STASE MANAJEMEN
KEPERAWATAN PROGRAM STUDI
PROFESI NERS ANGKATAN XI
OLEH
KELOMPOK I
LAPORAN
OLEH
KELOMPOK I
OLEH
KELOMPOK I
DISETUJUI OLEH:
MENGETAHUI
PENYUSUN
PRESEPTOR KLINIK
1. Ns. Wulandari, S.Kep (..............................)
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Wb Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan “Stase Manajemen Keperawatan”.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas sebagai
salah satu syarat Profesi Ners Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Gorontalo.
Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan
penghargaan kepada Ns. Sabirin B. Syukur,M.Kep
, selaku Koordinator Stase Manajemen
Keperawatan , yang dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan telah memberikan bimbingan,
pengarahan, koreksi dan saran hingga
terselesaikannya laporan ini dengan baik.
Melaluikesempatan ini pula perkenankanlah
penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih
yang tulus dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada :
1. Ns. Abdul Wahab Pakaya, M.Kep, selaku
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Gorontalo.
2. Ns. Pipin Yunus, M.Kep, selaku Wakil Dekan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Gorontalo.
3. Ns. Sabirin B.Syukur , M.Kep, Selaku Koordinator
Stase Manajemen Keperawatan
4. Ns. Rini Asnawati, M.Kes, Selaku Preseptor
Akademik
5. Ns. Arifandy Pelealu, M.Kep, Selaku Preseptor
Akademik
6. Ns. Wulandari, S.Kep, Selaku Preseptor Klinik
7. Sahabat seangkatan Ners XI
8. Teman-teman seperjuangan terima kasih
2
untuk adanya kekurangan, oleh karena itu, penulis
persahabatan berharap adanya kritik dan saran yang membangun
kalian, dari pihak pembaca demi penyempurnaan laporan
motivasi, tawa ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat
dan canda, serta berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
semua bentuk Goront
bantuan yang a
kalian berikan. l
9. Semua pihak o
yang tidak dapat ,
saya sebutkan
satu-persatu 2
yang telah 8
membantu
proses N
penyelesian o
laporaakhir v
stase ini. e
Tiada kata m
yang patut b
diucapkan selain e
ucapan terima kasih r
yang sebesar-
besarnya dan do’a 2
semoga amal baik 0
mereka mendapat 2
Ridho Allah SWT. 0
Laporan Stase
Manajemen T
Keperawatn ini i
disusun dengan m
optimal, namun
tidak menutup P
kemungkinan e
3
4
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan..................................................................................................i
Kata Pengantar........................................................................................................iii
Daftar Isi.................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan..........................................................................................6
1.3. Manfaat........................................................................................................7
BAB II ANALISA SITUASI
2.1 Gambaran Umum Rumah Sakit dan Ruang Praktek....................................8
2.1.1 Sejarah Singkat...................................................................................8
2.1.2 Falsafah, Motto, Visi, Misi, dan Tujuan.............................................8
2.1.3 Kedudukan, Tugas dan Fungsi...........................................................9
2.1.4 Jenis-jenis pelayanan..........................................................................10
2.2 Pengumpulan Data.......................................................................................12
2.2.1 Data Umum Ruangan Praktek............................................................12
1. Tenaga dan Pasien (M1-Man)......................................................12
2. Bangunan, Sarana, dan Prasarana (M2-Material).........................20
3. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan (M3/Methode)............26
4. Pembiayaan (M4-Money).............................................................30
5. Pemasaran (M5-Marketing)..........................................................32
2.2.2 Data Khusus Ruangan (Fungsi Manajement Keperawatan
di ruangan)..........................................................................................41
1. Fungsi Perencanaan......................................................................41
2. Fungsi Pengorganisasian..............................................................55
3. Fungsi Pengarahan........................................................................56
4. Pengendalian.................................................................................57
2.2.3 Analisis SWOT...................................................................................57
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................................59
3.2 Saran.............................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Manfaat
1. Bagi pasien
Dengan adanya praktek manajemen di rumah sakit diharapkan pasien merasakan
pelayanan yang optimal, serta mendapat kenyamanan dalam pemberian asuhan
keperawatan sehingga tercapai kepuasan klien yang optimal
2. Bagi Perawat
a. Tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal
b. Terbinanya hubungan antara perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan
yang lain, dan perawat dengan pasien serta keluarga
c. Terbinanya akuntabilitas dan tumbuhnya disiplin pada diri perawat
d. Meningkatkan profesionalisme keperawatan
3. Bagi Rumah Sakit
a. Mengetahui masalah-masalah yang ada di ruang perawatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan asuhan keperawatan professional
b. Dapat menganalisis masalah yang ada dengan metode SWOT serta menyusun rencana
strategi
c. Mempelajari penerapan asuhan keperawatan profesional secara optimal
4. Bagi Mahasiswa
Mengerti dan memahami penerapan atau aplikasi asuhan keperawatan profesional
di rumah sakit
BAB II
ANALISA SITUASI
PASIEN
PENDAFTARAN PASIEN
TRIAGE 1
FARMASI
OBSERVASI & RE-TRIAGE (P3)
Rumus =
Jumlah jam perawat
= 51 Jam
7 Jam
= 7,2 dibulatkan menjadi 7 orang
Untuk perhitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (factor koreksi)
dengan hari libur/cuti/hari besar (Loss Day)
Loss Day = Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti + hari besar
Jumlah Hari Kerja Efektif
2) Wawancara
Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan, didapatkan bahwa jumlah petugas
diruangan IGD baik itu perawat dan bidan belum mencukupi sesuai dengan
pelayanan keperawatan.
3) Kuesioner
Dari hasil kuesioner didapatkan data 100% mengatakan jumlah tenaga yang ada
belum mencukupi kebutuhan pelayanan keperawatan diruangan.
Masalah : Jumlah tenaga keperawatan berdasarkan rumus Depkes 2013
belum mencukupi kebutuhan di ruangan. Menurut Depkes 2011, tenaga
keperawatan dibutuhkan sebanyak 18 orang. Sedangkan tenaga yang ada di
IGD itu hanya berjumlah 16 orang.
3. Adminstrasi Ruangan
a. Buku timbang terima
Pada ruangan IGD terdapat buku khusus untuk timbang terima yang dipakai
disetiap pergantian shift setiap harinya yang dilakukan di Nurse Station.
b. Buku perencanaan pindah ruangan
Di ruangan IGD terdapat buku perencanaan pindah ruangan, dimana
perencanaan pindah di ruangan didokumentasikan sekalian dibuku laporan pasien
untuk masing-masing tim.
c. Standar Asuhan Keperawatan dan Standar Operasional Prosedur
Untuk Standar Asuhan Keperawatan di ruangan IGD masih menggunakan
SDKI, SLKI, dan SIKI yang versi lama dan masih dalam tahap pembaharuan begitu
pun dengan Standar Operasional Prosedur.
d. Lembar informed consent
Di ruang IGD untuk penggunaan lembar informed consent baik untuk
persetujuan maupun penolakan sudah dilakukan dengan baik oleh perawat maupun
bidan yang betugas di ruangan IGD.
Masalah : Struktur Organisasi ruangan IGD yang belum diperbaharui,
ruangan khusus untuk kepala ruangan yang belum tersedia, serta SAK dan
SOP yang juga masih tahap pembaharuan.
3. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan (M3- Metode)
a. Penerapan Model Tim
Keberhasilan dalam suatu Asuhan keperawatan kepada pasien sangat
ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional.
Metode Asuhan keperawatan profesional dikembangkan sebagai upaya peningkatan
pelayanan keperawatan dan pemenuhan kepuasaan pasien (Nursalam, 2015)
Salah satu metode yang paling sering digunakan di rumah sakit adalah metode
model asuhan keperawatan tim. Dimana metode tim merupakan metode yang
menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-berda dalam memberikan
asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-
3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu
kelompok kecil yang saling membantu. Metode ini biasa digunakan pada pelayana
keperawatan di unit rawat inap, unit rawat jalan, dan unit gawat darurat (Nursalam,
2016)
Metode tim merupakan seorang perawat profesional memimpin sekelompok
tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekompok pasien
melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. Pembagian tugas dalam kelompok
dilakukan oleh pimpinan kelompok/ketua tim. Selain itu, ketua tim juga bertanggung
jawab dalam mengarahkan anggota grup/tim sebelum tugas dan menerima laporan
kemajuan pelayana keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam
menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan.
Tim keperawatan dikembangkan pada tahun 1950-an dalam upaya mengurangi
masalah yang berhubungan dengan fungsi pengorganisasian pelayana pasien. Banyak
yang percaya meskipun terus-menerus kekurangan staf perawat profesional, sistem
pelayanan pasien harus dikembangkan untuk mengurangi pelayanan yang terpilah-
pilah dari metode keperawatang fungsional. Dalam keperawatan tim, tenaga
pendukung berkolaborasi dalam memberika pelayanan terhadap sekelompok pasien
di bawah arahan seorang perawat profesional. Seorang ketua tim bertanggung jawab
mengetahui kondisi dan kebutuhan seluruh pasien yang dirawat oleh tim. Kewajiban
ketuam tim bergantung kepada kebutuhan pasien dan beban kerja, termasuk
membantu anggota tim memberikan pelayanan langsung kepada pasien, mendidik
pasien dan melakukan koordinasi terhadap aktivitas pasien. Melalui komunikasi tim
yang terus-menerus, pelayanan kompehensif akan dapat diberikan kepada pasien
meskipun relative banyak staf pendukung.
Pelaksanaan konsep tim sangat tergantung pada filisofi ketua tim apakah
berorientasi pada tugas atau pada klien. Perawat yang berperan sebagai ketua tim
bertanggung jawab untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan semua pasien yang di
dalam timnya dan merencakan perawatan klien. Tugas ketua tim meliputi: mengkaji
anggota tim, memberi arahan perawatan untuk kelin, melakukan pendidikan
kesehatan mengkoordinasikan aktivitas klien.
Keperawatan tim biasanya berkaitan dengan pola kepemimpinan demokratis.
Anggota tim diberikan otonomi sebanyak mungkin dalam mengerjakan tugas
meskipun juga berbagi dalam tanggung jawab dan tanggung gugatnya. Mengakui
nilai-nilai individual karyawan dan memberikan otonomi kepada anggota tim akan
menghasilkan kepuasaan kerja yang tinggi.
Tujuan dari metode itu sendiri dalam asuhan keperawatan adalah untuk
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan objektif pasien
sehingga pasien merasa puas. Selain itu, metode tim dapat meningkatkan kerja sama
dan koordinasi perawat dalam melaksanakan tugas, memungkinkan adanya transfer
of knowledge dan transfer of experiencees di antara perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan dan meningktakan pengetahuan serta keterampilan dan motivasi
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Meningkatkan pengetahuan serta
keterampilan dan motivasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif, menerapkan penggunaan
proses keperawatan sesuai standar dan menyatukan kemampuan anggota tim yang
berbeda-beda.
