OLEH
JURUSAN KEPERAWATAN
2021/2022
BAB 1
KONSEP PENYAKIT
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Definisi
Coronary Artery Disease (CAD) atau lebih dikenal Penyakit Jantung Koroner
(PJK) merupakan suatu gangguan fungsi jantung yang disebabkan karena adanya
penyempitan dan tersumbatnya pembuluh darah jantung. Kondisi ini dapat
mengakibatkan perubahan pada berbagai aspek, baik fisik, psikologis, maupun sosial
yang berakibat pada penurunan kapasitas fungsional jantung dan kenyamanan
(Mutarobin dkk, 2019).
Penyakit infark miokard akut atau jantung koroner (PJK)/Acute coronary
syndrome (ACS) adalah gejala yang disebabkan adanya penyempitan atau
tersumbatnya pembuluh darah arteri koroner baik sebagian/total yang mengakibatkan
suplai oksigen pada otot jantung tidak terpenuhi (Kemenkes RI, 2016).
CAD merupakan kondisi patologis arteri koroner yang ditandai dengan
penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding
pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan
penurunan aliran darah ke jantung (Setyaji dkk, 2018).
1.1.2 Klasifikasi
Menurut Muhammad Supri D (2019) klasifikasi penyakit jantung koroner ada 4
yaitu sebagai berikut :
1) Angina Pectoris atau Stable Angina
Angina pectoris atau Stable Angina merupakan jenis penyakit jantung
yang paling ringan yang disebabkan karena adanya ketidakseimbangan suplai
darah dengan kebutuhan otot jantung yang sifatnya hanya sementara.
Penyebab dari gangguan suplai darh tersebut karena terjadinya penyempitan
pembuluh darah koroner yang dikarenakan terjadinya proses arthersklerosis
pada pembuluh koroner, sehingga terjadi hambatan pada aliran darah tetapi
tidak total.
2) Angina Tidak Stabil atau Unstable Angina
Definisi dari angina tidak stabil kurang lebih sama dengan angina
pectoris hanya saja yang membedakan yaitu derajat sakitnya lebih berat,
waktu kemunculan angina tidak stabil bisa kapan saja dan intensitas keluhan
yang lebih lama.
3) Prinzmetal Angina
Prinzmetal Angina merupakan gangguan yang terjadi karena adanya
sumbatan secara komplit disebabkan karena adanya spasme pada pembuluh
darah koroner. Jika dalam waktu 20 menit tidak segera ditangani maka dapat
menyebabkan injury pada sel – sel otot jantung.
4) Infark Miokard Akut
Infark miokard akut di bagi menjadi 2 yaitu:
a) ST Segmen Elevasi Myocardial Infraction (STEMI).
ST Segmen Elevasi Myocardial Infraction (STEMI) disebabkan
karena adanya sumbatan total pada pembuluh darah koroner yang
dapat menyebabkan injury pada sel sel otot jantung bahkan sampai
mengenai lapisan oto jantung bagian luar. Tanda dari STEMI yaiu
adanya kenaikan enzim pada jantung (CKMB atau Troponin).
b) Non ST Segmen Elevasi Myocardial Infraction (NSTEMI).
Pada Non ST Segmen Elevasi Myocardial Infraction
(NSTEMI) sudah terjadi injury ada sel sel otot jantung. NSTEMI
terjadi pada saat angina pectoris atau angina tidak stabi tidak dideteksi
secara dini maupun tidak ditangani dengan tepat. Keluhan yang
dialami kurang lebih sama dengan angina tidak stabil.
1.1.3 Etiologi
Penyebab utama dari CAD adalah terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis
adalah pengerasan pada dinding arteri. Aterosklerosis ditandai dengan adanya
penimbunan lemak, kolesterol, di lapisan intima arteri. Timbunan ini dinamakan
ateroma atau plak. Walaupun pengetahuan tentang kejadian etiologi tidak lengkap,
namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggung jawab untuk
perkembangan aterosklerosis. Ada beberapa faktor resiko yang mengakibatkan
terjadinya CAD yaitu:
1) Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
a) Usia
Kerentanan terhadap aterosklerosis meningkat dengan bertambahnya usia.
