Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

JANTUNG KORONER

DOSEN PENGAMPU :

Rukmini Syahleman,S.Kep.,Ns,M.Kep

DI SUSUN OLEH :

1. Noviana Riski
2. Novita Sari
3. Reffi Shopia Melati
4. Rhovika Kartini

PRODI : S1 KEPERAWATAN

STIKES BORNEO CENDEKIA MEDIKA PANGKALANBUN

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner termasuk ke dalam kelompok penyakit kardiovaskuler,
dimana penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara dengan
pendapatan rendah dan menengah seperti Indonesia (Delima, Mihardja dan Siswoyo,
2009). Menurut World Health Organization (WHO) (2013) kematian akibat penyakit
kardiovaskuler mencapai 17,1 juta orang per tahun. Penyakit kardiovaskuar diantaranya
penyakit jantung koroner dan stoke menjadi urutan pertama dalam daftar penyakit kronis
di dunia. Di Indonesia sendiri prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan
wawancara terdiagnosis oleh dokter sebesar 0,5% sedangkan berdasarkan terdiagnosis
atau gejala sebesar 1,5% (Riskesdas, 2013).
Jantung merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki fungsi sangat penting
terutama untuk manusia. Salah satu fungsi jantung yaitu memompa dan mengalirkan
darah yang berisikan oksigen dan nutrisi dari jantung ke seluruh tubuh. Seiring dengan
bertambahnya usia seseorang, pola makan salah, gaya hidup tidak sehat, kurangnya
aktivitas akan dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Hal itu akan sangat
berpengaruh terhadap kemampuan fungsi jantung. Kemampuan fungsi jantung akan terus
menerus menurun yang kemudian dapat menimbulkan penyakit jantung koroner (Wiarto,
2014).
Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya penyakit jantung koroner
salah satunya yaitu kurangnya asupan sumber serat dan 2 antioksidan baik yang berasal
dari sayur maupun buah-buahan. Asupan tinggi serat makanan yang berasal dari bahan
makanan terutama serat larut yang berasal dari tumbuhan dan biji-bijian mampu
membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Tensiska, 2008). Asam empedu
yang merupakan produk akhir dari kolesterol pada awalnya disintesis dalam hati yang
kemudian disekresi ke dalam empedu kemudian akan kembali menuju hati melalui
reabsorbsi dalam usus halus. Proses ini disebut juga dengan siklus entero hepatik. Untuk
mencegah kembalinya asam empedu ke hati maka serat akan mengikat asam empedu dan
membawanya keluar tubuh melalui feses (Almatsier, 2003). Sebanyak 80% penduduk
Indonesia saat ini masih memiliki kebiasaan mengkonsumsi serat yang rendah yaitu

2
sebanyak 15 gram/orang/hari. Sedangkan konsumsi serat yang dianjurkan yaitu 19-30
gram/hari (Soerjodibroto, 2004 & WNPG, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Aryati
(2004) yang menyatakan bahwa mengkonsumsi serat sesuai dengan Angka Kecukupan
Gizi (AKG) mampu menurunkan risiko terhadap kejadian penyakit jantung koroner.
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mengurangi pembentukan radikal
bebas yang dapat diperoleh dari asupan makanan (Wibowo, 2003), salah satu bagian dari
antioksidan yaitu vitamin E. Fungsi utama vitamin E di dalam tubuh yaitu sebagai
antioksidan alami yang berperan menangkap dan menghambat terjadinya proses oksidasi
lipid di dalam tubuh (Baraas, 2011 & Rohmatussolihat, 2009). Terdapat empat unsur
lemak di dalam tubuh, yaitu kolesterol, trigliserida, LDL (Low Density Lypoprotein) dan
HDL (High Density Lypoprotein). Kolesterol LDL 3 yang terbentuk di dalam tubuh
berkemampuan masuk ke dalam pembuluh arteri apabila mengalami oksidasi. Untuk
menghambat terjadinya oksidasi, vitamin E akan memberikan satu atom hidrogen dari
gugus OH ke dalam lipid peroksida yang bersifat radikal sehingga terbentuk vitamin E
yang stabil dan tidak mudah rusak yang mampu menghentikan rangkaian radikal bebas
dengan lemak (Hariyatmi, 2004). Rangkaian yang terputus akan ditangkap oleh reseptor
untuk dimetabolisme ulang di dalam hati (Anies, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh
Nikmah terhadap penderita penyakit jantung koroner pasien rawat jalan di RSUD Dr.
Moewardi pada tahun 2014 menyatakan bahwa rata-rata pasien memiliki tingkat
konsumsi vitamin E dibawah AKG. Konsumsi vitamin E yang dianjurkan menurut
Grober (2012) untuk penderita penyakit jantung koroner adalah sebesar 200-1000 IU atau
sama dengan 134-670 mg/hari.
Kadar kolesterol darah dalam tubuh manusia seharusnya tetap dalam batas
normal, baik kolesterol yang berasal dari makanan maupun yang dibuat sendiri oleh
tubuh di dalam hati. Apabila kadar lemak dan kolesterol di dalam darah berada dalam
keadaan abnormal, maka akan menimbulkan kembali penyempitan dan pengerasan
pembuluh darah (Soeharto, 2004). Dengan menerapkan pola makan yang baik, yaitu
dengan cara meningkatkan asupan serat dan sumber antioksidan akan membantu
mengurangi kadar kolesterol di dalam darah (Tensiska, 2008).
Hasil dari survey pendahuluan yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi pada
bulan Juni - Agustus 2015 menyatakan pasien penderita penyakit jantung koroner yang