Sesuai dengan tujuan tersebut maka tugas dan tanggung jawab keperawatan
harus benar-benar di arahkan dan di rencanakan secara matang untuk keberhasilan
asuhan keperawatan. Sebagaimana diketahui bahwa satu tim keperawatan terdiri dari
dua orang perawat atau lebih yang bekerja sama dalam pemberian asuhan
keperawatan. Ketua tim seharusnya perawat profesional yang sudah berpengalaman
dalam memberikan asuhan keperawatan dan ditunjuk oleh perawat kepala ruangan
(Nurse unit manager). Selanjutnya, ketua tim melaksanakan tugas yang di
delegasikan oleh perawat kepala ruangan bersama dengan anggota tim. Tugas dan
tanggung ketua tim menjadi hal yang harus diperhatikan secara cermat. Tugas dan
tanggung jawab tersebut diarahkan untuk melakukan pengkajian dan penyusunan
rencana keperawatan untuk setiap pasien yang berada di bawah tanggung jawabnya,
membagi tugas kepada semua anggota tim dengan mempertimbangkan kemampuan
yang dimiliki anggota tim dan kebutuhan pasien yang harus dipenuhi, mengontrol
dan memberikan bimbingan kepada anggota tim dalam melaksanakan tugasnya
apabila diperlukan, melakukan evaluasi terhadap hasil kerja anggota tim, menerima
laporan tentang perkembangan kondisi pasien dan anggota tim.
Kelebihan dari metode tim adalah memfasilitasi pelayanan keperawatan yang
komprehensif, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, memungkinkan
komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah di atasi dan memberi kepuasaan
kepada anggota tim, memberi kepuasaan anggota tim dalam hubungan interpersonal,
memungkinkan menyatukan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda dengan
aman dan efektif, akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat
dipertanggungjawabkan dan metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama
dengan pasien selama bertugas.
Sedangkan dari metode ini adalah komunikasi antar anggota tim terbentuk
terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu yang
sulit untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk. Perawat yang belum terampil dan
belum berpengalaman selalu tergantung atau berlindung kepada anggota tim yang
mampu atau ketua tim, akuntabilitas dalam tim kabur dan tidak efisien bila
dibandingkan dengan model fungsional karena membutuhkan tenaga yang
mempunyai keterampilan tinggi.
Dalam metode tim memiliki tanggung jawabnya masing-masing baik sebagai
kepala ruangan, ketua tim maupun anggota tim sebagai perawat pelaksana dalam
asuhan keperawatan. Dimana kepala ruangan memiliki tanggung jawab mulai dari
membuat perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan pada anggota
di ruangannya. Sedangkan untuk ketua tim bertanggung jawab dalam membuat
perencanaan, membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi, mengenal atau
mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien,
mengembangkan kemampuan anggota dan menyelenggarakan konferensi. Dan
tanggung jawab sebagai anggota tim yaitu memberikan asuhan keperawatan pada
pasien di bawah tanggung jawabnya. Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim
dan memberikan laporan kepada ketua tim.
Di ruangan IGD RSUD dr Hasri Ainun Habibie menggunakan model asuhan
keperawatan metode tim. Dimana kepala ruangan membagi anggotanya menjadi
empat tim yang terdiri dari tim IRDM, tim IRDA, tim IRDB, dan tim IRDO. Dari
hasil wawancara dengan kepala ruangan bahwa di dapatkan tidak ada masalah dalam
model asuhan keperawatan metode tim yang mereka gunakan selama ini.
Masalah: Tidak ada masalah
b. Pre dan Post Conference
Konferensi merupakan pertemuan tim dilakukan setiap hari. Konferensi
dilakukan sebelum atau setelah melakukan operasan dinas, sore atau malam sesuai
dengan jadwal dinas perawatan pelaksanaan. Konferensi sebaiknya dilakukan di
tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar. Konferensi terdiri
dari pre conference dan post conference.
Pre conference adalah komunikasi katim dan perawa pelaksanaan setelah
selesai operan untuk rencana kegiatan pada sift tersebut yang di pimpin oleh ketua
tim atau penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada tim tersebut hanya 1 orang,
maka pre conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat
(rencana harian), dan tambahan rencana dari katim dan PJ tim (modul MPKP 2006)
Kegiatan yang dilakukan saat pre conference setelah operan adalah ketua tim
membuka konferensi, kemudian menanyakan rencana harian masing-masing perawat
pelaksana, lalu ketua tim memberikan masukan dan tindakan lanjut terkait dengan
asuhan yang diberikan saat itu. Ketua tim memberikan inforcement dan menutup
acara.
Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil
kegiatan sepanjang sift dan sebelum operan kepada sift berikut. Isi post conference
adalah hasil askep tiap perawat dan hal penting untuk operan (tindak lanjut). Post
conference di pimpin oleh katim atau PJ tim (modul MPKP 2006).
Kegiatan yang dilakukan saat post conference sebelum operan dengan dinas
berikutnya yaitu ketua tim membuka acara, lalu menanyakan kendala dalam asuhan
yang telah diberikan. Ketua tim yang menanyakan tindakan lanjut asuhan klien yang
harus dioperkan kepada perawat shift berikutnya dan setelah itu ketua tim menutup
konferensi.
Tujuan Pre dan Post Conference secara umum adalah untuk menganalisa
masalah-masalah secara kritis dan menjabarkan alternatif penyelesaian masalah,
mendapatkan gambaran berbagai situasi lapangan yang dapat menjadi masukan
untuk menyusun rencana antisipasi sehingga dapat meningkatkan kesiapan diri
dalam pemberian asuhan keperawatan dan merupakan cara yang efektif untuk
menghasilkan perubahan non kognitif (Mc Keachie, 1962). Juga membantu
koordinasi dalam rencana pemberian asuhan keperawatan sehingga tidak terjadi
pengulangan asuhan, kebingungan dan frustasi bagi pemberi asuhan (T.M. Mareli,
et, al, 1997)
Tujuan dari pre conference adalah membantu untuk mengidentifikasi masalah-
masalah pasien, merencanakan asuhan dan merencanakan evaluasi hasil,
mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui dilapangan dan memberikan kesempatan
untuk berdiskusi tentang keadaan pasien. Sedangkan tujuan post conference
dilakukan untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian masalah dan
membandingkan masalah yang dijumpai.
Syarat untuk dilakukan pre dan post conference yaitu pada pre conference
dilaksanakan sebelum pemberian asuhan keperawatan dan post conference dilakukan
sesudah pemberian asuhan keperawatan. Waktu efektif yang diperlukan untuk
dilakukan pre dan post conference selama 10-15 menit. Topik yang dibicarakan
harus dibatasi, umumnya tentang keadaan pasien, perencanaan tindakan dan data-
data perlu ditambahkan dan yang terlibat dalam conference adalah kepala ruangan,
ketua tim dan anggota tim.
Pendoman pelaksanaan conference yaitu sebelum dimulai kepala ruangan atau
ketuam harus menjelaskan dengan jelas tujuan dilakukan conference. Diskusi harus
mencerminkan proses dan dinamika kelompok. Pemimpin mempunyai peran untuk
menjaga fokus diskusi tanpa mendominasi dan memberi umpan balik. Pemimpin
harus merencanakan topik yang penting secara periodic dan ciptakan suasana diskusi
yang mendukung peran serta keinginan mengambil tanggung jawab dan menerima
pendekatan serta pendapat yang berbeda. Ruang diskusi diatur sehingga dapat tatap
muka saat berdiskusi serta pada saat menyimpulkan conference harus ringkasan
diberikan oleh pemimpin dan kesesuaiannya dengan situasi lapangan.
Adapun panduan bagi perawat pelaksana dalam melakukan konferensi adalah
sebagai berikut: Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan
pergantian dinas pagi atau sore atau malam sesuai dengan jadwal keperawatan
pelaksana. Konferensi dihadiri oleh perawat pelaksana dalam tim masing-masing.
Penyampaian perkembangan dan masalah pasien berdasarkan hasil evaluasi kemarin
dan kondisi pasien yang dilaporkan oleh setiap shift. Hal-hal yang disampaikan oleh
perawat pelaksana meliputi keluhan utama pasien, tanda-tanda vital dan kesadaran,
hasil pemeriksaan laboratorium atau diagnostik terbaru, masalah keperawatan,
rencana keperawatan hari ini, perubahan keadaan terapi medis dan rencana medis.
Perawat pelaksana mendiskusikan dan mengarahkan perawat asosiet tentang
masalah yang terkait dengan perawatan klien yang meliputi: klien yang terkait
pelayanan seperti keterlambatan, kesalahan pemberian makan, kebisikan pengunjung
lain, kehadiran dokter yang dikonsulkan. Ketepatan pemberian infuse, ketetapan
pemantauan asupan dan pengeluaran cairan, ketepatan pemberian obat/injeksi,
ketepatan pelaksanaan tindak lain dan ketepatan dokumentasi. Kemudian, perawat
mengingatkan kembali standar prosedur yang ditetapkan, mengingatkan kembali
tentang kedisiplinan, ketelitian, kejujuran dan kemajuan masing-masing perawatan
asosiet dan membantu perawatan asosiet menyelesaikan masalah yang tidak dapat
diselesaikan.
Diruangan IGD RSUD dr. Hasri Ainun Habibie yang didapatkan oleh
mahasiswa profesi dari hasil wawancara, observasi dan kuesioner adalah sebagai
berikut:
1) Wawancara
Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan dan perawat di ruangan bahwa Pre
dan Post Conference sudah pernah dilakukan tapi sejak terjadinya pandemic sudah
tidak rutin dilakukan. Dan berdasarkan wawancara dengan katim mengatakan
bahwa pre dan post conference tidak dilakukan secara optimal.
2) Observasi
Dari hasil observasi pada tanggal 24 – 28 November 2020 dimana Pre dan Post
Conference belum pernah terlihat dilakukan oleh perawat di ruangan.
3) Kuisioner
Dari hasil kuisioner yang dibagikan, didapatkan 100 % dari 27 petugas kesehatan
baik itu perawat maupun bidan menyatakan telah melakukan kegiatan pre dan post
conference.
Masalah : Pelaksanaan Pre dan Post Conference yang jarang dilakukan oleh
perawat maupun bidan di ruangan Instalasi Gawat Darurat.
c. Timbang Terima/Hand Over
Timbang terima memiliki beberapa istilah lain. Beberapa istilah itu
diantaranya handover, handoffs, shift report, signout, singover dan cross coverage.
Timbang terima merupakan teknik atau cara menyampaikan dan menerima satu
laporan yang berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang terima pasien dilakukan
seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang
tindakan mandiri perawat, tindakan kolaborasi yang sudah atau belum dilakukan,
dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat
sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna.
Timbang terima dapat dilakukan oleh perawat primer keperawatan kepada perawat
primer (penanggung jawab) dinas sore atau dinas malam secara tertulis dan lisan
(Nursalam, 2014).
Tujuan dari dilakukan timbang terima adalah untuk menyampaikan masalah,
kondisi dan keadaan klien (data fokus), menyampaikan hal-hal yang sudah atau
belum dilakukan dalam asuhan keperawatan kepada klien. Menyampaikan hal-hal
penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya dan menyusun
rencana kerja untuk dinas berikutnya. Timbang terima (handover) memiliki tujuan
untuk mengakurasi, mereliabilisasi komunikasi tentang tugas perpindahan informasi
yang relevan yang digunakan untuk kesinambungan dalam keselamatan dan
keefektifan dalam bekerja.
Timbang terima (handover) memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai forum
diskusi untuk bertukar pendapat dan mengekspresikan perasaan perawat dan sebagai
sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan keputusan dan tindakan
keperawatan.
Langkah-langkah dalam timbang terima kedua kelompok shift dalam keadaan
sudah siap. Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang akan
disampaikan. Perawat primer menyampaikan kepada perawat penanggung jawab
shift selanjutnya meliputi kondisi atau keadaan pasien secara umum, tindak lanjut
untuk dinas yang menerima laporan dan rencana kerja untuk dinas yang menerima
laporan. Penyampaian timbang terima harus dilakukan secara jelas dan tidak
terburu-buru dan perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara
langsung melihat keadaan pasien (Nursalam, 2002).
Timbang terima memiliki 3 tahapan yaitu:
1) Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan tanggungjawab.
Meliputi faktor informasi yang akan disampaikan oleh perawat jaga sebelumnya.
2) Pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan datang
melakukan pertukaran informasi. Waktu terjadinya operan itu sendiri yang
berupa pertukaran informasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah
antara perawat yang shift sebelumnya kepada perawat shift yang datang.
3) Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang tanggung jawab
dan tugas yang dilimpahkan. Merupakan aktivitas dari perawat yang menerima
operan untuk melakukan pengecekan data informasi pada medical record atau
pada pasien langsung.
Metode dalam timbang terima terbagi atas dua yaitu timbang terima dengan
metode tradisional dan timbang terima dengan metode bedside handover.
1) Timbang terima dengan metode tradisional
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kassesan dan Jagoo (2005)
disebutkan bahwa operan jaga (handover) yang masih tradisional adalah:
a) Dilakukan hanya di meja perawat.
b) Menggunakan satu arah komunikasi sehingga tidak memungkinkan
munculnya pertanyaan atau diskusi.
c) Jika ada pengecekan ke pasien hanya sekedar memastikan kondisi secara
umum.
d) Tidak ada kontribusi atau feedback dari pasien dan keluarga, sehingga proses
informasi dibutuhkan oleh pasien terkait status kesehatannya tidak up to date.
2) Timbang terima dengan metode bedside handover.
Menurut Kassean dan Jagoo (2005) handover yang dilakukan sekarang sudah
menggunakan model bedside handover yaitu handover yang dilakukan di
samping tempat tidur pasien dengan melibatkan pasien atau keluarga pasien
secara langsung untuk mendapatkan feedback. Secara umum materi yang
disampaikan dalam proses operan jaga baik secara tradisional maupun bedside
handover tidak jauh berbeda, hanya pada handover memiliki beberapa kelebihan
diantaranya:
a) Meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait
kondisi penyakitnya secara up to date.
b) Meningkatkan hubungan caring dan komunikasi antara pasien dengan
perawat.
c) Mengurangi waktu untuk melakukan klarifikasi ulang pada kondisi pasien
secara khusus.
Bedside handover juga tetap memperhatikan aspek tentang kerahasiaan pasien
jika ada informasi yang harus ditunda terkait adanya komplikasi penyakit atau
persepsi medis yang lain
Menurut Joint Commission Hospital Patient Safety, menyusun pedoman
implementasi untuk timbang terima, selengkapnya sebagai berikut:
1) Interaksi dalam komunikasi harus memberikan peluang untuk adanya pertanyaan
dari penerima informasi tentang informasi pasien.
2) Informasi tentang pasien yang disampaikan harus up to date meliputi terapi,
pelayanan, kodisi dan kondisi saat ini serta yang harus diantipasi.
3) Harus ada proses verifikasi tentang penerimaan informasi oleh perawat penerima
dengan melakukan pengecekan dengan membaca, mengulang atau
mengklarifikasi.
4) Penerima harus mendapatkan data tentang riwayat penyakit, termasuk perawatan
dan terapi sebelumnya.
5) Handover tidak disela dengan tindakan lain untuk meminimalkan kegagalan
informasi atau terlupa.
Seiring berjalannya waktu pelaksanaan timbang terima dilakukan dengan
metode terbaru atau yang dikenal dengan metode SBAR (Situation, Background,
Assesment, Recommendation) metode komunikasi ini digunakan pada saat perawat
melakukan handover ke pasien. Komunikasi SBAR adalah kerangka teknik
komunikasi yang disediakan untuk petugas kesehatan dalam menyampaikan kondisi
pasien. SBAR adalah metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi
penting yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap
ekslasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien.
SBAR juga dapat digunakan secara efektif dan meningkatkan serah terima
antar shift atau antara staf di daerah klinis yang sama atau berbeda. Melibatkan
semua anggota tim kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam situasi pasien
termasuk memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi
antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan: Dilaksanakan tepat pada saat pergantian
shift.Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab atau penanggung.
Diikuti oleh semua perawat yang telah dan yang akan dinas. Informasi yang
disampaikan harus akurat, singkat, sistematis, dan menggambarkan kondisi pasien
saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien. Timbang terima harus berorientasi pada
permasalahan pasien. Pada saat timbang terima di kamar pasien, menggunakan
volume yang cukup sehingga pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu yang
rahasia bagi klien. Sesuatu yang dianggap rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara
langsung di dekat klien. Sesuatu yang mungkin membuat pasien terkejut dan shock
sebaiknya dibicarakan di nurse station (Nursalam, 2008)
1) Observasi
Dari hasil observasi tanggal 24-28 November 2020 didapatkan kegiatan timbang
terima yang dilakukan di ruangan instalasi gawat darurat menggunakan buku
operan yang dilakukan tiga kali sehari disetiap pergantian shift yaitu shift malam
ke shift pagi pukul 08.00 WITA, shift pagi ke shift sore pukul 14.00 WITA dan
shift sore ke shift malam pukul 20.00 WITA yang dilakukan di Nurse Station.
2) Wawancara
Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan dan perawat yang ada di ruangan,
didapatkan bahwa timbang terima dilakukan tiga kali sehari tetapi hanya dilakukan
di Nurse Station tidak di depan pasien seperti biasanya karena masih dalam masa
pandemi. Di ruangan Instalasi Gawat Darurat juga sudah jarang menggunakan
metode SBAR karena lebih fokus melakukan pendokumentasian pada lembar
catatan perkembangan yang ada di status pasien.
3) Kuisioner
Dari 27 perawat dan bidan, didapatkan sebanyak 27 orang mengatakan melakukan
kegiatan operan yang dipimpin oleh ketua tim.
Masalah : Pelaksanaan timbang terima sudah dilakukan secara optimal dan
tidak terdapat masalah.
d. Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan klien yang di laksanakan oleh perawat, di samping pasien
yang dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan
tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer atau konselor,
kepala ruangan, perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim.
Ronde keperawatn merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang
memungkinkan peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan keperawatan secara
langsung.
Tujuan Ronde Keperawatan yaitu suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping
papsien dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan
tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan perawat primer atau konselor, kepala
ruangan, perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim. Ronde
keperawatan merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang memungkinkan
peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan teoritis ke dalam
praktik keperawatan secara langsung.
Menurut Nursalam (2002), karakteristik ronde keperawatan sebagai berikut :
Klien dilibatkan secara langsung, klien merupakan fokus kegiatan, perawat
assosciate, perawat primer, dan konsuler melakukan diskusi bersama, konselor
memfasilitasi kreatifitas dan konselor membantu mengembangkan kemampuan
perawat assosciate, perawat primer untuk meningkatkan kemampuan dala
mengatasi masalah.
Manfaat dari ronde keperawatan yaitu masalah pasien dapat teratasi,
kebutuhan pasien dapat terpenuhi, terciptanya komunitas keperawatan yang
profesional, terjadinya kerja sama antar tim kesehatan dan perawat dapat
melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan benar.
Kriteria pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah pasien
yang memiliki kriteria yang mempunya masalah keperawatan yang belum teratasi
meskipun sudah dilakukan tindakan keperawatan dan pasien dengan kasus baru
atau langkah.
Menurut Nursalam (2002), karakteristik ronde keperawatan sebagai berikut :
Klien dilibatkan secara langsung, klien merupakan fokus kegiatan, perawat
assosciate, perawat primer, dan konsuler melakukan diskusi bersama, konselor
memfasilitasi kreatifitas dan konselor membantu mengembangkan kemampuan
perawat assosciate, perawat primer untuk meningkatkan kemampuan dala
mengatasi masalah.
Langkah-langkah ronde keperawatan :
1. Persiapan
Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum pelaksanaan ronde
Pemberian inform consent kepada klien/keluarga
2. Pelaksanaan
Penjelasan tentang klien karena perawat primer dalam hal ini penjelasan di
fokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang mau/sudah
di kerjakan dan memilih prioritas yang butuh di diskusikan.
Diskusikan antara anggota tim antra kasus tersebut
Pemberian justifikasi karena perawat primer/perawat konselor/kepala
ruangan tentang kasus klien serta tindakan yang mau di kerjakan
Tindakan keperawatan pada kasus prioritas sudah dan yang mau di tetapkan
3. Pasca Ronde
Mendiskusikan hal temuan dan tindakan pada klien tersebut serta
menetapkan tindakan yang butuh dikerkan.
Kriteria evalusi yang dapat diambil dari ronde keperawatan yaitu mulai dari
struktur dimana Persyaratan administratif (informed consent, alat, dan lainnya, tim
ronde keperawatan hadir di tempat pelaksanaan ronde keperawatan dan persiapan
dilakukan sebelumnya. Untuk prosesnya, peserta mengikuti kegiatan dari awal
hingga akhir dan seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran
yang telah ditentukan. Sedangkan hasilnya, pasien merasa puas dengan hasil
pelayanan, masalah pasien dapat teratasi, perawat dapat menumbuhkan cara
berpikir yang kritis, meningkatkan cara berpikir yang sistematis, meningkatkan
kemampuan validitas data pasien, meningkatkan kemampuan menentukan
diagnosis keperawatan, menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan
yang berorientasi pada masalah pasien, meningkatkan kemampuan memodifikasi
rencana asuhan keperawatan, meningkatkan kemampuan justifikasi dan
meningkatkan kemampuan menilai hasil.
1) Observasi
Dari hasil observasi tanggal 24-28 November 2020 didapatkan di ruangan instalasi
gawat darurat belum pernah dilakukan Ronde keperawatan.
2) Wawancara
Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan bahwa Ronde Keperawatan tidak
dilakukan di ruangan instalasi gawat darurat karena pasien yang masuk di ruangan
hanya selama 6 jam saja dan tidak memenuhi criteria untuk dilakukan Ronde
Keperawatan seperti di ruangan lainnya.
3) Kuisioner
Dari 27 perawat dan bidan di ruangan instalasi gawat darurat menyatakan bahwa
Ronde Keperawatan di ruangan tidak pernah dilakukan.
Masalah : Ronde keperawatan tidak terdapat masalah
e. Sentralisasi Obat
Sentralisasi obat adalah pengelolaan obat dimana seluruh obat yang akan
diberikan kepada pasien diserahkan pengelolaan pemenuhannya oleh perawat
(Nursalam, 2014). Kontroling atau pengawasan terhadap penggunaan dan
konsumsi obat merupakan salah satu peran perawat sehingga perlu dilakukan
dalam suatu pola yang sistematis, sehingga penggunaan obat benar-benar dapat
dikontrol oleh perawat sehingga resiko kerugian secara materiil maupun non
materiil dapat dieliminir.
Tujuan pengelolaan obat adalah menggunakan obat secara bijaksana dan
menghindari pemborosan, sehingga kebutuhan asuhan keperawatan pasien
terpenuhi.
Hal-hal berikut ini adalah beberapa alasan yang paling sering mengapa obat
perlu disentralisasikan:
1) Memberikan bermacam-macam obat untuk satu pasien.
2) Menggunakan obat yang mahal dan bermerek.
3) Meresepkan obat sebelum diagnosis pasti, dibuathanya untuk mencoba.
4) Menggunakan dosis yang lebih besar dari pada yang diperlukan.
5) Memesan obat lebih daripada yang dibutuhkan, sehingga banyak yang tersisa
sesudah batas kadaluarsa.
6) Meletakkan obat ditempat yang lembab, terkena cahaya atau panas.
7) Mengeluarkan obat (dari tempat penyimpanan) terlalu banyak pada suatu waktu
sehingga dipakai berlebihan atau dicuri (Nursalam, 2011)
Teknik pengolahan obat dimana pengeluaran dan pembagian obat sepenuhnya
dilakukan oleh perawat. Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala
ruangan yang secara operasional dapat didelegasikan kepada staff yang ditunjuk.
Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat.
Penerimaan obat: Keluarga menyerahkan resep dan persyaratan yang diperlukan
kepada depo farmasi. Perawat menerima obat dari depo farmasi setiap hari untuk
dosis sehari (ODD) dalam kemasan 1 kali pemberian (UDD). Perawat menuliskan
nama pasien, registrasi, jenis obat, dan jumlah (sediaan) dalam format pemberian
obat dan meminta tanda tangan petugas farmasi. Obat yang telah diterima dari
farmasi selanjutnya disimpan oleh perawat dalam kotak obat dan keluarga/klien
selanjutnya mendapatkan informasi bila mana obat tersebut akan habis (Nursalam,
2011).
Obat yang telah diterima untuk selanjutnya disalin dalam buku daftar
pemberian obat. Obat yang telah disimpan untuk selanjutnya diberikan oleh
perawat dengan memerhatikan alur yang tercantum dalam buku daftar penerimaan
obat: dengan terlebih dahulu dicocokan dengan terapi yang diinstruksikan dokter
dan kartu obat yang ada pada pasien. Pada saaat pemberian obat, perawat
menjelaskan macam obat, kegunaan obat, jumlah obat, dan efek samping.
Usahakan tempat atau wadah obat kembali ke perawat setelah obat dikonsumsi.
Pantau efek samping pada pasien. Sediaan obat yang ada selanjutnya diperiksa
setiap pagi oleh kepala ruang atau petugas yang ditujukan dan didokumentasikan
dalam buku masuk obat. Obat-obatan yang hampir habis akan diinformasikan
kepada keluarga dan kemudian dimintakan resep kepada dokter penganggung
jawab pasien.
Bilamana terdapat penambahan atau perubahan jenis, dosis atau perubahan
alur pemberian obat, maka informasi ini akan dimasukkan dalam buku masuk obat
dan sekaligus dilakukan perubahan dalam kartu sediaan obat. Pada pemberian obat
yang bersifat tidak rutin, maka dokumentasi hanya dilakukan pada buku masuk
obat dan selanjutnya diinformasikan kepada keluarga dengan kartu khusus obat
(Nursalam, 2002). Untuk obat disebut khusus apabila sediaan memiliki harga yang
cukup mahal, menggunakan rute pemberian yang cukup sulit, memiliki efek
samping yang cukup besar. Pemberian obat khusus didokumentasikan di format
pemberian obat khusus dan informasi yang diberikan kepada klien/keluarga yaitu
nama obat, kegunaan obat, waktu pemberian, efek samping obat.
Perorganisasian peran dalam sentralisasi obat yaitu:
1) Kepala ruangan : Memberikan perlindungan pada pasien terhadap tindakan
malpraktik, memotivasi klien untuk memtahui program terapi dan menilai
kepatuhan klien terhadap program terapi.
2) Perawat Primer : Menjelaskan tujuan dilaksanakannya sentralisasi obat,
menjelaskan manfaat dilaksanakannya sentralisasi obat, melakukan tindakan
kolaborasi dalam pelaksanaan program terapi dan melakukan pendelegasian
tentang pemberian obat kepada PA.
3) Perawat Asosiet : Melaksanakan tindakan perawatan sesuai dengan rencana,
mengevaluasi tindakan perawatan yang telah diberikan, melaksanakan program
medis pemberian obat dengan penuh tanggung jawab dan melakukan pencatatan
dan kontrol terhadap pemakaian obat selama klien dirawat.
4) Instrumen dalam pelaksanaan sentralisasi obat : Lemari/kotak sentralisasi obat dan
Surat persetujuan dilakukan sentralisasi obat.
Petunjuk teknik pengisian format surat persetujuan sentralisasi obat sebagai
berikut:
1) Nama,umur, jenis kelamin, alamat dapat diisi dengan nama pasien sendiri, anak,
istri, orangtua, dll
2) Nama pasien, umur, jenis kelamin, alamat, no.reg diisi sesuai data pasien yang
bersangkutan.
3) Ruang diisi sesuai tempat pasien dirawat.
4) Pengisian tanggal sesuai dengan tanggal pelaksanaan informed consent.
5) Format ditandatangani oleh perawat yang menerangkan data dan pasien yang
menyetujui dilakukan tindakan sentralisasi obat, disertai para saksi-saksi.
Dan sesuai dengan apa yang didapatkan di ruang IGD dengan menggunakan:
1) Observasi
Dari hasil observasi dari tanggal 24 – 28 November 2020 Sentralisasi obat sudah
dilakukan namun belum optimal. Alur sentralisasi obat yaitu obat yang diresepkan
oleh dokter kemudian diserahkan kepada perawat, kemudian perawat memberikan
resep obat ke apotik langsung tanpa diserahkan kepada keluarga pasien untuk
ditembus diapotik sendiri. Selanjutnya, perawat mengambil obat yang sudah
diresepkan dari apotik dan kemudian melayani pemberian obat sesuai dengan
instruksi yang diberikan oleh dokter. Untuk obat injeksi perawat menyimpannya di
Nurse station tetapi tidak disimpan di dalam satu kotak khusus untuk obat pasien
melainkan dibiarkan di dalam tas plastic. Sedangkan obat oral diberikan/disimpan
oleh keluarga untuk dibawa ke ruangan rawatan biasa/rawat inap.
2) Wawancara
Berdasarkan wawancara tanggal 24 November kepada beberapa perawat bahwa
sentralisasi obat di ruang instalasi gawat darurat belum dilakukan secara optimal
terlebih pada penyimpanan obat yang dari apotik yang hanya disimpan di dalam
plastik tidak di dalam satu kotak khusus untuk pasien sebelum pindah ke ruangan
rawat inap di belakang. Biasanya, obat injeksi disimpan oleh perawat dan obat oral
disimpan/diberikan pada keluarga pasien.
3) Kuesioner
Dari 27 perawat dan bidan di ruangan instalasi gawat darurat menyatakan sudah
melakukan sentralisasi obat sesuai dengan prosedur.
Masalah : Belum tersedianya kotak obat khusus untuk menyimpan obat-
obatan pasien yang ada di ruangan sebelum pindah ke ruangan rawat inap
yang ada dibelakang.
f. Discharge Planning
Kozier (2004) mendefiniskan discharge planning sebagai proses
mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit yang
lain di dalam atau diluar suatu agen pelayanan umum.
Rindhianto (2008) mendefiniskan discharge planning sebagai perencanaan
kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya
tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondisi
penyakitnya.
Tujuan Discharge Planning adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik
untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang (Carpenito,
2011). Tindakan ini juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin
keberlanjutan asuhan berkualitas antara Rs dan komunitas dengan memfasilitasi
komunikasi yang efektif. Secara lebih terperinci the royal marsedent hospital
(2009) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya discharge planning adalah :
a. Untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk di
transfer ke rumah atau kesuatu lingkungan
b. Menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan
kesehatan untuk mempertemukan kebutuan mereka dalam proses pemulangan
c. Memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua
fasilitas pelayanan kesehatan yang di perlukan telah di persiapkan untuk
menerima pasien
d. Mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien dan keluarga
dengan menyediakan serta memandirikan aktivitas perawatan diri.
1) Observasi
Dari hasil observasi didapatkan bahwa discharge planning di ruangan instalasi
gawat darurat dilakukan dengan cara pemberian edukasi sebelum pindah ke
ruangan rawat inap tentang penyakitnya ataupun pengobatannya.
2) Wawancara
Dari hasil wawancara dengan perawat di ruangan didapatkan bahwa discharge
planning sudah dilakukan dengan baik dan pendokumentasian pasien pindah
ruangan ataupun pasien pulang paksa sudah dilaksanakan.
3) Kuesioner
Dari hasil kuesioner didapatkan 27 perawat dan bidan menyatakan melakukan
perencanaan pasien discharge planning sudah sesuai dengan standar prosedur
operasional.
Masalah: Discharge Planning tidak ada masalah
g. Supervisi
Seiring dengan semakin tinggi tingkat pengetahuan dan kesadaran akan
kebutuhan kesehatan maka semakin tinggi pula tuntutan masyarakat pada pelayanan
keperawatan. Keadaan tersebut menuntun perawat pada suatu bentuk persaingan
untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat akan pelayanan keperawatan, hal mana
membuat perawat harus meningkatkan pelayanan keperawatan yang paripurna.
Pelayanan yang berkualitas haruslah didukung oleh sumber-sumber yang memadai,
antara lain sumber daya manusia yang bermutu, standar pelayanan termasuk
pelayanan keperawatan yang berkualitas, disamping fasilitas yang sesuai harapan
masyarakat. Agar pelayanan keperawatan senantiasa memenuhi harapan konsumen
dan sesuai dengan standar yang berlaku maka diperlukan suatu pengawasan terhadap
pelaksanaan asuhan keperawatan. Melalui pengawasan atau supervisi diharapkan
perawat dapat melaksanakan asuhan yang berkualitas sesuai standar. Supervisi
tersebut merupakan salah satu bentuk kegiatan dari manajemen dan merupakan cara
yang tepat untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan.
Supervise merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan
kemampuan pihak yang di supervisi agar mereka dapat melaksanakan tugas kegiatan
yang telah ditetapkan secara efisien, efektif (Huber, 2011). Supervisi keperawatan
adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara kesinambungan
oleh supervisi mencakup masalah pelayanan keperawatan ketenagaan dan perawat
agar pasien mendapat pelayanan yang bermutu setiap saat.
Supervisi mengandung pengertian yang lebih demokratis. Dalam
pelaksanaannya supervisi bukan hanya mengawasi apakah seluruh staf keperawatan
menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan instruksi atau ketentuan
yang telah digariskan, tetapi juga bersama para perawat bagaimanan memperbaiki
proses keperawatan yang sedang berlangsung. Jadi dalam kegiatan supervisi seluruh
staf keperawatan bukan sebagai pelaksanan pasif, melainkan diperlukan sebagai
patner kerja yang memiliki ide-ide, pendapat dan pengalaman yang perlu didengar,
dihargai dan diikutsertakan dalam usaha-usaha perbaikan proses keperawatan.
Dengan demikian supervisi diartikan sebagai suatu aktifitas pembinaan yang
direncanakan untuk membantu para tenaga keperawatan dan staf lainnya dalam
melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Sukar seorang manajer keperawatan untuk mempertahankan mutu asuhan
keperawatan tanpa melakukan supervisi, karena masalah –masalah yang terjadi di
unit keperawatan tidak seluruhnya dapat diketahui oleh manajer keperawatan
melalui informasi yang diberikan oleh staf keperawatan yang mungkin sangat
terbatas tanpa melakukan supervisi keperawatan.
Tujun supervisi merupakan pertumbuhan situasi belajar maupun mengajar
yang lebih baik lagi. Jadi pengawasan yang akan bertujuan untuk mengadakan
evaluasi yakni untuk pengukuran kemajuan dan perkembangan dalam arti luas
sebagai fasilitas pelayanan kepemimpinan atau pembinaan human relation yang
sangat baik kepada semua pihak.
Dalam keperawatan fungsi supervisi adalah untuk mengatur dan
mengorganisir proses pemberian pelayanan keperawatan yang menyangkut
pelaksanaan kebijakan pelayanan keperawatan tentang standar asuhan yang telah
disepakati. Sasaran dari supervisi yang harus dicapai adalah pelaksanaan tugas yang
sesuai dengan pola, struktur dan hirarki dapat dikembangkan secara
kontinue/sistematis, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, sistem dan
prosedur yang tidak menyimpanan, pembagian tugas, wewenang ada pertimbangan
objek/rasional dan tidak terjadinya penyimpangan/penyelewengan kekuasaan,
kedudukan dan keuangan.
Prinsip-prinsip supervisi dalam keperawatan adalah berdasarkan atas
hubungan profesional, kegiatan yang direncanakan secara matang dan bersifat
edukatif, supporting dan informal. Memberikan perasaan aman pada staf dan
pelaksanaan keperawatan, membentuk suatu kerjasama yang demokratis antara
supervisor dan staf dan pelaksana keperawatan. Harus objektif dan sanggup
mengadakan “self evaluation”. Harus progresif, inovatif, fleksibel dan dapat
mengembangkan kelebihan masing-masing Konstruktif dan kreatif dalam
mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat meningkatkan kinerja
bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
Dalam keperawatan, supervisi yang baik apabila memiliki karakteristik yang
mencerminkan kegiatan asuhan keperawatan yang sesungguhnya. Mencerminkan
pola organisasi/struktur organisasi keperawatan yang ada, kegiatan yang
berkesinambungan yang teratur atau berkala, dilaksanakan oleh atasan langsung
(Kepala unit/Kepala Ruangan atau penanggung jawab yang ditunjuk) dan
menunjukkan kepada kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas asuhan
keperawatan.
Supervisi dapat diakukan melalui dua cara yaitu supervisi langsung yang pada
kegiatan yang sedang berlangsung, dimana supervisor dapat terlibat dalam kegiatan,
feedback dan perbaikan. Adapun prosesnya adalah Perawat pelaksana melakukan
secara mandiri suatu tindakan keperawatan didampingi oleh supervisor. Selama
proses, supervisor dapat memberi dukungan, reinforcement dan petunjuk. Setelah
selesai, supervisor dan perawat pelaksana melakukan diskusi yang bertujuan untuk
menguatkan yang telah sesuai dan memperbaiki yang masih kurang. Reinforcement
pada aspek yang positif sangat penting dilakukan oleh supervisor. Sementara untuk
supervisi tidak langsung adalah Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis
maupun lisan. Supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi dilapangan
sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara
tertulis.
Yang termasuk supervisor keperawatan adalah:
1) Kepala ruangan, kepala ruangan bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan
keperawatan diunit kerjanya. Kepala rungan merupakan ujung tombak penentu
tercapai tidaknya tujuan pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan dan
pendokumentasian di unit kerjanya.
2) Pengawas Keperawatan, beberapa ruangan atau unit pelayanan berada di bawah
satu instalasi, pengawas perawatan bertanggung jawab dalam melakukan supervisi
pada areanya yaitu beberapa kepala ruangan yang berada dalam satu instalasi
tertentu, misalnya instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan dan lain-lain.
3) Kepala seksi, beberapa instansi digabung dibawah satu pengawasan kepala seksi.
Kepala seksi mengawasi pengawas keperawatan dalam melaksanakan tugas secara
langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung.
4) Kepala Bidang keperawatan, Kabid Keperawatan bertanggung jawab untuk
melakukan supervisi kepada kepala seksi secara langsung dan semua perawat
secara tidak langsung.
Dengan demikian supervisi berikatan dengan struktur organisasi yang
menggambarkan garis tanggung jawab, siapa yang menjadi supervisor dan siapa yang
disupervisi.
1) Wawancara
Dari hasil wawancara supervisi dilakukan secara langsung oleh bidang
keperawatan di ruangan instalasi gawat darurat kepada kepala ruangan dan ketua
tim yang ada di ruangan, dan ketua tim secara langsung melakukan supervisi pada
perawat pelaksana. Kemudian ketua tim melaporkan hasil supervisi pada kepala
ruangan dan perawat pelaksana (supervisi tidak langsung) dan hasil ini dijadikan
dokumentasi untuk ruangan
2) Kuesioner
Dari hasil kuisioner didapatkan di ruangan instalasi gawat darurat bahwa perawat
maupun bidan telah memahami tentang supervisi dan pelaksanaan supervisi di
ruangan.
Masalah: Supervisi tidak ada masalah
h. Format Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari
pekerjaan seorang perawat dalam menjalankan tugas serta kewajibannya serta peran
dan fungsinya terhadap para pasiennya. Karena itulah pentingnya kita mengetahui
akan proses pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif.
Asuhan keperawatan adalah merupakan suatu tindakan kegiatan atau proses
dalam praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien (Pasien)
untuk memenuhi kebutuhan objektif klien, sehingga dapat mengatasi masalah yang
sedang dihadapinya, dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidah-
kaidah ilmu keperawatan.
Pengertian Asuhan Keperawatan adalah merupakan proses atau rangkaian
kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada
klien/pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan
kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, bersifat humanstic, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien
untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien.
Dari hasil observasi dan wawancara dengan perawat di ruangan instalasi gawat
darurat 24 November 2020 format pendokumentasian dengan format asuhan
keperawatan pengkajian tersedia dalam formulir tersendiri terdokumentasi dengan
lengkap dan pendokumentasian menggunakan SDKI, SLKI, SIKI yang versi lama.
Masalah : Pendokumentasian tidak ada masalah
1. Pembiayaan (M4- Money)
Sumber pembiayaan ruangan perawatan IGD berasal dari rumah sakit dr.
Hasri Ainun Habibie Provinsi Gorontalo, sesuai peraturan pemerintah provinsi
Gorontalo untuk penggajian pegawai ruangan yang PNS dibayarkan berdasarkan
golongan dan diberikan tunjangan beserta jasa, sedangkan untuk pegawai honor
daerah/ kontrak memperoleh gaji beserta jasa dari rumah sakit.
Untuk sistem pembayaran pasien dikelola oleh pihak rumah sakit, berdasarkan
jaminan yang digunakan oleh pasien antara lain : pasien BPJS/JKN biaya
perawatannya ditanggung oleh jaminan tersebut, mengikuti aturan yang telah
ditetapkan dan batas waktu pengurusan selama 3 hari, jika melewati batas yang
ditentukan maka dihitung sebagai pasien umum. Pasien umum seluruh biaya
perawatannya ditanggung oleh pasien dan keluarga. Biaya perawatan disesuaikan
jaminan kelas yang ditentukan oleh BPJS/JKN.
