dilaksanakan pemerintah dalam upaya
mewujudkan kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya adalah
Kebijakan, Hukum, dan Peraturan serta penegakan hukum mengenai
program k3.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


K3 merupakan singkatan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Untuk
lebih memahami tentang K3 berikut ini kita akan membahas pengertian,
maksud dan tujuan dari K3 (di rangkum dari berbagai sumber).
1. Pengertian K3
a. Pengertian secara Filosofis
K3 merupakan suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani, tenaga kerja
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terhadap hasil karya
dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur.
b. Pengertian secara Keilmuan
Dalam ilmu pengetahuan dan penerapannya, K3 adalah usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja, kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan.
c. Pengertian secara OHSAS 18001:2007 (Occupational Health and
Safety Assessment Series)
K3 adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada
keselamatan dan kesehatan kerja dari tenaga kerja maupun orang lain
(kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat kerja.
d. Pengertian Keselamatan Kerja
Setiap perusahaan atau industri memiliki tingkat resiko
kecelakaan yang berbeda-beda, namun setiap perusahaan selalu
berusaha mencegah atau menghindari resiko tersebut. Anwar Prabu
Mangkunegara (2009: 161) mengemukakan bahwa: “Keselamatan
kerja menunjukkan pada kondisi yang aman atau selamat dari
penderitaan, kerusakan atau kerugian ditempat kerja”. Pendapat lain
dikemukakan oleh Daryanto (1993: 146), yang mengemukakan
bahwa: “Keselamatan kerja ialah selamatnya karyawan, alat-alat kerja
dan perusahaan serta produksi dan daerah lingkungannya, sehingga
perlu pada waktu karyawan bekerja, topi, helm pengaman, sarung

5
tangan, kaca mata pengaman, masker pelindung muka” Dari penjelasan
beberapa ahli, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian
keselamatan adalah selamatnya karyawan, alat produksi dan
perusahaan serta lingkungannya dari kerusakan dan penderitaan
menurut UU No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja..
e. Pengertian Kesehatan Kerja
Manusia sebagai sumber daya memiliki peran yang sangat
penting di perusahaan. Kehadiran manusia menjadi penting karena
manusia tidak dapat digantikan oleh kecanggihan mesin. Oleh sebab
itu kesehatan manusia sudah selayaknya diperhatikan agar tidak
mengganggu proses produksi. Wahid Iqbal Mubarak dan Nurul
Chayatin (2009:101) mengemukakan bahwa: “sehat adalah suatu
keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental dan
sosial, bukan semata-mata bebas dari penyakit dan cacat atau
kelemahan”. Sedangkan Anwar Prabu Mangkunegara (2009:161),
mengemukakan bahwa: “kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi
yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang
disebabkan oleh lingkungan kerja”. Menurut Undang-undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang kesehatan, “kesehatan adalah keadaaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial ekonomis. Kesehatan kerja
diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal”. Sedangkan Suma’mur (1989:1) mengemukakan bahwa:
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau
kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-
tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-
gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerja dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
2. Tujuan K3

6
K3 bertujuan untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan
bebas dari pencemaran lingkungan dengan memelihara dan melindungi
kesehatan, keamanan dan keselamatan tenaga kerja sehingga dapat
mencegah atau mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, dan pada akhirnya dapat meningkatkan sistem efisiensi dan
produktivitas kerja.
3. Sasaran K3
a. Menjamin keselamatan pekerja dan orang lain
b. Menjamin keamanan peralatan yang digunakan
c. Menjamin proses produksi yang aman dan lancar
4. Norma K3
Norma yang harus dipahami dalam K3:
a. Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja
b. Diterapkan untuk melindungi tenaga kerja
c. Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja
5. Dasar Hukum K3
K3 ditentukan berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja:
a. UU No.1 tahun 1970
b. UU No.21 tahun 2003
c. UU No.13 tahun 2003
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.PER-5/MEN/1996
6. Hambatan Dari Penerapan K3
a. Hambatan dari sisi pekerja/ masyarakat :
1) Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar.
2) Banyak pekerja tidak menuntut jaminan k3 karena SDM yang
masih rendah.
b. Hambatan dari sisi perusahaan:
Perusahaan yang biasanya lebih menekankan biaya produksi atau
operasional dan meningkatkan efisiensi pekerja untuk menghasilkan
keuntungan yang sebesar-besarnya.
7. Faktor Penyebab Kecelakaan

7
Faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja ada beberapa
pendapat. Faktor yang merupakan penyebab terjadinya kecelakaan pada
umumnya dapat diakibatkan oleh 4 faktor penyebab utama (Husni:2003)
yaitu :
a. Faktor manusia yang dipengaruhi oleh pengetahuan, ketrampilan,
dan sikap.
b. Faktor material yang memiliki sifat dapat memunculkan kesehatan
atau keselamatan pekerja.
c. Faktor sumber bahaya yaitu:
Perbuatan berbahaya, hal ini terjadi misalnya karena metode
kerja yang salah, keletihan/kecapekan, sikap kerja yang tidak sesuai
dan sebagainya;
Kondisi/keadaan bahaya, yaitu keadaan yang tidak aman dari
keberadaan mesin atau peralatan, lingkungan, proses, sifat pekerjaan.
d. Faktor yang dihadapi, misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan
mesin/peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna.
Selain itu, faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja menurut
Bennet dan Rumondang (1985) pada umumnya selalu diartikan sebagai “
kejadian yang tidak dapat diduga“. Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja itu
dapat diramalkan atau diduga dari semula jika perbuatan dan kondisi
tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu kewajiban berbuat secara
selamat dan mengatur peralatan serta perlengkapan produksi sesuai dengan
standar yang diwajibkan.
Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat
memiliki porsi 80 % dan kondisi yang tidak selamat sebayak 20 %.
Perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh:
a. Sikap dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap
b. Keletihan
c. Gangguan psikologis
8. Jenis Bahaya Dalam K3
a. Bahaya Jenis Kimia