Pada laki- laki biasanya risiko meningkat setelah umur 45 tahun sedangkan
pada wanita umur 55 tahun.
b) Jenis Kelamin
Aterosklerosis 3 kali lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Wanita
agaknya relatif lebih kebal terhadap penyakit ini karena dilindungi oleh
hormon estrogen, namun setelah menopause sama rentannya dengan pria.
c) Ras
Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis dibanding orang
kulit putih.
d) Riwayat Keluarga CAD
Riwayat keluarga yang ada menderita CAD, meningkatkan kemungkinan
timbulnya aterosklerosis prematur.
2) Faktor yang dapat dimodifikasi
a) Hiperlipidemia adalah peningkatan lipid serum, yang meliputi: Kolesterol >
200 mg/dl, Trigliserida > 200 mg/dl, LDL > 160 mg/dl, HDL < 35 mg/dl.
b) Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik.
Hipertensi terjadi jika tekanan darah melebihi 140/90 mmHg. Peningkatan
tekanan darah mengakibatkan bertambahnya beban kerja jantung. Akibatnya
timbul hipertrofi ventrikel sebagai kompensasi untuk meningkatkan kontraksi.
Ventrikel semakin lama tidak mampu lagi mengkompensasi tekanan darah
yang terlalu tinggi hingga akhirnya terjadi dilatasi dan payah jantung. Dan
jantung semakin terancam oleh aterosklerosis koroner.
c) Merokok
Merokok akan melepaskan nikotin dan karbonmonoksida ke dalam darah.
Karbonmonoksida lebih besar daya ikatnya dengan hemoglobin daripada
dengan oksigen. Akibatnya suplai darah untuk jantung berkurang karena telah
didominasi oleh karbondioksida. Sedangkan nikotin yang ada dalam darah
akan merangsang pelepasan katekolamin. Katekolamin ini menyebabkan
konstriksi pembuluh darah sehingga suplai darah ke jantung berkurang.
Merokok juga dapat meningkatkan adhesi trombosit yang mengakibatkan
terbentuknya thrombus.
d) Diabetes Mellitus
Hiperglikemi menyebabkan peningkatan agregasi trombosit. Hal ini akan
memicu terbentuknya trombus. Pasien Diabetes Mellitus juga berarti
mengalami kelainan dalam metabolisme termasuk lemak karena terjadinya
toleransi terhadap glukosa.
e) Obesitas
Obesitas adalah jika berat badan lebih dari 30% berat badan standar. Obesitas
akan meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen.
f) Inaktifitas Fisik
Inaktifitas fisik akan meningkatkan risiko aterosklerosis. Dengan latihan fisik
akan meningkatkan HDL dan aktivitas fibrinolysis.
g) Stres dan Pola tingkah Laku
Stres akan merangsang Hiperaktivitas HPA yang dapat mempercepat
terjadinya CAD. Peningkatan kadar kortisol menyebabkan ateroklerosis,
hipertensi, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah dan merangsang
kemotaksis.
(Muhammad Supri D, 2019)
1.1.4 Patofisiologi
Menurut LeMone, Priscilla, dkk tahun (2019) penyakit jantung koroner
biasanya disebabkan oleh faktor resiko yang tidak bisa dirubah (umur, jenis kelamin,
dan riwayat keluarga) dan faktor resiko yang bisa dirubah (hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes melitus, merokok, obesitas, stress, dan kurang aktifitas fisik). Paling utama
penyebab penyakit jantung koroner adalah aterosklerosis. Aterosklerosis disebabkan
oleh factor pemicu yang tidak diketahui yang dapat menyebabkan jaringan fibrosa dan
lipoprotein menumpuk di dinding arteri. Pada aliran darahlemak diangkut dengan
menempel pada protein yang disebut apoprotein. Keadaan hiperlipedemia dapat
merusak endotelium arteri. Mekanisme potensial lain cedera pembuluh darah
mencakup kelebihan tekanan darah dalam sistem arteri. Kerusakan endotel itu sendiri
dapatmeningkatkan pelekatan dan agregasi trombosit serta menarik leukosit ke area
tersebut. Hal ini mengakibatkan Low Density Lipoprotein (LDL) atau biasanya
disebut dengan lemak jahat yang ada dalam darah. Semakin banyak LDL yang
menumpk maka akan mengalami proses oksidasi.
