Anda di halaman 1dari 16

UNIVERSITAS INDONESIA

PATOFISIOLOGI PENYAKIT SISTEM KARDIOVASKULAR

MAKALAH

KELOMPOK 6

AFIFAH IKA KURNIAWATI (1906397645)

ELISABETH JULIANA MONICA (1906289092)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI GIZI

DEPOK

OKTOBER 2020
1. Penyakit Jantung Akibat Inflamasi/Degeneratif

1.1 Penyakit Jantung Koroner (PJK) / Coronary Artery Atherosclerosis

1.1.1 Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner atau Coronary Artery Atherosclerosis merupakan penyakit yang terjadi
karena efek akumulasi plak aterosklerosis di arteri koroner yang menyebabkan penurunan aliran
darah ke miokardium (Tortora dan Derrickson, 2017). Menurut Kemenkes (2018), yang dimaksud
penyakit jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah
karena penyumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah koroner akibat kerusakan lapisan
dinding pembuluh darah (Aterosklerosis).

Gambar 1. Aterosklerosis Arteri Koroner

Sumber Gambar: Loeffler, A. and Hart, M., 2018. Introduction To Human Disease. 7th ed.
Jones & Bartlett Learning, p.144

Adanya plak aterosklerosis di arteri koroner akan menyebabkan lumen menjadi sempit. Akibatnya,
aliran darah ke otot jantung akan menjadi berkurang. Hubungan antara jumlah dan ukuran plak
beserta kerusakannya tidaklah sederhana. Hal ini dikarenakan pola sirkulasi yang sangat bervariasi
dan tergantung pada anastomosis, atau hubungan antara arteri koroner kanan dan kiri.
Aterosklerosis dikatakan tidak terlalu parah apabila terjadi oklusi arteri secara bertahap dan
menginduksi pertumbuhan kolateral dan anastomosis perlindungan. Akan tetapi, kardiomiopati
dapat mengakibatkan kematian mendadak karena infark miokard yang disebabkan gangguan pada
plak aterosklerosis. Plak yang terkena paparan kolagen dapat menyebabkan pembentukan bekuan
darah atau trombus. Trombus ini dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah (Loeffler
and Hart, 2018). Berikut adalah gambaran trombus di arteri koroner dan diilustrasikan Gambar 2.

Gambar 2. Trombus di Arteri Koroner

Sumber Gambar: Loeffler, A. and Hart, M., 2018. Introduction To Human Disease. 7th ed.
Jones & Bartlett Learning, p.144.

1.1.2 Sign, Symptoms, dan Tes untuk Penyakit Jantung Koroner


Tanda dan gejala Penyakit Jantung Koroner dapat berupa angina pectoris, elektrokardiogram yang
abnormal, infark miokard, serta komplikasi jangka panjang (Loeffler dan Hart , 2018).
Selain itu, terdapat pula tanda dan gejala, seperti lemas, pusing, mual, nyeri, sesak napas, dan otot
jantung yang menjadi lemah. Lemahnya jantung dapat menyebabkan gagal jantung (CDC, 2019).
Untuk dapat mengetahui sejauh mana penyakit arteri koroner serta lokasi aliran darah yang
terhalang, dokter dapat melakukan berbagai prosedur. Prosedur yang dapat dilakukan berupa
angiogram koroner, echocardiogram, serta stress test (Reisner et al., 2017).

