Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN HIDROKEL

DI RUANG MULTAZAM 2 RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh:

YULI YULIANTI
402021035

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2021
I. Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi
Penyakit arteri koroner adalah penyempitan atau penyumbatan arteri koroner,
arteri yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah melambat, jantung tak
mendapat cukup oksigen dan zat nutrisi. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada
yang disebut angina. Bila satu atau lebih dari arteri koroner tersumbat sama sekali,
akibatnya adalah serangan jantung (kerusakan pada otot jantung).
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penebalan dinding dalam pembuluh
darah jantung (pembuluh koroner). Di dalam kondisi seperti ini, darah yang mengalir
ke otot jantung berkurang, sehingga organ yang berukuran sekitar sekepalan tangan itu
kekurangan darah.
Penyakit jantung koroner / penyakit arteri koroner merupakan suatu manifestasi
khusus dan aterosklerosis pada arteri koroner. Plak terbentuk pada percabangan arteri
yang ke arah arteri kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirkumflek.
Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara
yang disebabkan oleh akumulasi plak atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral
berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan
nutrisi ke miokardium.
B. Etiologi
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling
tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan
merupakan bourgeois penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik, faktor-
faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah :
1. Berusia lebih dari 45 tahun (bagi pria). Sangat penting bagi kaum pria
mengetahui usia rentan terkena penyakit jantung koroner. Pria berusia lebih dari
45 tahun lebih banyak menderita serangan jantung ketimbang pria yang berusia
jauh di bawah 45 tahun.
2. Berusia lebih dari 55 tahun atau mengalami menopause dini sebagai akibat
operasi (bagi wanita). Wanita yang telah berhenti mengalami menstruasi
(menopause) secara fisiologis ataupun secara dini (pascaoperasi) lebih kerap
terkena penyakit janting koroner apalagi ketika usia wanita itu telah menginjak
usila (usia lanjut).
3. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga. Riwayat penyakit jantung di dalam
keluarga sering merupakan akibat dari profil kolesterol yang tidak normal,
dalam artian terdapat kebiasaan yang "buruk" dalam segi diet keluarga.
4. Diabetes. Kebanyakan penderita diabetes meninggal bukanlah karena
meningkatnya level gula darah, namun karena kondisi komplikasi ke jantung
mereka.
5. Merokok. Merokok telah disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko utama
penyakit jantung koroner. Kandungan nikotin di dalam rokok dapat merusak
dinding (endotel) pembuluh darah sehingga mendukung terbentuknya timbunan
lemak yang akhirnya terjadi sumbatan pembuluh darah.
6. Tekanan darah tinggi (hipertensi). Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan
menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri
koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor
koroner) yang merupakan penyebab penyakit arteri/jantung koroner.
7. Kegemukan (obesitas). Obesitas (kegemukan yang sangat) bisa merupakan
manifestasi dari banyaknya lemak yang terkandung di dalam tubuh. Seseorang
yang obesitas lebih menyimpan kecenderungan terbentuknya plak yang
merupakan cikal bakal terjadinya penyakit jantung koroner.
8. Gaya hidup buruk. Gaya hidup yang buruk terutama dalam hal jarangnya
olahraga ringan yang rutin serta pola makan yang tidak dijaga akan
mempercepat seseorang terkena pneyakit jantung koroner.
9. Stress. Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa bila menghadapi
situasi yang tegang, dapat terjadi aritmia jantung yang membahayakan jiwa.
C. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, jenis yang paling umum dari penyakit jantung adalah
penyakit arteri koroner (CAD), yang dapat menyebabkan serangan jantung. Kita dapat
mengurangi resiko untuk CAD melalui perubahan gaya hidup dan dalam beberapa
kasus, dengan obat-obatan.
Sekitar 600.000 orang meninggal karena penyakit jantung di Amerika Serikat.
Penyakit jantung adalah penyebab utama kematian bagi pria dan wanita. Lebih dari
setengah dari kematian akibat penyakit jantung pada tahun 2009 berada pada pria.
Penyakit jantung koroner adalah jenis yang paling umum dari penyakit jantung,
menewaskan lebih dari 385.000 orang setiap tahunnya.