Plak dapat mengurangi ukuran lumen yang terdapat pada arteri yang
terangsang dan menggangu aliran darah. Plak juga dapat menyebabkan ulkus
penyebab terbentuknya trombus, trombus akan terbentuk pada permukaan plak, dan
penimbunan lipid terus menerus yang dapat menyumbat pembuluh darah. Lesi yang
kaya lipid biasanya tidak stabil dan cenderung robek serta terbuka. Apabila fibrosa
pembungkus plak pecah (ruptur plak), maka akan menyebabkan debris lipid terhanyut
dalam aliran darah dan dapat menyumbat arteri serta kapiler di sebelah distal plak
yang pecah. Akibatnya otot jantung pada daerah tersebut mengalami gangguan aliran
darah dan bisa menimbulkan aliran oksigen ke otot jantung berkurang. Peristiwa
tersebut mengakibatkan sel miokardium menjadi iskemik sehingga hipoksia.
Mengakibatkan proses pada miokardium berpindah ke metabolisme anaerobik yang
menghasilkan asam laktat sehingga merangsang ujung saraf otot yang menyebabkan
nyeri.
Jaringan menjadi iskemik dan akhirnya mati (infark) disebabkan karena suplai
darah kearea miokardium terganggu. Ketika sel miokardium mati, sel hancur dan
melepaskan beberapa iso enzim jantung ke dalam sirkulasi. Kenaikan kadar kreatinin
kinase (creatinine kinase), serum dan troponin spesifik jantung adalah indikator infark
mioardium.
1.1.5 Tanda & gejala
Tanda dan gejala khas PJK adalah keluhan rasa tidak nyaman di dada atau
nyeri dada (angina) yang berlangsung selama lebih dari 20 menit saat istirahat atau
saat aktivitas yang disertai gejala keringat dingin atau gejala lainnya seperti lemah,
rasa mual, dan pusing (Kemenkes RI, 2020)
1) Nyeri dada
2) Tertekan di daerah dada
3) Rasa berat di dada
4) Rasa mual atau nyeri ulu hati
5) Keringat Dingin
6) Rasa terbakar
1.1.6 Komplikasi
1) Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti pada sistem sirkulasi
miokardium. Gagal jantung kongestif merupakan suatu keadaan dimana jantung
tidak dapat memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan.
2) Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini ditandai oleh adanya gangguan fungsi pada ventrikel kiri
yang di sebabkan oleh infark miokardiummengakibatkan gangguan berat pada
perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas.
3) Edema Paru
Edema paru merupakan suatu cairan abnormal yang tertimbun pada paru baik
dalam alveoli atau dirongga intersitial. Paru menjadi kaku dan tidak dapat
mengembang karena tertimbun cairan, sehingga udara tidak bisa masuk maka
terjadi hipoksia berat.
4) Pericarditis Akut
Pericarditis akut adalah penyakit yang biasa di sebut dengan peradangan pada
pericardium yang bersifat jinak dan terbatas sendiri dan dapat terjadi manifestasi
dari penyakit sistemik. Efek yang ditimbulkan dari pericarditis adalah efusi
prikardinal yang memicu tamponade jantung.
(Wicaksono, 2019).
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sari (2019) pemeriksaan penunjang pada PJK, yaitu :
1) Laboratorium
Pemeriksaan Hasil
CKMB (≥ 10 U/L)
Data Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa angka kesakitan pada lansia tahun
2012 di perkotaan adalah 24,77% artinya dari setiap 100 orang lansia di daerah
perkotaan 24 orang mengalami sakit. Dipedesaan didapatkan 28,62% artinya setiap 100
orang lansia dipedesaan, orang mengalami sakit.
