TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Jantung Koroner
1. Definisi dan Tanda Gejala Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaaan arteri koroner
yang menyempit dan tersumbat, sehingga menyebabkan aliran darah ke
area jantung yang disuplai arteri tersebut berkurang (Black & Hawks, 2014).
Hal ini disebabkan oleh proses ateroskerosis atau spasme atau kombinasi
keduanya, arteri koronaria merupakan lokasi plak tersering kedua setelah
aorta abdominalis (Dan et al, 2012). Penyebab paling utama PJK adalah
dislipidemia. Dislipidemia merupakan faktor resiko yang utama penyakit
jantung. Perubahan gaya hidup masyarakat erat hubungannya dengan
peningkatan kadar lipid (Irmalita, 2015).
a. Usia
Menurut Lubna (2014) wanita premenopause (≤ 40 tahun)
memiliki risiko yang jauh lebih rendah dalam mengembangkan PJK
dibandingkan wanita pasca menopause. Skenario serupa pada pria, pria
muda dan normal (≥25 thn) memiliki risiko PJK paling sedikit
dibandingkan dengan pria yang lebih tua. Usia Menengah seperti pria
dan wanita paruh baya (antara 40-65 tahun) menunjukkan risiko yang
lebih besar untuk terjadinya PJK dibandingkan yang lebih muda, tetapi
kurang dari rekan-rekan yang lebih tua, karena insiden yang lebih besar
dari komorbiditas seperti hipertensi dan diabetes. Secara umum risiko
PJK meningkat dua kali lipat setiap 10mm Hg peningkatan tekanan
darah untuk individu antara 40-70 tahun. Usia yang lebih tua, orang tua
(≥65 tahun) biasanya dikaitkan dengan insiden PJK dan HF yang tinggi,
yang mengakibatkan tingkat mortalitas PJK yang tinggi.
b. Dyslipidemia
Menurut Survei Konsumsi Pangan Indonesia (SKMI) (2014)
menunjukkan bahwa proporsi penduduk Indonesia yang mengonsumsi
lebih dari 67 gram lemak setiap hari adalah 26,5%. Lemak yang tidak
normal dalam darah dapat menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh
darah. Kolesterol sebenarnya merupakan zat yang dibutuhkan oleh tubuh
manusia, namun jumlahnya tidak banyak (Purba, 2013). Kolesterol
adalah bagian dari lemak darah. Tubuh kita memang membutuhkan
kolesterol untuk membuat berbagai bahan penting, seperti hormon,
membran sel, vitamin D, asam empedu, dll. Kolesterol sendiri
merupakan antioksidan. Namun kadar kolesterol yang tinggi dalam
darah dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Carpo, 2014).
Menurut Kabo (2014), kolesterol dalam darah dibawa oleh
protein. Kombinasi kolesterol dan protein disebut lipoprotein. ada dua
jenis utama lipoprotein, yaitu high-density lipoprotein (HDL) dan low-
density lipoprotein (LDL). Lipoprotein densitas tinggi membawa
kolesterol keluar dari sel dan kembali ke hati, di mana kolesterol dipecah
atau dihilangkan dari tubuh sebagai limbah. Oleh karena itu HDL
disebut kolesterol baik. Semakin tinggi level HDL, semakin baik
efeknya. LDL membawa kolesterol ke sel-sel yang dibutuhkannya,
namun jika terlalu banyak kolesterol yang digunakan akan menumpuk di
dinding arteri dan menyebabkan penyakit arteri, sehingga LDL disebut
kolesterol jahat.
Menurut Kabo (2014) kolesterol LDL adalah bahan utama dalam
proses pembentukan plak menunjukkan bahwa kadar kolesterol darah
tinggi secara linier meningkatkan kejadian PJK. Saat ini nilai rujukan
kolesterol total adalah <200 mg/dl, trigliserida 150 mg/dl, sedangkan
kolesterol HDL adalah >40 mg/dl. Dari penelitian dilaporkan bahwa
bukan kolesterol total atau trigliserida tetapi kolesterol LDL yang
teroksidasi lah yang paling berbahaya karena mudah terjebak masuk
kedalam dinding pembuluh darah dan menyebabkan plak atheroma, dan
bilamana plak atheroma mengalami peradangan, maka mudah menjadi
tidak stabil.
c. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit
jantung koroner. Thun et al (2013) menggunakan beberapa studi kohort
dan hasilnya menunjukkan bahwa hubungan antara merokok dan
penyakit kardiovaskular semakin kuat dari waktu ke waktu. Untuk
penyakit jantung koroner, risiko relatif sebelumnya untuk pria
diperkirakan 1,78, tetapi dalam studi kohort baru-baru ini, risiko relatif
untuk wanita adalah 2,50, dan risiko relatif untuk wanita adalah 2,0
sebelumnya dan sekarang 2,86 (Hackshaw, 2018). Ketika seseorang
merokok, zat iritasi dalam asap rokok tidak hanya berdampak langsung
pada paru-paru yang menyebabkan batuk, sesak napas dan kanker paru-
paru, tetapi juga masuk ke aliran darah, yang bermuara pada alasan
berikut: detak jantung lebih cepat, pembuluh darah cepat dan kaku dan
mudah kram, sel darah lebih cenderung menggumpal, dan oksigen
dalam darah berkurang karena tempatnya digantikan oleh karbon
monoksida. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa perokok dua kali
lebih mungkin mengalami serangan jantung dibandingkan non-perokok
(Carpo, 2014). Penelitian yang di lakukan oleh Kasron (2012)
mendapatkan hasil kematian mendadak akibat penyakit jantung koroner
pada laki-laki perokok 10 kali lebih besar dan perempuan 4,5 kali lebih
besar daripada yang bukan perokok. Efek rokok menyebabkan beban
miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan
menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi karbon monoksida.
d. Hipertensi
Menurut penelitian Andarmoyo (2012) pria dengan riwayat
keluarga yang menderita PJK mempunyai risiko 1,75 kali lebih besar
untuk menderita PJK dan wanita dengan riwayat PJK 1,83 kali lebih
besar untuk menderita PJK. Faktor genitik mempunyai peran bermakna
dalam patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai pertimbangan
penting dalam diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK.
Penyakit jantung koroner kadang-kadang bisa merupakan manifestasi
kelainan gen tunggal spesifik yang berhubungan dengan mekanisme
terjadinya arterisklerotik (Andarmoyo, 2012 dalam Carolina 2014).
Di Indonesia, angka kejadian hipertensi juga cukup tinggi, hasil
penelitian dari Monitoring Trands and Determinants in Cardiovascular
Disease (MONICA) melaporkan bahwa angka kejadian hipertensi di
Indonesia berkisar 2-18% di berbagai daerah atau setara dengan 25 juta
orang yang menderita hipertensi di Indonesia (Kabo, 2014).
Klasifikasi Tekanan Tekanan
Tekanan Darah Darah
Darah Sistol (mmHg) Diastol
(mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre-Hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi Stage 1 140 – 159 90 – 99
≥ 160 ≥ 100
Hipertensi Stage 2
e. Jenis Kelamin
Penyakit jantung koroner pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun
lebih dini pada laki-laki daripada perempuan. Esterogen endogen
bersifat protektif pada perempuan, namun setelah menopause insidensi
PJK meningkat dengan cepat sebanding dengan insidensi pada laki-laki
(Leatham, 2006 dalam Oktavia 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh ira dwi dkk (2012) PJK pada laki-
laki lebih dari dua kali lipat dari pada perempuan, disebabkan oleh
pengaruh estrogen yang meningkatkan imunitas wanita. Berdasarkan
penelitian Hariadi dan Ali (2008) di dapatkan angka kejadian laki-laki
lebih tinggi di bandingkan perempuan yaitu 64,7% berbanding dengan
35,3%, hal ini berbeda dengan hasil penelitian Siregar dkk (2009) yang
mengatakan bahwa penderita pjk didominasi perempuan, yaitu sebesar
64,3% perbedaan ini mungkin disebabkan perbedaan karakteristik
penderita dan pola hidup.
f. Aktifitas Fisik
Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
memperbaiki kolateral koroner sehingga dapat dikurangi resiko penyakit
jantung koroner. Olahraga memperbaiki fungsi paru dan pemberian
oksigen ke miokard, menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh
yang berlebihan dengan menurunnya LDL kolesterol, menurunkan
kolesterol, trigliserida dan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah,
meningkatkan kesegaran jasmani (Djohan T.B.A, 2004 dalam Milasari
2017). Aktivitas fisik dianjurkam terhadap setiap orang untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesegaran tubuh. Aktifitas fisik
berguna untuk melancarkan peredaran darah dan membakar kalori
dalam tubuh.dengan bertambahnya umur, tubuh akan kurang efisien
untuk mengambil oksigen kedalam sistem. Tetapi latihan fisik yang
teratur dapat mengurangi dampak tersebut (Hermansyah, 2007 dalam
Carolina, 2014).
g. Obesitas
Obesitas dapat mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner
melalui berbagai cara (Djohan T.B.A 2004 dalam Oktavia, 2017)
1) Obesitas mengakibatkan terjadinya perubahan lipid darah, yaitu
peningkatan kadar kolesterol darah, kadar LDL- kolesterol
meningkat (kolesterol jahat, yaitu zat yang mempercepat
penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah), penurunan
HDL-kolesterol (kolesterol baik, yaitu zat yang mencegah terjadinya
penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah).
2) Obesitas mengakibatkan terjadinya hipertensi (akibat penambahan
volume darah, peningkatan kadar renin, peningkatan kadar
aldosterone dan insulin, meningkatnya tahanan pembuluh darah
sistemik, serta penekanan mekanis oleh lemak pada dinding
pembuluh darah tepi).
3) Obesitas pada masa kanak-kanak biasanya mempunyai efek atau
pengaruh yang lebih buruk terhadap jantung dibanding obesitas yang
didapat setelah usia dewasa. Hal ini disebabkan oleh efek samping
obesitas yang ditentukan oleh berat dan lamanya obesitas. Orang
menjadi gemuk karena menumpuknya zat lemak secara berlebihan
didalm tubuh. Obesitas menurunkan kualitas hidup dan
menyebabkan berbagai penyakit berbahaya. Pada orang gemuk, zat
lemak ditubuh lebih banyak tersimpan dalam jaringa lemak subcuta,
didalam rongga perut, rongga dada, dan disekitar organ-organ
didalam tubuh. Lemak yang membungkus jantung akan menghambat
pergerakan jantung. Lagi pula jantung akan bekerja kerasa karena
jaringan lemak juga perlu suplai darah. Kadar kolestrol biasanya
juga tinggi, karena banyak trigkiserida di dalam jaringan adiposa.
Itulah sebabnya obesitas faktor risiko penyakit jantung koroner
(Sayoga, 2013) .
Di Indonesia IMT di klasifikasi menjadi 3 klasifikasi yaitu :
Kurus dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu kurus berat dengan nilai
IMT <17,0, kurus ringan dengan nilai 17,0 - 18, normal nilai IMT
18,5-25,0 dan gemuk ringan dengan nilai IMT 25,1 - 27,0, gemuk
berat dengan nilai IMT >27,0 (Kemenkes RI 2019).
h. Diabetes
Kencing manis atau gangguan toleransi gula dapat disebabkan
oleh obesitas. Menurut Nicholay Sen and Westlund, obesitas sedang
akan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner 10 kali lipat, jika
berat badan lebih besar 45% dari berat badan standar, maka resiko
terjadinya penyakit kencing manis akan meningkat menjadi 30 kali
lipat. Mekanismenya belum jelas tetapi terjadinya peningkatan tipe IV
hiperlipidemia dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang
abnormal dan DM yang disertai obesitas dan hipertensi (Djohan
T.B.A,2004 dalam Milasari, 2017).
i. Stress
Saat ini stress prikososial tampaknya turut berperan. Sudah
diketahui bahwa stress menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi
masih dipertanyakan apakah stress masih bersifat aterogenik atau
hanya mempercepat serangan. Teori bahwa aterogenesis disebabkan
oleh stress dapat merumuskan pengaruh neuroendokrin terhadap
dinamika sirkulasi, lemak serum dan pembekuan darah (Price &
Wilson, 2006). Dengan penuaan, risiko berkembangnya penyakit dan
meninggal akibat penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular
meningkat secara dramatis. Di banyak negara di dunia, proporsi
populasi untuk penyakit kardiovaskular yang lebih tua dari 60 tahun
meningkat lebih cepat daripada kelompok usia lainnya. Rendahnya
aktivitas fisik setidaknya sebagian mendefinisikan kelemahan pada
orang tua, yang dikaitkan dengan hasil kesehatan yang lebih buruk
termasuk kehilangan mobilitas. Jelas, strategi untuk memaksimalkan
kesehatan dan kapasitas fungsional orang dewasa yang lebih tua
diperlukan untuk mengoptimalkan kesehatan dan kualitas hidup serta
menjaga otonomi dan kemandirian (Miranda, 2015).
4. Pencegahan dan Penatalaksanaan
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2019), pencegahan PJK dapat
dilakukan melalui upaya CERDIK meliputi:
C = Cek kesehatan secara rutin
Bagi yang sehat/berisiko direkomendasikan cek kesehatan secara
rutin minimal 1 kali dalam setahun. Sedangkan yang sudah
menderita PJK direkomendasikan cek kesehatan rutin 1 kali dalam
sebulan.
E = Enyahkan asap rokok
Perokok atau bentuk lainnya segera berhenti. Bagi yang bukan
perokok tidak memulai untuk merokok. Segera dilaksanakan
penerpan kawasan tanpa rokok.
R = Rajin aktivitas fisik
Lakukan aktivitas fisik minimal 30 menit/hari selama 5
hari/minggu atau setara dengan 150 menit/minggu. Lakukan
aktivitas fisik di rumah, di perjalanan atau di tempat kerja.
D = Diet yang sehat dengan kalori seimbang
Per hari batasi konsumsi gula (4 sendok makan, garam (1 sendok
teh) dan lemak (5 sendok makan minyak). Konsumsi buah dan
sayur 5 porsi/hari.
I= Istirahat cukup
Lakukan tidur selama 7- 8 jam/hari.
K = Kelola stress
Seimbangkan antara waktu untuk bekerja, istirahat,
olahraga/rekreasi dan sosial. Beribadah sesuai agama/keyakinan.
Bersikap terbuka dan berpikiran positif.
Menurut Majid (2008), pedoman tatalaksana yang ada pada
umumnya merekomendasikan terapi obat sebagai berikut:
1) Aspirin dosis Rendah
Dari berbagai studi telah jelas terbukti bahwa aspirin masih
merupakan obat utama untuk pencegahan thrombosis. Meta-analisis
menunjukkan, bahwa dosis 75-150 mg sama efektivitasnya
dibandingkan dengan dosis yang lebih besar. Karena itu aspirin
disarankan untuk diberikan pada semua pasien PJK kecuali bila
ditemui kontraindikasi. Cardioaspirin juga disarankan diberi jangka
lama namun perlu diperhatikan efek samping iritasi gastrointestinal
dan perdarahan, serta alergi Cardiosapirin memberikan efek samping
yang lebih minimal dibanding aspirin lainnya.
2) Obat Penurun Kolesterol
Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi resiko
baik pada prevensi primer maupun prevensi sekunder. Statin selain
sebagai penurun kolestrerol, juga mempunyai mekanisme lain
(pleiotropic effect) yang dapat berperan sebagai anti inflamasi, anti
trombolitik, dll. Pemberian atorvastatin 40 mg 1 minggu sebelum
PCI dapat mengurangi kerusakan miokard akibat tindakan.
3) ACE Inhibitor/ARB
Peranan ACE/I sebagai kardioproteksi untuk prevensi
sekunder pada pasien dengan PJK.
4) Nitrat
Nitrat pada umumnya disarankan, karena nitrat memiliki efek
venodilator sehingga preload miokard dan volume akhir bilik kiri
dapat menurun sehingga dengan demikian konsumsi oksigen
miokard juga akan menurun. Nitrat juga melebarkan pembuluh
darah normal dan yang mengalami aterosklerotik. Menaikkan aliran
darah kolateral, dan menghambat agregasi trombotit. Bila serangan
angina tidak respon dengan nitrat jangka pendek, maka harus
diwaspadai infark miokard. Efek samping obat adalah sakit kepala.
5) Revaskularisasi
Ada dua cara revaskularisasi yang telah tebukti baik pada PJK
stabil yang disebabkan atreosklerotik coroner yaitu tindakan
revaskularisasi pembedahan, bedah pintas coroner (coronary artery
bypass surgery CABG), dan tindakan intervensi perkutan
(percutaneous coronary intervention = PCI).
D. Physical Activity
1. Definisi
Terdapat beberapa pengertian dari beberapa ahli mengenai aktivitas fisik
diantaranya menurut (Almatsier, 2003) aktivitas fisik ialah gerakan fisik yang
dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah
setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan
pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik)
merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara
keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO,
2010). Jadi, kesimpulan dari pengertian aktivitas fisik ialah gerakan tubuh
oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya yang memerlukan pengeluaran
energi.
Adapun pengertian aktifitas fisik menurut para ahli yaitu : aktifitas fisik
adalah suatu bentuk gerakan tubuh yang dilakukan oleh otot – otot rangka
yang merupakan bentuk pengeluaran tenaga (yang dinyatakan dengan kilo
kalori) seperti melakukan suatu pekerjaan, waktu senggang dan aktifitas
sehari hari lainnya (Adi Sapoetra, 2005). Aktifitas fisik adalah gerakan tubuh
yang dihasilkan otot rangka yang memerlukan suatu pengeluaran energi.
Kurangnya aktifitas fisik akan menjadi salah satu factor risiko independen
dalam suatu penyakit kronis yang bisa menyebabkan kematian secara global
(pengertian aktifitas fisik menurut WHO 2008). Gerakan aktifitas fisik yang
dilakukan oleh berbagai macam otot serta system yang menunjangnya
(Almatsier 2003). Aktifitas fisik adalah kerja fisik yang menyangkut system
lokomotor yang bertujuan untuk menjalankan aktifitas hidup sehari-hari
(Lesmana 2002).
Aktifitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktifitas otot – otot
skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Setiap orang melakukan
aktifitas fisik antara individu satu dengan yang lain tergantung gaya hidup
perorangan dan faktor lainnya. Aktifitas fisik terdiri dari aktifitas selama
bekerja, tidur, dan pada waktu senggang. Latihan fisik yang terencana,
terstruktur, dilakukan berulang-ulang termasuk olahraga fisik merupakan
bagian dari aktifitas fisik. Aktifitas fisik sedang yang dilakukan secara terus
menerus dapat mencegah resiko terjadinya penyakit tidak menular seperti
penyakit pembuluh darah, diabetes, kanker dan lainnya (Kristanti et al. 2002).