Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit arteri koroner atau yang dikenal juga sebagai penyakit jantung
arteriosklerosis, penyakit jantung koroner, atau penyakit jantung iskemik
adalah suatu penyakit yang terjadi ketika ada penyumbatan persial aliran darah
ke jantung. Masalah ini dapat berdampak pada penumpukan plak di arteri. Ini
disebut arteriosklerosis yang merupakan pengerasan pembuluh darah. Hal ini
dapat mengakibatkan penggumpalan darah yang dapat menyebabkan serangan
jantung atau stroke. Pengerasan pembuluh darah dan penyumbatan arteri
utama adalah salah satu penyebab utama kematian. Bahkan pada penyakit
jantung sendiri membunuh lebih banyak orang setiap tahunnya (WHO 2013).
Ada sejumlah faktor yang terkait dengan penyakit jantung koroner. Faktor-
faktor yang beresiko sebagai penyebab jantung koroner adalah merokok, kadar
kolestrol yang tinggi dan diabetes mellitus. Beberapa penelitian lebih lanjut
mengungkapkan faktor genetik dan keturunan sebagai faktor potensial lain
yang menyebabkan timbulnya penyakit jantung koroner. (WHO, 2013).
Penjakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung.
Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah keseluruh tubuh. Kelainan
pada organ tersebut dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri
yang mengalirkan darah ke otot jantung, sehingga mengakibatkan
berkurangnya suplai oksigen dan nutrisi untuk menggerakkan jantung secara
optimal. Penyempitan pembuluh darah tersebut disebabkan oleh pengendapan
kalsium dan endapan lemak berwarna kuning yang dikenal dengan
aterosklerosis (Soeharto, 2001).
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskular
merupakan penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Setiap tahun
diperkirakan 17,3 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
Sebanyak 7,3 juta diantaranya terjadi akibat penyakit jantung dan 6,2 juta
akibat stroke (WHO, 2013).

1
Di Indonesia pada tahun 2012 penyakit jantung koroner (PJK) menduduki
peringkat pertama yang menyumbang angka kematian. Angka kematian akibat
kejadian penyakit kardiovaskular semakin meningkat sebesar 37% penduduk
(WHO-NCD Country Profil, 2014).
Dampak jantung koroner pada tekanan darah bisa menyebabkan tekanan darah
tinggi (hipertensi). Timbunan plak yang terjadi membuat pembuluh darah
menyempit sehingga menghambat kelancaran aliran darah.
Dampak lainnya adalah penderita jantung koroner akan mengalami detak
jantung yang tidak beraturan atau dalam istilah medis disebut aritmia. Detak
jantung bisa tiba-tiba tinggi dan tiba-tiba rendah.
Peran perawat dalam penanganan klien, yaitu sebagai pemberi perawatan,
perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses
penyembuhan yang lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu. Namun,
berfokus pada ketentuan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya
mengembalikan kesehatan emosi, spritual dan sosial. Disinilah peran perawat
sebagai rehabilitator untuk mengembalikan keadaan klien atau seoptimal
mungkin untuk mendekati keadaan seperti sebelum klien sakit dengan
berbagai asuhan keperawatan seperti latihan ROM dan latihan lain yang dapat
membantu klien. Perawat juga memiliki peran sebagai pendidik disuatu
instanti pendidikan atau memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan
masyarakat. Perawat mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan
mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi
klien dari efek yang tidak diinginkan yang berasal dari pengobatan atau
tindakan diagnostik tertentu (Potter&Perry, 2005).

2
1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang penyakit jantung
koroner
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi penyakit jantung koroner
2. Mengetahui etiologi jantung koroner
3. Mengetahui klasifikasi jantung koroner
4. Mengetahui manifestasi klinik jantung koroner
5. Mengetahui patofisiologi dan WOC penyakit jantung koroner
6. Mengetahui komplikasi jantung koroner
7. Mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang diasnotik
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada kasus

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan
penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan
arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak (plague) padinding
arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala sekalipun.
(Peter Kabo, 2008)
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah
ke otot jantung. Karena sumbatan ini, terjadi ketidakseimbangan antara
masukan dan kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu.
(Winata, 2005).

2.2 Etiologi
Penyakit Jantung Koroner disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan
O2 miukardium dengan masukkan (supply) nya. Masukkan O2 untuk
miokardium sebetulnya tergantung O2 dalam darah. Koronaria O2 dalam
darah tergantung O2 yang dapat diambil oleh darah, jadi dipengaruhi oleh Hb,
paru-paru dan O2 dalam udara pernapsan. Dikenal 2 keadaan
ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan O2 itu, yaitu hipoksemia
(iskemia) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskular (koronaria) dan hipoksia
(anoksia)yang disebabkan kekurangan O2 dalam darah. Perbedaan nya ialah
pada iskemia tedapat kelainan vaskular sehingga perfusi kejaringan berkurang
dan eliminasi metabolik yang ditimbulkannya (misalnya asam laktat) menurun
juga, sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul. Yang akan dibicarakan
selanjutnya disini adalah iskemia yang disebabkan kelainan koronaria,
terutama yang disebabkan oleh proses arterosklerosis. Disamping oleh proses
aterosklerosis, penurunan aliran darah koronaria dapat pula oleh karena
spasme atau kelainan kongital.