Keterangan:
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan
pribadi aktif. Pengkajian ini didasarkan pada kondisi actual klien dan bukan
pada kemampuan, artinya jika klien menolak untuk melakukan suatu fungsi,
dianggap sebagai tidak melakukan fungsi meskipun sebenarnya ia mampu.
Cara penilaian:
Memberikan tanda pada kolom nilai sesuai dengan skor kemandirian
lansia.
Tabel indeks barthel
No Kriteria Skor Nilai
Dengan Mandiri
Bantuan
1 Makan 5 10
2 Minum 5 10
12 Olahraga/Latihan 5 10
Jumlah
Penilaian:
Mandiri : 126-130
Ketergantungan sebagian : 65-125
Ketergantungan total : <60
a. Pengkajian keseimbangan
Tabel Posisi dan Keseimbangan Lansia (Sullivan Indeks Kats)
No Tes Koordinasi Keterangan Nilai
1 Berdiri dengan postur normal
2 Berdiri dengan postur normal menutup mata
3 Berdiri dengan kaki rapat
4 Berdiri dengan satu kaki
5 Berdiri fleksi trunk dan berdiri ke posisi netral
6 Berdiri lateral dan fleksi trunk
Berjalan tempatkan tumit salah satu kaki di
7
depan jari kaki yang lain
8 Berjalan sepanjang garis lurus
9 Berjalan mengikuti tanda gambar pada lantai
10 Berjalan menyamping
11 Berjalan mundur
12 Berjalan mengikuti lingkaran
13 Berjalan pada tumit
14 Berjalan dengan ujung kaki
Jumla
h
Keterangan:
4 : Mampu melakukan aktivitas dengan lengkap
3 : Mampu melakukan kativitas dengan bantuan
2 : Mampu aktivitas dengan bantuan maksimal
1 : Tidak mampu melakukan aktivitas
Nilai:
42-54 : Mampu melakukan aktivitas
28-41 : Mampu melakukan sedikit bantuan
14-27 : Mampu melakukan bantuan maksimal
14 : Tidak mampu
b. Pengkajian Head To Toe atau pengkajian per-sistem.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, baik secara inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe
(kepala ke kaki) dan review of system (sistem tubuh).
1. Keadaan Umum
1) Tingkat kesadaran
2) GCS
3) TTV
4) BB & TB
Bagaimana postur tulang belakang:
1) Tegap
2) Membungkuk
3) Kifosis
4) Skoliosis
5) Lordosisi
2. Penilaian Tingkat Kesadaran (Kualitatif)
1) Composmetis (kesadaran penuh).
2) Apatis (acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya).
3) Somnolen (kesadaran lebih rendah, yang ditandai klien tampak
mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsive terhadap rangsangan
ringan tetapi masih responsive terhadap rangsangan kuat).
4) Sopor (tidak memberikan respon ringan maupun sedang, tetapi
masih sedikit respons terhadap rangsangan yang kuat, refleks pupil
terhadap cahaya masih positif).
5) Koma (tidak ada reaksi terhadap stimulus apa pun, reflex pupil
terhadap cahaya tidak ada).
6) Delirium (tingkat kesadaran paling rendah, disorientasi, kacau, dan
salah persepsi terhadap rangsangan).
3. Penilaian Kuantitatif
Diukur melalui GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Membuka mata/Eye Movement (E)
2) Respons Verbal (V)
3) Respons Motorik (M)
4. Indeks Massa Tubuh
1) Berat Badan (kg)
2) BMI :
TB (m) x TB (m)
Normal :
Laki-laki (20,1-25,0)
Wanita (18,7-23,8)
Klasifikasi Nilai :
1) Kurang : <18,5
2) Normal : 18,5-24,9
3) Berlebih : 25-29,9
4) Obesitas : >30
5. Head To Toe
a) Kepala
Inspeksi : kulit kepala, warna, bekas lesi, bekas trauma, area
terpajan sinar matahari, hipopigmentasi, hygiene, sianosis, eritema.
