Anda di halaman 1dari 19

Nama :

 Ihza Satria Mandala (6411417090)


 Yuniar Dwi Prastika (6411417091)
 Al Fitra Salim As-Syifa (6411417092)
 Riyadho Santiko Adi (6411417094)

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER

1. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner termasuk ke dalam kelompok penyakit
kardiovaskuler, dimana penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama
kematian di negara dengan pendapaan rendah dan menengah seperti Indonesia
(Delima, Mihardja dan Siswoyo, 2009). Menurut World Health Organization (WHO)
(2013) kematian akibat penyakit kardiovaskuler mencapai 17,1 juta orang per tahun.
Penyakit kardiovaskuler diantaranya penyakit jantung koroner dan stroke menjadi
urutan pertama dalam daftar penyakit kronis di dunia. Di Indonesia sendiri prevalensi
penyakit jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis oleh dokter sebesar
0,5% sedangkan berdasarkan terdiagnosis atau gejala sebesar 1,5% (Riskesdas, 2013).
Jantung merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki fungsi sangat
penting terutama untuk manusia. Salah satu fungsi jantung yaitu memompa dan
mengalirkan darah yang berisikan oksigen dan nutrisi dari jantung ke seluruh tubuh.
Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, pola makan salah, gaya hidup tidak
sehat, kurangnya aktivitas akan dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah.
Hal itu akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan fungsi jantung. Kemampuan
fungsi jantung akan terus menerus menurun yang kemudian dapat menimbulkan
penyakit jantung koroner (Wiarto, 2014).
Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease
(CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah
untuk dinding jantung mengalami pengerasan dan penyempitan (Lyndon, 2014).
Arteri yang mensuplai miokardium mengalami gangguan, sehingga jantung tidak
mampu untuk memompa sejumlah darah secara efektif untuk memenuhi perfusi darah
ke organ vital dan jaringan perifer secara adekuat. Pada saat oksigenisasi dan perfusi
mengalami gangguan, pasien akan terancam kematian. Kedua jenis penyakit jantung
koroner tersebut melibatkan arteri yang bertugas mensuplai darah, oksigen dan nutrisi
ke otot jantung. Saat aliran melewati arteri koronaria tertutup sebagian atau
keseluruhan oleh plak, bisa trejadi iskemia atau infark pada otot jantung (Ignatavicius
& Workman, 2010).
Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomor satu di dunia. Tahun
2010 penyakit jantung koroner mengakibatkan kematian pada pria sebanyak 13,1 %,
di prediksi tahun 2020 menjadi 14,3% dan 14,9% pada tahun 2030. Untuk wanita
kematian akibat penyakit jantung koroner pada tahun 2010 mencapai 13,6% dan di
prediksi pada tahun 2020 mencapai 13,9% dan 14,1% pada tahun 2030 (Rilantono,
2012). Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian utama di Amerika
Serikat, Negara Eropa, Jepang dan Singapura (Rao, 2011).
Di negara Amerika Serikat diperkirakan 16.300.000 orang atau 7% dari
populasi penduduk Amerika Serikat yang berumur lebih dari 20 tahun terdiagnosa
penyakit jantung koroner. Dari angka tersebut 18,3% adalah pria dan 6,1% adalah
wanita. Di prediksi tahun 2030, 8 juta warga Amerika Serikat lainnya akan
terdiagnosa penyakit jantung koroner yang merupakan presentasi dari peningkatan
sebesar 16,6% dari tahun 2010 dan pada tahun 2011 terdapat 785.000 kasus baru
penyakit jantung koroner, sementara 470.000 merupakan kasus serangan berulang
(Roger dkk, 2011).
Menurut WHO (2007) upaya pencegahan sekunder PJK terdiri dari perubahan
gaya hidup dan medikamentosa. Perubahan gaya hidup meliputi penghentian
merokok, perubahan pola makan, pengontrolan berat badan, aktivitas fisik, dan
kurangi konsumsi minuman beralkohol. Tindakan medikamentosa terdiri dari
pemberian obat antihipertensi, obat menurunkan kadar kolesterol,
antiplatelet/antikoagulan, beta bloker, obat menurunkan gula darah. Untuk itu,
pencegahan sekunder sangat diperlukan walaupun pasien telah mendapat penanganan
medis terlebih dahulu.