8
Bahaya akibat terhirupnya atau terjadinya kontak antara manusia
dengan bahan kimia berbahaya. Contoh jenis kimia: abu sisa
pembakaran bahan kimia, uap bahan kimia dan gas bahan kimia.
b. Bahaya Jenis Fisika
1) Bahaya akibat suatu temperatur udara yang terlalu panas maupun
terlalu dingin serta keadaan udara yang tidak normal yang
menyebabkan terjadinya perubahan atau mengalami suhu tubuh
yang tidak normal.
2) Bahaya akibat keadaan yang sangat bising yang menyebabkan
terjadi kerusakan pendengaran.
c. Bahaya Jenis Proyek/Pekerjaan
1) Bahaya akibat pencahayaan atau penerangan yang kurang
menyebabkan kerusakan penglihatan.
2) Bahaya dari pengangkutan barang serta penggunaan peralatan yang
kurang lengkap dan aman yang mengakibatkan cedera pada pekerja
dan orang lain.
9. Istilah Bahaya Dalam Lingkungan Kerja
a. Hazard adalah suatu keadaan yang memungkinkan/dapat
menimbulkan kecelakaan, penyakit, kerusakan atau menghambat
kemampuan pekerja yang ada.
b. Danger adalah tingkat bahaya akan suatu kondisi yang sudah
menunjukkan peluang bahaya sehingga mengakibatkan suatu tindakan
pencegahan.
c. Risk adalah prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus
tertentu.
d. Incident adalah munculnya kejadian bahaya yang dapat atau telah
mengadakan kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang
batas normal.
e. Accident adalah kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan/atau
kerugian baik manusian maupun benda.
10. Standar Keselamatan Kerja

9
Standar keselamatan kerja merupakan pengamanan sebagai tindakan
keselamatan kerja seperti:
a. Perlindungan badan yang meliputi seluruh badan.
b. Perlindungan mesin.
c. Pengamanan listrik yang harus dicek secara berkala.
d. Pengamanan ruangan, meliputi sistem alarm, alat pemadam
kebakaran, penerangan yang cukup, ventilasi yang baik dan jalur
evakuasi khusus yang memadai.
11. Alat Pelindung Diri (APD)
APD merupakan perlengkapan wajib yang digunakan saat bekerja
sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja dan
orang disekitarnya. Alat pelindung diri meliputi:
a. Alat Pelindung Kepala
1) Safety Helmet atau helm pelindung untuk melindungi kepala dari
benda-benda yang dapat melukai kepala.
2) Safety Goggles atau kacamata pengamanan untuk melindungi mata
dari paparan partikel yang melayang di udara, percikan benda
kecil, benda panas ataupun uap panas.
3) Hearing Protection atau penutup telinga untuk melindungi dari
kebisingan ataupun tekanan.
4) Safety Mask  atau masker yang berfungsi sebagai alat pelindung
pernafasan saat berada di area yang kualitas udaranya tidak baik.
5) Face Shield atau pelindung wajah untuk melindungi wajah dari
paparan bahan kimia, percikan benda kecil, benda panas ataupun
uap panas, benturan atau pukulan benda keras dan tajam.
b. Alat Pelindung Tubuh
1) Apron atau celemek untuk melindungi tubuh dari percikan bahan
kimia dan suhu panas.
2) Safety Vest  atau rompi keselamatan kerja yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya kontak atau kecelakaan.

10
3) Safety Clothing atau alat pelindung tubuh untuk melindungi dari
hal-hal yang membahayakan saat bekerja, mengurangi resiko
terluka dan juga digunakan sebagai identitas pekerja.
c. Alat Pelindung Anggota Tubuh
1) Safety Gloves atau sarung tangan yang berfungsi melindungi jari-
jari dan tangan dari api, suhu panas, suhu dingin, radiasi, bahan
kimia, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan, dan goresan
benda tajam.
2) Safety Belt atau sabuk pengaman yang dipakai saat menggunakan
alat transportasi serta untuk membatasi ruang gerak pekerja agar
tidak terjatuh.
3) Safety Boot/Shoes adalah sepatu boot atau sepatu pelindung untuk
melindungi kaki dari benturan, tertimpa benda berat, tertusuk
benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, bahan
kimia berbahaya ataupun permukaan licin.

2.2 Peraturan Perundang-Undangan K3


1. Undang-Undang
a. Undang-Undang Uap tahun 1930 (Stoom Ordonnantie)
1) Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
2) Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
3) Adanya bahaya kerja di tempat itu.
b. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
c. Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
2. Peraturan Pemerintah
a. Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
1) Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
2) Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
3) Adanya bahaya kerja di tempat itu.
b. Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas
Peredaran, Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.

11
c. Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
d. Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja
Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.
3. Peraturan Menteri
a. Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan
Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
b. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu.
c. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan
Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.
d. Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan
Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga
Paramedis Perusahaan.
e. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada
Konstruksi Bangunan.
f. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
g. Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
h. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor
Penyakit Akibat Kerja.
i. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.
j. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan
Tenaga Kerja.
k. Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan,
Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
l. Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
m. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

12
Setiap perusahaan yang memperkerjakan 100 tenaga kerja atau lebih
dan atau yang mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh
karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran
lingkungan dan penyakit akibat kerja (PAK).
n. Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
o. Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih
Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
p. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan.
q. Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan,
Pemberhentian dan tata Kerja Dokter Penasehat.
r. Permenaker RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang.

2.3 Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Dalam era industri seperti sekarang ini, tidak dapat kita pungkiri begitu
banyak perusahaan-perusahaan besar yang berdiri di Indonesia. Mulai dari
perusahaan kelas ringan sampai kelas berat ada. Sebagai perusahaan yang
telah mempekerjakan orang-orang di dalamnya, perusahaan diwajibkan untuk
memberi perlindungan dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja kepada
setiap pihak di dalamnya agar tercapai peningkatan produktivitas perusahaan.
Pemerintah sendiri sebenarnya cukup menaruh perhatian terhadap
permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja ini. Berbagai macam produk
perundang-undangan dan peraturan-peraturan pendukung lainnya dikeluarkan
untuk melindungi hak-hak pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
mereka. Beberapa perusahaan yang ada sebagian juga telah memiliki standar
keamanan dan kesehatan kerja.
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan
tentang pentingnya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan
pekerja.Undang-Undang tersebut berawal dari UU Nomor 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja. UU Nomor 1 Tahun 1970 tersebut menjelaskan

13
pentingnya keselamatan kerja baik itu di darat, di dalam tanah, di permukaan
air, di dalam air, dan di udara di wilayah Republik Indonesia.
Implementasinya diberlakukan di tempat kerja yang menggunakan peralatan
berbahaya, bahan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), pekerjaan konstruksi,
perawatan bangunan, pertamanan dan berbagai sektor pekerjaan lainnya yang
diidentifikasi memiliki sumber bahaya. Undang-undang tersebut juga
mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis
dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Menurut Permenaker PER.05 / MEN / 1996 Bab I, salah satu upaya
dalam mengimplementasikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah SMK3
(Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja). SMK3 meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,
proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif. SMK3 merupakan upaya integratif yang harus dilakukan tidak
hanya dilakukan oleh pihak manajemen tetapi juga para pekerja yang terlibat
langsung dengan pekerjaan.
Perundang-undangan yang dihasilkan tentu saja harus selalu diawasi
dalam proses implementasinya. Proses pengawasan tersebut diharapkan bisa
menekan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya menghasilkan angka zero accident yang memang merupakan tujuan
dilaksanakannya SMK3. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan,
namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya
karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia yang masih
kurang memilki pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja serta
perusahaan-perusahaan yang ternyata memang belum memenuhi standar
kesehatan dan keselamatan kerja.