3
berkunjung ke Poli Jantung RSUD Dr. 4 Moewardi sebanyak 1110 pasien. Pasien yang
berkunjung pada bulan Juni sebanyak 1,42% dan meningkat menjadi 1,8% pada bulan
Juli. Pada bulan Agustus kunjungan pasien kembali meningkat sebesar 1,9%.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk
mengetahui hubungan tingkat asupan serat dan vitamin E dengan kadar kolesterol total
pada penderita penyakit jantung koroner rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi.
B. Tujuan umum
Masyarakat mampu memahami bahaya jantung coroner akibat pola makan/makanan.
C. Tujuan Khusus
Setelah mendapatkan penjelasan tentang pola makan penderita jantung coroner perserta
dapat :
1. Menjelaskan perngertian jantung coroner
2. Menyebutkan gejala jantung coroner
3. Menjelaskan cara penangannya
4. Menyebutkan pola makan dan jenis makanan yang boleh atau tidak boleh
dikonsumsi

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana terjadi penyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh darah koroner. penyempitan atau penyumbatan ini
dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri.
Kondisi lebih parah kemampuan jantung memompa darah akan hilang, sehingga sistem
kontrol irama jantungakan terganggu dan selanjutnya bisa menyebabkan kematian
(Soeharto, 2001).
B. Etiologi
Penyakit Jantung Koroner Penyebab terjadinya penyakit kardiovaskuler pada
perinsipnya disebabkan oleh dua faktor utama yaitu:
1. Aterosklerosis Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri
koroneria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan
lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif
mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka 5 resistensi
terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium
(Brown, 2006).
2. Trombosis Endapan lemak dan pengerasan pembuluh darah terganggu dan
lamakelamaan berakibat robek dinding pembuluh darah. Pada mulanya, gumpalan
darah merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegahan perdarahan
berlanjut pada saat terjadinya luka. Berkumpulnya gumpalan darah dibagian robek
tersebut, yang kemudian bersatu dengan keping-keping darah menjadi trombus.
Trombosis ini menyebabkan sumbatan di dalam pembuluh darah jantung, dapat
menyebabkan serangan jantung mendadak, dan bila sumbatan terjadi di pembuluh
darah otak menyebabkan stroke (Kusrahayu, 2004).
C. Patofisiologis
penyakit jantung coroner :
1. Angina pektoris stabil Angina pektoris ditegakkan berdasarkan keluhan nyeri dada
yang khas, yaitu rasa tertekan atau berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri.