2. Definisi Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung
kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah coroner (Riskesdas,
2013).
American Hearts Association (AHA), mendefinisikan penyakit jantung
koroner adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung yang dapat
menyebabkan serangan jantung. Penumpukan plak pada arteri koroner ini disebut
arteriosklerosis (AHA, 2012 hal:14)
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan keadaan dimana terjadi
penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner
menyempit atau tersumbat. Arteri koroner merupakan arteri yang mensuplai darah
otot jantung dengan membawa oksigen yang banyak.
Didefinisikan sebagai PJK jika pernah didiagnosis menderita PJK (angina
pektoris dan/atau infark miokard) oleh dokter atau belum pernah didiagnosis
menderita PJK tetapi pernah mengalami gejala/riwayat: nyeri di dalam dada/rasa
tertekan berat/tidak nyaman di dada dan nyeri/tidak nyaman di dada dirasakan di dada
bagian tengah/dada kiri depan/menjalar ke lengan kiri dan nyeri/tidak nyaman di dada
dirasakan ketika mendaki/naik tangga/berjalan tergesa-gesa dan nyeri/tidak nyaman di
dada hilang ketika menghentikan aktivitas/istirahat.
Jadi dapat diketahui bahwa Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan
kondisi yang terjadi ketika pembuluh darah utama yang mensuplai darah ke jantung
(pembuluh darah koroner) mengalami kerusakan. Ketika terjadi penumpukan
kolesterol (plak), pembuluh darah koroner akan menyempit sehingga aliran darah dan
suplai oksigen menuju jantung pun akan terhambat. Kurangnya aliran darah ini akan
menyebabkan rasa nyeri pada dada dan sesak napas, hingga suatu saat terjadi
hambatan total pada aliran darah menuju jantung atau yang disebut juga dengan
serangan jantung.

3. Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner (PJK) terjadi ketika pasokan darah ke otot-otot dan
jaringan jantung tersumbat oleh penumpukan bahan lemak dalam dinding arteri
koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) ini dapat dikatakan sebagai pembunuh
nomor satu. Di seluruh dunia, PJK menyebabkan kurang lebih 74.000 kematian setiap
tahun. Artinya, rata-rata 200 orang setiap hari meninggal akibat penyakit ini.
Untuk Indonesia, saat ini penyakit jantung koroner menempati posisi pertama
sebagai penyebab kematian. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit
jantung koroner (PJK) mencapai 26% dari seluruh jumlah kematian akibat penyakit.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10
tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan.
4. Gejala dan Tanda Penyakit Jantung Koroner
Secara klinis, penyakit jantung koroner ditandai dengan nyeri dada atau terasa
tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki atau kerja
berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan
jauh.
Menurut Hermawatirisa 2014 : hal 3, gejala penyakit jantung koroner antara lain :
a) Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris)
b) Sesak nafas (Dispnea)
c) Keanehan pada irama denyut jantung.
d) Pusing.
e) Rasa lelah yang berkepanjangan.
f) Sakit perut, mual dan muntah.
Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbeda-
beda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan pemeriksaan
yang seksama. Dengan memeprhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan
penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada,
pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset klinis PJK.