14
Beberapa program yang dilaksanakan pemerintah dalam upaya
mewujudkan kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya adalah :
1. Kebijakan, Hukum, dan Peraturan
a. Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Indonesia mempunyai kerangka hukum K3 yang ekstensif,
sebagaimana terlihat pada daftar peraturan perundang-undangan K3
yang terdapat dalam Lampiran II. Undang-undang K3 yang terutama
di Indonesia adalah Undang-Undang No. 1/ 1970 tentang
Keselamatan Kerja. Undang-undang ini meliputi semua tempat kerja
dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan
primer.
Undang-Undang No. 23/ 1992 tentang Kesehatan memberikan
ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang
menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua
pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa
membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya
mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai
dengan program perlindungan tenaga kerja.
b. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang
telah memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif
(lengkap) tentang sistem manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-
perusahaan yang berisiko tinggi. Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no
13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang
mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau
bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan
kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan
sistem manajemen K3.
Audit K3 secara sistematis, yang dianjurkan Pemerintah,
diperlukan untuk mengukur praktik sistem manajemen K3.
Perusahaan yang mendapat sertifikat sistem manajemen K3 adalah

15
perusahaan yang telah mematuhi sekurang-kurangnya 60 persen dari
12 elemen utama, atau 166 kriteria.
c. Panitia Pembina K3 (P2K3)
Menurut Topobroto (Markkanen, 2004 : 15), Pembentukan
Panitia Pembina K3 dimaksudkan untuk memperbaiki upaya
penegakan ketentuan-ketentuan K3 dan pelaksanaannya di
perusahaan-perusahaan. Semua perusahaan yang mempekerjakan
lebih dari 50 karyawan diwajibkan mempunyai komite K3 dan
mendaftarkannya pada kantor dinas tenaga kerja setempat. Namun,
pada kenyataannya masih ada banyak perusahaan dengan lebih dari
50 karyawan yang belum membentuk komite K3, dan kalau pun
sudah, komite tersebut sering kali tidak berfungsi sebagaimana
seharusnya.
d. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
Berdasarkan Undang-Undang No 3/ 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, Pemerintah mendirikan perseroan terbatas PT
JAMSOSTEK. Undang-undang tersebut mengatur jaminan yang
berkaitan dengan :
a) Kecelakaan Kerja [JKK],
b) Hari Tua [JHT],
c) Kematian [JK], dan
d) Perawatan Kesehatan [JPK].
Keikutsertaan wajib dalam Jamsostek berlaku bagi pengusaha
yang mempekerjakan 10 karyawan atau lebih, atau membayar upah
bulanan sebesar 1 juta rupiah atau lebih. Pekerja yang mengalami
kecelakaan kerja berhak atas manfaat/ jaminan yang meliputi (i)
biaya transportasi, (ii) biaya pemeriksaan dan perawatan medis, dan/
atau perawatan di rumah sakit, (iii) biaya rehabilitasi, dan (iv)
pembayaran tunai untuk santunan cacat atau santunan kematian.
e. Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3
Pada tahun 2003, Indonesia masih belum meratifikasi
Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3 kecuali Konvensi

16
ILO No 120/ 1964 tentang Higiene (Komersial dan Perkantoran).
Tetapi hingga tahun 2000, Indonesia sudah meratifikasi seluruh
Konvensi Dasar ILO tentang Hak Asasi Manusia yang semuanya
berjumlah delapan.
Karena Indonesia mayoritas masih merupakan negara agraris
dengan sekitar 70% wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan
pertanian, Konvensi ILO yang terbaru, yaitu Konvensi No. 184/
2001 tentang Pertanian dan Rekomendasinya, dianggap merupakan
perangkat kebijakan yang bermanfaat. Tetapi secara luas Indonesia
dipandang tidak siap untuk meratifikasi Konvensi ini karena
rendahnya tingkat kesadaran K3 di antara pekerja pertanian. Tingkat
pendidikan umum pekerja pertanian di Indonesia juga rendah, rata-
rata hanya 3 sampai 4 tahun di sekolah dasar (Markkanen, 2004 : 16)
2. Penegakan Hukum
Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan peraturan hukum terkait
K3 kemudian membentuk lembaga-lembaga penunjang diantaranya :
a. Direktorat Pengawasan Norma K3 di DEPNAKERTRANS
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pengawasan/
inspeksi keselamatan kerja telah didesentralisasikan dan tanggung
jawab untuk pengawasan tersebut telah dialihkan ke pemerintah
provinsi sejak tahun 1984. Di Direktorat Jenderal Pengawasan
Ketenagakerjaan DEPNAKERTRANS, sekitar 1,400 pengawas
dilibatkan dalam pengawasan ketenagakerjaan secara nasional. Sekitar
400 pengawas ketenagakerjaan memenuhi kualifikasi untuk
melakukan pengawasan K3 di bawah yurisdiksi Direktorat
Pengawasan Norma K3 (PNKK).
b. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan
Pelayanan kesehatan kerja adalah tanggung jawab Pusat
Kesehatan Kerja di bawah Sekretariat Jenderal Departemen
Kesehatan. Pusat ini dibagi menjadi (i) Seksi Pelayanan Kesehatan
Kerja, (ii) Seksi Kesehatan dan Lingkungan Kerja, dan (iii) Unit
Administrasi.