Rambut; warna, bentuk rambut, kulit kepala, botak simetris pada
pria, rambut kering atau lembab, rapuh, mudah rontok.
Palpasi : kulit kepala; suhu dan tekstur kulit, ukuran lesi,
benjolan atau tidak, nyeri tekan atau tidak.
b) Mata
Inspeksi : kesimetrisan, warna retina, kepekaan terhadap cahaya
atau respon cahaya, anemis atau tidak pada konjungtiva, sklera
icterus atau tidak. Ditemukan strabismus, riwayat katarak atau tidak,
penggunaan alat bantu penglihatan atau tidak.
c) Hidung
Inspeksi : Kesimetrisan, kebersihan, polip, terdapat perdarahan
atau tidak, olfaktorius.
Palpasi : Sinus frontal dan maksilaris terhadap nyeri tekan.
d) Mulut
Inspeksi : Kesimetrisan bibir, warna, tekstur lesi dan kelembaban
serta karakteristik permukaan pada mukosa mulut dan lidah. Jumlah
gigi, gigi yang karies dan penggunaan gigi palsu. Peradangan
stomatitis atau tidak, kesulitan mengunyah dan menelan.
Palpasi : lidah dan dasar mulut terhadap nyeri tekan dan adanya
massa. Tes uji fungsi saraf facial dan glosofaringeal dengan
memberikan perasa manis, asam, asin, manis.
e) Telinga
Inspeksi : permukaan bagian luar daerah tragus dalam keadaan
normal atau tidak. Kaji struktur telinga dengan otoskop untuk
mengetahui adanya serumen, otorhea, obyek asing dan lesi.
Tes uji pendengaran atau fungsi auditori dengan melakukan skrining
pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan garpu
tala dan kuantitatif dengan menggunakan audiometer. Tes suara
detik jam, tes Weber, tes Rine dengan media garpu tala.
f) Leher
Inspeksi : pembesaran kelenjar thyroid, gerakan-gerakan halus
pada respon percakapan, secara bilateral kontraksi otot seimbang,
garis tengah trachea pada area suprasternal, pembesaran kelenjar
tiroid terhadap masa simetris tak tampak pada saat menelan.
Palpasi : arteri temporalis iramanya teratur, amplitude agak
berkurang, lunak, lentur dan tidak nyeri tekan. Area trachea adanya
massa pada tiroid. Raba JVP (Jugularis Vena Pleasure) untuk
menentukan tekanan pada otot jugularis.
Tes uji kaku kuduk
g) Dada thorax
1) Paru
Inspeksi : bentuk dada normal chest/barrel chest/pigeon
chest, tampak adanya retraksi, irama dan frekuensi
pernafasan pada usia lanjut normal 12- 20 permenit.
Ekspansi bilateral dada secara simetris, durasi inspirasi lebih
panjang daripada ekspirasi. Todak ditemukan takipnea,
dyspnea.
Palpasi : adanya tonjolan-tonjolan abnormal, taktil
fremitus (keseimbangan lapang paru), ada nyeri tekan atau
tidak, krepitasi karena defisiensi kalsium.
Perkusi : Sonora tau tidak.
Auskultasi: Vesikuler atau ada suara tambahan wheezing
dan rinchi.
2) Jantung : IC tidak tampak, IC teraba di ICS V midklavikula
sinistra, pekak, suara jantung tunggal.
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V midklavikula
sinistra
Perkusi : Terdengar pekak
Auskultasi: area katup aorta, katup pulmonal, area pulmonal
kedua, area trikuspidalis, untuk mengetahui keadaan
abnormal pada jantung dan organ sekitar jantung. Kaji bunyi
S1, S2, S3 dan S4 murmur dan gallop.
h) Abdomen
Inspeksi : bentuk distensi, flat, simetris.