Di Indonesia, penyebab angka kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung
koroner. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK)
mencapai 26%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional
(SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan.
Jumlah kasus Penyakit Jantung Koroner di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 sebanyak
12.338 kasus. Kasus tertinggi Penyakit Jantung Koroner adalah di Kota Semarang yaitu
sebesar 1.487 (19,54%), dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus Penyakit Jantung
Koroner di kabupaten/kota lain di Jawa Tengah.
D. Klasifikasi
Menurut Braunwald (2001), PJK memiliki beberapa klasifikasi sebagai berikut:
1. Angina Pektoris Stabil Angina pektoris stabil adalah keadaan yang ditandai
oleh adanya suatu ketidaknyamanan (jarang digambarkan sebagai nyeri) di
dada atau lengan yang sulit dilokalisasi dan dalam, berhubungan dengan
aktivitas fisik atau stres emosional dan menghilang dalam 5-15 menit dengan
istirahat dan atau dengan obat nitrogliserin sublingual (Yusnidar, 2007). Angina
pektoris stabil adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium yang
merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan
oksigen miokard. Iskemia miokard dapat disebabkan oleh stenosis arteri
koroner, spasme arteri koroner dan berkurangnya kapasitas oksigen di dalam
darah (Aladdini, 2011).
2. Angina pektoris tak stabil Angina pektoris tak stabil adalah angina pektoris
(atau jenis ekuivalen ketidaknyamanan iskemik) dengan sekurang-kurangnya
satu dari tiga hal berikut;
a. Timbul saat istirahat (atau dengan aktivitas minimal) biasanya berakhir
setelah lebih dari 20 menit (jika tidak diberikan nitrogliserin).
b. Lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan merupakan
onset baru (dalam 1 bulan).
c. Timbul dengan pola crescendo (bertambah berat, bertambah lama, atau
lebih sering dari sebelumnya). Pasien dengan ketidaknyamanan iskemik
dapat datang dengan atau tanpa elevasi segmen ST pada EKG (yusnidar,
2007).
Istilah angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu
dan dimaksudkan untuk menandakan keadaan antara infark miokard dan
kondisi lebih kronis dari pada angina stabil. Angina tidak stabil merupakan
bagian dari sindrom koroner akut dimana tidak ada pelepasan enzim dan
biomarker nekrosis miokard. Angina dari sindrom koroner akut (SKA)
cenderung merasa lebih parah dari angina stabil, dan biasanya tidak berkurang
dengan istirahat beberapa menit atau bahkan dengan tablet nitrogliserin
sublingual. SKA menyebabkan iskemia yang mengancam kelangsungan hidup
otot jantung. Kadang-kadang obstruksi menyebabkan SKA hanya berlangsung
selama waktu yang singkat dan tidak ada nekrosis jantung yang terjadi, SKA
memiliki dua dua bentuk gambaran EKG yaitu:
1. Infak Otot Jantung tanpa ST Elevasi (Non STEMI) Non STEMI merupakan
tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh
obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak, erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Pada non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan
oklusi menyeluruh pada lumen arteri koroner. Non STEMI memiliki
gambaran klinis dan patofisiologi yang mirip dengan angina tidak stabil,
sehingga penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis Non STEMI
ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis angina tidak stabil
menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan
biomarker jantung.
2. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) STEMI umumnya
terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya (Kasma,
2011).
E. Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri
besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient
oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan
menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi
jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat.
Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi
pembentukan bekuan darah. Hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi
intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi
tersering aterosklerosis.
Berbagai teori mengenai bagaimana lesi aterosklerosis terjadi telah
diajukan,tetapi tidak satu pun yang terbukti secara meyakinkan. Mekanisme yang
mungkin, adalah pembentukan thrombus pada permukaan plak dan penimbunan lipid
terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka febris lipid akan terhanyut
dalam aliran darah dan menyumbat arteri dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah.
Struktur anatomi arteri koroner membuatnya rentan terhadap mekanisme
aterosklerosis. Arteri tersebut terpilin dan berkelok-kelok saat memasuki jantung,
menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya ateroma.