5
Nyeri dada terutama saat melakukan kegiatan fisik, terutama dipaksa bekerja keras
atau ada tekanan emosional dari luar. Biasanya serangan angina pektoris berlangsung
1-5 menit, tidak lebih dari 10 menit, bila serangan lebih dari 20 menit, kemungkinan
terjadi serangan infark akut. Keluhan hilang setelah istirahat (Kusrahayu, 2004).
2. Angina pektoris yang tidak stabil Pada angina pektoris yang tidak stabil serangan rasa
sakit dapat timbul pada waktu istirahat, waktu tidur, atau aktifitas yang ringan. Lama
sakit dada lebih lama daripada angina biasa, bahkan sampai beberapa jam. Frekuensi
serangan lebih sering dibanding dengan angina pektoris biasa (Kusrahayu, 2004).
3. Angina varian (prinzmetal) Terjadi hipoksia dan iskemik miokardium disebabkan
oleh vaso spasme (kekakuan pembuluh darah), bukan karena penyempitan progesif
arteria koroneria. Episode terjadi pada waktu istirahat atau pada jam-jam tertentu tiap
hari. EKG peningkatan segmen ST (Sutedja, 2008).
4. Sindrom koroner akut (SKA) Sindrom klinik yang mempunyai dasar patofisiologi
yang sama yaitu erosi, fisur, ataupun robeknya plak atheroma sehingga menyebabkan
thrombosis yang menyebabkan ketidak seimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen
miokard. Termasuk SKA adalah angina pektoris stabil dan infark miokard akut
(Majid, 2007). Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis
Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan
kematian(Anonima , 2006).
D. Gejala umum
Sumber rasa sakit berasal dari pembuluh koroner yang menyempit atau tersumbat.
Rasa sakit tidak enak seperti ditindih beban berat di dada bagian tengah adalah keluhan
klasik penderita penyempitan pembuluh darah koroner. Kondisi 7 yang perlu diwaspadai
adalah jika rasa sakit di dada muncul mendadak dengan keluarnya keringat dinggin yang
berlangsung lebih dari 20 menit serta tidak berkurang dengan istirahat. Serangan jantung
terjadi apabila pembuluh darah koroner tiba-tiba menyempit parah atau tersumbat total.
Sebagian penderita PJK mengeluh rasa tidak nyaman di ulu hati, sesak nafas, dan
mengeluh rasa lemas bahkan pingsan (Yahya, 2010).
E. Faktor Resiko
Secara statistik, seseorang dengan faktor resiko kardiovaskuler akan memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk menderita gangguan koroner dibandingkan mereka

6
yang tanpa faktor resiko. Semakin banyak faktor resiko yang dimiliki, semakin berlipat
pula kemungkinan terkena penyakit jantung koroner (Yahya, 2010).
Faktor-faktor resiko yang dimaksud adalah merokok, alkohol, aktivitas fisik, berat
badan, kadar kolesterol, tekanan darah (hipertensi) dan diabetes. Faktor-faktor resiko
dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah.
1. Faktor resiko lain yang masih dapat diubah
a. Hipertensi Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka waktu panjang
akan mengganggu fungsi endotel, sel-sel pelapis dinding dalam pembuluh darah
(termasuk pembuluh koroner). Disfungsi endotel ini mengawali proses
pembentukan kerak yang dapat mempersempit liang koroner. Pengidap hipertensi
beresiko dua kali lipat menderita penyakit jantung koroner. Resiko 8 jantung
menjadi berlipat ganda apabila penderita hipertensi juga menderita DM,
hiperkolesterol, atau terbiasa merokok. Selain itu hipertensi juga dapat
menebalkan dinding bilik kiri jantung yang akhirnya melemahkan fungsi pompa
jantung (Yahya, 2010). Resiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan
darah, untuk setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5mmHg resiko PJK
berkurang sekitar 16% (Leatham, 2006).
b. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus (DM) berpotensi menjadi ancaman terhadap
beberapa organ dalam tubuh termasuk jantung. Keterkaitan diabetes mellitus
dengan penyakit jantung sangatlah erat. Resiko serangan jantung pada penderita
DM adalah 2-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan orang tanpa DM. Jika seorang
penderita DM pernah mengalami serangan jantung, resiko kematiannya menjadi
tiga kali lipat lebih tinggi. Peningkatan kadar gula darah dapat disebabkan oleh
kekurangan insulin dalam tubuh, insulin yang tidak cukup atau tidak bekerja
dengan baik (Yahya, 2010). Penderita diabetes cenderung memiliki pravalensi
prematuritas, dan keparahan arterosklerosis lebih tinggi. Diabetes mellitus
menginduksi hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan
kemungkinan timbulnya arterosklerosis. Diabetes mellitus juga berkaitan dengan
proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner, sintesis kolesterol,
trigliserida, dan fosfolipid. Peningkatan kadar LDL dan turunnya kadar HDL juga