1.1.3 Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner

Terdapat faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terkenanya penyakit jantung
koroner. Faktor tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu faktor yang dapat diubah dan
faktor yang tidak dapat diubah. Untuk faktor risiko yang dapat diubah atau modifiable risk factors
terdiri dari merokok, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, serta obesitas (Tortora dan
Derrickson, 2017). Selain itu, berdasarkan Heart UK meningkatnya tingkat kolesterol darah,
meningkatnya trigliserida dengan rendahnya kolesterol HDL, aktivitas fisik yang tidak aktif,
diabetes, konsumsi alkohol berlebihan, dan stres yang berlebihan dapat meningkatkan faktor
risiko. Faktor risiko yang tidak dapat diubah atau non-modifiable risk factors, antara lain
predisposisi genetik, usia, dan jenis kelamin. Pada predisposisi genetik, riwayat keluarga yang
memiliki penyakit jantung terutama di usia muda (umur 50 tahun atau lebih muda) dapat menjadi
faktor risiko (Tortora dan Derrickson, 2017). Risiko terkena PJK juga akan meningkat dengan
bertambahnya umur. Selain itu, menurut Heart UK, pria memiliki risiko yang lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita sebelum usia 60 tahun.

1.2 Kardiomiopati / Cardiomyopathy

1.2.1 Patofisiologi Penyakit Kardiomiopati

Kardiomiopati berasal dari kata myo- yang artinya otot dan -pathos berarti penyakit. Penyakit ini
terjadi karena adanya gangguan progresif di mana struktur atau fungsi ventrikel terganggu.

Berikut jenis kardiomiopati yang terdiri dari:


1. Kardiomiopati Dilatasi atau Dilated Cardiomyopathy (DCM)
Kardiomiopati jenis ini ditandai dengan pembesaran dan dilatasinya bilik atau ventrikel
jantung. Merenggangnya ventrikel mengakibatkan jantung menjadi lemah dan mengurangi
pemompaan jantung (Tortora dan Derrickson, 2017). Pemompaan bilik menjadi sangat
terganggu dan dapat menyebabkan gagal jantung kronis (Reisner et al., 2017).
2. Kardiomiopati Hipertrofik atau Hypertrophic Cardiomyopathy (HCM)
Kardiomiopati Hipertrofik terjadi karena penebalan dinding ventrikel yang menyebabkan
efisiensi pemompaan ventrikel berkurang (Tortora dan Derrickson, 2017). Kardiomiopati
jenis ini ditandai dengan kekacauan serat otot yang berpotongan pada sudut aneh tanpa
pola terorganisir yang jelas (Reisner et al., 2017). Berikut adalah perbandingan fungsi
antara jantung yang normal (A) serta jantung yang mengalami kardiomiopati hipertrofik
(B) dan diilustrasikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Perbandingan Jantung Normal dan Jantung yang Mengalami Kardiomiopati

Sumber Gambar: Reisner, E., Reisner, H. and Crowley, L., 2017. Crowley's An Introduction to
Human Disease. 10th ed. Jones & Bartlett Learning, p. 266.

Gambar 4. Perbandingan Jenis Jantung yang Mengalami Kardiomiopati

Sumber Gambar: Arbustini, E., Di Toro, A., Giuliani, L., Favalli, V., Narula, N. and Grasso,
M., 2018. Cardiac Phenotypes in Hereditary Muscle Disorders. Journal of the American College
of Cardiology, [online] 72(20), pp.2485-2506. Available at:
<https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S073510971838584X> [Accessed 10 October
2020].

3. Kardiomiopati Restriktif atau Restrictive Cardiomyopathy


Otot jantung menjadi kaku dan tidak bisa mengakomodasi volume darah seperti biasa
selama diastol (Loeffler and Hart, 2018).
1.2.2 Sign, Symptoms, dan Tes untuk Penyakit Kardiomiopati
Beberapa orang berdasarkan American Health Association (2016) tidak memiliki tanda ataupun
gejala penyakit kardiomiopati. Akan tetapi, terdapat juga orang yang sudah memiliki tanda dan
gejalanya di fase awal penyakit. Tanda atau gejala yang dapat dirasakan oleh orang yang
mengalami kardiomiopati, seperti susah atau sesak napas (khususnya saat melakukan aktivitas
fisik), kelelahan, pembengkakan di beberapa bagian tubuh (pergelangan kaki, kaki, perut, dan
pembuluh darah di leher), pusing, sakit kepala ringan, pingsan saat melakukan aktivitas fisik,
aritmia, sakit dada, dan murmur jantung. Selain itu, terdapat gejala yang muncul di tahap
selanjutnya pada kardiomiopati, yaitu jantung yang melemah.
Melakukan pengecekan kardiomiopati saat awal dapat membantu proses penyembuhan bagi
penderitanya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui tes yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
penyakit ini. Terdapat berbagai jenis tes yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis kardiomiopati.
Rekomendasi tes yang mungkin diberikan dokter, seperti tes darah, x-ray dada, EKG, holter
monitoring, serta echocardiogram (American Heart Association, 2016).