17
Pusat ini sudah menyusun Rencana Strategis Program Kesehatan
Kerja untuk melaksanakan upaya nasional. K3 merupakan salah satu
program dalam mencapai Visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan
kebijakan Departemen Kesehatan saat ini. Visi Indonesia Sehat 2010
dibentuk untuk mendorong pembangunan kesehatan nasional,
meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau untuk
perorangan, keluarga, dan masyarakat .
c. Dewan Tripartit National Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)
Dewan K3 Nasional (DK3N) dibentuk oleh
DEPNAKERTRANS pada tahun 1982 sebagai badan tripartit untuk
memberikan rekomendasi dan nasihat kepada Pemerintah di tingkat
nasional. Anggota Dewan ini terdiri dari semua instansi pemerintah
yang terkait dengan K3, wakil-wakil pengusaha dan pekerja dan
organisasi profesi. Tugasnya adalah mengumpulkan dan menganalisa
data K3 di tingkat nasional dan provinsi, membantu
DEPNAKERTRANS dalam membimbing dan mengawasi dewan-
dewan K3 provinsi, melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, dan
menyelenggarakan program-program pelatihan dan pendidikan.
Selama periode 1998-2002, DK3N telah menyelenggarakan
sekurangkurangnya 27 lokakarya dan seminar mengenai berbagai
subyek di sektor-sektor industri terkait. DK3N juga telah menerbitkan
sejumlah buku dan majalah triwulan.
Pada hakikatnya kita memang tidak akan menemukan konsep
dan realita yang berjalan bersamaan, begitu pula dengan implementasi
dari K3 yang belum bisa berjalan maksimal apabila belum ada
komitmen yang tegas dari berbagai pihak baik pmerintah, pengusaha
dan lembaga terkait lainnya dalam melaksanakan K3.

2.4 Program K3
Ketika seorang keryawan/tenaga kerja merasa aman dan nyaman serta
memiliki fisik yang sehat dalam bekerja maka tujuan yang ingin dicapai
oleh perusahaan akan sesuai dengan harapan. Menurut Dewan K3 Nasional,

18
program K3 adalah upaya untuk mengatasi ketimpangan pada empat unsur
produksi yaitu manusia, sarana, lingkungan kerja dan manajemen. Program
ini meliputi administrasi dan manajemen, P2K3, kebersihan dan tata ruang,
peralatan K3, pengendalian bahaya dan beracun, pencegahan kebakaran,
keadaan darurat, penerapan K3 dan sistem evaluasi program (DK3N, 1993).
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja bersifat spesifik artinya program
keselamatan dan kesehatan kerja tidak bisa dibuat, ditiru, atau
dikembangkan semaunya. Suatu program keselamatan dan kesehatan kerja
dibuat berdasarkan kondisi dan kebutuhan nyata di tempat kerja sesuai
dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan financial, dan
lainnya. Dalam usaha tersebut pihak perusahaan pun sudah selayaknya ikut
serta dalam mengoptimalkan peran K3 tersebut. Hal ini dapat digambarkan
dalam kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar 1
Alur kerangka pikir
Program K3

Manajemen K3
Pengawasan kerja
Pelatihan K3
Tersedianya alat pelindung diri (APD)
SOP
Sosialisasi K3
Poliklinik/ruang kesehatan
Kantin
9. Rest Area

Kesadaran pentingnya K3 Budaya penggunaan APD

Meminimalisirkan kecelakaan kerja

Produktivitas Kerja

19
Program K3 merupakan suatu rencana kerja dan pelaksanaan prosedur
yang memfasilitasi pelaksanaan keselamatan kerja dan proses pengendalian
resiko dan paparan bahaya termasuk kesalahan manusia dalam tindakan
tidak aman, meliputi :
1. Membuat program untuk mendeteksi, mengkoreksi, mengontrol kondisi
berbahaya, lingkungan beracun dan bahaya-bahaya kesehatan.
2. Membuat prosedur keamanan.
3. Menindaklanjuti program kesehatan untuk pembelian dan pemasangan
peralatan baru dan untuk pembelian dan penyimpanan bahan berbahaya.
4. Pemeliharaan sistem pencatatan kecelakaan agar tetap waspada.
5. Pelatihan K3 untuk semua level manajemen.
6. Rapat bulanan P2K3
7. Tetap menginformasikan perkembangan yang terjadi di bidang K3
seperti alat pelindung diri, standar keselamatan yang baru.
8. Pembagian pernyataan kebijakan organisasi.
Program keselamatan dan kesehatan kerja harus dirancang spesifik
untuk masing-masing perusahaan sehingga tidak bisa sekedar meniru atau
mengikuti arahan dan pedoman dari pihak lain (Ramli, 2010).
Efektifitas program keselamatan dan kesehatan kerja sangat
tergantung kepada komitmen dan keterlibatan semua pekerja.
Keterlibatan pekerja akan meningkatkan produktivitas. Beberapa kegiatan
yang harus melibatkan pekerja antara lain (Nasution, 2005) :
1. Kegiatan pemeriksaan bahan berbahaya dan beracun dan menyusulkan
rekomendasi bagi perbaikan.
2. Mengembangkan atau memperbaiki aturan keselamatan umum.
3. Melakukan pelatihan terhadap tenaga kerja baru.
4. Membantu proses analisis penyebab kecelakaan kerja.
Unsur-unsur program keselamatan dan kesehatan kerja yang terpenting
adalah pernyataan dan kebijakan perusahaan, organisasi dan personil,
menjaga kondisi kerja untuk memenuhi syarat-syarat keselamatan, membuat
laporan dan analisis penyebab kecelakaan dan menyediakan fasilitas
pertolongan pertama pada kecelakaan (Nasution, 2005). Program

20
keselamatan dan kesehatan kerja akan memperbaiki kualitas hidup pekerja
melalui jaminan keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menciptakan
situasi kerja yang aman, tenteram dan sehat sehingga dapat mendorong
pekerja untuk bekerja lebih produktif.
Melalui program keselamatan dan kesehatan kerja, terjadinya
kerugian dapat dihindarkan sehingga perusahaan dapat meningkatkan
kesejahteraan pekerjanya (Siregar, 2005). Heinrich menyatakan prinsip
dasar dari program keselamatan dan kesehatan kerja yang perlu diterapkan
dalam upaya pencegahan kecelakaan, yaitu :
1. Melakukan usaha inspeksi keselamatan kerja untuk
mengidentifikasikan kondisi- kondisi yang tidak aman.
2. Mengadakan usaha pendidikan dan pelatihan para pekerja untuk
meningkatkan pengetahuan pekerja akan tugasnya sehari-hari dan cara
kerja yang aman.
3. Membuat peraturan-peraturan keselamatan kerja yang harus ditaati
oleh semua pekerja.
4. Pembinaan displin dan ketaatan terhadap semua peraturan di bidang
keselamatan kerja.