5. Patomekanisme Penyakit Jantung Koroner


Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan kecil
yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan
makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke
tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri
koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal. (Ariesty, 2011:hal 6)
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi
lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel
atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap
berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini
dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas
yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah.
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun,
termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke
area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian
memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi,
menstimulasi proses pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa
kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang mengaktifkan
siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area cedera, sal darah
putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja
seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah putih, pada saat
menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-
sel endotel keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang matang menjadi
makrofag dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus
inflamasi. Sitokin proinflamatori juga merangsan ploriferasi sel otot polos yang
mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima.
Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima
karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan
teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi
trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding
pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding
pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan
deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan
proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit.
Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak
dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan
kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel
miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan
energinya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan
terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan
nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung
dan sel-sel otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka
terjadilah kematian otot jantung yang di kenal sebagai miokard infark. Patofisiologi
Penyakit Jantung Koroner zat masuk arteri Arteri Proinflamatori Permeabelitas
Reaksi inflamasi Cedera sel endotel Sel darah putih menempel di arteri imigrasi
keruang interstisial pembuluh kaku & sempit Aliran darah Pembentukan Trombus
monosit makrofag Lapisan lemak sel otot polos tumbuh Nyeri Asam laktat terbentuk
MCI Kematian.
6. Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner
a) Angina Pektoris (Stable Angina Pectoris)
Penyakit Iskemik disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen miokard. Di tandai oleh rasa nyeri yang terjadi jika klinis
episodik karena Iskemia Miokard transien. Laki-laki merupakan 70% dari
pasien dengan Angina Pektoris dan bahkan sebagian besar menyerang pada
laki-laki ±50 tahun dan wanita 60 tahun.
b) Angina Pectoris Tidak Stabil (Unstable Angina Pectoris)
Sindroma klinis nyeri dada yang sebagian besar disebabkan oleh disrupsi
plak ateroskelrotik dan diikuti kaskade proses patologis yang menurunkan
aliran darah koroner, ditandai dengan peningkatan frekuensi, intensitas atau
lama nyeri, Angina timbul pada saat melakukan aktivitas ringan atau istirahat,
tanpa terbukti adanya nekrosis Miokard.
 Terjadi saat istirahat (dengan tenaga minimal) biasanya berlangsung >
10 menit.
 Sudah parah dan onset baru (dalam 4-6 minggu sebelumnya), dan
 Terjadi dengan pola crescendo (jelas lebih berat, berkepanjangan, atau
sering dari sebelumnya
c) Angina Varian Prinzmetal
Arteri koroner bisa menjadi kejang, yang mengganggu aliran darah ke
otot jantung (Iskemia). Ini terjadi pada orang tanpa penyakit arteri koroner
yang signifikan, Namun dua pertiga dari orang dengan Angina Varian
mempunyai penyakit parah dalam paling sedikit satu pembuluh, dan
kekejangan terjadi pada tempat penyumbatan. Tipe Angina ini tidak umum
dan hampir selalu terjadi bila seorang beristirahat sewaktu tidur. Anda
mempunyai risiko meningkat untuk kejang koroner jika anda mempunyai :
penyakit arteri koroner yang mendasari, merokok, atau menggunakan obat
perangsang atau obat terlarang (seperti kokain). Jika kejang arteri menjadi
parah dan terjadi untuk jangka waktu panjang serangan jantung bisa terjadi.
d) Infark Miokard Akut (Acute Myocardial Infarction)
Nekrosis Miokard Akut akibat gangguan aliran darah arteri koronaria yang
bermakna sebagai akibat oklusi arteri koronaria karena trombus atau spasme
hebat yang berlangsung lama. Infark Miokard terbagi 2 :
 Non ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI)
Pada klasifikasi penyakit jantung koroner Angina Pektoris Stabil
Terdapat nyeri dada saat melakukan aktivitas berlangsung selama 1 – 5
menit dan hilang saat istirahat. Nyeri dada bersifat kronik (>2 bulan).
Nyeri terutama di daerah retrosternal, terasa seperti tertekan benda
berat atau terasa panas dan menjalar ke lengan kiri, leher, maksila,
dagu, punggung, dan jarang menjalar pada lengan kanan. Pada
pemeriksaan EKG biasanya didapatkan depresi segmen ST.

 ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI)


Pada klasifikasi penyakit jantung koroner Angina Pektoris tidak Stabil
Secara keseluruhan sama dengan penderita angina stabil. Tapi nyeri
lebih bersifat progresif dengan frekuensi yang meningkat dan sering
terjadi saat istirahat. Pada pemeriksaan EKG biasanya didapatkan
deviasi segmen ST .