1.2.3 Faktor Risiko Penyakit Kardiomiopati

Berdasarkan American Heart Association (2016), terdapat beberapa kondisi atau faktor yang dapat
meningkatkan risiko terkenanya penyakit kardiomiopati. Faktor risiko utama tersebut, yaitu
riwayat penyakit keluarga (keluarga yang terkena karidiometropi, gagal jantung, atau serangan
jantung mendadak), penyakit yang dapat menyebabkan kardiomiopati (seperti PJK atau serangan
jantung), diabetes, alkoholisme jangka panjang, serta tekanan darah tinggi jangka panjang.

2.3 Penyakit Jantung Hipertensif

2.3.1 Patofisiologi Penyakit Jantung Hipertensif

Penyakit jantung hipertensif adalah kondisi saat jantung membesar yang disebabkan karena
tekanan darah tinggi atau hipertensi (Rubin and Strayer, 2015). Penyakit jantung hipertensif
mengacu pada terjadinya perubahan di ventrikel kiri, atrium kiri, dan arteri koroner sebagai akibat
dari peningkatan tekanan darah kronis (Tackling and Borhade, 2020). Hipertensi meningkatkan
beban kerja pada jantung yang menyebabkan terjadinya perubahan struktural dan fungsional pada
miokardium. Perubahan ini adalah terjadinya penebalan jantung berupa hipertrofi pada ventrikel
kiri.
Gambar 5. Perbandingan Ukuran Ventrikel Kiri yang Mengalami Hipertrofi dengan
Ventrikel Kanan yang Normal (Penampang transversal)

Sumber Gambar : Rubin, E dan Reisner, H.M., 2009. Essentials of Rubin’s Pathology.
5th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.

Terdapat beberapa tanda dari penyakit jantung hipertensif, seperti dinding ventrikel kiri
dan septum interventrikel yang mengalami penebalan secara seragam dan konsentris, miokard
yang mengalami hipertrofi (diameter dan inti yang membesar, berbentuk persegi panjang,
hiperkromatik atau berwarna lebih gelap dari sel normal) dan berat jantung meningkat, yaitu
melebihi 375 gram pada pria dan 350 gram pada wanita (Rubin and Strayer, 2015). Hipertrofi yang
terjadi pada miokard meningkatkan jarak difusi antara interstisium dan pusat dari masing-masing
myofiber. Jarak yang terlalu jauh menyebabkan suplai oksigen ke myofiber berkurang (Rubin and
Strayer, 2015). Hal ini yang menjadi penyebab timbulnya angina (nyeri dada). Tanpa kontrol
tekanan darah yang tepat, jantung dapat melemah seiring waktu dan risiko gagal jantung juga
berkembang (Medlineplus, 2020).
Penderita penyakit jantung hipertensif juga dapat dilihat dari adanya gejala-gejala, seperti
nyeri dada, nafas pendek, fatigue, nyeri leher, punggung, lengan, dan bahu, serta bengkak pada
kaki (Badii, 2018). Sementara untuk melakukan pemeriksaan terhadap adanya penyakit jantung
hipertensif pada penderita, yaitu dengan menggunakan electrocardiogram, echocardiogram,
coronary angiography, dan melakukan beberapa tes lainnya, seperti exercise stress test (melihat
bagaimana olahraga mempengaruhi jantung dengan mengayuh sepeda olahraga atau berjalan di
atas treadmill) dan nuclear stress test (memeriksa aliran darah ke jantung, yang dimana tes ini
biasa dilakukan pada saat pasien beristirahat dan berolahraga) (Badii, 2018).
Gambar 6. Miokardium yang Mengalami Hipertrofi

Sumber Gambar : Rubin, E dan Reisner, H.M., 2009. Essentials of Rubin’s Pathology.
5th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.