4
Faktor risiko Penyakit Jantung Koroner dapat dibagi menjadi faktor risiko
yang dapat diubah (modifiable) dan faktor risiko yang tidak dapat diubah
(nonmodifiable).
a. Faktor risiko yang dapat diubah tersebut meliputi:
1. Hiperkolesterolemia
Kenaikan kadar kolesterol berbanding lurus dengan peningkatan
terjadinya serangan Penyakit Jantung Koroner. Peningkatan LDL (Low
Density Lipoprotein) dan penurunan HDL (High Density Lipoprotein)
merupakan faktor risiko yang penting pada Penyakit Jantung Koroner.
Setiap penurunan 4 mmHg HDL akan meningkatkan risiko PJK sekitar
10% (Notoatmodjo, 2007). Masukan kolesterol merupakan faktor
terpenting yang menentukan kadar kolesterol dalam darah. Lemak
yang bersifat aterogenik (meningkatkan kadar kolesterol) yaitu
kolesterol total, LDL, dan trigliserida. Sedangkan HDL bersifat
antiaterogenik. LDL disebut juga kolesterol jahat karena LDL yang
tinggi menyebabkan mengendapnya kolesterol dalam arteri. HDL
dianggap sebagai kolesterol baik karena dapat membawa kelebihan
kolesterol jahat dari pembuluh darah arteri untuk diproses dan dibuang,
sehinggasemakin tinggi HDL maka semakin baik terlindung seseorang
dari risiko penyakit jantung koroner. Batasan kolesterol yang
dianjurkan adalah :
a. Kadar kolesterol total : < 200 mmHg
b. Kadar kolesterol HDL : > 45 mmHg
c. Kadar kolesterol LDL : < 130 mmHg
d. Kadar trigliserida : < 200 mmHg
e. Rasio total kolesterol terhadap HDL pada laki-laki <4,5 mg/dl dan
pada perempuan < 4 mg/dl. (Soeharto, 2004)
2. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan secara abnormal
dan terus menerus tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa
faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan
tekanan darah secara normal. Hipertensi merupakan faktor risiko PJK.

5
Hipertensi juga dapat dipicu oleh faktor risiko PJK lainnya sehingga dapat
meningkatkan risiko kejadian PJK. Peningkatan tekanan darah merupakan
faktor risiko PJK yang dapat memicu atau mempercepat
perkembanganPJK pada individu (WHO, 2011). Tekanan darah yang
tinggi secara terus-menerus menambah beban pembuluh arteri. Arteri
mengalami proses pengerasan menjadi tebal dan kaku, sehingga
mengurangi elastisitasnya, dapat pula menyebabkan dinding arteri rusak
atau luka dan mendorong proses terbentuknya pengendapan plak pada
arteri koroner.
3. Merokok
Zat-zat racun dalam rokok yang masuk ke peredaran darah akan
menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Racun nikotin dari rokok
akan menyebabkan darah menjadi kental sehingga mendorong percepatan
pembekuan darah. Platelet dan fibrinogen meningkat sehingga sewaktu-
waktu menyebabkan terjadi trombosis pada pembuluh koroner yang sudah
menyempit. Selain itu rokok dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat
(LDL) dan menurunkan kadar kolesterol baik (HDL). Penurunan risiko
Penyakit Jantung Koroner akibat rokok akan berkurang 50% pada akhir
tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali tanpa risiko PJK
akibat rokok setelah 10 tahun berhenti merokok.
4. Obesitas
Obesitas adalah keadaan berat badan lebih. Obesitas dapat meningkatkan
beban jantung, ini berhubungan dengan Penyakit Jantung Koroner
terutama karena pengaruhnya pada tekanan darah, kadar kolesterol darah
dan juga diabetes. Seseorang yang mengalami kegemukan kemungkinan
menjadi penderita Penyakit Jantung Koroner 2 kali lipat daripada
seseorang yang memiliki berat badan normal
5. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah kondisi sindrom metabolik yang disebabkan
adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal (> 7 mmol/l
atau 126 mg/dl). DM disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat

6
kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif (Kemenkes RI,
2013) .
Peningkatan gula darah atau kondisi hiperglikemia secara subs tansial
diketahui meningkatkan risiko PJK sebanyak duahingga tiga kali lipat
dibandingkan individu yang tidak menderita DM (WHO, 2011).
6. Kurang Aktivitas Fisik
Melakukan aktivitas fisik atau olah raga secara teratur dapat
mengendalikan kadar kolesterol dan peningkatan pengeluaran energi,
kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida dalam darah menurun
sedangkan HDL meningkat. Secara umum aktivitas fisik memperbaiki
metabolisme glukosa, mengurangi lemak tubuh, dan menurunkan tekanan
darah.
7. Stres
Stres adalah suatu keadaan mental yang tampak sebagai kegelisahan,
kekhawatiran, tensi tinggi, keasyikan yang abnormal dengan suatu
dorongan atau sebab dari lingkungan yang tidak menyenangkan. Stres
dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi
yang dapat berakibat mempercepat kekejangan arteri koroner, sehingga
suplai darah ke otot jantung terganggu. Stres dan kecemasan
mempengaruhi fungsi biologis tubuh pada saat stres peningkatan respons
saraf simpatik memicu peningkatan tekanan darah dan terkadang disertai
dengan kadar kolesterol darah. Orang yang mudah stres akan lebih
berisiko terkena PJK dibandingkan dengan seseorang yang tidak mudah
mengalami stres.
8. Stroke
Stroke merupakan penyakit penyerta dari PJK yang disebabkan oleh
aterosklerosis yang dipicu faktor risiko saat individu masih muda dan
berlanjut dalam waktu yang lama. Penyakit stroke ditandai dengan adanya
perdarahan pada pembuluh darah yang disebabkan tekanan darah tinggi
dan aterosklerosis. Pada umumnya faktor risiko Stroke dan PJK
disebabkan oleh faktor risiko yang hampir sama , di antaranya kurang

7
beraktivitas fisik , obesitas, merokok dan tekanan darah tinggi (WHO,
2011) (Liu, et al, 2007).
Faktor risiko stroke berkontribusi dalam meningkatkan tekanan darah dan
kadar kolesterol sehingga menyebabkan aterosklerosis. Proses
penyumbatan pembuluh darah dimulai dengan peningkatan tekanan darah
akibat tingginya kolesterol dalam darah sehingga kecepatan aliran darah
meningkat, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh
darah dan menyebabkan ateros klerosis. Pembuluh darah yang mengalami
aterosklerosis dapat menyebabkan thrombus di bagian dalam pembuluh
darah dan dapat menyebabkan penyumbatan aliran darah. Apabila terjadi
penyumbatan pada pembuluh darah koroner atau otak dapat menyebabkan
munculnya gejala PJK atau Stroke (WHO, 2011).
b. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain:
1. Keturuna (genetik)
Riwayat penyakit jantung didalam keluarga pada usia dibawah 55
tahun merupakan salah satu faktor risiko yang perlu dipertimbangkan.
Begitu juga dengan faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner yang
diturunkan seperti Hiperlolesterolemia, penyakit Darah Tinggi, dan
Diabetes Melitus
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin laki-laki lebih beresiko terkena penyakit jantung koroner
dibandingkan dengan wanita. Pada wanita yang sudah Menopouse
resiko penyakit jantung korner meningjat dan hampir tidak didapatkan
perbedaan dengan laki-laki. Hal ini berkaitan dengan penurunan
hormon estrogen yang berperan penting dalam melindungi pembuluh
darah dari kerusakan yang memicu terjadinya athelosklerosis (Anwar,
2004)
3. Usia
Usia seseorang merupakan faktor resiko yang kuat bagi terjadinya
penyakit jantung koroner. Walaupun dalam hal ini masih belum jelas
sampai berapa jauh kerentangannya terhadap atherosklerosis dengan
semakin bertambahnya umur seseorang (Soewono, 2003)

8
2.3 Klasifikasi
Penyakit jantung koroner diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: (notoadmodjo,
2007)
a. Silent ischemia (asimtotik)
Banyak dari penderita silent ischemia yang mengalami penyakit jantung
koroner tetapi tidak merasakan ada sesuatu yang tidak enak atau tanda-
tanda suatu penyakit (iman, 2004)
b. Angina pectoris
Angina pectoris terdiri dari 2 tipe, yaitu angina pectoris stabil yang
ditandai dengan keluhan nyeri dada yang khas, yaitu rasa tertekan atau
berat di dada yang menjalar ke lengan kiri dan angina pictoris yang tidak
stabil yaitu serangan rasa sakit dapat timbul, baik pada saat istirahat,
waktu tidur, maupun aktivitas ringan. Lama sakit dada jauh lebih lama dari
sakit biasa. Frekuensi serangan juga lebih sering.
c. Infark miocard akut (serangan jantung)
Infark miocard akut yaitu jaringan otot jantung yang mati karena
kekurangan oksigen dalam darah beberapa waktu. Keluhan yang dirasakan
nyeri dada, seperti tertekan, tampak pucat, berkeringat dan dingin, mual,
muntah, sesak, pusing, serta pingsan.

2.4 Manifestasi Klinik


Manifestasi Penyakit Jantung Koroner, meskipun tidak spesifik. Ia bisa timbul
spontan ataupun atas faktor pencetus yang menambah iskemia seperti aktivitas
fisis, dll. Mungkin dia timbul primer atau sebagai permulaan manifestasi gagal
jantung. Sesak nafas mulai dengan nafas yang terasa pendek sewaktu
melakukan aktivitas yang cukup berat, yang biasanya tidak menimbulkan
keluhan. Makin lama sesak makin bertambah, sekali pun melakukan aktivitas
ringan, seperti naik tangga 1 sampai 2 lantai ataupun berjalan terburu-buru
atau berjalan datar agak jauh. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi gagal
jantung kiri, yang jelas merupakan manifestasi disfungsi ventrikel kiri
(disfungsi LV)

9
AP (Angina Pektoris) yang spesifik merupakan gejala utama dan khas bagi
penyakit jantung koroner. Memang AP merupakan yang paling belakangan
timbul sehingga layak juga dipandang sebagai pembeda antara penyakit
jantung koroner asimtomatic dan simtomatik. AP sudah dibicarakan secara
khusus.
Bila dapat dibuktikan adanya iskemia, tapi tidak timbu l AP pada waktu itu,
maka keadaan itu disebut iskemia tak bergejala (silent is-chaemia). Insidensi
iskemia tak bergejala ini ternyata tinggi, dapat mencapai 75% dari seluruh
serangan iskemia.
Ada beberapa macam serangan AP, dan yang paling berat adalah pada waktu
serangan IJA (Infark Jantung Akut) dengan gambaran EKG dan pemeriksaan
enzim yang sesuai. Selain dari IJA, dari ada tidaknya dan bentuk-bentuk
serangan AP dapat dibuat klasifikasi penyakit jantung koroner sebagai berikut.
1. Asimtomatik:
a. Tanpa iskemia tak bergejala. Stress test +, tapi Holter -.
b. Dengan iskemia tak bergejala. Kel EKG/stress +, Holter +.
2. Simtomatik:
a. AP stabil, tanpa iskemia tak bergejala.
b. AP stabil, dengan iskemia tak bergejala.
c. AP tak stabil (unstable angina pectoris, UAP).
d. Printzmetal (variant) AP.
e.
2.5 Patofisiologi dan WOC
a. Patofisiologi
Manifestasi penyakit jantung koroner disebabkan karena tidak keseimbangan
antara kebutuhan O2 sel otot jantung dan masukannya. Masukan O2 untuk sel
otot jantung tergantung dari O2 dalam darah dan pembuluh darah arteri koronr
penyaluran yang kurang dari arteri koroner akan menyebabkan kerusakan sel
otot jantung.
Hal ini terutama disebabkan karena proses pembentukan plak aterosklerosis
(sumbatan di pembuluh darah koronner). Sebablainnya dapat berupa spasme
(kontraksi) pembuluh darah atau kelainan kongenital (bawaan).

10
Iskemia (kerusakan) yang berat dan mendadak akan menyebabkan kematian
sel otot jantung, yaitu disebut dengan infark jantung, akut yang irepersible (
tidak dapat sembuh kembali) hasil kerusakan ini juga akan menyebabkan
gangguan metabolik yang akan berefek gangguan fungsi jantung dengan
manifestasi gejala diantaranya adalah nyeri dada.

11
b. WOC
O2↓ dalam darah Aterosklerosis menyempit makan-makanan berat

Kelainan Vaskular aliran O2 arteri koronaria↓ aliran O2↑ kemesentrikus

Perfusi kejaringan↓ metabolisme aerob

Penyakit Jantung Koroner


Jantung kekurangan O2 Peningkatan asam laktat

Iskemia otot jantung perfusi jaringan menurun

Kontraksi jantung↓ pengeluaran mediator kimia kompensasi ventrikel kiri↓


oleh sel-sel radang
(histamin,bradikinin)

Sekresi pulmonali↓
Penurunan aliran darah merangsang nosiseptor

Curah jantung menurun dihantar oleh medula spinalis ketidakefektifan pola nafas

Cortex cerebri

Persepsi nyeri

Nyeri

12
2.6 Komplikasi
1. Serangan jantung yang mengancam jiwa menyebabkan infark
myeocardium (kematian otot jantung karena persediaan darah tidk cukup.
2. Angina pectoris yang tidak stabil, syok dan aritmia.
3. Gagal jantung kongestif
4. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
5. Diabetes

2.7 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


a. Penatalaksanaan
Pasien sebaiknya dilihat secara keseluruhan ( holistik )dan diperlakukan
individual mengingat penyakit jantung koroner adalah penyakit
multifaktorial dengan manifestasi yang bermacam-macam.
Penatalaksanaan dibagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Umum
Yang dimaksudkan disini adalah:
a) Penjelasan mengenai penyakitnya
Pasien biasanya merasakan tertekan, khawatir terutama untuk
melakukan aktifitas. Karena itu perlu sekali diberikan penjelasan
mengenai penyakitnya, dibesarkan hatinya, bahwa memang ia harus
menyesuaikan diri, akan tetapi bahwa penyakitnya sendiri masih
dapat dikendalikan. Hal-hal yang mempengaruhi keseimbangan O2
miokardium.
b) Hal-hal yang mempengaruhi keseimbangan O2 miokardium
Pengaturan kembali keseimbangan O2 miokardium dalam hal ini
adalah dari segi konsumsinya, karena masukan ( supply ) sudah pasti
terbatas dan hanya dapat diubah dengan cara khusus. Hal-hal yang
meningkatkan kebutuhan O2 sampai menimbulkan iskemia harus
dicegah atau disesuaikan, misalnya aktivitas, terburu-buru, emosi,
kelainan-kelainan ekstrakardial seperti hipertensi, hipertiroidisme,
infeksi, obat-obatan dll.

13
Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisis dan psikis dengan
keadaannya sekarang, mengubah cara hidup (life style) nya.
c) Pengendalian faktor resiko
Penting sekali mengontrol faktor risiko, karena mereka mempercepat
proses aterosklerosis. Hipertensi, diabetes melitus dan hiperlipidemia
harus diobati. Pengendalian hiperlipidemia sampai kolesteroldibawah
200 mg% misalnya, bukan saja menekan laju penyakit, tapi terbukti
juga mengurangi stenosis (regressi) aa. Koronaria. Rokok harus
dihentikan dan berat badan dikurangi sampai tidak ada kelebihan
berat. Dengan demikian makanan harus diatur rendah lemak jenuh
dan jumlah kalori yang sesuai. Bila makan pun menimbulkan
serangan AP, porsinya disesuaikan, kalau perlu frekuensi
ditingkatkan dengan porsi yang dikurangi serta mudah dicerna.
d) Pencegahan
Pencegahan yang dimaksud adalah sekunder. Sudah terjadi
aterosklerosis pada beberapa pembuluh darah, yang akan berlangsung
terus. Obat-obat pencegahan diberikan untuk menghambat proses
mengenai tempat-tempat lainnyan dan memperberat yang ada. Yang
paling sering dipakai adalah aspirin (A) dengan dosis 375 mg, 160
mg sampai 80 mg, bahkan ada yang mengatakan dosis lebih rendah
dari itu juga bisa efektif. Dahulu dipakai antikoagulan oral (OAK),
tapi sekarang sudah ditinggalkan, karena tak terbukti bermanfaat.
e) Penunjang
Penunjang yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar
tak terjadi iskemia yang lebih berat sampai IJA. Untuk menambah
masukan misalnya diberikan O2 disamping pasien diistirahatkan total
ditempat tidur. Antikoagulan parenteral diberikan untuk mencegah
stenosis total karena timbulnya bekuan sebagai akibat pecahnya plak
aterosklerosis. Obat yang dipakai adalah heparin (H). Bila akan
dipakai lebih lama dapat diteruskan dengan OAK. Trombolitik (T)
dimaksudkan untuk rekanalisasi aa.

14
Yang mengalami stenotik, seperti pada pasien IJA. Hanya disini
stenosis sudah berlangsung kronik sehingga efektivitasnya diragukan.
2. Mengatasi iskemia
Medikamentosa
Obat-obatan untuk ini sama saja dengan yang dipakai untuk mengatasi AP
dan sudah dibicarakan pada topik itu. Seperti diketahui obat-obatan
tersebut adalah:
1) Nitral (N), yang dapat diberikan parenteral, sublingual, buccal, oral,
transdermal dan ada yang dibuat lepas lambat. Preparatnya ada
gliseriltrinitrat (GTN), isosorbid dinitrat (ISDN) dan isosorbid 5
mononitrat (ISMN). Kerugiannya adalah efek samping seperti
flushing, hipotensi postural, dan toleransi. Untuk mengatasi toleransi
diberikan periode bebas nitral lebih kurang 10 jam.
2) Berbagai jenis penyekat beta (BB), mengurangi kebutuhan oksigen.
Ada yang bekerja cepat seperti pindolol dan propranolol, bekerja
lambat seperti sotalol dan nadolol, ada beta 1 selektif seperti
asebutolol, metoprolol dan atenolol, ada yang ISA + seperti
oksprenololdan pindolol, ada yang larut dalam lemak sehingga
menembus blood brain barrier seperti propranolol, metoprolol,
pindolol. Yang harus diingat pada pemakaiannya adalah bahwa ia
dapat mengurangi kontraktilitas (awas pada disfungsi LV),
menimbulkan spasme bronkus (asma/PPOK!) dan menurunkan HR,
sehingga harus waspada terhadap bradikardia dan blokade jantung.
Efek samping misalnya mimpi-mimpi, rasa dingin pada kaki, rasa
lelah, efek metabolik (gula darah dan lipid) dan withdrawal effect yang
bisa menimbulkan AP lebih berat pada waktu menghentikan obat.
3) Antagonis Calcium (Ca A), juga terdiri dari beberapa jenis, cara
pemakaina oral dan parenteral. Umumnya obat-obat ini mengurangi
kebutuhan O2 dan menambah masukannya (dilatasi koroner). Ada
yang menurunkan HR seperti verapamil dan diltiazem, tetapi ada yang
menimbulkan takikardia seperti nifedipin. Kebanyakan inotropik
negatif, kecuali beberapa yang vasodilator kuat sehingga menurunkn

15
afterload dan dapat dipakai pada disfungsi LV misalnya amlodipin.
Efek samping utama seperti sakit kepala, edema kaki, bradikardia
sampai blokade jantung, konstipasi dll. Obat-obat tersebut dapat
diberikan sendiri-sendiri atau kombinasi (K) (2 atau 3 macam) bila
diperlukan. Hanya harus diperhatikan keuntungan-keuntungan yang
diperoleh dengan kombinasi tersebut (saling menguatkan atau
menutupi kekurangan/efek samping) dan kerugiannya (saling
menambah efek samping misalnya bradikardia, inotropik negatif,
metabolik dll), ataupun kemungkinan keuntungan
mengubah/mengganti obat-obatan dari yang satu kelainannya atau
menghindari toleransi.
Revaskularisasi
Hal ini dilaksanakan dengan cara:
a. Pemakaian trombolitik, biasanya pada PJK akut seperti IJA.
Rekanalisasi dengan trombolitik paling sering dilakukan pada PJK
akut, terutama IJA. Hal ini dibicarakan pada topik tersebut.
b. Prosedur invasif (PI) non operatif. Prosedur invasif / PTCA
(percutaneus transluminal coronary angioplasty, PTCA)
diperolehkan Gruntzig pada thn1976, ketika ia melakukan
pelebaran aa. Koronaria dengan balon. Sampai sekarang prosedur
ini telah mengalami banyak kemajuan baik teknik maupun
peralatannya, sehingga indikasinya yang tadinya terbatas pada 1-2
pembuluh darah dengan kelainan yang sederhana saja, sekarang
telah mungkin pula untuk dilakukan pada kelainan-kelainan yang
kompleks dari berbagai pembuluh darah sekaligus. Disamping
PTCA memakai balon, sekarang telah dikembangkan pula alat-alat
baru seperti rotablator, atherectomydan pemasangan stent. Dengan
bantuan alat-alat ini PTCA lebih banyak dilakukan dan lebih
aman. Di subbagian Kardiologi Penyakit dalam oleh T.Santoso
dkk sampai sekarang prosedur invasif ini telah dikerjakan pada
1000 kasus dengan hasil yang cukup baik. Komplikasi dapat
ditekan serendah-rendahnya.

16
Beberapa kasus mungkin memerlukan tindakan operasi (CAS)
segera, dan hal ini hendaknya selalu dapat dilakukan (persyaratan
untuk melakukan PI). Masalah restenosis masih tetap menjadi
kelemahan prosedur ini.
c. Operasi (coronary artery surgery CAS). Operasi (CAS) juga
mengalami banyak kemajuan terutama dalam mengusahakanagar
pembuluh darahnya tetap paten cukup lama dan menemukan
alternatif untuk kasus-kasus yang sukar untuk dilakukan prosedur
invasif dan fungsi LV yang amat rendah. Beberapa macam
operasinya al. Adalah sbb:
1) Operasi pintas koroner (CABG)
a) Vena saphena (saphenous vein)
b) Arteria Mammaria Interna.
c) A. Radialis
d) A. Gastroepiploika
2) Transmyocardial (laser) recanalization (TMR)
3) Transplantasi jantung untuk kardiomiopati iskemik.

2.8 Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik


a. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan EKG yang dikerjakan
waktu istirahat, waktu aktivitas sehari-hari 24 jam ataupun waktu
stressb(latihan/obat-obatan), pemeriksaan radiologis, pemeriksaan
laboratorium terutama untuk menemukan faktor risiko, pemeriksaan
ekokardiografi dan radionuclid myocardial imaging (RNMI) waktu
istirahat dan stress fisis ataupun obat-obatan sampai dengan arteriografi
koroner dan angiogafi ventrikel kiri. Pemeriksaan EKG istirahat mungkin
normal, menunjukkan iskemia atau infark laam. Semua pemeriksaan-
pemeriksaan ini telah dibicarakan pada AP. Pemeriksaan yang dilakukan
hendaknya disesuaikan dengan konsep cost effektif, yaitu tergantung pada
tingkatan iskemia yang ingin ditemukan dan penatalaksanaan yang akan
dikerjakan.

17
1. Echocardiografi
Diagnosis untuk penyakit jantung koroner dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik, anamnesis. Pemeriksaan USG jantung dapat
dilakukan dengan ekokardiografi. Sistem ekokardiografi dapat
menampilkan, menganalisa dan menangkap hati secara penuh dalam
satu detak jantung.
2. CT Scan
Perkembangan teknologi telah menciptakan alat baru yaitu
Computed tomography (CT) yang sudah lama berperan penting
dalam mendeteksi dini penyakit selama bertahun-tahun. Semakin
berkembangnya teknologi, sehingga dapat menciptakan generasi
baru dengan CT scanner yang dapat melakukan CT angiografi
koroner (CTA) dengan mengurangi dosis radiasi pada pemeriksaan
klinis secara rutin.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Selain dengan CT juga dapat menggunakan tes in vitro di
laboratorium, melalui penggunaan biomarker baru yang tarutama
dalam perawatan darurat dapat mempengaruhi dan mendukung
keputusan klinis. Pada gagal jantung penggunaan natriuretik beredar-
peptida B (BNP) sangat relevan, karena tingkat biomarker ini adalah
indikator yang baik untuk mengetahui sejauh mana fungsi jantung
terganggu. BNP digunakan baik untuk diagnosis awal dan untuk
pemantauan terapi. Pada beberapa pasien, serangan jantung menjadi
penyebab langsung insufisiensi jantung, sehingga deteksi cepat dari
infark miokard sangat penting dalam mencegah bertambah parahnya
kerusakan miokard dan kegagalan jantung selanjutnya
4. Pemeriksaan Apo B dan hs – CRP Kolesterol tinggi bukan satu –
satunya penyebab PJK. Kadar lemak yang tinggi memang
merupakan salah satu faktor risiko PJK, namun dalam kenyataannya
ternyata cukup banyak kasus PJK meski kadar lemak normal. Fakta
yang terjadi adalah 1 dari 3 kasus serangan jantung terjadi pada
orang dengan kadar kolesterol normal. Mengetahui kadar kolesterol

18
konvensional (Kolesterol Total, Kolesterol LDL – direk, Kolesterol
HDL, Trigliserida) tetap diperlukan, namun ada pemeriksaan lain
yang dapat melengkapi penilaian risiko PJK yaitu Apo B dan hs-
CRP. Apo B bermanfaat untuk meningkatkan prediksi risiko PJK,
karena semakin tinggi kadar Apo B, semakin tinggi kemungkinan
terjadinya risiko penyumbatan pembuluh darah, walaupun kadar
LDL normal. Hs-CRP bermanfaat untuk meningkatkan prediksi
terjadinya penyakit jantung karena proses aterosklerosis
(penyumbatan dan pengerasan pembuluh darah) yang juga ditandai
dengan adanya proses peradangan. Pemeriksaan hs-CRP ini
bermanfaat untuk menentukan risiko kardiovaskular pada individu
sehat.

2.9 Asuhan Keperawatan (Pengkajian, Diagnosa Keperawatan yang


Mungkin Muncul, Rencana Intervensi Keperawatan)
a. Pengkajian
Fokus dari pengkajian keperawatan untuk pasien dengan penyakit jantung
koroner adalah diarahkan kepada pengamatan terhadap tanda-tanda dan
gejala seperti denyut jantung cepat atau nafas pendek semua tanda-tanda
yang menu jukkan hal tersebut dicatat dan dilaporkan pada dokter.
1. Pernafasan: auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada
atau tidaknya krakles dan mengi catat frekuensi dan kedalaman
pernafasan
2. Jantung: auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi jantung S3 dan S4
Kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal.
3. Tingkat kesadaran atau sensorium
DS :
1. pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri.
2. pasien mengatakan nafsu makan menurun.
3. Pasien mengatakan sesak sejak 6 bulan yang lalu tidak hilang
dengan istirahat dan muncul tiba-tiba. Nyeri dirasakan seperti
ditekan benda berat.

19
4. Pasien mengatakan mempunyai riwayat diabetes sejak 9 bulan
yang lalu.
DO :
1. Skala nyeri 8
2. Pemeriksaan fisik TD 110/80 mmHg
3. Frekuensi nadi 88 kali/menit
4. Frekuensi napas 24 kali/menit
5. Suhu 36,7°C
6. Penampilan pucat, keringat, gelisah, terdengar S3-S4 mukosa
keringat, terpasang kateter
7. Pemeriksaan laboratorium diketahui ureum 166mg/dl, kreatinin
2,76 mg/dl, kolesterol total 196 mg/dl, HDL 28mg/dl, LPL
118MG/DL, Trigliserida 263mg/dl, gula darah puasa 433mg/dl.
EKG satu minggu yang lalu STEMI anterior luas, foto rontgent
menunjukan kardiomegali tanpa bendungan paru.
b. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan irama jantung
2. Nyeri akut b/d agen cidera iskemia miokardium
3. Gangguan rasa aman b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakit
4. Intoleran Aktivitas b/d Ketidakseimbangan Suplai dan kebutuhan
Oksigen
c. Intervensi Keperawatan
1. Kajilah karakteristik nyeri dada termasuk lokasi, durasi, kualitas,
intensitas, adanya penjalaran, faktor pemicu dan pereda, serta
manifestasi yang terkait. Minta klien menunjuk nyeri dari skala 0
hingga 10 dan catat semua temuan dalam catatan keprawatan.
2. Kaji respirasi, tekanan darah, dan denyut jantung pada tiap episode
nyeri dada
3. Lakukan EKG 12-sadapan pada saat klien datang dan tiap kali nyeri
dada muncul untuk bukti adanya infark lebih lanjut.
4. Monitor respon klien terhadap terapi obat. Beritahu dokter jika nyeri
tidak mereda dalam 15-20 menit

20
5. Berikan perawatan dengan cara tenang dan efisien yang memberikan
kenyamanan dan meminimalkan kecemasan klien. Tetap bersama klien
hingga rasa nyaman berkurang
6. Batasi pengunjung sesuai yang diminta klien
7. Berikan Morfin seperti yang diperintahkan
8. Berikan Nitrat seperti yang diperintahkan
d. Implementasi keperawatan
1. Mengkaji karakteristik nyeri dada termasuk lokasi, durasi, kualitas,
intensitas, adanya penjalaran, faktor pemicu dan pereda, serta
manifestasi yang terkait. Meminta klien menunjuk nyeri dari skala 0
hingga 10 dan catat semua temuan dalam catatan keprawatan.
2. Mengkaji respirasi, tekanan darah, dan denyut jantung pada tiap
episode nyeri dada
3. Melakukan EKG 12-sadapan pada saat klien datang dan tiap kali nyeri
dada muncul untuk bukti adanya infark lebih lanjut.
4. Memonitor respon klien terhadap terapi obat. Beritahu dokter jika
nyeri tidak mereda dalam 15-20 menit
5. Memberikan perawatan dengan cara tenang dan efisien yang
memberikan kenyamanan dan meminimalkan kecemasan klien. Tetap
bersama klien hingga rasa nyaman berkurang
6. Membatasi pengunjung sesuai yang diminta klien
7. Memberikan Morfin seperti yang diperintahkan
8. Memberikan Nitrat seperti yang diperintahkan
e. Evaluasi
Klien harus bebas nyeri dalam 15 hingga 20 menit setelah pemberian
terapi obat. Klien akan mengungkapkan rasa bebas dari nyeri dan tidak
akan menunjukkan manifestasi nyeri lainnya.

21
BAB III
ANALISIS KASUS
2.1 Ringkasan Kasus
Seorang perempuan berusia 53 tahun dirawat di RS dengan keluhan nyeri
dada sebelah kiri dan nafsu makan menurun. Pasien mengatakan sesak sejak 6
bulan lalu, tidak hilang dengan istirahat dan muncul tiba-tiba, nyeri dirasakan
seperti ditekan benda berat, skala nyeri 8. Pasien mengatakan juga mempunyai
riwayat diabetes sejak 9 bulan yang lalu. Pemeriksaan fisik TD 110/80 mmHg.
Frekuensi nadi 88 kali/perme nit, frekuensi nafas 24 kali/menit, suhu 36,7 °C,
penampilan pucat, keringat, gelisah, terdengar S3-S4, mukosa kering,
terpasang kateter, pemeriksa an laboratorium diketahui ureum 166 Mg/dl,
Kreatinin 2,76 Mg/dl, kolesterol total 196 Mg/dl, HDL 28 Mg/dl, LDL 118
Mg/dl, Trigliserida 263 Mg/dl, Gula darah puasa 433 Mg/dl, EKG 1 minggu
yang lalu STEMI anterior luas, foto rontgen menunjukan kardio megoali tanpa
bendungan paru. Terapi obat yang didapat aplor 1x100 Mg, Clopidogreal 1x75
Mg PO, Furosemide 1x40 Mg Iv, Bisoprolol 1x2,5 Mg PO, ISDN PRN,
simvastatin 0-0-20 Mg PO, Laxadine 0-0-15 PO, Dizepam 0-0-5 Mg PO,
Carbamazepine 2x100 Mg PO, insulin 6-6-6 ui SC.

22
2.2 MCP Kasus dan Rencana Intervensi Keperawatan

1. Dx: penurunan curah jantung b/d perubahan irama 2. Dx: Nyeri Akut b/d Agen cidera
jantung iskemia
Ds: Pasien mengatakan sesak Ds: Pasien mengatakan nyeri dada
Do: Penampilan Pucat sebelah kiri
Mukosa Kering Pasien mengatakan dada terasa
RR meningkat 24 kali/menit seperti ditekan benda berat
Terdengar bunyi S3 Do: Nyeri dengan Skala 8
Terdengar bunyi S4 Pasien tampak gelisah
Pasien tampak gelisah Pasien tampak berkeringat
Foto rontgen menunjukkan kardio megoali tanpa Terapi : aptor 1x100 Mg
bendungan paru
Terapi: Bisoprolol 1x2,5 Mg PO
Pemberian O2 3. Dx : gangguan rasa aman : cemas b/d
Clopidogreal 1x75 MgPO kurangnya pengetahuan tentang
Furosemide 1x40 Mg IV penyakit
Simvastatin 0-0-20 Mg PO
Ds : pasien mengatakan merasa tidak
nyaman

Do : pasien tampak gelisah


MD: STEMI
Ansietas
KA:
Ketidakmampuan untuk rileks
1. Nyeri dada sebelah kiri
Terapi : benzodiazepine
2. Sesak nafas sejak 6 bulan lalu
3. Tidak hilang dengan istirahat dan muncul tiba-tiba
4. Nyeri terasa seperti ditekan benda berat
5. Skala 8
4. Dx: Intoleran Aktivitas b/d
6. RR meningkat
Ketidakseimbangan antara suplai dan
7. Penampilan pucat kebutuhan oksigen
8. S3-S4 bunyi jantung
Ds: pasien mengatakan Dispnea setelah
9. Mukosa kering
beraktivitas
10. Foto rontgen Kardio megoali tanpa bendungan paru
Do: Iskemia

23
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Seorang wanita berumur 53 tahun datang ke Rumah Sakit keluhan nyeri dada
sebelah kiri dan nafsu makan menurun sejak 6 bulan yang lalu setelah dilakukan
pemeriksaan ibu tersebut didiagnosa medis terkena penyakit STEMI. Pasien
tersebut didiagnosa mengalami Penurunan curah jantung b/d perubahan irama
jantung, nyeri akut b/d agen cidera iskemia miokardium, gangguan rasa aman b/d
kurangnya pengetahuan tentang penyakit. Intervensi Keperawatan yang diberikan
kepada pasien tersebut adalah sebagai berikut: Evaluasi adanya nyeri dada, Catat
adanya tanda disaritmia jantung, Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan, Monitor toleransi aktivitas pasien, Anjurkan untuk menghindari stress ,
Monitor TD, Nadi, suhu dan RR, Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung, Monitor
frekuensi dan irama pernafasan , Monitor suhu, warna dan kelembapan kulit, Identifikasi
penyebab dari perubahan vital sain, Jelaskan pada pasien tujuan pemberian oksigen,
Sediakan informasi untuk mengurangi stress, Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer. Implementasi keperawatan yang akan dilakukan adalah:
Mengevaluasi adanya nyeri dada, Mencatat adanya tanda disaritmia jantung, Mengatur
periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan, Memonitor toleransi aktivitas
pasien, Menganjurkan untuk menghindari stress, Memonitor TD, Nadi, suhu dan RR,
Memonitor jumlah, bunyi dan irama jantung, Memonitor frekuensi dan irama pernafasan,
Memonitor suhu, warna dan kelembapan kulit, Mengdentifikasi penyebab dari perubahan
vital sain, Menjelaskan pada pasien tujuan pemberian oksigen, Menyediakan informasi
untuk mengurangi stress, Mengelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus
perifer. Terapi yang diberikan pada pasien tersebut adalah Bisoprolol 1x2,5 Mg PO,
Pemberian O2, Clopidogreal 1x75 MgPO, Furosemide 1x40 Mg IV dan Simvastatin 0-0-
20 Mg PO.

24
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan
penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan
arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak (plague) padinding
arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala sekalipun.
Manifestasi Penyakit Jantung Koroner disebabkan ketidakseimbangan antara
kebutuhan O2 miukardium dengan masukkan (supply) nya. AP (Angina
Pektoris) yang spesifik merupakan gejala utama dan khas bagi penyakit
jantung koroner. Memang AP merupakan yang paling belakangan timbul
sehingga layak juga dipandang sebagai pembeda antara penyakit jantung
koroner asimtomatic dan simtomatik. AP sudah dibicarakan secara khusus.
Komplikasi Serangan jantung yang mengancam jiwa menyebabkan infark
myeocardium (kematian otot jantung karena persediaan darah tidk cukup,
Angina pectoris yang tidak stabil, syok dan aritmia, Gagal jantung kongestif,
Tekanan darah tinggi (hipertensi), Diabetes.
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan EKG yang dikerjakan
waktu istirahat, waktu aktivitas sehari-hari 24 jam ataupun waktu
stressb(latihan/obat-obatan), pemeriksaan radiologis, pemeriksaan
laboratorium terutama untuk menemukan faktor risiko, pemeriksaan
ekokardiografi dan radionuclid myocardial imaging (RNMI) waktu istirahat
dan stress fisis ataupun obat-obatan sampai dengan arteriografi koroner dan
angiogafi ventrikel kiri.

5.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnan. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari teman-teman yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini

25
DAFTAR PUSTAKA

Kabo, Peter. 2008. Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner.


Jakarta: Pt Gramedia Pusaka Utama.
Soeharto, Iman. 2004. Penyakit Jantung Kroner dan Serangan Jantung. Jakarta: Pt
Gramedia Pustaka Utama.
Manuaba, C. 2007. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC
Nanda International. 2015. Diagnosa Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2015-
2017 (10th ed). Jakarta: EGC.
Dochterman, J. M., & Bulechek, G. 2004. Nursing Interventions Classification
(NIC) (5th ed). America: Mosby Elserver.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset kesehatan dasar. In: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan E, editor. Jakarta.
Potter, A.,& Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Baughman, D,C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Anwar B. T. 2004. Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Black, J, M. 2014. Keperawatan Medikal Medah. Elsevier: Singapore.
Smeltzer, S, C. 2001. Keperawtaan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai