OLEH :
IRMAWATI TOHAMBA
14420212131
CI INSTITUSI CI LAHAN
(……………………………………) (……………………………………)
Aterosklerosis
Asam laktat
b. Faktor resiko yang tidak dapat di rubah, antara lain sebagai berikut :
1) Usia
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK.
Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun
dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-
laki dan perempuan mulai meningkat pada umur 20 tahun. Pada laki-laki
kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum
menopause (45 tahun) lebih rendah daripada laki-laki dengan umur yang
sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi
lebih tinggi daripada laki-laki.
2) Jenis kelamin
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1
dari 5 laki-laki dan 1 dari 17n perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki
mempunyai resiko PJK 2-3x lebih besar dari perempuan. Wanita agaknya
relative kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, kemudian
menjadi sama rentannya seperti pria. Diduga karena adanya efek
perlindungan esterogen (Kurniadi dan Nurrahmi, 2014).
3) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang posesif terhadap PJK (saudara atau orang tua yang
menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan timbulnya
aterosklerosis premature. Pentingnya pengaruh genetic dan lingkungan
masih belum diketahui. Tetapi, riwayat keluarga dapat juga
mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti misalnya gaya
hidup yang menimbulkan stress atau obesitas. Riwayat keluarga memiliki
riwayat serangan penyakit jantung akan menambah risiko terserang
penyakit yang sama (Kurniadi dan Nurrahmani, 2014).
7. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Analgetik yang diberikan biasanya golongan narkotik (morfin) diberikan
secara intravena dengan pengenceran dan diberikan secara pelan-pelan.
Dosisnya awal 2,0 ± 2,5 mg dapat diulangi jika perlu.
2) Nitrat dengan efek vasodilatasi (terutama venodilatasi) akan
menurunkan venous return akan menurunkan preload yang berarti
menurunkan oksigen demam. Di samping itu nitrat juga mempunyai efek
dilatasi pada arteri koroner sehingga akan meningkatakan suplai oksigen.
Nitrat dapat diberikan dengan sediaan spray atau sublingual, kemudian
dilanjutkan dengan peroral atau intravena.
3) Aspirin sebagai antitrombotik sangat penting diberikan. Dianjurkan
diberikan sesegera mungkin (di ruang gawat darurat) karena terbukti
menurunkan angka kematian.
4) Rombolitik terapi, prinsip pengelolaan penderita infark miokard akut
adalah melakukan perbaikan aliran darah koroner secepat mungkin
(Revaskularisasi/Reperfusi). Hal ini didasari oleh proses patogenesanya,
dimana terjadi penyumbatan atau trombosis dari arteri koroner.
Revaskularisasi dapat dilakukan (pada umumnya) dengan obat-obat
trombolitik seperti streptokinase, r- TPA (recombinant tissue
plasminogen ativactor complex), Urokinase, ASPAC ( anisolated
plasminogen streptokinase activator), atau Scu-PA (single-chain
urokinase-type plasminogen activator). Pemberian trombolitik terapi
sangat bermanfaat jika diberikan pada jam pertama dari serangan
infark. Terapi ini masih bermanfaat jika diberikan 12 jam dari onset
serangan infark.
5) Betablocker diberikan untuk mengurangi kontraktilitas jantung sehingga
akan menurunkan kebutuhan oksigen miokard. Di samping itu
betaclocker juga mempunyai efek anti aritmia.
b. Non farmakologi
1) Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok.
2) Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki
kolateral koroner sehingga PJK dapat dikurangi, olahraga bermanfaat
karena :
- Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
- Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang
berlebih berkurang bersama-sama dengan menurunnya LDL
kolesterol
- Menurunkan tekanan darah
- Meningkatkan kesegaran jasmani
3) Diet merupakan langkah pertama dalam penanggulangan
hiperkolesterolemia. Tujuannya untuk menjaga pola makan gizi seimbang,
makan makanan yang dapat menurunkan kadar kolesterol dengan
menerapkan diet rendah lemak (Rahman, 2007).