2.5 Prinsip-Prinsip Penyusunan Program K3


Sebagai sebuah sistem manajemen, K3 tidak dapat dipisahkan dari suatu
sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan. Program K3 yang telah
ditetapkan akan berjalan efektif jika didukung dan dilaksanakan oleh seluruh
bagian atau departemen yang ada dalam suatu organisasi perusahaan. Oleh
karena itu, dalam penyusunan program K3 harus mempertimbangkan semua
aspek yang terkait dalam perusahaan seperti aspek produksi, finansial, sosial,
psikologi, budaya kerja dan manajemen. Isu cross-cutting dalam K3 menjadi
perhatian bagiparapakar, akademisi dan praktisi K3 dalam penyusunan dan
pelaksanaan program K3 yang terarah dan terencana.
1. Prinsip-Prinsip Penyusunan Program K3
Sebuah organisasi perusahaan perlu mengembangkan strategi
perencanaan yang baik dalam menerapkan aspek K3 melalui program-

21
program yang disusun berdasarkan prinsip yang terencana dan terarah. Dalam
sebuah sistem manajemen, perencanaan sebuah program harus
mempertimbangkan prinsip SMART (Specific, Measurable, Achievable,
Realiable, Timetable). Sebuah program K3 harus bersifat spesifik yang
berarti bahwa program-program yang dibuat sedapat mungkin tidak
menimbulkan kebingunan bagi pihak yang diberi tugas untuk
melaksanakannya, mudah terukur dalam hal pencapaian hasilnya dengan
ditetapkannya target dan indikator keberhasilan pencapaiannya. Sebuah
program K3 juga harus bersifat mudah untuk dilaksanakan sehingga dapat
berjalan efektif dan efisien sesuai dengan kemampuan perusahaan serta
realistis dalam hal pembiayaan dan kemampuan orang yang melaksanakannya
dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
Dalam menetapkan program K3 terdapat beberapa referensi yang dapat
dijadikan acuan, salah satunya adalah OHSAS 18001:2007 klausul 4.8.3
tentang objektif dan program K3 “Organisasi harus menetapkan, menjalankan
dan memelihara dokumen objektif K3 pada fungsi dan tingkatan yang sesuai
dalam organisasi”. Menurut  Ramli (2009), untuk mencapai objektif yang
telah ditetapkan, organisasi harus menyusun program kerja yang
merefleksikan kebijakan organisasi. Rencana kerja ini disusun untuk setiap
tingkatan manajemen sebagai landasan operasional dengan
mempertimbangkan:
a. Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk pencapaiannya disetiap
tingkatan, fungsi dan departemen. Program K3 sebaiknya diintegrasikan
dengan program organisasi secara keseluruhan sehingga menjadi salah
satu aspek dalam pencapaian sasaran organisasi.
b. Sarana dan sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai program kerja
yang telah ditetapkan misalnya pendanaan, tenaga, peralatan dan lainnya.
c. Jangka waktu atau jadwal pelaksanaan dan penyelesaian program kerja.

2. Dasar  Penyusunan Program K3


Dalam penyusunan program K3 dalam suatu perusahaan, terdapat
landasan atau dasar-dasar yang melatarbelakangi pembuatan suatu

22
program diantaranya adalah hasil  risk assessment dari suatu kegiatan
produksi untuk mengetahui potensi-potensi bahaya dan resiko ditempat
kerja. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan
penilaian resiko yaitu, metode kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif.
Sebelum melakukan penilaian resiko perlu diketahui bisnis proses suatu
kegiatan produksi suatu industri, dalam setiap tahapan proses produksi
terdapat beberapa bahaya yang dapat menimpa pekerja sehingga
berpotensi menyebabkan kecelakaan dan gangguan kesehatan. Faktor-
faktor penyebab yang dapat membahayakan tenaga kerja sudah seharusnya
dicegah, dikendalikan, diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Untuk
mencegah berbagai gangguan yang muncul, maka terlebih dahulu perlu
diketahui  proses produksi dan identifikasi permasalahannya, cara
pemantauan, dan standar-standar yang berlaku.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan
keselamatan dan kesehatan kerja yang umum ditemukan di industri
garmen adalah :
a. Faktor Lingkungan Kerja memungkinkan dapat menimbulkan
gangguan kesehatan tenaga kerja, sebagaimana terlihat pada
penjelasan di bawah ini. Proses Produksi dan Faktor Lingkungan
Kerja.
1) Gudang Bahan : penerangan, iklim kerja, debu, uap,
formaldehyde.
2) Pola dan Pemotongan Bahan : penerangan, iklim kerja, debu, uap,
formaldehyde.
3) Menjahit : penerangan, iklim kerja, getaran, debu, uap
formaldehyde.
4) Pemotong Sisa Benang : penerangan, iklim kerja, debu, uap,
formaldehyde.
5) Pengecekan Kualitas : penerangan, iklim kerja, debu, uap,
formaldehyde.
6) Seterika : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde.

23
7) Finishing: penerangan, iklim kerja, debu, kapas, uap
formaldehyde.
8) Pengemasan : penerangan, iklim kerja, debu karton, uap
formaldehyde.
b. Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja, hal-hal yang menjadi permasalahan
berkaitan dengan potensi bahaya kecelakaan kerja pada industri
garmen adalah sebagai berikut :
1) Gudang memiliki potensi bahaya kebakaran.
2) Bagian Pola/ potong memiliki potensi bahaya jari tangan
terpotong, tersengat arus litrik.
3) Bagian Jahit memiliki potensi bahaya jari terkena jarum, tersengat
arus listrik, kebakaran.
4) Bagian Pasang Kancing memiliki potensi bahayajari tergencet
mesin kancing, tersengat arus listrik.
5) Bagian Seterika memiliki potensi bahaya tersengat arus listrik,
kebakaran.
6) Bagian Pengemasan memiliki potensi bahaya tergores, barang
terjatuh.
c. Keserasian peralatan dan sarana kerja dengan tenaga kerja. Keserasian
peralatan dan sarana harus diperhatikan oleh pihak perusahaan dan
disesuaikan dengan tenaga kerja yang dimilikinya agar kecelakaan
kerja dapat diminimalisasi. Kesalahan yang disebabkan
ketidakserasian antara peralatan dan sarana dengan tenaga kerja dapat
menimbulkan berbagai masalah yang akhirnya dapat mengancam
keselamatan dan kesehatan kerja. Beberapa permasalahan seperti ini
yang ditemukan di industri garmen :
1) Bagian pemotongan kain, jahit dan seterika, faktor ergonomi yang
mempengaruhi adalah ukuran meja, kursi duduk, sikap dan sistem
kerja.
2) Bagian pengemasan, faktor ergonomi yang mempengaruhi adalah
kegiatan angkat junjung, sikap dan cara kerja, ruang gerak.

