OLEH :
MARIA REGOLINDA OLO
P07220218012
C. Patofisiologi
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh plak
pada pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh pada awalnya disebabkan
peningkatkan kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah berlebihan
dan menumpuk pada dinding arteri sehingga aliran darah terganggu dan juga
dapat merusak pembuluh darah (Al fajar, 2015).
Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh
penumpukan lemak sertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam
pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya berupa plak fibrosa pembuluh darah,
namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi dan pendarahan di bagian dalam
pembuluh darah yang menyebabkan klot darah. Pada akhirnya, dampak akut
sekaligus fatal dari PJK berupa serangan jantung (Naga, 2012).
Pada umumnya PJK juga merupakan ketidakseimbangan antara
penyediaan dan kebutuhan oksigen miokardium. Penyediaan oksigen miokardium
bisa menurun atau kebutuhan oksigen miokardium bisa meningkat melebihi batas
cadangan perfusi coroner peningkatan aliran darah. Gangguan suplai darah arteri
coroner dianggap berbahaya bila terjadi penyumbatan sebesar 70% atau lebih
pada pangkal atau cabang utama arteri coroner. Penyempitan <50% kemungkinan
belum menampakkan gangguan yang berarti. Keadaan ini tergantung kepada
beratnya arteriosclerosis dan luasnya gangguan jantung (Saparina, 2010).
Menurut Saparina (2010) gambaran klinik adanya penyakit jantung coroner dapat
berupa :
a. Angina Pectoris : nyeri dada seperti tertekan benda berat atau terasa
atauapundiremas. Rasa nyeri sering menjalar ke lengan kiri atas atau
bawah bagian medial, ke leher, daerah maksila hingga ke dagu atau ke
punggung, tetapi jarang menjalar ke tangan kanan. Angina pectoris terjadi
berulang-ulang. Setiap kali keseimbangan antara ketersediaan oksigen
dengan kebutuhan oksigen terganggu.
b. Infark Miokard Akut : Merupakan PJK yang sudah masuk dalam kondisi
gawat. Pada kasus ini disertai dengan nekrosis miokardium (kematian otot
jantung) akibat gangguan suplai darah yang kurang. Penderita IMA sering
didahului oleh keluhan dada tidak enak (chest disconfort) selain itu
penderita sering mengeluh rasa lemah dan kelelahan
c. Payah Jantung : disebabkan oleh adanya beban volume atau tekanan
darah yang berlebihan atau adanya abnormalitas dari sebagian struktur
jantung. Pada kondisi ini, fungsi ventrikel kiri mundur secara drasrtis
sehingga mengakibatkan gagalnya sistem sirkulasi darah
d. Kematian Mendadak Penderita : terjadi pada 50% PJK yang
sebelumnya tanpa diawali dengan keluhan. Tetapi 20% diantaranya adalah
berdasarkan iskemia miokardium akut yang biasanya didahului dengan
keluhan berapa minggu atau beberapa hari sebelumnya.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik PJK yang klasik adalah angina pectoris ialah suatu
sindroma klinis dimana didapatkan nyeri dada yang timbul pada waktu melakukan
aktifitas karena adanya iskemik miokard. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
>70% penyempitan pembuluh darah koronaria. Keadaan ini bisa bertambah
menjadi lebih berat dan menimbulkan sindroma coroner akut (SKA) atau yang
dikenal sebagai serangan jantung mendadak (Anies, 2006).
Sindrom coroner akut ini biasanya berupa nyeri seperti tertekan benda berat, rasa
tercekik, ditinju, ditikam, diremas, atau seperti terbakar pada dada. Umumnya rasa
nyeri dirasakan dibelakang tulang dada (sternum) disebelah kiri yang menyebar ke
seluruh dada. Rasa nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu, punggung dan
lengan kiri. Keluhan lain dapat berupa rasa nyeri atau tidak nyaman di ulu hati
yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan. Sebagian kasus disertai mual dan
muntah, disertai sesak nafas, banyak berkeringat, bahkan kesadaran menurun
(Huon, 2005).