7. Diagnosis Penyakit Jantung Koroner


Pada mereka yang belum pernah terdiagnosis PJK, dokter akan melakukan pengkajian
apakah pasiennya mempunyai faktor risiko tinggi dan faktor risiko utama bagi PJK.
Hipotesis (kemungkinan) adanya PJK dapat diketahui dari wawancara Keluhan Nyeri
Dada. Diagnosis klinis adanya PJK dapat diterapkan oleh dokter melalui data-data
klinis yang diperoleh dari wawancara, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
jantung.
a) Wawancara
 Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis.
 Keluhan utama
Pasien pjk biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan dengan
skala nyeri 0-10, 0 tidak nyeri dan 10 nyeri palig tinggi. Pengakajian
nyeri secara mendalam menggunakan pendekatan PQRST, meliputi
prepitasi dan penyembuh, kualitas dan kuatitas, intensitas, durasi,
lokasi, radiasi/penyebaran,onset.
 Riwayat kesehatan lalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain
apakah klien pernah menderita hipertensi atau diabetes millitus, infark
miokard atau penyakit jantung koroner itu sendiri sebelumnya. Serta
ditanyakan apakah pernah MRS sebelumnya.
 Riwayat kesehatan sekarang
Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST. Untuk
membantu klien dalam mengutamakan masalah keluannya secara
lengkap. Pada klien PJK umumnya mengalami nyeri dada.
 Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita
penyakit jantung koroner. Riwayat penderita PJK umumnya mewarisi
juga faktor-faktor risiko lainnya, seperti abnormal kadar kolestrol, dan
peningkatan tekanan darah.
 Riwayat psikososial
Pada klien PJK biasanya yang muncul pada klien dengan penyakit
jantung koroner adalah menyangkal, takut, cemas, dan marah,
ketergantungan, depresi dan penerimaan realistis.
 Pola aktivitas dan latihan
Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit
jantung koroner untuk menilai kemampuan dan toleransi pasien dalam
melakukan aktivitas. Pasien penyakit jantung koroner mengalami
penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

b) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan
klien dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital. Kesadaran klien juga
diamati apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma
atau koma. Keadaan sakit juga diamati apakah sedang, berat, ringan
atau tampak tidak sakit.
 Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah
180/110 mmHg,frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20
kali/menit, suhu 36,2 C.
 Pemeriksaan fisik per sistem
1) Sistem persyarafan
meliputi kesadaran, ukuran pupil, pergerakan seluruh ekstermitas
dan kemampuan menanggapi respon verbal maupun non verbal.
2) Sistem penglihatan
pada klien PJK mata mengalami pandangan kabur.
3) Sistem pendengaran
pada klien PJK pada sistem pendengaran telinga , tidak mengalami
gangguan.
4) Sistem abdomen
bersih, datar dan tidak ada pembesaran hati.
5) Sistem respirasi
pengkajian dilakukan untuk mengetahui secara dini tanda dan
gejala tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Pengkajian
meliputi persentase fraksi oksigen, volume tidal, frekuensi
pernapasan dan modus yang digunakan untuk bernapas. Pastikan
posisi ETT tepat pada tempatnya, pemeriksaan analisa gas darah
dan elektrolit untuk mendeteksi hipoksemia.
6) Sistem kardiovaskuler
pengkajian dengan tekhnik inspeksi, auskultrasi, palpasi, dan
perkusi perawat melakukan pengukuran tekanan darah; suhu;
denyut jantung dan iramanya; pulsasi prifer; dan tempratur kulit.
Auskultrasi bunyi jantung dapat menghasilkan bunyi gallop S3
sebagai indikasi gagal jantung atau adanya bunyi gallop S4 tanda
hipertensi sebagai komplikasi. Peningkatan irama napas merupakan
salah satu tanda cemas atau takut.
7) Sistem gastrointestinal
pengkajian pada gastrointestinal meliputi auskultrasi bising usus,
palpasi abdomen (nyeri, distensi).
8) Sistem muskuloskeletal
pada klien PJK adanya kelemahan dan kelelahan otot sehinggah
timbul ketidak mampuan melakukan aktifitas yang diharapkan atau
aktifitas yang biasanya dilakukan.
9) Sistem endokrin
biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah.
10) Sistem integumen
pada klien PJK akral terasa hangat, turgor baik.
11) Sistem perkemihan
mengkaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah
pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah
untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang jenis cairan
yang keluar .
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat meliputi: pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan pencitraan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk tujuan skrining,
diagnosis, evaluasi dan menilai ‘prognosis’.
 Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG tidak dapat mendeteksi adanya sumbatan
koroner secara langsung namun dapat mendeteksi adanya gangguan
aktifitas listrik jantung yang terjadi akibat adanya sumbatan di arteri
koroner jantung.
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mendiagnosis klinis pada
mereka yang mengeluh ‘angina’, disertai dengan adanya faktor risiko
PJK. Pemeriksaan ini dapat menghasilkan suatu ‘negatif palsu’, pada
orang yang saat diperiksa tidak mempunyai keluhan.

 Pemeriksaan EKG Treadmill


Pemeriksaan treadmill merupakan pemeriksaan EKG dengan
uji beban / uji latih jantung. Aktifitas listrik jantung direkam ketika
aktifitas jantung meningkat akibat latihan (berjalan di atas papan
treadmill).
Pemeriksaan ini dilakukan bila hasil EKG hasilnya ‘negatif-
palsu’. Bila aktifitas treadmill tidak dapat dilakukan oleh karena
sesuatu sebab (misal penderita juga mempunyai radang/nyeri lutut),
maka dilakukan uji beban dengan menginjeksikan obat yang dapat
meningkatkan aktifitas jantung.

 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti memeriksa profil kolesterol
dilakukan untuk menilai besarnya risiko seseorang, dan bukan
dilakukan untuk mendiagnosis adanya PJK. Pemeriksaan kadar
kolesterol-LDL untuk menilai keberhasilan target terapi kadar
kolesterol tinggi. Pemeriksaan gula darah untuk penapisan diabetes
melitus. Bila mempunyai diabetes melitus, pemeriksaan HbA1c
dilakukan untuk menilai kendali gula darah dalam 3 bulan terakhir.

 Pemeriksaan Pencitraan
Sumbatan koroner dapat terdeteksi dengan pemeriksaan
pencitraan. Yang dimaksud dengan pemeriksaan pencitraan adalah
pemeriksaan yang memperlihat citra (gambar) anatomis dari suatu
organ.
Berbagai pemeriksaan pencitraan mempunyai keunggulan dan
kekurangan. Saat ini pemeriksaan angiografi koroner merupakan ‘gold
standar’ yang akurasinya tinggi dalam mendeteksi adanya sumbatan
koroner, namun merupakan pemeriksaan invasif dan paparan radiasi
sinar X yang ditimbulkannya cukup tinggi.

 Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi merupakan pemeriksaan pencitraan
dengan alat ekokardiogram. Pemeriksaan ini dilakukan bukan untuk
tujuan melihat adanya sumbatan koroner secara langsung. Otot-otot
jantung yang tidak cukup mendapatkan pasokan darah akan mengalami
gangguan kontraksi.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila dokter ingin mengamati struktur
jantung:
- Katup jantung
- Otot jantung, seperti penebalan otot jantung
- Sekat jantung (yang embagi jantung menjadi 4 ruangan jantung)
- Kantung jantung

 Angiografi Koroner
Pemeriksaan angiografi koroner sering disebut juga sebagai
pemeriksaan kateterisasi jantung, sebab pada pemeriksaan ini suatu
kateter akan dimasukkan melalui pembuluh darah di lipat paha atau
lengan hingga menuju jantung. Ketika ujung kateter telah mencapai
arteri koroner jantung, suatu zat kontras di injeksikan sehingga
gambaran sumbatan di pembuluh darah pada hasil foto Rontgent akan
tampak dengan jelas.
Pemeriksaan angiografi merupakan ‘gold standar’ atau
pemeriksaan baku emas yang sangat akurat untuk mendiagnosis
adanya sumbatan di arteri koroner jantung.

 CT Angiogram Koroner (CT Coronary Angiogram)


Pada saat scaning di tabung CT, zat kontras di injeksikan. CT
angiogram dapat menilai skor kalsium, untuk menilai banyaknya masa
kalsium di dinding pembuluh darah. Bila nilainya 0, artinya tidak ada
endapan kalsium di dinding pembuluh darah. Bila nilainya >0, artinya
ada endapan kalsium di dinding pembuluh darah.