24
Beberapa permasalahan di atas sangat umum ditemukan di
industri garmen. Dan seperti kebanyakan yang terjadi di industri,
terkadang penyelesaian permaslahan tersebut mendapatkan resistansi
dari manajemen.
3. Identifikasi Masalah Industri Garmen di Indonesia
Berdasarkan Baseline Reports : Worker Perspectives from the
Factory and Beyondyang disusun oleh ILO, ada beberapa masalah tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya di Industri Garmen
Indonesia. Secara garis besar berikut beberapa permasalahan di Industri
Garmen yang terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja :

TABEL I
Permasalahan di Industri Garmen yang terkait Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Identifikasi Klasifikasi Hambatan dan Solusi
Permasalahan Akar Penyelesaian
Permasalahan
>80% Lulusan Faktor Industri garmen
SMP/SMU Individu merupakan industri
yang menyerap
banyak tenaga
kerja sehingga
tidak mensyaratkan
pekerja
berpendidikan
tinggi
39,9% tidak Faktor Pekerja yang tidak Memperbaiki
memiliki Individu (Skill berpengalaman sistem perekrutan
pengalaman kerja dan dapat menghambat karyawan dengan
Pengalaman) kecepatan produksi mensyaratkan
dikarenakan harus penglaman
dilatih terlebih bekerja minimal 1
dahulu tahun

25
>38% berkeluarga Faktor Konsentrasi Pihak manajemen
dan memiliki anak Individu pekerja wanita perlu memberikan
yang memiliki perhatian khusus
anak akan terbagi bagi pekerja
untuk keluarga dan wanita yang
pekerjaannya sudah berkeluarga
dan memiliki
anan
>53% mengeluhkan Faktor Target produksi Penyediaan air
masalah severe Kesehatan yang sangat tinggi minum yang
thirst kerja serta kondisi cukup bagi
lingkungan kerja pekerja
yang panas
membuat pekerja
selalu merasa
kehausan, yang
berakibat
kesehatan pekerja
menurun karena
dehidrasi
42% severe fatigue Faktor Faktor kelelahan Pihak manajemen
Kesehatan sangat berbahaya harus
Kerja dapat berpotensi memperhatikan
menimbulkan jam kerja
gangguan karyawan agar
kesehatan dan tidak melampaui
kecelakaan kerja jam kerja yang
telah ditentukan
30,6% stomach pain Faktor Tidak ada waktu Manajemen harus
Kesehatan untuk makan memberikan
Kerja karena dikejar waktu kepada
target pekerja untuk
menyebabkan istirahat dan
pekerja telat makan
makan sehingga
berakibat pada
gangguan
kesehatan
41,5% dizziness Faktor Kondisi Pneyediaan klinik
(pusing) Kesehatan lingkungan kerja untuk berobat
Kerja yang tidak baik
serta pola makan

26
dan istirahat yang
tidak teratur
menyebabkan
gangguan
kesehatan pada
pekerja
46% back and neck Faktor Tempatk kerja Mengatur posisi
ache Kesehatan tidak ergonomis, dan tempat kerja
Kerja, terlalu lama pada
Regonomi posisi yang sama
>59% concern Faktor >41% kurang Penyediaan
terhadap bahaya Keselamatan concern terhadap informasi dan
ditempat kerja Kerja bahaya kerja, bisa pelatihan tentang
dikarenakan bahaya ditempat
kurangnya kerja
pengetahuan
tentang bahaya
ditempat kerja
>40% mengeluhkan Faktor Masalah aturan Manajemen
bekerja dihari Psikologi jam kerja memberikan
weekend karyawan kesempatan untuk
dikarenakan libur
dikejar produksi
Makan sambil Faktor Tidak ada jam Pengaturan waktu
bekerja Kesehatan istirahat untuk untuk istirahat
Kerja makan karena makan dan
mengejar produksi disediakan tempat
makan
Bekerja dihari Faktor Target produksi Manajemen
minggu Psikologi yang tinggi memberikan
kesempatan untuk
libur
Tidak ada Faktor Sistem pengaturan Pihak manajemen
pengaturan jam Manajemen jam kerja lembur harus
kerja lembur tidak jelas memperhatikan
jam kerja
karyawan agar
tidak melampaui
jam kerja yang
telah ditentukan
Upah rendah, Faktor Sistem perjanjian Penyesuaian upah
dibawah standar, Manajemen kerja karyawan sesuai aturan

27
keluar masuk tidak memihak UMR yang telah
karyawan tinggi karyawan ditetapkan
Pemerintah
Slip gaji tidak Faktor Sistem Memperbaiki
lengkap info tentang Manajemen administrasi sistem
bonus tidak jelas pembayaran gaji administrasi dan
tidak jelas transparansi
65%tergabung Faktor - Manajemen harus
dalam Trade Union Manajemen memberikan
Member kebebasan kepada
pekerja untuk
bergabung dengan
serikat pekerja
>80% terikat Faktor Pekerja industri Manajemen harus
kontrak namun  Manajemen garmen biasanya memberi
67,7% non merupakan kesempatan
permanent karyawan kepada pekerja
outsourcing yang memiliki
prestasi untuk
diangkat jadi
karyawan tetap
35,4% sudah Faktor Program pelatihan Program pelatihan
mendapatkan Keselamatan K3 belum K3 harus
training K3 Kerja menyentuh diberikan kepada
keseluran seluruh pekerja
karyawan
<30%  mendapatkan Faktor Program pelatihan Program pelatihan
training Manajemen K3 belum K3 harus
menyentuh diberikan kepada
keseluran seluruh pekerja
karyawan
85,2% mendapatkan Faktor Sangsi terhadap Harus dibentuk
sexual harrasment Psikologi pelaku kekerasan badan advokasi
tidak tegas bagi karyawan
79,4% verbal abuse Faktor Sangsi terhadap Harus dibentuk
Psikologi pelaku kekerasan badan advokasi
tidak tegas bagi karyawan
87,4% physical Faktor Sangsi terhadap Harus dibentuk
abuse Psikologi pelaku kekerasan badan advokasi
tidak tegas bagi karyawan
>30% Faktor Rata-rata pekerja Harus dibentuk
mendiskusikan Psikologi tidak berani badan advokasi