7
disebabkan oleh diabetes milletus. Biasanya penyakit jantung koroner terjadi di
usia muda pada penderita diabetes dibanding non diabetes (Leatham, 2006).
c. Merokok Sekitar 24% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada
perempuan disebabkan kebiasaan merokok. Orang yang tidak merokok dan
tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan resiko sebesar 20-
30%. Resiko terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana orang
yang merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki resiko sebesar
dua hingga tiga kali lebih tinggi menderita PJK dari pada yang tidak merokok
(Leatham, 2006). Setiap batang rokok mengandung 4.800 jenis zat kimia,
diantaranya karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen sianida,
amoniak, oksida nitrogen, senyawa hidrokarbon, tar, nikotin, benzopiren, fenol
dan kadmium. Reaksi kimiawi yang menyertai pembakaran tembakau
menghasilkan senyawa-senyawa kimiawi yang terserap oleh darah melalui proses
difusi. Nikotin yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang katekolamin
dan bersama-sama zat kimia yang terkandung dalam rokok dapat merusak lapisan
dinding koroner. Nikotin berpengaruh pula terhadap syaraf simpatik sehingga
jantung berdenyut lebih cepat dan kebutuhan oksigen meninggi. Karbon
monooksida yang tersimpan dalam asap rokok akan menurunkan kapasitas
penggangkutan oksigen yang diperlukan jantung karena gas tersebut
menggantikan sebagian oksigen dalam hemoglobin. Perokok beresiko mengalami
seranggan jantung karena perubahan sifat keping darah yang cenderung menjadi
lengket sehingga memicu terbentuknya gumpalan darah ketika dinding koroner
terkoyak (Yahya, 2010).
d. Hiperlipidemia Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam
lemak bebas berasal eksogen dari makanan dan endogen dari sintesis lemak.
Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna
klinis yang penting sehubungan dengan arteriogenesis. Lipid tidak larut dalam
plasma tetapi terikat pada protein sebagai mekanisme transpor dalam serum.
Peningkatan kolesterol LDL, dihubungkan dengan meningkatnya resiko terhadap
koronaria, sementara kadar kolesterol HDL yang tinggi tampaknya berperan
sebagai faktor perlindung terhadap penyakit arteri koroneria (Muttaqin, 2009).

8
e. Obesitas Kelebihan berat badan memaksa jantung bekerja lebih keras, adanya
beban ekstra bagi jantung. Berat badan yang berlebih menyebabkan bertambahnya
volume darah dan perluasan sistem sirkulasi sehingga berkolerasi terhadap
tekanan darah sistolik (Soeharto, 2001).
f. Gaya hidup tidak aktif Ketidakaktifan fisik meningkatkan resiko PJK yang setara
dengan hiperlipidemia, merokok, dan seseorang yang tidak aktif secara fisik
memiliki resiko 30%-50% lebih besar mengalami hipertensi. Aktivitas olahraga
teratur dapat menurunkan resiko PJK. Selain meningkatkan perasaan sehat dan
kemampuan untuk mengatasi stres, keuntungan lain olahraga teratur adalah
meningkatkan kadar HDL dan menurunkan kadar LDL. Selain itu, diameter
pembuluh darah jantung tetap terjaga sehingga kesempatan tejadinya
pengendapan kolesterol pada pembuluh darah dapat dihindari (Leatham, 2006).
2. Tiga faktor resiko yang tidak dapat diubah, yaitu:
a. Jenis Kelamin Penyakit jantung koroner pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini
pada laki-laki daripada perempuan. Estrogen endogen bersifat protektif pada
perempuan, namun setelah menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat dan
sebanding dengan insidensi pada laki-laki (Leatham, 2006).
b. Keturunan (genetik) Riwayat jantung koroner pada keluarga meningkatkan
kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur (Brown, 2006). Riwayat
keluarga penderita jantung koroner umumnya mewarisi faktor-faktor resiko
lainnya, seperti abnormalitas kadar kolesterol, peningkatan tekanan darah,
kegemukan dan DM. Jika anggota keluarga memiliki faktor resiko tersebut, harus
dilakukan pengendalian secara agresif. Dengan menjaga tekanan darah, kadar
kolesterol, dan gula darah agar berada pada nilai ideal, serta menghentikan
kebiasaan merokok, olahraga secara teratur dan mengatur pola makan (Yahya,
2010).
c. Usia Kerentanan terhadap penyakit jantung koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Namun dengan demikian jarang timbul penyakit serius
sebelum usia 40 tahun, sedangkan dari usia 40 hingga 60 tahun, insiden MI