 Magnetic Resonance Angiography (MRA)


Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering
dikombinasikan dengan penyuntikan zat pewarna kontras, yang
berguna untuk mendiagnosa adanya penyempitan atau penyumbatan,
meskipun pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi
jantung.
8. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner
a) Faktor yang dapat dimodifikasi
1. Hipertensi
Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka waktu panjang akan
mengganggu fungsi endotel, sel-sel pelapis dinding dalam pembuluh darah
(termasuk pembuluh koroner). Disfungsi endotel ini mengawali proses
pembentukan kerak yang dapat mempersempit liang koroner. Pengidap
hipertensi beresiko dua kali lipat menderita penyakit jantung koroner. Resiko
jantung menjadi berlipat ganda apabila penderita hipertensi juga menderita
DM, hiperkolesterol, atau terbiasa merokok.Selain itu hipertensi juga dapat
menebalkan dinding bilik kiri jantung yang akhirnya melemahkan fungsi
pompa jantung (Yahya, 2010). Resiko PJK secara langsung berhubungan
dengan tekanan darah, untuk setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar
5mmHg resiko PJK berkurang sekitar 16% (Leatham, 2006).

2. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) berpotensi menjadi ancaman terhadap beberapa organ
dalam tubuh termasuk jantung. Keterkaitan diabetes mellitus dengan penyakit
jantung sangatlah erat. Resiko serangan jantung pada penderita DM adalah 2-6
kali lipat lebih tinggi dibandingkan orang tanpa DM. Jika seorang penderita
DM pernah mengalami serangan jantung, resiko kematiannya menjadi tiga kali
lipat lebih tinggi. Peningkatan kadar gula darah dapat disebabkan oleh
kekurangan insulin dalam tubuh, insulin yang tidak cukup atau tidak bekerja
dengan baik (Yahya, 2010). Penderita diabetes cenderung memiliki pravalensi
prematuritas, dan keparahan arterosklerosis lebih tinggi. Diabetes mellitus
menginduksi hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan
kemungkinan timbulnya arterosklerosis. Diabetes mellitus juga berkaitan
dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner, sintesis
kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid. Peningkatan kadar LDL dan turunnya
kadar HDL juga disebabkan oleh diabetes milletus. Biasanya penyakit jantung
koroner terjadi di usia muda pada penderita diabetes dibanding non diabetes.
3. Merokok
Sekitar 24% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada
perempuan disebabkan kebiasaan merokok. Orang yang tidak merokok dan
tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan resiko sebesar
20-30%. Resiko terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis
dimana orang yang merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki
resiko sebesar dua hingga tiga kali lebih tinggi menderita PJK dari pada yang
tidak merokok. Setiap batang rokok mengandung 4.800 jenis zat kimia,
diantaranya karbonmonoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen sianida,
amoniak, oksida nitrogen, senyawa hidrokarbon, tar, nikotin, benzopiren, fenol
dan kadmium. Reaksi kimiawi yang menyertai pembakaran tembakau
menghasilkan senyawa-senyawa kimiawi yang terserap oleh darah melalui
proses difusi.
Nikotin yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang
katekolamin dan bersama-sama zat kimia yang terkandung dalam rokok dapat
merusak lapisan dinding koroner. Nikotin berpengaruh pula terhadap syaraf
simpatik sehingga jantung berdenyut lebih cepat dan kebutuhan oksigen
meninggi. Karbon monooksida yang tersimpan dalam asap rokok akan
menurunkan kapasitas penggangkutan oksigen yang diperlukan jantung karena
gas tersebut menggantikan sebagian oksigen dalam hemoglobin. Perokok
beresiko mengalami seranggan jantung karena perubahan sifat keping darah
yang cenderung menjadi lengket sehingga memicu terbentuknya gumpalan
darah ketika dinding koroner terkoyak.

4. Hiperlipidemia
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas
berasal eksogen dari makanan dan endogen dari sintesis lemak. Kolesterol dan
trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis yang
penting sehubungan dengan arteriogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma
tetapi terikat pada protein sebagai mekanisme transpor dalam serum.
Peningkatan kolesterol LDL, dihubungkan dengan meningkatnya resiko
terhadap koronaria, sementara kadar kolesterol HDL yang tinggi tampaknya
berperan sebagai faktor perlindung terhadap penyakit arteri koroneria.
5. Obesitas
Kelebihan berat badan memaksa jantung bekerja lebih keras, adanya beban
ekstra bagi jantung. Berat badan yang berlebih menyebabkan bertambahnya
volume darah dan perluasan sistem sirkulasi sehingga berkolerasi terhadap
tekanan darah sistolik

6. Gaya hidup tidak aktif


Ketidakaktifan fisik meningkatkan resiko PJK yang setara dengan
hiperlipidemia, merokok, dan seseorang yang tidak aktif secara fisik memiliki
resiko 30%-50% lebih besar mengalami hipertensi. Aktivitas olahraga teratur
dapat menurunkan resiko PJK. Selain meningkatkan perasaan sehat dan
kemampuan untuk mengatasi stres, keuntungan lain olahraga teratur adalah
meningkatkan kadar HDL dan menurunkan kadar LDL. Selain itu, diameter
pembuluh darah jantung tetap terjaga sehingga kesempatan tejadinya
pengendapan kolesterol pada pembuluh darah dapat dihindari

b) Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi


1) Jenis Kelamin
Penyakit jantung koroner pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan
pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-
laki daripada perempuan. Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan,
namun setelah menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat dan
sebanding dengan insidensi pada laki-laki

2) Keturunan (Genetik)
Riwayat jantung koroner pada keluarga meningkatkan kemungkinan
timbulnya aterosklerosis prematur. Riwayat keluarga penderita jantung
koroner umumnya mewarisi faktor-faktor resiko lainnya, seperti abnormalitas
kadar kolesterol, peningkatan tekanan darah, kegemukan dan DM. Jika
anggota keluarga memiliki faktor resiko tersebut, harus dilakukan
pengendalian secara agresif. Dengan menjaga tekanan darah, kadar kolesterol,
dan gula darah agar berada pada nilai ideal, serta menghentikan kebiasaan
merokok, olahraga secara teratur dan mengatur pola makan
3) Usia
Kerentanan terhadap penyakit jantung koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Namun dengan demikian jarang timbul penyakit serius
sebelum usia 40 tahun, sedangkan dari usia 40 hingga 60 tahun, insiden MI
meningkat lima kali lipat. Hal ini terjadi akibat adanya pengendapan
aterosklrerosis pada arteri koroner

9. Komplikasi Penyakit Jantung Koroner


Menurut, (Karikaturijo, 2010: hal 11 ) Komplikasi PJK Adapun komplikasi PJK
adalah:
1. Disfungsi ventricular
2. Aritmia pasca STEMI
3. Gangguan hemodinamik
4. Ekstrasistol ventrikel Sindroma Koroner Akut Elevasi ST Tanpa Elevasi ST Infark
miokard Angina tak stabil
5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
6. Syok kardiogenik
7. Gagal jantung kongestif
8. Perikarditis
9. Kematian mendadak

10. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner


a) Dengan menerapkan poa hidup sehat
Sebaiknya menghindari jenis makanan dengan kandungan lemak atau juga
kandungan kolesterol tinggi. Misalnya adalah seperti seafood yang mengandung
kandungan kolesterol tinggi yang pada akhirnya bisa mengakibatkan resiko
penyakit jantung. Dan selain itu kurangi juga menyantap makanan yang digoreng
dengan kandungan lemak didalamnya. Dan sebaliknya makanan yang bisa diolah
dengan cara direbus, atau juga dipunggung ata juga dikukus.
Sebaiknya hindari jenis makanan dengan kandungan rendah lemak atau juga
tanpa lemak. Dan sebaiknya pilihlah susu, keju atau juga mentega dan jenis
makaan lain yang mengandung rendah lemak. Menggoreng dengan cara
menggunakan minyak zaitun yang mempunyai kandungan lebih sedikit yang bisa
menjadi pilihan Anda pada menu makanan harian.
b) Berhenti merokok
Untuk perokok aktif maka sebaiknya mulailah berhenti merokok. Karena merokok
sangat tidak baik untuk kesehatan jantung, maka sebaiknya hentikan kebiasaan ini
untuk membantu memelihara kesehatan jantung.

c) Menghindari stress
Stress merupakan salah satu pemicu timbulnya berbagai macam penyakit.
Stress memang merupakan salah satu hal yang sangat susah untuk dihindari.
Disaat stress terjadi, tubuh akan mengeluarkan hormon cortisol yang bisa
mengakibatkan otot menjadi kaki. Dan hormon norepinephrine yang akan
dihasilkan oleh tubuh disaat sedang mengalami stress yang pada akhirnya
mengakibatkan tekanan darah menjadi naik. Maka menjadi hal yang sangat baik
dengan cara mengatasi stress.

d) Menghindari penyakit hipertensi


Penyakit jantung koroner dan pengobatannya harus diatasi dengan
menghindari masalah penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi. Karena
penyakit ini bisa mengakibatkan terjadinya penyakit jantung. Hal ini disebabkan
karena penyakit hipertensi bisa melukai bagian dinding arteri dan bisa
memungkinkan kolesterol LDL untuk memasuki salura arteri dan bisa
meningkatkan terjadinya penimbunan lemak didalam darah.

e) Menghindari obesitas
Penyakit jantung koroner dan pengobatannya dengan menghindari obesitas.
Kelebihan dari berat badan atau obesitas yang bisa meningkatkan terjadinya resiko
tekanan darah tinggi dan juga masalah ketidaknormalan lemak. Dan menghindari
atau juga mengobati obesitas serta kegemukan merupakan salah satu cara yang
paling utama dalam mencegah penyakit diabetes. Penyakit diabetes yang bisa
meningkatkan resiko penyakit jantung koroner dan bisa meningkatkan suatu
resiko pada terjadinya serangan jantung.

f) Melakukan olahraga secara teratur


Penyakit jantung koronerdan pengobatannya yang dilakukan dengan olahraga
secara teratur. Anda harus melakukan olahraga misalnya seperti berjalan kaki,
berjalan cepat atau juga jogging. Dan kegiatan olahraga yang bukan bersifat
seperti kompetisi dan juga tidak dilakukan dengan berlebihan akan membantu
dalam menguatkan kerja jantung serta membantu melancarkan sistem peredaran
darah menuju ke seluruh tubuh.

11. Pengobatan Penyakit Jantung Koroner


Pengobatan Penyakit Jantung Koroner juga bisa dilakukan dengan mengkonsumsi
obat jantung koroner, termasuk :
a) Obat penurun kolesterol, yang dirancang untuk mengurangi kolesterol jahat (LDL)
dan meningkatkan kolesterol baik (HDL)
b) Obat pengencer darah seperti aspirin yang berfungsi untuk mengurangi risiko
penggumpalan darah
c) Nitrogliserin untuk mengontrol nyeri dada bekerja membersihkan penyumbatan di
arteri koroner
d) Angiotesin converting enzyme (ACE) dan angina receptor bloker (ARB) untuk
menurunkan tekanan darah

Dalam beberapa kasus penyakit jantung koroner memerlukan penanganan yang lebih
serius seperti pemasangan ring pada arteri koroner, angiopati atau operasi bypass
arteri koroner yang tentunya membutuhkan biaya yang sangat banyak. Ring yang
dipasang bertujuan untuk membuka arteri yang menyempit dengan tujuan untuk
meningkatkan aliran darah.
Daftar Pustaka

http://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/EMMedia/Coronary-
Heart-Disease-Indonesian.pdf?ext=.pdf diakses pada tanggal 23 September 2018

Ghani, L., dkk. 2016. Faktor Risiko Dominan Penyakit Jantung Koroner di Indonesia.
Buletin Penelitian Kesehatan. 44(3): 153-164

Majid, Abdul. 2007. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan


Pengobatan Terkini.

http://eprints.ums.ac.id/14926/2/BAB_1.pdf diakses pada 21 September 2018

http://eprints.uny.ac.id/22957/2/BAB%20II.pdf diakses pada 23 September 2018

Anda mungkin juga menyukai