28
masalah dengan menyampaikan bagi karyawan
supervisor/trade masalahnya
union rep.
>50% merasa Faktor Atasan tidak peduli Harus dibentuk
supervisor Psikologi terhadap badan advokasi
menyelesaikan permasalahan para bagi karyawan
masalah dengan pekerja
tidak respek
Kurang sejahtera, Faktor Tingkat Manajemen harus
sedih, dan tidak Psikologi kesejahteraan memperhatikan
punya harapan karyawan pabrik kesejahteraan
untuk masa depan masih rendah pekerja
>80% sangat Faktor - Terus digalakan
tertarik Keselamatan pelaksanaan
mendapatkan Kerja program K3
informasi tentang
K3 dan informasi
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa industri garmen di Indonesia
masih banyak permasalahan yang merugikan pekerja atau buruh pabrik.
Masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan aspek pendidikan, skill
dan pengalaman kerja, upah buruh yang rendah, kesejahteraan pekerja
belum diperhatikan, jam kerja yang tidak teratur dan sebagainya. Para
pekerja industri garmen umumnya adalah wanita yang baru lulus
SMP/SMA, sebagian dari pekerja wanita sudah berkeluarga dan memiliki
anak sehingga konsentrasinya terbagi kedalam pekerjaan dan rumah
tangga, hal ini disebabkan karena faktor ekonomi yang tidak mencukupi
sehingga wanita yang sudah memiliki anak harus ikut mencari
penghasilan. Tak jarang para pekerja wanita tersebut mendapatkan
perlakuan yang tidak manusiawi dari rekan kerja maupun atasan seperti
kekerasan seksual, perlakuan kasar berupa ucapan dan fisik.
Dari permasalahan yang ada, dapat disederhanakan bahwa
permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja di industri garmen terkait
dengan pekerja itu sendiri dan komitmen manajemen terhadap masalah
K3. Untuk itu perlu dibangun program-program keselamatan dan
kesehatan kerja yang dipayungi oleh komitmen dan kebijakan manajemen.
Sesuai dengan skema yang disusun oeh James Reason dalam

29
bukunya Managing the Risks of Organizational Accidents, bahwa
penyebab dasar suatu insiden atau kecelakaan kerja adalah kesalahan pada
organisasi/ manajemen. Berdasarkan model tersebut, maka perlu disusun
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mencakup
mulai dari komitmen dan kebijakan manajemen hingga penerapan K3 di
tempat kerja dan pekerja.
Pelaksanaan program K3 tidak akan berjalan efektif jika persoalan-
persoalan tersebut belum diatasi oleh pihak-pihak terkait, sehingga dalam
penyusunan program K3 diharapkan dapat mengakomodir aspek-aspek
yang terkait. cross cutting issue dalam K3 dapat direfleksikan dalam suatu
program K3 perusahaan seperti aspek psikologis sosial pekerja, budaya,
kesadaran akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam
meningkatkan kesejahteraan pekerja serta meningkatkan komitmen
manajemen dalam melaksanakan program K3 untuk mendukung
kelangsungan usaha yang kompetitif. Berikut ini program K3 yang dapat
diimplementasikan oleh perusahaan garmen berdasarkan isu-isu yang
saling berkaitan.
TABEL II
Implementasi Program K3 Perusahaan Garmen Berdasarkan Isu-Isu Saling
Berkaitan
Tujuan Hasil Program
Kecelakaan Nihil (Zero Penerapan/Sertifikat Menyusun Sistem Manajemen K3
Accident ) Standar SMK3 berdasar standar Sistem
Di Tempat Kerja Manajemen K3
Sarana untuk membahas Susunan kepanitian Membentuk Panitia Pembina
isu-isu dalam K3 serta terdiri dari perwakilan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
masalah yang berkaitan pekerja dan manajemen (P2K3) dan Unit
dengan pekerja Tanggap Darurat
Mengendalikan bahaya- Register bahaya dan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan
bahaya yang muncul resiko Pengendalian Resiko
ditempat kerja untuk
menghindari kecelakaan
kerja dan PAK
Melindungi pekerja dari Semua pekerja Penyediaan peralatan K3 (APD,
bahaya dan resiko di mendapatkan APD yang Rambu, Tanda Bahaya & Poster
tempat kerja sesuai serta mendapatkan K3 dan Papan Informasi K3)

30
informasi tentang K3
Mempersiapkan dalam Pekerja memahami Penyediaan Aset Tanggap Darurat
menghadapi situasi prosedur dalam (Alarm Bahaya, Detektor
darurat seperti menghadapi situasi gawat Kebakaran, Hidran,
kecelakaan kebakaran darurat Tabung Pemadam/APAR, Kotak
gempa bumi, dll. P3K, Radio Komunikasi dan
Sarana Berkumpul
Darurat)
Mengatur aktifitas Terdapat prosedur- Pengendalian Operasional
pekerjaan sesuai dengan prosedur yang berkaitan (Prosedur Keselamatan Kerja, Ijin
aturan keselamatan dengan keselamatan Kerja Aman, Induksi
dalam bekerja K3)
Pekerja memahami dan Seluruh pekerja Mengadakan Pelatihan untuk
memiliki skill dalam hal mendapatkan tarining menigkatkan skill dan
bekerja yang aman dan yang dibutuhkan pengetahuan pekerja tentang K3
selamat (Dasar K3, Bahaya di tempat
kerja, Cara Kerja Aman, P3K dan
Tanggap Darurat)
Memantau dan Pelaksanaan pemantauan Melakukan Pemantauan K3
meminimalisir bahaya- lingkungan kerja secara secara berkala seperti suhu,
bahaya ditempat kerja berkala kelembaban udara, debu,
kebisingan
Melaporkan Meeting dilakukan setiap Meeting Berkala (Presentasi
hasil/kinerja bulan Kinerja K3)
pelaksanaan K3
Membudayakan K3 Seluruh pekerja Safety talk, toolbox meeting dan
dalam setiap aktivitas mengikuti kegiatan safety safety briefing
pekerjaan talk, dll
Meningkatkan peran Pekerja mendapatkan Program safety reward dan
serta pekerja dalam penghargaan bagi yang punishment
kegiatan K3 melaksanakan program
K3 dengan baik
Memastikan Hasil inspeksi Melakukan inspeksi K3 secara
pelaksanaan program rutin
K3 berjalan dengan baik
Memantau kesehatan Seluruh pekerja Melakukan pemeriksaan
pekerja dan menghindari mendapatkan kesehatan pekerja secara berkala
paparan sumber bahaya pemeriksaan secara
berkala
Menghindari kecelakaan Prosedur jam kerja aman Membuat prosedur tentang aturan
akibat kelelahan dalam jam kerja yang aman untuk
bekerja menghindari fatigue, jam istirahat
yang cukup