4) Terapi diet pada PJK yang merupakan panduan dalam masalah
kesehatan kardiovaskuler yang telah diikuti secara luas adalah dari AHA
dan NCEP. Terapi diet ini secara khusus bertujuan untuk
memperbaiki profil lemak darah pada batas-batas normal. Terapi diet
dasar atau tingkat 1 total kalori berasal dari asam lemak tidak jenuh
majemuk (poly-unsaturated faty acid). bila kadar total kolesterol darah
turun 10% atau lebih dan memenuhi batas yang ditargetkan, diet telah
dianggap berhasil dan perlu dipertahankan. Namun, apabila penurunan <
10%, diet dilanjutkan ke tingkat 2 selama 8-10 minggu, dan pada akhir
dilakukan tes darah. Bila hasilnya belum juga mencapai sasaran,
mungkin sekali tubuh tidak cukup responsif terhadap diet dan individu
perlu berkonsultasi dengan dokter mengenai kemungkian pemakaian
obat (Sudoyo, et all 2011 ; Rahman, 2007).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG (Elektrokardiografi)
Pemeriksaan terhadap gambaran listrik yang ditimbulkan oleh jantung pada
waktu berkontraksi. EKG menunjukkan adanya S-T elevasi yang
merupakan tanda dari iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang
merupakan tanda dari injuri dan gelombang Q yang mencerminkan adanya
nikrosis. Enzim dan isoenzim pada jantung: CPR-MB meningkat dalam 4-
12 jam dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12
jam dan mencapai puncak pada 36 jam. Elektrolit: ketidakseimbangan yang
memungkinkan terjadinya konduksi jantung dan kontraktilitas jantung.
(Notoatmodjo, 2011).
b. Arterigrafi coroner (Kateterisasi)
Kateterisasi jantung merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk
memeriksa struktur serta fungsi jantung, termasuk ruang jantung, katup
jantung, otot jantung, serta pembuluh darah jantungtermasuk pembuluh darah
koroner, terutama untuk mendeteksi adanya pembuluh darah jantung yang
tersumbat (Kurniadi, 2013).
c. Ekokardiografi
Pemeriksaan yang tidak menimbulkan rasa sakit dan berdasarkan pemantulan
gelombang suara (ultrasound) dari berbagai bagian jantung. Pada tes ini
dapat dilihat gambaran fungsi pompa jantung dan kontraksi yang
terganggu bila suplai darah terganggu (Notoatmodjo, 2011).
d. Radioaktif isotope
Menggunakan zat kimia atau isotop yang disuntikkan pada penderita,
kemudian zat tersebut dideteksi melalui kamera khusus. Zat yang biasa
digunakan adalah thaliumdan technetium. Pada bagian otot jantung yang
infark, zat radioaktif lebih sedikit dibandingkan dengan bagian otot jantung
yang normal (Notoatmodjo, 2011).
e. Angiografi
Cara yang langsung dapat mendeteksi kelainan jantung dari pembuluh arteri
jantung, seperti gambaran radiologis, yaitu dengan menggunakan alat
angiogram. Namun pemeriksaan imi termasuk tindakan invasive yaitu
dengan memasukkan kateter ke dalam pembuluh arteri atau vena lalu
didorong sampai ke berbagai tempat di jantung. Gambaran arteri jantung
yang mengalirkan darah ke jantung akan terlihat dengan pemeriksaan ini
(Notoatmodjo, 2011).
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas klien: Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku
bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis.
b) Keluhan utama: Pada klien dengan penyakit jantung koroner biasanya klien
mengeluh nyeri khas angina yaitu dada retrostenal kurang lebih 5-15 menit,
terasa berat, tertekan seperti di cengkram dan panas.
c) Riwayat kesehatan :
- Riwayat kesehatan lalu : Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di
tanyakan pada klien antara lain apakah klien pernah menderita
hipertensi atau diabetes millitus, infark miokard atau penyakit jantung
koroner itu sendiri sebelumnya. Serta ditanyakan apakah pernah MRS
sebelumnya.
- Riwayat kesehatan keluarga: Mengkaji pada keluarga, apakah
didalam keluarga ada yang menderita penyakit yang diderita oleh
klien atau tidak, atau apakah didalam keluarga mempunyai
riwayat penyakit menular atau menurun.
- Riwayat kesehatan sekarang: Dalam mengkaji hal ini menggunakan
analisa systom PQRST. Untuk membantu klien dalam mengutamakan
masalah keluannya secara lengkap. Pada klien PJK umumnya
mengalami nyeri dada dan sesak nafas.
d) Pola-pola fungsi kesehatan
- Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien dengan penyakit jantung coroner biasanya kehilangan
nafsu makan, mual dan muntah sehingga mengalami penurunan berat
badan.
- Pola istirahat dan tidur
Biasanya pada klien PJK mengalami gangguan sulit tidur karena nyeri
dada yang timbul dengan tiba-tiba.
- Pola aktifitas dan latihan
Pada klien PJK biasanya mengalami gangguan dalam melakukan
aktivitas karena nyeri, dyspnea dan takikardi.
2. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien
dilanjutkan mengukur tanda-tand vital. Kesadaran klien juga diamati apakah
kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma atau koma. Keadaan
sakit juga diamati apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak sakit.
b) Kulit, rambut, kuku
Pada klien PJK mengeluh nyeri pada kulit, rambut tipis dan kuku tipis serta
rapuh.
c) Kepala dan leher
Pada klien PJK mengeluh nyeri pada kepala , muka kadang- kadang pucat
dan tidak adanya pembesaran pada kelenjar tiroid.
d) Mata: Pada klien PJK mata mengalami pandangan kabur.
e) Telinga, hidung, mulut dan Pada klien PJK tidak mengalami gangguan
sedangkan pada mulut ditemukan adanya mukosa pada mulut dan bibir.
f) Thoraks dan abdomen
Pada klien dengan PJK pada pemeriksaan abdomen dan thoraks ditemukan
nyeri pada dada. Pada abdomen ditemukan nyeri juga mual muntah sehingga
menurunkan nafsu makan pada klien.
g) Sistem respirasi
Pada klien PJK ditemukan dispnea dengan atau tanpa aktivitas , batuk
produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada
pemeriksaan mungkin didapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cianosis,
suara nafas wheezing cracekes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga
merah muda/ pink tinged.
h) Sistem kardio vaskuler
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit Jantung Koroner, CHF, tekanan darah
tinggi dan diabetes militus. Tekanan darah mungkin normal atau meningkat,
nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia. Suara
jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan
jantung/ventrikel kehilangan kontraktilitasnya. Murmur jika ada merupakan
insufisiensi katup atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi. Heart
rate mungkin meningkat atau mengalami penurunan.Irama jantung mungkin
ireguler atau juga normal, edema pada jubular vena distension, odema
anarsarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
i) Sistem genito urinaria: Pada klien ini mengalami penurunan jumlah produksi
urine dan frekuensi urine.
j) Sistem gastrointestinal
Pada saluran pencernaan terjadi gangguan. Gejalanya nafsu makan menurun,
mual dan munta, nyeri perut, serta turgor kulit menurun, penurunan atau tidak
adanya bising usus.
k) Sistem muskulusskeletal
Pada klien PJK adanya kelemahan dan kelelahan otot sehinggah timbul
ketidak mampuan melakukan aktifitas yang diharapkan atau aktifitas yang
biasanya dilakukan.
l) Sistem endokrin: Biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah.
m) Sistem persyarafan
Biasanya timbul gejala rasa berdenyut, vertigo disertai tanda-tanda dengan
perubahan orientasi atau respon terhadap rangsang, gelisa, respon
emosi meningkat dan apatis.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a) ECG menunjukkan adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dari iskemi,
gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri dan
gelombang Q yang mencerminkan adanya nikrosis. Enzim dan isoenzim
pada jantung: CPR- MB meningkat dalam 4-12 jam dan mencapai puncak
pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada
36 jam. Elektrolit: ketidak seimbangan yang memungkinkan terjadinya
konduksi jantung dan kontraktilitas jantung.
b) Kolesterol atau trigliserid
c) Analisa gas darah: menunjukkan adanya hipoksia atau proses penyakit paru
yang kronis atau akut.
d) Chest x ray: mungkin normal atau adanya kardeomegali, CHF,
aneorisma ventrikuler.
e) Echokardeogram Exercise stress test: menunjukkan adanya kemanpuan
jantung beradaptasi terhadap suatu stress atau aktivitas.
4. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan
c) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Nyeri akut Setelah diberikan Manajemen Manajemen
asuhan Nyeri Nyeri
keperawatan
diharapkan nyeri Observasi: Observasi:
akut menurun 1. Identifikas 1. Untuk
dengan kriteria i lokasi, mengetahui
hasil: karakteristik, lokasi,
Tingkat Nyeri durasi, frekuensi, karakteristik,
kualitas, durasi, frekuensi,
1. Keluhan intensitas nyeri kualitas,
nyeri menurun 2. Identifikas intensitas nyeri
2. Meringis i skala nyeri 2. Untuk
menurun 3. Identifikas mengetahui skala
3. Gelisah i respon nyeri nilai 1-10 nyeri
menurun non verbal 3. Untuk
4. Frekuensi 4. Identifikas melihat
nadi membaik i faktor yang bagaimana
5. Pola memperberat dan respon nyeri
napas membaik memperingan klien
nyeri 4. Untuk
5. Monitor mengetahui hal
efek samping yang dapat
penggunaan meringankan
analgesic atau
Terapeutik memperberat
nyeri
1. Berikan 5. Untuk
teknik non mengetahui
farmakologis apakah ada efek
untuk samping dari
mengurangi
nyeri pemberian obat
2. Fasilitasi Terapeutik
istirahat dan tidur
3. Pertimban 1. Tindakan
gkan jenis dan ini
sumber nyeri memungkinkan
dalam pemilihan klien
strategi mendapatkan
meredakan nyeri rasa kontrol
Edukasi terhadap nyeri
2. Untuk
1. Jelaskan memenuhi
strategi kebutuhan
meredakan nyeri istirahat dan
2. Anjurkan tidur pasien
memonitor nyeri 3. Agar
secara mandiri masalah dapat
Kolaborasi: teratasi dengan
optimal
1. Kolaborasi Edukasi:
pemberian
analgetik 1. Untuk
memberikan
pemahaman
mengenai cara
meredakan nyeri
2. Pasien
dapat menilai
dan mengatasi
nyeri secara
mandiri
Kolaborasi
1.Untuk
mengurangi rasa
nyeri yang
dirasakan klien
Pola napas Setelah diberikan Manajemen Jalan Observasi :
tidak efektif asuhan Napas 1. Untuk
keperawatan Observasi : memantau
diharapkan pola 1. Monitor pola dan
napas tidak napas mengetahui
efektif teratasi (frekunesi, pola napas
dengan kriteria kedalaman, klien
hasil : usaha napas) 2. Untuk
Pola napas 2. Monitor bunyi mengetahui
napas apakah ada
1. Dispnea tambahan atau tidak
menurun 3. Monitor adanya bunyi
2. Frekuensi sputum napas
napas Terapeutik : tambahan
membaik 1. Pertahankan pada klien
kepatenan 3. Untuk
jalan napas mengetahui
2. Posisikan karakteristik
semifowler sputum klien
atau fowler Terpeutik :
3. Berikan 1. Agar tidak
minum hangat terjadi
4. Lakukan gangguan pada
fisioterapi jalan napas
dada, jika klien
perlu 2. Untuk
5. Berikan memberikan
oksigen, jika posisi nyaman
perlu pada klien
Edukasi : 3. Untuk
1. Anjurkan membantu
asupan cairan melancarkan
2000 ml/hari, pengeluaran
jika tidak dahak
kontraindikasi 4. Agar dahak
2. Ajarkan klien mudah
Teknik batuk dikeluarkan
efektif 5. Untuk
Kolaborasi : mencegah
1. Kolaborasi terjadinya
pemberian sesak napas
bronkodilator, pada klien
ekspektoran, Edukasi :
mukolitik, jika 1. Agar asupan
perlu cairan klien
terpenuhi
2. Agar
memudahkan
klien untuk
mengeluarkan
dahak
Kolaborasi :
1. Untuk
mengencerkan
dahak
Defisit Setelah diberikan Edukasi Observasi :
pengetahuan asuhan Kesehatan 1. Agar perawat
keperawatan Observasi : dapat
diharapkan defisit1. Identifikasi mengetahui
pengetahuan kesiapan dan kesiapan dan
meningkat kemampuan kemampuan
dengan kriteria menerima klien ketika
hasil : informasi diberikan
2. Identifikasi informasi
Tingkat faktor-faktor 2. Agar dapat
pengetahuan yang dapat mengetahui
1. Perilaku meningkatkan penyebab yang
sesuai anjuran dan dapat
meningkat menurunkan meningkatkan
2. Kemampuan motivasi dan menurukan
menjelaskan perilaku hidup motivasi
pengetahuan bersih dan perilaku hidup
tentang suatu sehat bersih dan
topik Terapeutik : sehat pada
meningkat 1. Sediakan klien
3. Pertanyaan materi dan Terapeutik :
tentang media 1. Agar klien
masalah yang Pendidikan dapat mengerti
dihadapi kesehatan dengan apa
menurun 2. Jadwalkan yang perawat
4. Perilaku Pendidikan sampaikan
membaik kesehatan 2. Agar kegiatan
sesuai tidak
kesepakatan mengganggu
3. Berikan aktivitas klien
kesempatan 3. Agar klien
untuk bertanya dapat bertanya
Edukasi : apa yang
1. Jelaskan kurang
faktor risiko dipahami dan
yang dapat mendapatkan
mempengaruhi jawaban yang
kesehatan sesuai
2. Ajarkan Edukasi :
perilaku hidup 1. Agar klien
bersih dan mengetahui
sehat faktor risiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
2. Agar klien
dapat
menerapkan di
kehidupan
sehari-harinya
5. Implementasi
Pencegahan, pengaturan posisi dan intervensi mandiri. Tindakan keperawatan
mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi Tindakan mandiri : aktivitas perawat
yang dilakukan atau yang didasarkan pada kesimpulan sendiri dan bahan petunjuk dan
perintah tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi: tindakan yang dilaksanakan atas
hasil keputusan bersama dengan dokter dan petugas kesehatan lain.
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana ksehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien.
DAFTAR PUSTAKA