Tabel 9. Rincian Pembiayaan di Ruang IGD Sesuai dengan Tipe Rumah
sakit Tahun 2020
No Jenis pembiayaan Keterangan
1 UGD Pertindakan
Pemeriksaan Rp. 50.000
Tindakan Rp. 60.000
Konsul Saat di UGD Rp. 75.000
Lewat Telepon Rp. 30.000
2. RUANGAN
Kelas 1 Rp. 250.000 Perhari
Kelas 2 Rp. 150.000
Kelas 3 Rp. 100.000
Isolasi Rp. 250.000
HCU/RESUS Rp. 350.000
NICU/PICU Rp.450.000
3. KONSUL DI Pertindakan
RUANGAN Rp. 25.000
Kelas 1,2 Rp. 20.000
Kelas 3, Isolasi Rp. 30.000
HCU/NICU
4. TINDAKAN Pertindakan
Kelas 1,2 Rp. 60.000
Kelas 3/ Isolasi Rp. 50.000
EKG
Kelas 1, 2, UGD/RESUS, Rp. 75.000
HCU, Isolasi Rp. 65.000
Kelas 3
Catatan: Pasang IVFD
2x Hitung 1x Tindakan
Rawat luka 4x Hitung 1x
Tindakan
ASKEP Pertindakan
Kelas 1 Rp. 25.000
Kelas 2 Rp. 20.000
Kelas 3 Rp. 15.000
Isolasi/UGD Rp. 20.000
HCU, PICU, NICU Rp. 100.000
ADMIN Pertindakan
Kelas 1,2, Isolasi Rp. 10.000
Kelas 3 Rp. 5.000
HCU, PICU, NICU Rp. 20.000
AMBULANCE Pertindakan
Dalam Kota Rp. 100.000
Luar Kota Rp. 6.500/ Km
PERSALINAN Pertindakan
Normal:
Kelas 1,2 Rp. 1.250.000
Kelas 3 Rp. 1.000.000
Penyulit:
Kelas 1,2 Rp. 1.500.000
Kelas 3 Rp. 1.250.000
SC;
Kelas 1,2 Rp. 4.500.000
Kelas 3 Rp. 4.000.000
Kuretase:
Kelas 1,2 Rp. 2.500.000
Kelas 3 Rp. 2.250.000
Masalah : Tidak ada masalah
2. Pemasaran (M5- Marketing)
Ruang Instalasi Gawat Darurat terdiri dari ruangan tindakan, ruang
respiratorik, ruang resusitasi, IRDA, Tenda Skrining dan IRDO dengan jumlah
kapasitas tempat tidur 31 bed.
a. BOR (Efisiensi Pelayanan di Ruangan Instalasi Gawat Darurat)
BOR = 30,4%
Sehingga dapat disimpulkan untuk 3 bulan terakhir y aitu pada bulan agustus
sampai dengan oktober 2020 BOR di dapatkan adalah 30,4% dan menurut (Depkes
2015) ideal untuk BOR adalah 60-85% dengan kategori jika ≤ 60 % tempat tidur belum
dimanfaatkan sebagaimana mestinya atau kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan
rumah sakit oleh masyarakat, sedangkan jika ≥ 85% kemungkinan terjadi infeksi
nasokomial tinggi atau menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi
dengan demikian BOR untuk ruangan IGD dalam kategori kurang dan tidak berisiko
terjadinya infeksi nasokomial yang mungkin diakibatkan adanya pandemic yang
membuat pemanfaatan tempat tidur berkurang.
b. Mutu Pelayanan Keperawatan
1) Patient Safety
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variable untuk
mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak
terhadap pelayanan kesehatan.
Menurut supari 2009, patien safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah
suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman hal ini
termaksut assesment/analisa resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan analisa insiden kemampuan belajar
dari insident dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk memanimalkan
resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu kegiatan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya dilakukan ( depkes RI 2006)
Tujuan Patien Safety yaitu : Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rs.
Meningkatnya akuntabilitas Rs terhadap pasien dan masyarakat. Menurunya
kejadian tidak di harapkan di Rs dan terlaksananya program-program pencegahan
sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD (Buku panduan Nasional
keselamatan pasien Rs, depkes RI 2006)
Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for
Patient Safety, 2 May 2007), yaitu: Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip
(look-alike, sound-alike medication names), pastikan identifikasi pasien,
komunikasi secara benar saat serah terima pasien, pastikan tindakan yang benar
pada sisi tubuh yang benar, kendalikan cairan elektrolit pekat, pastikan akurasi
pemberian obat pada pengalihan pelayanan, hindari salah kateter dan salah
sambung slang, gunakan alat injeksi sekali pakai dan tingkatkan kebersihan
tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:
1) Hak pasien
Standarnya adalah Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan, dokter
penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan dan dokter
penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan
benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya
KTD
2) Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriterianya keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat
ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur, mengetahui kewajiban
dan tanggung jawab, mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti,
memahami dan menerima konsekuensi pelayanan, mematuhi instruksi dan
menghormati peraturan RS, memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang
rasa dan memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriterianya, koordinasi pelayanan secara menyeluruh, koordinasi
pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya,
koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi dan komunikasi dan
transfer informasi antar profesi kesehatan
4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien.
Standarnya RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses
yg ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya, setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan
(design) yang baik, sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit”. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data
kinerja, setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif dan setiap rumah
sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP
melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS ”. Pimpinan menjamin
berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program
mengurangi KTD. Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi
antar unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP.
Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji,
& meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP dan Pimpinan mengukur &
mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS & KP.
Kriterianya, terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan dan program meminimalkan insiden, tersedia mekanisme kerja
untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan
berpartisipasi. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden, tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden. Terdapat
kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang
dibutuhkan dan tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan
kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
Hasil Obsrvasi Penerapan 6 Safety Goals di Ruangan Instalasi Gawat
Darurat.
a) Identifikasi Pasien dengan benar
Dalam mengidentifikasi pasien dengan benar menggunakan minimal tiga
identitas pasien dengan kombinasi sebagai berikut: nama lengkap dan tanggal
lahir, atau nama lengkap dan nomor medical record, atau nama lengkap dan
alamat.
Dari hasil observasi dari tanggal 24-28 November 2020 didapatkan perawat
yang melakukan identifikasi pasien belum optimal karena masih ada beberapa
point yang dilewatkan seperti tidak menanyakan tanggal lahir pasien sebelum
melakukan tindakan pada pasien.
b) Meningkatkan komunikasi yang efektif
Dalam meningkatkan komunikasi efektif yang perlu ditingkatkan adalah
melakukan proses feedback saat menerima instruksi pertelepon, melakukan
handover saat serah terima pasien, melakukan critical result dalam waktu 30 menit
dan menggunakan singkatan yang dibakukan.
Ruangan Instalasi gawat Darurat menggunakan teknik komunikasi
terapeutik dan jarang menggunakan komunikasi SBAR.
c) Meningkatakan keamanan obat High alert
Meningkatkan keamaan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian
tidak menyimpan elektrolit konstrasi tinggi di ruangan perawatan (termasuk
potassium choride/KCL dan sodium chlorida/Nacl 0,9 %
Berdasarkan hasil observasi di ruangan gawat darurat dalam pemberian
obat sudah tepat dengan memperhatikan 6B (Benar pasien, Benar obat, Benar
dosis, Benar rute/cara, Benar waktu, dan Benar dokumentasi).
d) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan
pada pasien yang benar
Melakukan site marking yang dimaksud adalah tindakan pemberian tanda
identifikasi khusus untuk penandaan sisi kanan atau kiri pada pasien yang akan
dilakukan tindakan operasi dengan prosedur yang tepat dan benar. Menggunakan
dan melengkapi surgical checklist dan melakukan time out.
Berdasarkan hasil observasi di ruangan instalasi gawat darurat setiap
tindakan yang dilakukan oleh perawat sudah tepat.
e) Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
Cara untuk mengurangi risiko infeksi yaitu dengan melakukan cuci tangan
dengan benar dan menerapkan five moment yaitu sebelum kontak dengan pasien,
sebelum melakukan tindakan aseptic, setelah kontak dengan cairan tubuh pasien,
setelah kontak dengan pasien dan setelah kontak dengan lingkungan pasien.
SOP 6 langkah cuci tangan dan five moment sudah diketahui oleh petugas,
namun penerapannya yang belum optimal (5 moment hanya dilakukan setelah
melakukan tindakan keperawatan)
f) Mengurangi risiko jatuh
Untuk mengurangi risiko jatuh yang dilakukan adalah melakukan
pengkajian awal dan berkala mengenai risiko pasien jatuh dan melakukan
tindakan untuk mengurangi risiko yang teridentifikasi.
Berdasarkan pengkajian 24 November 2020 setiap pasien yang datang di
ruangan instalasi gawat darurat berisiko jatuh. Penangannya tempat tidur diberi
pengaman samping kiri dan kanan.
Masalah : Pada Patient Safety point pertama yaitu identifikasi pasien belum
dilakukan secara optimal karena masih ada beberapa point yang
dilewatkan.
2) Pencegahan dan pengendalian infeksi
Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien,
petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan.
Infeksi terkait pelayanan kesehatan (Health care associated infections)
yang selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatannya dimana ketika
masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam
rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan para
petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait fasilitas pelayanan kesehatan.
a) Kebersihan Tangan
Dari hasil observasi dari tanggal 24-28 November didapatkan perawat sudah
mengetahui dan paham tentang cara mencuci tangan 6 langkah menurut WHO.
Namun, dalam penerapan untuk five momentnya tidak dilakukan secara oprimal
dan lebih banyak melakukannya setelah kontak dengan pasien
Masalah: Penerapan five moment belum dilakukan secara optimal oleh
perawat maupun bidan.
b) Alat pelindung diri
Berdasarkan hasil observasi semua petugas baik petugas kesehatan maupun
bukan petugas kesehatan selalu menggunakan alat pelindungi diri terutama
masker. Untuk petugas yang ada di tenda skrining menggunakan alat pelindung
diri yang lengkap.
Masalah : Tidak ada masalah
c) Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
Dari wawancara dengan perawat bahwa pendekontaminasi peralatan perawatan
pasien sudah dilakukan oleh perawat dengan tepat, dimana penatalaksanaan
peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi darah atau cairan
tubuh di pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai dengan prosedur
operasional.
Masalah: Tidak ada masalah
d) Kesehatan lingkungan
Dari hasil observasi kualitas udara, kualitas air dan permukaan lingkungan serta
desain dan konstruksi bangunan dalam keadaan baik.
Masalah: Tidak ada masalah
e) Pengolahan limbah
Observasi yang dilakukan dari tanggal 24-28 November didapatkan pengolahan
limbah sudah dilakukan dengan optimal oleh petugas, namun masih ada beberapa
juga yang membuang sampah tidak sesuai pada tempatnya. Khususnya belum ada
tempat sampah yang sesuai dengan standar pengelompokan sampah medis sampai
dengan sampai non medis, masih menggunakan warna plastic yang sama yaitu
warna kuning. Untuk Safety Box sudah disediakan disetiap ruangan yang ada di
IGD termasuk di tenda skrining.
Masalah: Pengolahan limbah sampah medis dan non medis masih belum
optimal dilakukan.
f) Penatalaksanaan linen
Hasil observasi di ruangan IGD tidak menggunakan linen karenan memang tidak
disediakan.
Masalah : Tidak ada masalah
g) Pelindungan kesehatan petugas
Menurut wawancara dengan perawat didapatkan bahwa dilakukan pemeriksaan
pada petugas kesehatan secara berkala untuk mencegah terjadi penyebaran
penyakit atau infeksi. Khusus dalam keadaan seperti sekarang ini.
Masalah : Tidak ada masalah
h) Penempatan pasien
Penempatan pasien di ruangan IGD dari hasil observasi didapatkan bahwa
petugas menempatkan pasien sesuai dengan keluhan saat pasien yang datang.
Pasien yang datang dengan keluhan sesak akan dipisahkan dengan pasien yang
tidak sesak.
Masalah: Tidak ada masalah
i) Hygiene respirasi/etika batuk
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa etika batuk di ruangan IGD sudah
dilakukan penyuluhan, tentang bagaimana cara batuk dan bersin secara benar.
Dari hasil observasi terlihat perawat melakukan edukasi pada pasien dan keluarga
tentang pemakaian masker dan menutup hidung atau mulut dengan tisu atau
saputangan atau lengan atas saat batuk atau bersin. Kemudian bekas tisu dibuang
pada tempat sampah dan mencuci tangan.
Masalah: Tidak terdapat masalah
j) Praktik penyuntikan yang aman
Dari hasil wawancara dengan perawat didapatkan kalau pemakaian spuit hanya
sekali pakai disetiap pasien dan membuang spuit dan jarumnya pada safety box.
Masalah: Tidak ada masalah
k) Praktik lumbal pungsi yang aman
Untuk praktik lumbal pungsi tidak dilakukan di ruangan IGD hingga tidak bisa
diobservasi.
Masalah : Tidak ada masalah
B. Data Khusus
Ruangan
1. Fungsi Perencanaan
a. Visi ruangan
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan bahwa belum terdapat
visi diruangan IGD. Dan hasil observasi yang dilakukan tidak terdapat visi ruangan
diruang IGD.
b. Misi ruangan
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan bahwa belum terdapat
misi ruangan dan dari hasil observasi yang diakukan tidak terdapat misi ruangan
diruangan IGD.
c. Standar Operasional Prosedur
Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan
pelayanan kepada pasien secara diagnostik dan terapeutik untuk berbagai masalah
kesehatan baik yang bersifat bedah dan non bedah (American hospital association,
1978). Upaya kesehatan dilakukan dengan melakukan pendekatan, pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi,
terpadu, dan berkesinambungan.
Dalam menjalankan tugasnya setiap Rumah Sakit memiliki suatu aturan dan
pelaksanaan pelayanan medis maupun non medis, yang biasanya disebut dengan
manajemen Rumah Sakit. Dalam manajemen rumah sakit yang diatur salah satunya
adalah Standar Operasional Prosedur adalah Standar Operasional Prosedur disetiap
bagian rumah sakit. Standar Operasioanal Prosedur adalah suatu standar atau
pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakan suatu
kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
Rumah Sakit memiliki berbagai bentuk pelayanan salah satunya pelayanan
rawat inap, rawat inap merupakan pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi
observasi, diagnose, pengobatan, keperawatan, rehabilitas medis dengan menginap
diruangan rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta serta
puskesmas perawatan dan rumah bersalin, oleh karena penyakitnya penderita harus
menginap. Dalam menjalankan kegiatan diruang rawat inap membutuhkan berbagai
fasilitas, tenaga medis dan non medis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan dimana dalam
memberikan pelayanan keperawatan di IGD mengacu pada standar prosedur
operasional yang belum diperbaharui. Setelah dilakukan observasi buku panduan
standar prosedur operasional masih belum diperbahurui.
d. Standar Asuhan Keperawatan
Keperawatan sebagai salah satu bentuk pelayanan profesional merupakan
bagian terintegrasi yang tidak dapat dipisahkan dari upaya kesehatan secara
keseluruhan. Selain itu pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor penentu
baik dan buruknya mutu dan citra rumah sakit, oleh karenanya kualitas pelayanan
keperawatan perlu dipertahankan dan ditingkatkan secara optimal.
Pada prinsipnya asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian
kegiatan pada praktek keperawatan yang di berikan secara langsung kepada
klien/pasien diberbagai tatanan pelayanan kesehatan dan dilaksanakan berdasarkan
kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatun profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, bersifat humanistic, dan berdasarkan kebutuhan objektif klien untuk
mengatasi masalah yang dihadapi klien.
Pembuatan rencana asuhan keperawatan menggabungkan suatu gambaran
aktivitas atau prosedur yang melengkapi respon klien. Dokumenasi pada saat
pertama kali klien masuk rumah sakit dan rencana pemulangan di lakukan sesuai
dengan instruksi dokter. Perawat yang bertugas di pelayanan (Runah Sakit) baik
pemerntah maupun swasta, harus melaksanakan standar asuhan keperawatan yang
ada di rumah sakit yang disusun sebagai berikut :
Standar 1 : Falsafah KEPERAWATAN
Standar 2 : Tujuan Asuhan Keperawatan
Standar 3 : Pengkajian Keperawatan
Standar 4 : Diagnosis Keperawatan
Standar 5 : Perencanaan Keperawatan
Standar 6 : Intervensi Keperawatan
Standar 7 : Evaluasi Keperawatan
Standar 8 : Catatan Asuhan Keperawatan
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan dimana dalam
memberikan pelayanan keperawatan di IGD mengacu pada standar asuhan
keperawatan yang belum diperbaharui. Setelah dilakukan observasi buku panduan
standar asuhan keperawatan masih belum diperbahurui.
e. Standar Kinerja
Dengan munculnya standar kinerja profesi, tentunya menjadi sebuah acuan
dalam pemberian layanan setiap profesi seperti halnya dengan profesi keperawatan
yang standar kinerjanya mengacu pada standard the american nurssing association
untuk standar kinerja profesional.
Standar 1. Kualitas Pelayanan
Perawat sistematis mengevaluasi dan efektivitas praktek keperawatan perawat
melakukan hal ini dengan berpartisipasi dalam komite peer review dan konsisten
megevaluasi kinerja sendiri dan bagaimana penampilanya telah meningkatkan
kesehatan klien dan kesehatan emosional.
Standar II. Penilaian Kinerja
Perawat mengevaluasi praktik keperawatan sendiri dalam kaitanya dengan
patung nasional dan negara ditetapkan mendefinisikanperawat perawat.
Standar III. Pendidikan
Perawat memperoleh dan mempertahankan pengetahuan saat ini dalam praktik
keperawatan. Banyak negara sekarang memerlukan kredit pendidikan berkelanjutan
harus diterima oleh perawat. Jumlah kredit pendidikan berkelanjutan. Kredit ini
membantu untuk menjaga perawat saat ini dengan media baru / kemajuan nursing
berkaitan dengan perawatan pasien.
Standar IV. Kolegialitas
Perawat berinteraksi dan berkonstribusi terhadap profesi keperawatan dengan
bertemu dengan para profesional lain di bidang medis seperti dokter dan koordinator
home care untuk bertukar pikiran dan saling menghormati dan mendorong
lingkungan bersandar bahwa semua akan menguntungkan.
Standar V. Etika
Keputusan dan tindakan perawat dalam membantu dan merawat individu di
dasarkan pada prinsip-prinsip etika dan pedoman kelembagaan
Standar VI. Kolaborasi
Perawat bekerja sama dengan profesional medis lainya dalam menciptakan
lingkungan untuk klien yang memfasilitasi suatu kontinum peningkatan kesehatan
mental dan fisik.
Standar VII. Pebelitian
Perawat tidak akan berhasil untuk memperluas cakrawala pendidikan dan terus
mencari dan menjelajahi daerahbaru penelitian dan statistic.
Standar VIII. Pemanfaatan Sumber Daya
Perawat akan berpartisipasi dalam komite organisasi untuk mengevaluasi dan
meningkatkan efektifitas keamanan biaya dalam merencanakan dan memberikan
perawatan pasien.
2. Fungsi perorganisasian
a. Struktur organisasi
a. Peralatan dan fasilitas
KEPALA INSTALASI
KASIE. KESELAMATAN PASIEN KASIE. ETIKA Dr. Febi Iswandi S, Sp.B,M.Kes
Ns. Prasetyo Biki,S.Kep Margareta Naue, S.Kep
ADMINISTRASI EVAKUASI
54
b. Uraian tugsas
1. Kepala Ruangan
1) Peran
Fungsi
Menentukan standar pelaksanaan kerja
Member pengaruh kepada ketua dan anggota tim
Supervisi dan evaluasi tugas staf
2) Uraian Tugas
Perencanaan
Menunjuk ketua tim yang bertugas di kamar masing-masing
Mengikuti serah terima pasien dari seift sebelumnya
Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien
Mengidentifikasi jumlah perawatn yang di butuhkan berdasarkan aktifitas
dan kebutuhan pasien
Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan staf
Merencanakan straregi pelaksanaan asuhan keperawatan
Merencanakan kebutuhan logistic dan fasilitas ruangan kelolaan
Melakukan pelaporan dan pendokumentasiaan
Pengorganisasian dan ketenagaan
Menugaskan metode penugasan keperawatan
Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan
Merumuskan rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
Membuat rentang kembali di ruangan rawat
Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, missal : membuat roster
dinasm mengatur tenaga yang ada setiap hari sesuai dengan jumlah dan
kondisi pasien
Mengatur dan mengendalikan pelaksanaan asuhan keperawatan dalam
bentuk diskusi, bimbingan dan penyampaian informasi
Mengatur dan mengendalikan logistic dan fasilitas ruangan
Mengatur dan mengendalikan situasi lahan prakter
Mendelegasikan tugas kepada ketua tim
Melakukan koordinasi dengan tim kesehatan lain
55
Melakukan pelaporan dan pendokumentasi
Pengarahan
Member pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
Memberikan pengarahan pada ketua tim tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan dan fungsi-fungsi manajemen
Menginformasikan hal-hal yang di anggap penting dan berhubungan
dengan asuhan keperawatan pasien
Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan keterampilan dan
sikap melalui supervisi
Supervisi langsung terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan melalui
pengamatan sendiri atau pelaporan langsung secara lisan dari ketua tim
Supervisi tidak langsung dengan cara mengecek, membaca dan memeriksa
rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses
keperatan dilaksanakan
Memperbaiki, mengatasi kelemahan atau kendala yang terjadi pada saat itu
juga
Membimbing bawahan yang kesulitan dalam melaksanakan tugasnya
Memberikan pujian kepada bawahan yang melakukan tugas dengan baik
Member teguran kepada bawahan yang melakukan kesalahan
Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
Pengawasan
Melalui komunikasi : megawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua
tim maupun anggota tim/pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang di
berikan secara langsung kepada pasien
Melalui evaluasi :l mengevaluasi upaya/kerja ketua tim/pelaksana dan
membandingkan dengan peran masing-masing serta dengan rencana
keperawatan yang telah disusun
Member umpan balik kepada ketua tim
Mengatasi masalah dan menetapan upaya tindak lanjut
Pengendalian logistic dan fasilitas ruangan
Memperhatikan aspek etik dan legal dalam pelayanan keperawatan
Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
2. Ketua Tim
1) Fungsi
Membuat perencanaan berdasarajan tugas dan kewenangan yang di
delegasikan oleh kepala ruangan
Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi kinerja anggota/tim pelaksana
Mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai kebutuhan pasie
Mengembankan kemampuan anggota/tim pelaksana
Menyelenggarakan konferensi
2) Uraian tugas
Perencanaan
Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya bersana kepala ruangan
Bersama kepala ruangan melakukan pembagian tugas untuk anggota
tim/pelaksana
Menyusun rencana asuhan keperawatan
Menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan asuhan keperawatan
Member pertolongan segera kepada pasien dengan masalah kedaruratan
Melakukan ronde keperawatan bersana kepala ruangan
Mengorientasikan pasien baru
Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
Pengorganisasian dan ketanagaan
Merumuskan tujuan dan metode penugasan kepeprawatan tim
Bersama kepala ruangan membuat rincian tugas untuk anggota tim/pelaksana
sesuai dengan perencanaan terhadap pasien yang menjadi tanggung jawab
dalam pemberian asuhan keperawatan
Melakukan koordinasi pekerjaan dengan tim kesehatan lain
Mengatur waktu istirahat untuk anggota tim/pelaksana
Mendelegasikan tugas pelaksanaan proses keperawatan kepada anggota
tim/pelaksana
Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
Pengarahan
Member pengarahan tentang tugas setiap tim/pelaksana
3. Perawat Pelaksana
1) Fungsi
Kebenaran dan ketepatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
standar
Kebenaran dan ketepatan dalam mendokumentasikan pelaksanaan asuhan
keperawatan atau kegiatan lain yang dilakukan
2) Uraian tugas
Memelihara kebersihan ruangan rawat dan lingkungannya
Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku
Memelihara peralatan keperawatan dan medis agar selalu dalam keadaan siap
pakai
Melakukan pengkajian keperawatan dan menentukan diagnose keperawatan
Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan kemampuannya
Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan dan batas
kemampuannya
Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampunnya
Mengobservasi kondisi pasien, selanjutnya melakukan tindakan yang tepat
berdasarkan hasil observasi tersebut sesuai batas kemampuannya
Berperan serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus dalam
upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan
Melaksakan tugas pagi, sore, malam dan libur secara bergilir sesuai jadwal
dinas
Mengikuti pertemuan berlaka yang di adakan oleh kepala ruang rawat
Melaksanakan system pencatatn dan pelaporan asuhan keperawatan yang
tepat dan benar sesuai standar asuhan keperawatan
Melaksanakan serah terima tugas kepada petugas pengganti secara lisan
maupun tulisan pada saat mengganti dinas
c. Pengaturan jadwal dinas
Didalam rumah sakit keputusan yang paling penting yang harus dibuat
diantaranya adalah perencanaan kebutuhan dan penjadwalan perawat. Ada tiga hal
yang berkaitan dengan proses dan pengambilak keputusan perencanaan kebutuhan
dan penjadwalan perawat :
1) Stafing decision
Yaitu merencanakan tingkat atau jumlah kebutuhan akan perawatn
prakualifikasinya
2) Scheduling decision
Yaitu menjadwalkan hari masuk dan libur juga sifht kerja untuk setiap harinya
sepanjang periope penjadwalan dalam rangka memenuhi kebutuhan minimum
tenaga perawat yang harus tersedia
3) Alloction decision
Yaitu membentuk kelompok perawat untuk dialokasikan ke sifht-sifht atau hari-
hari yang kekurangan tenaga akibat adanya variasi demand yang tidak prediksi,
misalnya absennya perawat
d. Pengaturan daftar pasien
Pengelolaan pasien IGD yaitu dengan menggunakan metode berdasarkan
prioritas (P1, P2, P3, P0)
e. Perorganisasian Perawatan klien
Dalam sistem perorganisasian perawat di ruang IGD menggunakan metode
tim karena lebih efektif dalam memberikan pelayanan kepada pasien, oleh karena itu
setiap tim mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam mengelola fungsi dan
tugas, yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan Asuhan
keperawatan terhadap sekelompok klien.
Di ruangan IGD terdiri dari 4 tim dalam pengelolaan pasien dimana Tim 1
bertanggung jawab terhadap ruangan resusitasi.
f. Sistem perhitungan tenaga
Berikut ini di paparkan beberapa pedoman dalam penghitungan kebutuhan
tenaga keperawatan di ruang gawat darurat.
1) Metode Rasio (SK Menkes RI No. 262 Tahun 1979)
Metode perhitungan dengan cara rasio menggunakan jumlah tempat tidur
sebagai pembanding dari kebutuhan perawat yang diperlukan. Metode ini paling
sering digunakan karena sederhana dan mudah. Kelemahan dari metode ini
adalah hanya mengetahui jumlah perawat secara kwantitas tetapi tidak bisa
mengetahui produktivitas perawat di rumah sakit dan kapan tenaga perawat
tersebut dibutuhkan oleh setiap unit di rumah sakit. Metode ini bisa digunakan
jika kemampuan dan sumber daya untuk perencanaan terbatas, sedangkan jeis,
tipe dan volume pelayanan kesehatan relative stabil.
Cara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah
sakit yang lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternative
perhitungan yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan
professional.
2) Metode Need
Metode ini di hitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja. Untuk
menghitung kebutuhan tenaga, diperlukan gambaran tentang jenis pelayanan yang
diberikan kepada pasien selama di rumah sakit. Sebagai contoh untuk pasien yang
menjalani rawat jalan, ia akan mendapatkan pelayanan, mulai dari pembelian
karcis, pemeriksaan perawat/dokter, penyuluhan, pemeriksaan laboratorium,
apotik, dan sebagainya. Kemudian dihitung standar waktu yang di perhatikan
pelayanan itu berjalan dengan baik.
a) Douglas
Douglas (1984) menyampaikan standar waktu pelayanan pasien rawat inap
sebagai berikut:
(1).Perawatan minimal memerlukan waktu 1-2 jam/ 24 jam
(2).Perawatan intermediet memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam
(3).Perawatan maksimum/total memerlukan waktu 5-6 jam/ 24 jam
Penerapan sistem klasifikasi pasien dengan 3 kategori tersebut sebagai
berikut:
1. Kategori 1 : Perawatan Mandiri
a. Dapat melakukan keberishan diri sendiri seperti mandi dan ganti pakaian
b. Makan dan minum dilakukan sendiri
c. Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan
d. Observasi tanda vital
e. Pengobatan minimal, status psikologis stabil
f. Persiapan prosedur pengobatan
2. Kategori 2 : Perawatan Intermediet
a. Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi
b. Observasi vital sign setiap 4 jam
c. Pengobatan lebih dari satu kali
d. Pakai kateter foleiy
e. Pasang infuse intake output di catat
f. Pengobatan perlu prosedur
3. Kategori 3 : Perawatan Total
a. Dibantu segala sesuatunya, posisi diatur
b. Observasi tanda vital setiap 2 jam
c. Pemakaian selang NGT
d. Terapi intervena
e. Pemakaian suction
f. Kondisi gelisah/disorientasi/ tidak sadar
Douglas menetapkan jumlah perawat dibutuhkan dalam suatu unit perawatan
berdasarkan klasifikasi pasien, dimana masing-masing kategori mempunyai nilai
standar pershift yaitu pada table 10.
Table 10. Nilai Standar jumlah Perawat Pershift berdasarkan klasifikasi pasien
C. Analisa SWOT
Opportunity
Strenght (Kekuatan) Weakness (Kelemahan) Threats (Ancaman)
(Peluang)
M1 – Man M1 – Man M1 – Man M1 – Man
Sebanyak 27 orang Jumlah tenaga Adanya Adanya tuntutan
(100%) di ruang keperawatan berdasarkan kesempatan dari masyarakat
instalasi gawat darurat rumus Depkes 2013 belum melanjutkan tentang
pernah mengikuti mencukupi kebutuhan di pendidikan pelayanan
pelatihan BTCLS, ruangan. kejenjang lebih keperawatan
Code Blue sebanyak 2 M2 – Material tinggi yang lebih
orang (7,4%), Belum tersedia ruangan M2 – Material professional
CWCCA khusus untuk kepala Adanya Persaingan antar
sebanyak 1 orang ruangan kesempatan rumah sakit yang
(3,7%) dan Midwife Struktur Organisasi belum menambah semakin kuat
Update sebanyak 2 diperbaharui anggaran untuk M2 – Material
orang (7,4 %). SAK dan SOP belum pembelian alat Makin tinggi
M2 – Material diperbaharui masih yang yang belum kesadaran
Mempunyai Sarana dan lama. diadakan masyarakat akan
Prasarana untuk pasien M3 – Metode diruangan pentingnya
dan tenaga kesehatan
Terdapat administrasi Pelaksanaan Pre dan Post M3 – Metode kesehatan
penunjang Conference yang jarang Rumah sakit dalam M3 – Metode
Terdapat tempat dilakukan oleh perawat tahap Adanya
perawat di Nurse maupun bidan di ruangan meningkatkan permintaan
Station Instalasi Gawat Darurat. mutu pelayanan masyarakat akan
Ruangan bersih, Belum tersedianya kotak M5 – Marketing peningkatan
nyaman, dan ventilasi obat khusus untuk Adanya pelayanan
yang cukup menyimpan obat-obatan kesempatan untuk keperawatan
M3 – Metode pasien yang ada di meningkatkan yang professional
Sudah dilakukan ruangan sebelum pindah perhatian dalam Makin tinggi
asuhan keperawatan ke ruangan rawat inap penerapan patient kesadaran
dengan metode tim yang ada dibelakang. safety, five masyarakat akan
Terciptanya moment dan hokum
komunikasi yang baik M5 – Marketing pengolahan Kebebasan dunia
antar tim kesehatan Pada Patient Safety point sampah. maya dalam
Terdapat jadwal dinas pertama yaitu identifikasi penyebaran
yang disusun setiap pasien belum dilakukan informasi secara
bulan secara optimal karena cepat.
M5 – Marketing masih ada beberapa point M5 – Marketing
Kepuasaan pasien 100 yang dilewatkan. Harapan
% Penerapan five moment masyarakat
Tersedia lemari obat belum dilakukan secara tentang
emergency optimal oleh perawat pelayanan yang
Sebagian besar kondisi maupun bidan. lebih professional
tempat tidur di ruangan Pengolahan limbah dan ideal
IGD dalam kondisi sampah medis dan non Makin tinggi
baik medis masih belum keadaran
Kejadian phlebitis optimal dilakukan. masyarakat akan
jarang terjadi, tidak ada tingkat kesehatan
kesalahan pemberian Adanya
obat untuk tiga bulan persaingan rumah
terakhir dan tidak ada sakit dalam hal
kejadian pasien jatuh. ini pelayana
keperawatan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Arwani & Heru Suprayitno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC
Sugiyanto. 1999. Lokakarya Mutu Keperawatan dan Holistik Nursing: Mutu Pelayanan
Kesehatan. Surakarta
Suchri Suarli & Yanyan Bahtiar. 2007. Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan Praktis.
Bandung: Balatin Pratama