Auskultasi : bising usus dengan frekuensi normal 20 kali permenit
pada kuadran 8 periksa karakternya, desiran pada daerah epigatrik.
Palpasi : adanya benjolan, permukaan abdomen, pembesaran
hepar dan limfa dan kaji adanya nyeri tekan.
Perkusi : adanya udara dalam abdomen, kembung.
i) Genetalia
Inspeksi : pada pria; kesimetrisan ukuran skrotum, kebersihan,
kaji adanya hemaroid pada anus. Pada wanita; kebersihan, karakter
mons pubis dan labia mayora serta kesimetrisan labia mayora,
klitoris ukuran bervariasi.
Palpasi : pada pria; batang lunak, ada nyeri tekan, tanpa nodulus
atau dengan nodulus, skrotum dan testis mengenai ukuran, letak dan
warna. Pada wanita; bagian dalam labia mayora dan minora, kaji
warna, kontur kering dan kelembapannya.
j) Ekstermitas
Inspeksi : warna kuku, ibu jari dan jari-jari tangan, penurunan
transparasi, beberapa distorsi dari datar normal atau permukaan
agak melengkung pada inspeksi bentuk kuku, permukaan tebal dan
rapuh. Penggunaan alat bantu, deformitas, tremor, edema kaki. Kaji
kekuatan otot.
Palpasi : turgor kulit hangat, dingin. Kaji reflek pada daerah
brakhioradialis, trisep, patella, plantar dan kaji reflek patologis.
k) Integumen
Inspeksi : kebersihan, warna kulit, kesimetrisan, kontur tekstur
dan lesi.
Palpasi : CRT < 2 detik
c. Pemeriksaan fisik (penurunan fungsi tubuh)
l) Perubahan fisik
a. Sistem keseluruhan
Berkurangnya tinggi dan berat badan, bertambahnya fat to lean
body, mass ratio, dan berkurangnya cairan tubuh.
b. Sistem integument
Kulit wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih kering dan
keriput karena menurunnya cairan, hilangnya jaringan adiposa, kulit
pucat, dan terdapat bitnik-bintik hitam akibat menurunnya aliran
darah ke kulit menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku
jari tangan dan kaki menjadi tebal serta rapuh. Pada wanita usia
lebih dari 60 tahun, rambut wajah meningkat, rambut menipis,
warna rambut kelabu, serta kelenjar keringat berkurang jumlah dan
fungsinya. Fungsi kulit sebagai proteksi sudah menurun.
c. Sistem muscular
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang,
pengecilan otot akibat menurunnya serabut otot, namun pada otot
polos tidak begitu terpengaruh.
d. Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi
dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan
pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi SA
note dan jaringan konduksi berubah menjadi16 jaringan ikat.
Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang, sehingga
kapasitas paru menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan
maksimum, mengurangi tekanan darah, dan berat badan.
e. Sistem perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50%, filtrasi glomelurus menurun sampai 50%,
fungsi tubulus berkurang akibatnya kurang mampu memekatkan
urine, BJ urine menurun, proteinuria, BUN meningkat, ambang
ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih
menurun 200 ml karena otot-otot yang melemah, frekuensi
berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria
akibat retensi urine meningkat. Pembesaran prostat (75% usia di
atas 65 tahun), bertambahnya aliran darah renal, berkurangnya
osmolalitas urine clearance, berat ginjal menurun 30-50%, jumlah
neufron menurun, dan kemampuan memekatkan atau mengencerkan
urine oleh ginjal menurun.
f. Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas silia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli
ukurannya melebar dari biasanya, jumlah alveoli berkurang, oksigen
arteri menurun menjadi 75 mmHg,17 pada arteri tidak berganti,
berkurangnya maximal oxygen uptake, dan berkurangnya reflex
batuk.
g. Sistem gastrointestinal
Indera pengecap menurun; adanya iritasi yang kronis, dari
selaput lender, atropi indera pengecap (80%), hilangnya sensitifitas
dari saraf pengecap di lidah terutama rasa tentang rasa asin, asam
dan pahit. Pada lambung, rasa lapar menurun (sensitifitas lapar
menurun), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi. Fungsi absobsi
(daya absobsi terganggu). Liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan dan berkurangnya aliran darah.