31
Mengatasi keluhan Setiap sudut ruangan Menyediakan air minum disetiap
pekerja tentang tersedia air minum ruangan untuk pekerja
kehausan selama bekerja
Menyediakan sarana Klinik pengobatan Menyediakan klinik untuk pekerja
pengobatan bagi pekerja tersedia
Menciptakan rasa aman Dibentuknya sistem
Memberikan advokasi dan
bagi pekerja selama pelaporan dan
perlindungan kepada pekerja
bekerja penyelesaian masalahterhadap kekerasan yang
menimpa pekerja
Dari penyusunan program K3 tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut:
a. Pelatihan kompetensi tertentu memberikan pengetahuan khusus kepada
pekerja mengenai ilmu/ keterampilan spesifik di bidang/ bagian
kerjanya. Diharapkan dengan mendapatkan pelatihan ini, minimal
pekerja yang belum memiliki pengalaman kerja mengetahui prosedur
yang benar dalam melaksanakan pekerjaannya.
b. Penyusunan SOP memberikan aturan-aturan tentang bagaimana dan apa
yang boleh serta tidak boleh dilakukan selama bekerja atau selama ada
di tempat kerja. Dengan menaati batasan-batasan yang ada, prekondisi
tindakan tidak selamat dapat dihindari.
c. OHS Toolbox Meeting sebagai media 2 arah dari pihak HSE dan
pekerja untuk menyampaikan informasi-informasi tentang keselamatan.
Di samping itu sebagai sarana pelatihan kepada pekerja tentang
keselamatan spesifik pada bidang/ bagian tertentu.
d. OHS Inspection merupakan cara dari HSE untuk mengevaluasi
kelayakan K3 yang ada di tempat kerja serta menemukan dan
merekomendasikan perbaikan atas ketidaksesuaian yang ditemukan di
tempat kerja. Di samping itu, sesekali diadakan inspeksi bersama
jajaran manajemen dengan tujuan agar manajemen mengetahui kondisi
terkini pekerja dan tempat kerja khususnya mengenai permasalahan K3.
e. OHS Forum merupakan forum mediasi antara HSE dan jajaran
manajemen (level supervisor ke atas) untuk membahas isu,
permasalahan, dan ketidaksesuaian terkait K3 yang tidak dapat
diselesaikan di level pekerja atau HSE, di dalamnya termasuk tentang

32
pengaturan jam kerja, lembur, dan tata krama hubungan atasan dan
bawahan.
f. 5R (ringkas, rapi, resik, rawat, rajin) bermaksud menciptakan tempat
kerja yang nyaman dan aman bagi pekerja itu sendiri. Dengan begitu
diharapkan stres akibat kenyamanan ruang kerja dan permasalahan
ergonomi di tempat kerja dapat dihindari.
g. OHS Award sebagai wadah pemberian penghargaan bagi jajaran pekerja
dan manajemen yang berprestasi dalam menerapkan K3, termasuk yang
melaksanakan rekayasa administratif dan rekayasa teknis untuk tujuan
menciptakan pekerjaan yang lebih selamat.
h. Poster K3 berfungsi sebagai pengingat bagi seluruh pekerja tentang
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja dalam menunjang
produktivitas.
i. Pemeriksaan kesehatan sebagai komitmen manajemen melindungi
sumber daya manusianya dan sebagai usaha preventif kehilangan jam
kerja orang.
j. Sertifikasi SMK3 yang dapat dicapai memberikan nilai tambah bagi
perusahaan sehingga memberikan motivasi bagi manajemen dan
pekerja untuk tetap mempertahankan prestasi K3 yang telah dicapai.

2.6 Tujuan Program K3 Pada Industri


Tujuan program keselamatan dan kesehatan kerja secara umum adalah
mempercepat proses gerakan nasional K3 dalam upaya memberdayakan
keselamatan dan kesehatan kerja guna mencapai kecelakaan nihil. Sasaran
dari program keselamatan dan kesehatan kerja antara lain :
1. Meningkatkan pengertian, kesadaran, pemahaman dan penghayatan K3
semua unsur pimpinan dan pekerja pada sutau perusahaan atau industri.
2. Meningkatkan fungsi manajemen K3 atau Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3. Mendorong terbentuknya manajemen K3 pada setiap perusahaan atau
industri.
4. Mendorong pembinaan K3 pada sektor informal dan masyrakat umum.

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk
menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya
baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan,
masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak
melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis
dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang
penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai
peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah
kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur
mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di
lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut
sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang
tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak
terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua

34
pihak. Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri,
masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai peningkatan mutu
kehidupan dan produktivitas nasional.

3.2 Saran
Adapun saran antara lain sebagai berikut :
1. Program K3 harus lebih ditingkatkan lagi supaya para pekerja lebih
merasa aman dan nyaman.
2. Perusahaan harus lebih lagi mensosialisasikan program K3 untuk
meningkatkan dukungan pekerja terhadap program K3 yang
nantinya juga meningkatkan komitmen pekerja terhadap perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Bab II,. http://www.repository.ipb.ac.id, diunduh 10 Mei 2019, Pukul 10.05 WIB.


Baseline Report: Worker Perspectives from the Factory and Beyond. 2012. ILO.
Ramli, Soehatman. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja,
OHSAS 18001. Dian Rakyat.
Reason, James. 2006. Managing the Risks of Organizational Accidents. Ashgate.
Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Markkanen, Pia K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia. Jakarta :
Internasional Labour Organisation Sub Regional South-East Asia and The
Pacific Manila Philippines.
Saksono, Slamet. 1998. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius.
Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:
Gunung Agung.
Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan, Keselamatan, &
Kesehatan Kerja. Sukabumi: Yudhistira.
Mondy, R.W., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh
(terjemahan), Jakarta: Penerbit Erlangga

35
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(http://prokum.esdm.go.id/uu/2003/uu-13-2003.pdf),diakses pada tanggal
23 Nopember 2020, pukul 11:00 WITA.
Anonim, 2013. Modul K3L (Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan) dan
Hukum. Balikpapan: Program Studi Teknik Sipil.
Sekretariat Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, 2008.
Himpunan Peraturan Perundang – Undangan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I

36

Anda mungkin juga menyukai