F. Manifestasi klinis
Ada beberapa gejala yang lebih spesifik, antara lain:
1. Nyeri. Jika otot tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan yang disebut
iskemi), maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolisme yang
berlebihan menyebabkan kram atau kejang. Angina merupakan perasaan sesak
di dada atau perasaan dada diremas-remas, yang timbul jika otot jantung tidak
mendapatkan darah yang cukup. Jenis dan beratnya nyeri atau
ketidaknyamanan ini bervariasi pada setiap orang. Beberapa orang yang
mengalami kekurangan aliran darah bisa tidak merasakan nyeri sama sekali
(suatu keadaan yang disebut silent ischemia).
2. Sesak napas merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak
merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru
(kongesti pulmoner atau edema pulmoner).
3. Kelelahan atau kepenatan. Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran
darah ke otot selama melakukan aktivitas akan berkurang, menyebabkan
penderita merasa lemah dan lelah. Gejala ini seringkali bersifat ringan. Untuk
mengatasinya, penderita biasanya mengurangi aktivitasnya secara bertahap
atau mengira gejala ini sebagai bagian dari penuaan.
4. Palpitasi (jantung berdebar-debar).
5. Pusing & pingsan. Penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung
yang abnormal atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa
menyebabkan pusing dan pingsan.
G. Tatalaksana Medis
Pengobatan penyakit jantung koroner tergantung jangkauan penyakit dan gejala yang
dialami pasien.
1. Perubahan Gaya Hidup. Pola makan sehat dan seimbang, dengan lebih banyak
sayuran atau buah-buahan, penting untuk melindungi arteri jantung kita.
Makanan yang kaya lemak, khususnya lemak jenuh, dapat mengakibatkan
kadar kolesterol tinggi, yang merupakan komponen utama kumpulan yang
berkontribusi terhadap penyempitan arteri jantung. Olah raga teratur berperan
penting untuk menjaga kesehatan jantung. Olah raga membantu kita untuk
menjadi fit dan membangun system sirkulasi yang kuat. Ini juga membantu kita
menurunkan berat badan. Obesitas biasanya tidak sehat, karena mengakibatkan
insiden hipertensi, diabetes mellitus, dan tingkat lemak tinggi menjadi lebih
tinggi, semua yang dapat merusak arteri jantung.
2. Pengendalian Faktor Resiko Utama Penyakit Jantung Koroner. Diabetes
melitus, merokok, tingkat kolesterol tinggi, dan tekanan darah tinggi adalah
empat faktor utama yang mengakibatkan resiko penyakit jantung koroner lebih
tinggi. Pengendalian keempat faktor resiko utama ini dengan baik melalui
perubahan gaya hidup dan/atau obat-obatan dapat membantu menstabilkan
progresi atherosklerosis, dan menurunkan resiko komplikasi seperti serangan
jantung.
3. Terapi Medis. Berbagai obat-obatan membantu pasien dengan penyakit arteri
jantung. Yang paling umum diantaranya:
a. Aspirin / Klopidogrel / Tiklopidin. Obat-obatan ini mengencerkan darah
dan mengurangi kemungkinan gumpalan darah terbentuk pada ujung arteri
jantung menyempit, maka dari itu mengurangi resiko serangan jantung.
b. Beta-bloker (e.g. Atenolol, Bisoprolol, Karvedilol). Obatan-obatan ini
membantu untuk mengurangi detak jantung dan tekanan darah, sehingga
menurunkan gejala angina juga melindungi jantung.
c. Nitrates (e.g. Isosorbide Dinitrate). Obatan-obatan ini bekerja membuka
arteri jantung, dan kemudian meningkatkan aliran darah ke otot jantung dan
mengurangi gejala nyeri dada. Bentuk nitrat bereaksi cepat, Gliseril
Trinitrat, umumnya diberikan berupa tablet atau semprot di bawah lidah,
biasa digunakan untuk penghilang nyeri dada secara cepat.
d. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (e.g. Enalapril, Perindopril)
and Angiotensin Receptor Blockers (e.g. Losartan, Valsartan). Obatan-
obatan ini memungkinkan aliran darah ke jantung lebih mudah, dan juga
membantu menurunkan tekanan darah.
e. Obatan-obatan penurun lemak (seperti Fenofibrat, Simvastatin,
Atorvastatin, Rosuvastatin). Obatan-obatan ini menurunkan kadar
kolesterol jahat (Lipoprotein Densitas Rendah), yang merupakan salah
satu penyebab umum untuk penyakit jantung koroner dini atau lanjut. Obat-
obatan tersebut merupakan andalan terapi penyakit jantung koroner.