9
meningkat lima kali lipat. Hal ini terjadi akibat adanya pengendapan
aterosklrerosis pada arteri koroner (Brown, 2006).
d. Diagnosis Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis
pasti. Diagnosis yang tepat amat penting, jika diagnosis PJK telah dibuat
terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai kemungkinan akan dapat
mengalami infark jantung atau kematian mendadak. Dokter harus memilih
pemeriksaan yang perlu dilakukan terhadap penderita untuk mencapai ketepatan
diagnostik yang maksimal dengan resiko dan biaya yang seminimal mungkin.
Berikut ini cara-cara diagnostik:
1) Anamnesis Anamnesis berguna mengetahui riwayat masa lampau seperti
riwayat merokok, usia, infark miokard sebelumnya dan beratnya angina untuk
kepentingan diagnosis pengobatan (Anonim, 2009).
2) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang dapat digunakan sebagai acuan
pada PJK adalah denyut jantung, tekanan darah, suhu tubuh dan kecepatan
respirasi (Majid, 2007).
3) Laboratorium Pada pasien angina stabil sebaiknya dilakukan pemeriksaan
profil lipid seperti LDL, HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk
menentukan faktor resiko dan perencanaan terapi. Selain pemeriksaan diatas
dilakukan pula memeriksaan darah lengkap dan serum kreatinin. Pengukuran
penanda enzim jantung seperti troponin sebaiknya dilakukan bila evaluasi
mengarah pada sindrom koroner akut (Anonim, 2009).
4) Foto sinar X dada X-ray dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan dugaan
gagal jantung, penyakit katup jantung atau gangguan paru. Adanya
kardiomegali, dan kongesti paru dapat digunakan prognosis (Anonim, 2009).
5) Pemeriksaan jantung non-invasif
a) EKG merupakan pemeriksaan awal yang penting untuk mendiagnosis
PJK.
b) Teknik non-invasi penentuan klasifikasi koroner dan teknik imaging
(computed tomografi (CT) dan magnetic resonance arteriography. Sinar
elektron CT telah tervalidasi sebagai alat yang mampu mendeteksi kadar
kalsium koroner (Anonim, 2009).

10
6) Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner a. Arteriografi coroner
adalah Pemeriksaan invasif dilakukan bila tes non invasif tidak jelas atau
tidak dapat dilakukan. Namun arteriografi koroner tetap menjadi
pemeriksaan fundamental pada pasien angina stabil. Arteriografi koroner
memberikkan gambaran anatomis yang dapat dipercaya untuk identifikasi
ada tidaknya stenosis koroner, penentuan terapi dan prognosis (Anonim,
2009).
F. Penyebab
Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan lemak
pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), dan hal ini lama
kelamaan diikuti oleh berbagai proses seperti penimbunan jarinrangan ikat, perkapuran,
pembekuan darah, dll.,yang kesemuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh
darah tersebut. Hal ini akan mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut mengalami
kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius,
dari Angina Pectoris (nyeri dada) sampai Infark Jantung, yang dalam masyarakat di
kenal dengan serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak.
G. Beberapa faktor resiko terpenting Penyakit Jantung Koroner :

 Kadar Kolesterol Total dan LDL tinggi


 Kadar Kolesterol HDL rendah
 Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
 Merokok
 Diabetes Mellitus
 Kegemukan
 Riwayat keturunan penyakit jantung dalam keluarga
 Kurang olah raga
 Stress
Bila Anda menyandang salah satu atau beberapa faktor resiko tersebut diatas,
Anda dianjurkan secara berkala memeriksakan kesehatan jantung Anda kepada seorang
ahli. Adanya dua atau lebih faktor resiko akan berlipat kali menaikkan resiko total
terhadap Penyakit Jantung Koroner.

11
H. Tanda dan gejala
Apa saja tanda dan gejala penyakit jantung koroner (PJK)?
Gejala PJK biasanya tidak selalu langsung muncul di awal mula terjadinya penyakit.
Namun seiring waktu, berikut gejala penyakit jantung koroner yang harus diwaspadai:
1. Nyeri dada (angina)
Angina adalah nyeri dada yang teramat sangat intens akibat otot jantung tidak
mendapatkan cukup pasokan darah kaya oksigen. Rasa sakitnya mirip dicubit atau
dada tertindih benda berat.
Sensasi dicubit tersebut dapat menyebar ke pundak, lengan, leher, rahang, dan
punggung kiri. Bisa juga seperti menembus dari depan dada ke punggung. Rasa nyeri
dapat muncul dan menjadi lebih parah saat pasien sedang beraktivitas berat, misalnya
berolahraga.
Perlu Anda ketahui juga bahwa gejala angina pada pria dan wanita berbeda.
Wanita cenderung melaporkan serangan jantung yang diawali kemunculan rasa nyeri
spesifik di bawah dada dan perut bagian bawah.
Namun perlu diingat juga, tidak semua nyeri dada adalah gejala penyakit jantung
koroner. Nyeri dada akibat angina umumnya biasa disertai oleh gejala lainnya, seperti
keringat dingin.
2. Keringat dingin dan mual
Ketika pembuluh darah menyempit, otot-otot jantung akan kekurangan oksigen
sehingga menyebabkan suatu kondisi yang disebut iskemia. Kondisi ini akan memicu
suatu sensasi yang sering dideskripsikan sebagai keringat dingin. Di sisi lain, iskemia
juga dapat memicu reaksi mual dan muntah.
3. Sesak napas
Jantung yang tidak berfungsi normal kesulitan memompa darah segar ke paru
sehingga Anda akan kesulitan bernapas.  Selain itu, cairan yang berkumpul di paru-
paru juga menyebabkan sesak napas bertambah parah. Sesak napas yang jadi gejala
PJK biasanya terjadi bersamaan dengan nyeri dada.

12
I. Penanganan jantung coroner
Apabila sudah terlanjut terserang penyakit jantung, maka beberapa tindakan
medis berikut ini biasanya akan dilakukan oleh dokter, tergantung dari kondisi pasien,
yaitu:

 Rutin mengonsumsi obat yang diresepkan dokter spesialis jantung pada tahap awal
sakit

 Penanganan Stent, yakni melalui operasi jika kondisi pembuluh darah jantung
tersumbat dan tidak diobati dengan obat oral

 Pengobatan jangka panjang rutin dan tidak boleh berhenti hingga kondisi jantung
membaik

 Operasi By Pass Jantung (cangkok jantung) jika kondisi darurat, dimana jantung
sudah tidak lagi berfungsi optimal dan perlu diganti dengan jantung baru yang sehat.

J. Pencegahan
Hampir semua kasus penyakit jantung berawal dari minimnya kesadaran dan
pengetahuan akan gaya hidup sehat penderita. Oleh karena itu, penting melakukan gaya
hidup sehat sebagai berikut:

 Tidak merokok dan minum minuman keras/beralkohol

 Jalani pola makan sehat dengan konsumsi buah-buahan serta sayuran, dan kurangi
makanan berlemak

 Mengontrol kadar gula dan tekanan darah dalam batas normal

 Olahraga teratur

 Nikmati berbagai makanan yang memang dianjurkan untuk kondisi kesehatan Anda.
 Batasi asupan lemak harian, dan gunakan metode memasak makanan yang rendah
lemak.
 Jika ingin makan daging, sebaiknya pilih yang tanpa lemak. Baik itu untuk daging
merah, daging unggas, ikan, dan lainnya.
 Makan ikan setidaknya 2 kali seminggu.

13
 Makan kacang-kacangan secara rutin, salah satunya kacang lentil.
 Pilih produk susu yang rendah lemak.
 Perbanyak asupan serat, misalnya dengan makan sekitar 5-10 porsi sayuran dan buah-
buahan setiap harinya.
 Tingkatkan asupan serat hingga mencapai 20-30 gram sehari, misalnya dengan makan
roti gandum dan sereal tanpa tambahan gula.
 Hindari makan camilan dan makanan penutup dengan kandungan lemak yang tinggi.
 Usahakan untuk mengurangi asupan gula dalam makanan harian.
 Usahakan untuk mengurangi asupan garam dalam makanan harian.
 Usahakan untuk mengurangi minum minuman berkafein (kopi dan teh), dengan
jumlah maksimal 3 cangkir setiap harinya
 Pastikan Anda selalu aktif secara fisik (konsultasikan jenis latihan fisik yang cocok
dengan usia dan keterbatasan fisik). Jangan lupa untuk menjaga berat badan idea

14
BAB III

A. Pengkajian
Data yang didapatkan pada klien ,berusia 59 tahun, terdiagnosa medis
Shock Kardiogenik + Infark Miokard Akut. Saatndilakukan pengkajian aktivitas
klien dibatasi di atas tempat tidur, kebutuhan ADL klien dibantu sepenuhnya oleh
perawat dan keluarga klien saat dilakukan pengkajian k/u: lemas, klien mengeluh
sesak memberat bila beraktivitas, namun nyeri dada sudah tidak dirasakan, dada
berdebar dan berkeringat dingin. Klien mengatakan suka makan gorengan dan
makanan bersantan. Klien memiliki riwayat merokok 10 tahun. Pada klien 2,
berusia 70 tahun, terdiagnosa Miokard Akut Anteroseptal. Saat dilakukan
pengkajian didapatkan data aktivitas klien dibatasi di atas tempat tidur, kebutuhan
ADL klien dibantu sepenuhnya oleh perawat dan keluarga klien saat dilakukan
pengkajian k/u lemas, klien mengeluh sesak nafas,dan berdebar semakin
memberat apabila beraktivitas nyeri dada tidak dirasakan. Klien mengatakan
memiliki riwayat penyakit antung koroner 10 tahun yang lalu di rumah
mengkonsumsi ISDN dan furosemide.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan dari hasil pengkajian, pada Klien 1 maupun Klien 2
ditegakkan diagnose keperawatan yang sama yaitu Intoleransi Aktivitas.
C. Intervensi Keperawatan
Pada Klien 1 dan Klien 2 telah ditetapkan 11 rencana keperawatan yang
telah disesuaikan dengan tinjauan pustaka berupa mengidentifikasi penyebab
intoleransi aktivitas, memonitor tanda-tanda vital sebelum dan setelah
beraktivitas, memonitor tanda intoleransi aktivitas (Ketidaknyamanan, dyspnea,
kelelahan, sianosis, peningkatan nadi, peningkatan tekanan darah), membantu
pemenuhan kebutuhan ADL sesuai tingkat kemandirian dan berkolaborasi dengan
tenaga kesehatan lainnya dalam pemberian terapi dan memonitor hasil EKG.
D. Implementasi

15
Pada Klien 1 dan Klien 2 telah dilakukan implementasi keperawatan
berdasarkan intervensi keperawatan yang telah ditetapkan.
E. Evaluasi
Pada Klien 1. Masalah intoleransi aktivitas teratasi sebagian karena 4 dari
5 kriteria hasil yang sudah tetapkan tercapai dan pada Klien. 2. Masalah
intoleransi aktivitas teratasi karena 5 kriteria hasil yang sudah tetapkan tercapai.

16
KESIMPULAN

Penyakit  jantung koroner (PJK) adalah penyakit yng menyerang organ jantung.
Gejala dan keluhan dari PJK hampir sama dengan gejala yang dimiliki oleh penyakit
jantung secara umum. Penyakit jantung koroner juga salah satu penyakit yang tidak
menular. Kejadian PJK terjadi karena adanya faktor resiko yang antara lain adalah
tekanan darah tinggi (hipertensi), tingginya kolesterol, gaya hidup yang kurang aktivitas
fisik (olahraga), diabetes, riwayat PJK pada keluarga, merokok, konsumsi alkohol dan
faktor sosial ekonomi lainnya. Penyakit jantung koroner ini dapat dicegah dengan
melakukan pola hidup sehat dan menghindari fakto-faktor resiko.seperti pola makan yang
sehat, menurunkan kolesterol, melakukan aktivitas fisik dan olehraga secara teratur,
menghindari stress kerja.
Kadar kolesterol yang tinggi lebih dominan terjadi pada pekerja kantoran
dibandingkan dengan pekerja kasar. Terdapat perbedaan yang signifikan kadar kolesterol
pada pekerja kantoran dan pekerja kasar. Pada pekerja dengan aktivitas rendah perlu
kiranya melakukan control terhadap kadar kolesterol darah dan menjaga jenis makanan
yang dikonsumsi rendah kolesterol. Berolahraga secara rutin perlu dilakukan untuk
menjaga kelancaran peredaran darah dan keseimbangan metabolisme.

17
18

Anda mungkin juga menyukai