Menurut Hermawatirisa (2014) : hal 3, Gejala penyakit jantung coroner
1. Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina pectoris)
2. Sesak nafas (Dispnea)
3. Keanehan pada irama denyut jantung
4. Pusing
5. Rasa lelah berkepanjangan
6. Sakit perut, mual dan muntah
F. Pathway
G. Penatalaksaan
1. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
Penatalaksanaan menurut Hermawatirisa, 2014 : hal 12
a. Hindari makanan kandungan kolesterol yang tinggi
Kolesterol jahat LDL dikenal sebagai penyebab utama terjadinya proses
aterosklerosis, yaitu proses pengerasan dinding pembuluh darah, terutama
di jantung, otak, ginjal, dan mental.
b. Konsumsi makanan yang berserat tinggi
c. Hindari mengonsumsi alcohol
d. Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok
e. Berolahraga yang teratur dapat meningakatkan kadar HDL kolesterol dan
memperbaiki kolateral coroner sehingga PJK dapat dikurang
f. Olahraga bermanfaat karena :
Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
Menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebih
Meningkatkan kesegaran jasmani
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Rekomendasi terapi farmakologis anti-iskemia pada APS
Indikasi Kelas Level
Rekomendasi umum
Terapi medis optimal setidaknya 1 obat untuk pereda I C
angina/iskemia + obat untuk pencegahan
Direkomendasikan untuk mengedukasi pasien mengenai I C
penyakitnya, factor resiko dan strategi
Diindikasikan untuk mengevaluasi respon terapi setelah I C
memberikan terapi (2-4 minggu setelah iisiasi obat)
Rekomendasi Khusus
Direkomendasikan pemberian nitrat kerja cepat I B
Terapi lini pertama diinkasikan dengan pemberian penyekat I A
beta dan atau CCB untuk mengendalikan laju jantung dan
gejala
Jika gejala angina tidak dapat terkontrol dengan penyekat beta IIa C
atau CCB, maka kombinasi penyekat beta dan CCB perlu
dipertimbangkan
Terapi lini pertama dengan menggunakan kombinasi penyekat IIb B
beta dan CCB dapat dipertimbangkan
Nitrat kerja panjang dipertimbangkan sebagai lini kedua jika IIa B
terapi inisial dengan penyekat beta dan/atau CCB non-DHP
dikontraindikasikan, tidak dapat ditoleransi, maupun tidak
adekuat dalam mengendalikan gejala angina
Jika menggunakan nitrat kerja panjang, interval bebas nitrat IIa B
maupun interval nitrat dosis rendah harus dipertimbangkan
untuk mengurangi toleransi
Nicorandil, ranolazine, ivabradine, atau trimetazidine harus IIa B
dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua untuk menurunkan
frekuensi angina dan memperbaiki toleransi latihan, pada
pasien yang tidak dapat menoleransi, memiliki kontra
indikasi, maupun yang gejalanya tidak dapat dikendalikan
secara adekuat dengan menggunakan penyekat beta, CCB,
dan nitrat kerja panjang
Pada pasien dengan laju jantung yang rendah dan tekanan IIb C
darah yang rendah, ranolazine atau trimetazidine dapat
dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama untuk
mengurangi frekuensi angina dan meningkatkan toleransi
latihan
Pada pasien tertentu, kombinasi penyekat beta atau CCB IIb B
dengan obat lini kedua (Ranolazine, nicorandil, trimetadizine)
dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama pertama
tergantung pada laju jantung, tekanan darah, dan toleransi
pada masing-masing obat tersebut.
Nitrat tidak direkomendasikan pada pasien dengan III B
kardiomiopati hipertrofik obstruktif atau dengan kombinasi
inhibitor fosfodiesterase