4. Intervensi Jantung Perkutan.
Ini adalah metode invasif minimal untuk membuka arteri jantung yang
menyempit. Melalui selubung plastik ditempatkan dalam arteri baik selangkang
atau pergelangan, balon diantar ke segmen arteri jantung yang menyempit,
dimana itu kemudian dikembangkan untuk membuka penyempitan. Kemudian,
tube jala kabel kecil (cincin) disebarkan untuk membantu menahan arteri
terbuka. Cincin baik polos (logam sederhana) atau memiliki selubung obat
(berlapis obat).
Metode ini seringkali menyelamatkan jiwa pasien dengan serangan
jantung akut. Untuk penyakit jantung koroner stabil penyebab nyeri dada, ini
dapat meringankan gejala angina dengan sangat efektif. Umumnya, pasien
dengan penyakit pembuluh darah single atau double mendapat keuntungan dari
metode ini. Dengan penyakit pembuluh darah triple, atau keadaan fungsi
jantung buruk, prosedur bedah dikenal dengan Bedah Bypass Arteri Jantung
sering merupakan alternatif yang baik atau pilihan pengobatan yang lebih baik.
5. Operasi.
a. Bedah Bypass Arteri Jantung (CABG). CABG melibatkan penanaman
arteri atau vena lain dari dinding dada, lengan, atau kaki untuk membangun
rute baru untuk aliran darah langsung ke otot jantung. Ini menyerupai
membangun jalan tol parallel ke jalan yang kecil dan sempit. Ini adalah
operasi yang aman, dengan rata-rata resiko kematian sekitar 2%. Pasien
tanpa serangan jantung sebelumnya dan melakukan CABG sebagai
prosedur elektif, resiko dapat serendah 1 persen. Operasi biasanya
dilakukan melalui sayatan di tengah dada, ahli bedah memilih untuk
melakukan prosedur dengan jantung masih berdetk, menggunakan alat
khusus yang dapat menstabilkan porsi jantung yang dijahit.
b. Operasi Robotik. Sebagai tambahan, NHCS juga mulai melakukan CABG
melalui program operasi robotic. Penggunaan instrument ini sekarang
membolehkan operasi untuk dilakukan menggunakan sayatan kecil keyhole
di dinding dada. Metode ini menghasilkan pemulihan lebih cepat,
mengurangi nyeri, dan resiko infeksi luka lebih rendah. Namun, ini sesuai
untuk bypass hanya satu atau dua pembuluh darah.
c. Revaskularisasi Transmiokardia. Untuk pasien dengan pembuluh darah
yang terlalu kecil untuk melakukan CABG, prosedur disebut
Revaskularisasi Transmiokardia juga tersedia di NHCS. Pada prodesur ini,
laser digunakan untuk membakar banyak lubang kecil pada otot jantung.
Beberapa lubang ini berkembang ke pembuluh darah baru, dan ini
membantu mengurangi angina.
H. Pemeriksaan diagnostic
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. ECG menunjukan: adanya elevasi yang merupakan tanda dari iskemi,
gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan
gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis.
2. Enzym dan Isoenzym Pada Jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan
mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan
mencapai puncak pada 36 jam.
3. Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan
konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
4. Whole Blood Cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah
serangan.
5. Analisa Gas Darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru
yang kronis atau akut.
6. Kolesterol atau Trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang
mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
7. Chest X-Ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau
aneurisma ventrikiler.
8. Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau
kapasitas masing-masing ruang pada jantung.
9. Exercise Stress Test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap
suatu stress/ aktivitas.
J. Referensi
Brunner and Sudarth, 2001. Buku keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Price
A Sylvia dan Wilson M Lorraine (2005). Patofisiologi.Jakarta.EGC Diposting oleh
lukman ogi bone di 19.24 Senin, 09 Januari 2012 Askep Cad (Coronary Artery
Disease) Diakses tanggal 22 Juli 2017 di
http://akperbhayangkaraaskep.blogspot.co.id

Anda mungkin juga menyukai