2.3.2 Faktor Risiko Penyakit Jantung Hipertensif

Faktor risiko utama dari terjadinya penyakit jantung hipertensif adalah tekanan darah tinggi
atau hipertensi. Hipertensi menyebabkan ventrikel kiri harus bekerja lebih keras untuk memompa
darah ke seluruh tubuh, yang kemudian menimbulkan kompensasi berupa hipertrofi ventrikel kiri.
Hipertensi yang tanpa disertai adanya komplikasi dapat membuat ventrikel kiri yang mengalami
hipertrofi mempertahankan kinerjanya terhadap peningkatan afterload (jumlah resistensi total
yang harus dilawan saat ventrikel kiri berkontraksi) (Escobar, 2002). Akan tetapi, bila terjadi
hipertrofi tambahan dan penderita tidak mendapatkan penanganan untuk mengontrol tekanan
darahnya, ventrikel kiri tidak dapat melakukan kompensasi lagi dan berakibat pada meningkatnya
risiko gagal jantung (Tackling and Borhade, 2020).
Di samping hipertensi, terdapat pula faktor risiko lainnya, yaitu penyakit jantung koroner.
Hipertensi yang disertai dengan adanya komplikasi PJK dapat membuat jantung tidak mampu lagi
melakukan kompensasi untuk menyesuaikan dengan peningkatan afterload (Escobar, 2002). Hal
ini dikarenakan PJK yang terjadi pada penderita penyakit jantung hipertensif dapat memberikan
efek akumulasi plak aterosklerosis di arteri koroner yang menyebabkan penurunan aliran darah ke
miokardium (Tortora dan Derrickson, 2017). Kombinasi dari hipertensi dan penyakit jantung
koroner tidak hanya menyebabkan terjadinya penyakit jantung hipertensif, tetapi juga iskemia dan
infark miokard (Medlineplus, 2020).
2.3.3. Dampak Penyakit Jantung Hipertensif

Penyakit jantung hipertensif yang tidak mendapatkan kontrol tepat dalam tekanan darah
dapat menyebabkan gagal jantung, diantaranya gagal jantung sistolik dan gagal jantung diastolik
(Tackling and Borhade, 2020). Selain gagal jantung, penderita penyakit jantung hipertensif yang
memiliki komorbiditas PJK juga berisiko mengalami iskemia miokard dan infark miokard
(Medlineplus, 2020).

1. Gagal jantung sistolik (Heart failure with reduced ejection fraction/ HFrEF)
Ventrikel kiri kehilangan kemampuannya untuk berkontraksi secara normal yang
menyebabkan jantung tidak dapat memompa dengan kekuatan yang cukup untuk
mengalirkan darah ke dalam sirkulasi (American Heart Association, 2017).
2. Gagal jantung diastolik (Heart failure with preserved ejection fraction/ HFpEF)
Ventrikel kiri kehilangan kemampuannya untuk rileks secara normal (karena otot menjadi
kaku) yang menyebabkan jantung tidak dapat terisi darah dengan baik setiap detak jantung
selama periode istirahat (American Heart Association, 2017).
3. Iskemia Miokard
Terjadi ketika aliran darah ke jantung berkurang yang menyebabkan jantung tidak
mendapatkan cukup oksigen. Aliran darah yang berkurang biasanya disebabkan oleh
penyumbatan sebagian atau seluruh arteri jantung (arteri koroner). Penyumbatan pada
arteri koroner ini juga dapat menyebabkan terjadinya serangan jantung (Mayo Clinic,
2019).
4. Infark Miokard
Infark miokard disebut juga sebagai serangan jantung. Serangan jantung terjadi ketika
salah satu arteri koroner jantung tersumbat secara tiba-tiba atau memiliki aliran darah yang
sangat lambat. Setiap arteri koroner menyuplai darah ke bagian tertentu dari dinding otot
jantung, sehingga arteri yang tersumbat menyebabkan rasa sakit dan kerusakan di area yang
disuplai (Tortora dan Derrickson, 2017).
3. Penyakit Jantung Metabolik

3.1 Hipertiroidisme
Hipertiroidisme adalah suatu kondisi ketika kelenjar tiroid menghasilkan terlalu banyak
kelenjar tiroid yang mempercepat semua sistem dalam tubuh (Harvard Medical School, 2019).
Hipertiroidisme menyebabkan penurunan berat badan yang tidak disengaja dan detak jantung cepat
atau tidak teratur. Untuk mengetahui dengan pasti apakah seseorang mengalami hipertiroidisme,
dapat dilakukan pemeriksaan kadar tiroksin bebas (FT4), TSH, dan TRH (Kusrini et al, 2010).
Perawatan pada penderita hipotiroidisme dapat dilakukan dengan pemberian obat anti-tiroid
(Mayo Clinic, 2020).
Berikut tanda dan gejala dari seseorang yang menderita hipertiroidisme, antara lain (Mayo Clinic,
2020):
1. Penurunan berat badan yang tidak disengaja
Untuk menentukan status tiroid seseorang, dapat dilakukan dengan pengukuran BMR.
Pada orang dengan kelenjar tiroid yang tidak berfungsi, BMR nya rendah. Sementara pada
orang yang kelenjar tiroidnya terlalu aktif, BMR sangat tinggi.
Hipertiroidisme menyebabkan BMR meningkat dan berpengaruh pula pada peningkatan
kalori yang dibutuhkan untuk menjaga berat badan. Jika penderita tidak menambah jumlah
kalori yang dimakan agar sesuai dengan kelebihan kalori yang dibakar, maka akan terjadi
penurunan berat badan (American Thyroid Association, 2020).
2. Mudah berkeringat
Penderita hipertiroidisme dapat lebih mudah berkeringat karena terjadinya peningkatan
panas dalam tubuh. Peningkatan panas disebabkan oleh lonjakan kecepatan metabolisme
dalam tubuh secara tiba-tiba akibat dari produksi hormon tiroid secara berlebihan, sehingga
suhu tubuh pun meningkat (American Thyroid Association, 2020).
3. Fatigue
Hipertiroidisme yang meningkatkan metabolisme memang meningkatkan metabolisme,
tetapi jika terjadi hipertiroidisme terus menerus dan tidak diikuti dengan konsumsi asupan
makanan yang cukup, dapat menyebabkan tubuh menjadi mudah mengalami kelelahan
(American Thyroid Association).
4. Perubahan siklus menstruasi pada wanita
Pada wanita, siklus menstruasi dapat dipengaruhi oleh keadaan hipertiroid. Terjadinya
ketidaknormalan hormon gonadotropin (GnRH) pada wanita hipertiroid dapat
menyebabkan gangguan fertilitas. Hal ini dikarenakan produksi FSH dan LH secara
berlebihan yang berdampak pada penurunan siklus menstruasi (Sukandar et al, 2015).

3.1.1 Hubungan Hipertiroidisme dengan Penyakit Jantung


Hipertiroidisme yang menyebabkan jantung berdetak lebih cepat apabila tidak segera
diobati dan ditangani, maka dapat membuat jantung bekerja lebih keras dan menimbulkan penyakit
jantung lainnya, seperti (Harvard Medical School, 2019) :
1. Irama jantung yang tidak normal
Beberapa gangguan irama jantung dapat terjadi akibat stimulasi berlebihan pada kelenjar
tiroid. Yang paling umum adalah takikardia sinus, denyut jantung yang sangat cepat yang
mencapai 100 denyut per menit, dan fibrilasi atrium, ritme yang tidak teratur di ruang atas
jantung.
2. Tekanan darah tinggi atau hipertensi
Saat terjadi hipertiroidisme, pembuluh darah berelaksasi dan menurunkan tekanan darah
diastolik (menunjukkan seberapa banyak tekanan diberikan darah ke dinding arteri saat
jantung beristirahat di antara detak jantung). Namun, kelebihan hormon tiroid juga
meningkatkan kekuatan kontraksi jantung, yang menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan sistolik (menunjukkan seberapa besar tekanan darah terhadap dinding arteri saat
jantung berdetak).
3. Nyeri dada
Setiap kali jantung berdetak lebih kuat dan memompa lebih banyak darah, otot jantung
membutuhkan lebih banyak oksigen. Jika seseorang dengan hipertiroidisme juga memiliki
arteri koroner yang tersumbat, maka orang tersebut dapat mengalami nyeri dada yang
dikenal sebagai angina, yaitu kondisi ketika arteri koroner yang menyempit tidak dapat
membawa semua darah ekstra yang dibutuhkan otot jantung.
4. Gagal jantung
Dengan memaksa jantung untuk bekerja lebih keras dan lebih cepat, kelenjar tiroid yang
terlalu aktif dalam menghasilkan hormon tiroid dapat membebani dan menyebabkan gagal
jantung, suatu kondisi di mana jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.
3.2 Beriberi
Beriberi adalah penyakit yang terjadi karena tubuh tidak mendapatkan cukup vitamin B1
(Thiamine). Beriberi tidak hanya disebabkan karena kurang asupan vitamin B1, tetapi juga karena
perilaku penyalahgunaan alkohol dengan minum secara berlebihan (Lee et al, 2013). Para pecandu
alkohol kronis juga sering mengalami beriberi dengan gangguan fungsi hati. Selain itu, pada ibu
hamil yang menderita beriberi dan anak diberikan ASI ibu yang menderita beriberi, anak tersebut
dapat mengalami beri-beri (New World Encyclopedia, 2019).
Beriberi pada umumnya menimbulkan tanda dan gejala, seperti dispnea, kelemahan,
pembengkakan pada kaki, dan batuk nokturnal (Jones, 2020). Untuk memastikan seseorang
mengalami beriberi atau tidak dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan, seperti memeriksa
kadar tiamin piruvat, alfa-kletogutarat, laktat, glioksilat, atau ekskresi tiamin dalam urin dan
pemberian tiamin untuk melihat respon terapeutik (jika pasien merespon pemberian tiamin dengan
baik, maka dapat disimpulkan apabila pasien mengalami gagal jantung, disebabkan oleh defisiensi
tiamin (Lee et al, 2013).

Gambar 7. Penyakit Beriberi

Sumber Gambar : Fadli, R., 2019. Apa Tanda Penyakit Beri-Beri Harus Diperiksakan ke
Dokter?. [Online] Avalaible at: https://www.halodoc.com/artikel/apa-tanda-penyakit-beri-beri-
harus-diperiksakan-ke-dokter [Accessed 10 October 2020].
3.2.1 Hubungan Beriberi dengan Penyakit Jantung
Beri-beri umumnya terbagi menjadi dua jenis, antara lain :
1. Wet Beriberi (Beriberi basah)
Berdampak terutama pada sistem kardiovaskular, termasuk jantung. Beriberi basah
menyebabkan gagal jantung sisi kanan dan hipertensi pulmonal dengan curah jantung yang
tinggi akibat vasodilatasi. Resistensi pembuluh darah sistemik yang rendah pada beriberi
basah disebabkan oleh produksi adenosin. Dimana produksi adenosin disebabkan karena
penurunan kadar asetil ko-A akibat defisiensi tiamin yang berdampak pada terganggunya
metabolisme untuk menghasilkan prekursor metabolisme tubuh (Tanabe et al, 2018).
2. Dry Beriberi (Beriberi kering)
Terutama berpengaruh terhadap sistem saraf. Beriberi kering memiliki ciri utama
adanya neuropati perifer, seperti kelemahan motorik dan arefleksia. Defisiensi tiamin yang
tidak diobati dapat menyebabkan beriberi serebral. Beriberi serebral adalah bentuk khusus
dari beriberi kering yang bermanifestasi dengan sindrom Wernicke-Korsakoff. Pasien
dengan Wernicke-Korsakoff dapat mengalami perubahan status mental, seperti
disorientasi, mengantuk, apatis, acuh tak acuh, dan tidak koheren dalam berbicara (Tanabe
et al, 2018).
Tiamin (vitamin B1) adalah vitamin larut dalam air yang berfungsi sebagai kofaktor penting dalam
metabolisme karbohidrat dan penghasil glukosa esensial untuk produksi energi. Hal ini terkait
dengan biosintesis neurotransmitter dan produksi zat yang digunakan dalam pertahanan melawan
stress oksidatif. Defisiensi tiamin dapat menyebabkan kurangnya piruvat dan asam amino yang
tersedia di berbagai sistem, salah satunya sistem kardiovaskular menjadi rentan terhadap penyakit
(Lee et al, 2013). Defisiensi tiamin juga memberikan efek yang tidak menguntungkan pada
kontraktilitas jantung secara jangka panjang, yang secara klinis dapat bermanifestasi sebagai gagal
jantung (Lee et al, 2013). Selain gagal jantung, beriberi dapat menyebabkan gangguan lainnya
pada sistem kardiovaskular, yaitu penurunan resistensi vaskular perifer dan meningkatkan curah
jantung (Rubin and Reisner, 2009). Di samping defisiensi vitamin B1 (Thiamine), beriberi juga
sering terjadi pada pecandu alkohol kronis dengan gangguan fungsi hati. Selain itu, pada ibu hamil
yang menderita beriberi dan anak diberikan ASI ibu yang menderita beriberi, anak tersebut dapat
mengalami beri-beri (Tanabe et al, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Arbustini, E., Di Toro, A., Giuliani, L., Favalli, V., Narula, N. and Grasso, M., 2018. Cardiac
Phenotypes in Hereditary Muscle Disorders. Journal of the American College of Cardiology,
[online] 72(20), pp.2485-2506. Available at:
<https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S073510971838584X> [Accessed 10 October
2020].

American Heart Association., 2017. Types of Heart Failure. [Online] Avalaible at:
https://www.heart.org/en/health-topics/heart-failure/what-is-heart-failure/types-of-heart-failure
[Accessed 8 October 2020].

American Thyroid Association., 2020. Thyroid and Weight. [Online] Avalaible at:
https://www.thyroid.org/thyroid-and-weight/ [Accessed 9 October].

Badii, C., 2018. Hypertensive Heart Disease. [Onine] Avalaible at: https://www.lb7.uscourts.gov/
[Accessed 10 October 2020].

Centers for Disease Control and Prevention. 2019. Coronary Artery Disease | Cdc.Gov. [online]
Available at: <https://www.cdc.gov/heartdisease/coronary_ad.htm> [Accessed 8 October 2020].

Direktorat P2PTM. 2018. Apa Itu Penyakit Jantung Koroner ? - Direktorat P2PTM. [online]
Available at: <http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-penyakit-jantung-dan-
pembuluh-darah/apa-itu-penyakit-jantung-koroner> [Accessed 8 October 2020].

Escobar, E., 2002. Hypertension and Coronary Heart Disease. Journal of Human Hypertension,
16, pp. S61-S63.

Fadli, R., 2019. Apa Tanda Penyakit Beri-Beri Harus Diperiksakan ke Dokter?. [Online] Avalaible
at: https://www.halodoc.com/artikel/apa-tanda-penyakit-beri-beri-harus-diperiksakan-ke-dokter
[Accessed 10 October 2020].
Harvard Medical School., 2019. Hyperthyroidism and Your Heart. [Online] Avalaible at:
https://www.health.harvard.edu/heart-disease-overview/hyperthyroidism-and-your-heart
[Accessed 9 October 2020].

Heartuk.org.uk. n.d. [online] Available at: <https://www.heartuk.org.uk/downloads/health-


professionals/factsheets/risk-factors-for-chd.pdf> [Accessed 9 October 2020].

Jones, R. H., 2020. Beri-beri Heart Disease. Circulation, 21, pp. 275-283.

Kusrini et al., 2010. Nilai Diagnostik Indeks Wayne dan Indeks Newcastle untuk Penapisan Kasus
Hipertiroid. Balai Penelitian dan Pengembangan GAKI: Kementerian Kesehatan RI.

Lee, H. S et al., 2013. A Case of Cardiac Beriberi: A Forgotten but Memorable Disease. [Online]
Avalaible at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3772304 [Accessed 10 October
2020].

Loeffler, A. and Hart, M., 2018. Introduction To Human Disease. 7th ed. Jones & Bartlett
Learning.

Mayo Clinic., 2019. Myocardial Ischemia. [Online] Avalaible at:


https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/myocardial-ischemia/symptoms-causes/syc-
20375417 [Accessed 8 October 2020].

Mayo Clinic., 2020. Hyperthyroidism (overactive thyroid) [Online] Avalaible at:


https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/hyperthyroidism/symptoms-causes/syc-
20373659 [Accessed 9 October 2020].

Medlineplus., 2020. Hypertensive Heart Disease. [Online] Avalaible at:


https://medlineplus.gov/ency/article/000163.htm [Accessed 8 October 2020].

Reisner, E., Reisner, H. and Crowley, L., 2017. Crowley's An Introduction to Human Disease. 10th
ed. Jones & Bartlett Learning.

New World Encyclopedia., 2019. Beriberi. [Online] Avalaible at:


https://www.newworldencyclopedia.org/entry/Beriberi [Accessed 10 October 2020].
Rubin, E. and Reisner, H. M., 2009. Essentials of Rubin’s Pathology. 5th ed. Baltimore: Lippincott
Williams & Wilkins.

Rubin, E. and Strayer, D. S., 2015. Rubin’s Pathology: Clinicopathologic Foundations of


Medicine. 7th ed. Baltimore: Wolters Kluwer Health.

Sukandar, P. B et al. 2015. Hubungan Status Hipertiroid dengan Siklus Menstruasi Penderita
Hipertiroid di Klinik Litbang Gaki Magelang, pp. 183-193.

Tackling, G. and Borhade, M.B., 2020. Hypertensive Heart Disease. [Online] Avalaible at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539800/ [Accessed 8 October 2020].

Tanabe et al., 2018. Wet Beriberi Associated with Hikikomori Syndrome. [Online] Avalaible at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5834955/ [Accessed 10 October 2020].

Tortora, G. and Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy & Physiology. 13th ed. Hoboken:
John Wiley & Sons, Inc.

Tortora, G. and Derrickson, B., 2017. Principles Of Anatomy & Physiology. 15th ed. John Wiley
& Sons, Inc.

www.heart.org. 2016. Understand Your Risk For Cardiomyopathy. [online] Available at:
<https://www.heart.org/en/health-topics/cardiomyopathy/understand-your-risk-for-
cardiomyopathy> [Accessed 8 October 2020].

www.heart.org. n.d. Symptoms And Diagnosis Of Cardiomyopathy. [online] Available at:


<https://www.heart.org/en/health-topics/cardiomyopathy/symptoms-and-diagnosis-of-
cardiomyopathy> [Accessed 8 October 2020].

Anda mungkin juga menyukai