h. Sistem penglihatan
Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya
dengan presbiopi. Lensa kehilangan elasitas dan kaku. Otot
penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi
dari jarak jauh atau dekat berkurang, menurunya lapang pandang
(berkurang luas pandang, berkurangnya sensitivitas terhadap warna:
menurunnya kemampuan membedakan warna hijau atau biru pada
skala dan depth perception).
i. Sistem pendengaran
Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena
hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telingan18 dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di
atas umur 65 tahun.
j. Sistem persyarafan
Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel
kortikal, reaksi menjadi lambat, kurang sensitive terhadap sentuhan,
berkurangnya aktifitas sel T, bertambahnya waktu jawaban motorik,
hantaran neuron motorik melemah, dan kemunduran fungsi saraf
otonom.
k. Sistem endokrin
Produksi hamper semua hormone menurun, fungsi parathyroid
dan sekresinya tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan
LH. Menurunnya aktifitas tiroid akibatnya basaa metabolism
menurun, menurunnya produksi aldosterone, menurunnya sekresi
hormone gonand (progesterone, esterogen dan aldosteron)
bertambahnya insulin, norefinefrin, parathormone, vasopressin,
berkurangnya tridotironin, dan psikomotor menjadi lambat.
l. Sistem reproduksi
Selaput lender vagina menurun atau kering, menciutnya
ovarium dan uterus, atrofi payudara, testis masih dapat
memproduksi sperma meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur dan dorongan seks menetap sampai diatas19 umur
70 tahun asalkan kondisi kesehatan baik, penghentian produksi
ovum pada saat menopause
d. Pengkajian status kognitif/afektif
Pengkajian status kognitif/afektif merupakan status mental sehingga dapat
memberikan gambaran perilaku dan kemampuan mental dan fungsi intelektual.
Pengkajian status mental bisa digunakan untuk klien yang berisiko delirium.
e. Pengkajian aspek spiritual
Spiritualitas merupakan sesuatu yang multidimensi, yaitu demensi
eksistensi dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan
arti kehidupan, sedangkan agama lebih berfokus pada hubungan seseorang
dengan Tuhan Yang Maha Penguasa (Hawari, 2002; Sunaryo, dkk, 2016).
Pengkajian spiritual meliputi:
a) Pengkajian data subjektif, yang mencakup konsep ketuhanan,
sumber kekuatan dan harapan, praktik agama dan ritual, dan
hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.
b) Pengkajian data objektif, pengkajian ini mecakup afek dan sikap,
perilaku, verbalisasi, hubungsn interpersonal, dan lingkungan.
f. Pengkajian fungsi lansia
Pengkajian aspek fungsi sosial dapat dilakukan dengan menggunakan
alat skrining singkat untuk mengkaji fungsi sosial lanjut usia, yaitu
APGAR Keluarga (Adaptation, Partnership, Growth, Affection,
Resolve). Instrumen APGAR adalah:
Tabel APGAR LANSIA Penilaian Fungsi Sosial Lansia
NO FUNGSI URAIAN SKOR
Saya puas bahwa saya dapat kembali pada
1 Adaption
keluarga/teman saat saya kesusahan
Saya puas dengan cara keluarga/teman
2 Partnership membicarakan sesuatu dan mengungkapkan
masalahnya kepada saya
3 Growth Saya puas bahwa keluarga/teman saya
menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas yang baru
Saya puas dengan cara keluarga/teman saya
4 Affection mengekspresikan dan berespon terhadap emosi
saya seperti marah, sedih atau mencintai
Saya puas dengan keluarga/teman yang mau
5 Resolve
menyediakan waktu untuk bersama-sama
Keterangan nilai
1) Selalu :2
2) Kadang-kadang :1
3) Tidak pernah :0
4) Diskusi keluarga tinggi :<3
5) Diskusi keluarga sedang : 4-6
6) Tidak ada diskusi keluarga :7-10
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kesehatan atau proses kehidupan yang
dialami baik yang dialami baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu. Keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitfan dengan kesehatan.
Perawat diharapkan memiliki rentang perhatian yang luas, baik pada klien
sakit maupun sehat. Respons-respons tersebut merupakan reaksi terhadap masalah
kesehatan dan proses kehidupan mengacuh kepada respons klien terhadap kondisi
sehat-sakit, sedamgkan proses kehidupan mengacu pada respons klien terhadap
kondisi yang terjadi selama rentang kehidupan nya dimulai dari fase pembuahan
hingga menjelang ajal dan meninggal yang membutuhkan diagnosis keperawatan dan
dapat diatasi atau diubah dengan intervesi keperawatan (Christensen &Kenney,2009;
McFarlane & McFarlane, 1997; seaback,2006).
Diagnosa yang dapat muncul pada klien lanjut usia yang telah disesuaikan
dengan SDKI (2017) adalah:
1) Nyeri akut berhubungan denganketidakseimbangan suplai darah dan oksigen
ke miokardium.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardium.
3) Resiko jatuh
2.2.3 Intervensi
Edukasi :
a) Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
b) Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
c) Ajarkan Teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
d) Jelaskan stretegi
meredakan nyeri
e) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian
analgetik
Pemberian analgetik
Observasi :
a) Identifikasi karakteristik
nyeri (mis lokasi,
pencetus,intensitas,
Pereda, frekuensi,
kualitas, durasi)
b) Identifikasi Riwayat
alergi obat
c) Identifikasi kesesuan
jenis analgesic
(narkotika, non-narkotik,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
d) Monitor efektifitas
analgesik
e) Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
Terapeutik :
a) Tetapkan target
efektifitas analgesic
untuk mengoptimalkan
respon pasien
b) Diskusikan jenis
analgesic yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
c) Pertimbangkan
pengunakan infus
kontinu
d) Dokumentasikan respon
terhadap efek anlgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi :
a) Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesic
2.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi (Tim Pokja SIKI PPNI, 2018). Implementasi keperawatan
membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat. Sebelum melakukan tindakan,
perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Implementasi
keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase persiapan
yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi rencana,
persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak implementasi
keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga merupakan transmisi perawat
dan pasien setelah implementasi keperawatan selesai dilakukan (Novita 2016).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima atau terakhir dari proses keperawatan. Pada
tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria
hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi
seluruhnya, hanya sebagian atau bahkan belum teratasi semuanya (Novita, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Mutarobin, M. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Coronary Artery Disease Pre
Coronary Artery Bypass Grafting. Quality : Jurnal Kesehatan, 13(1), 921.
https://doi.org/10.36082/qjk.v13i1.58
Setyaji DY, Yayi SP, I Made AG, 2018. Aktivitas Fisik dengan Penyakit Jantung Koroner di
Indonesia.Vol 14 no.3. Jurnal Gizi Klinik Indonesia.
Kemenkes RI. 2016. Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. Infodatin Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ISSN
Maryam, R. Siti dkk. (2011). Mengenal Usia Lanjut dan perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika.
LeMone, Priscilla, dkk. 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Kardiovaskular Edisi 5. Jakarta: EGC
Darmanto, Muhammad Supri. 2019. Asuhan Keperawatan pada Klien Penyakit Jantung
Koroner (PJK) dengan Intoleransi Aktivitas di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono
Ponorogo. Ponorogo: Kementrian Kesehatan RI Politeknik Kesehatan Kemenkes
Malang Jurusan Keperawatan Prodi D III Keperawatan.
Wicaksono, Saputro Mukti. 2019. Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Jantung Kroner
Dengan Ketidakefekifan Manajemen Kesehatan di Wilayak Kerja Puskesmas
Sukoharjo Ponorogo. Ponorogo: Kementrian Kesehatan RI Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang Jurusan Keperawatan Prodi D III Keperawatan.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia