Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

CORONARY ARTERY DISEASE OMI ANTERIOSEPTAL

Disusun Oleh :

Nama : Febrina Pertiwi

Nim : 191210010

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

FAKULTAS VOKASI

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian
Coronary Artery Disease (CAD) atau lebih dikenal Penyakit Jantung Koroner (PJK)
merupakan suatu gangguan fungsi jantung yang disebabkan karena adanya penyempitan
dan tersumbatnya pembuluh darah jantung. Kondisi ini dapat mengakibatkan perubahan
pada berbagai aspek, baik fisik, psikologis, maupun sosial yang berakibat pada penurunan
kapasitas fungsional jantung dan kenyamanan (Mutarobin dkk, 2019).
Menurut Glassman & Shapiro (2014) penyakit arteri koroner atau Coronary Artery
Disease (CAD) adalah penyempitan atau penyumbatan arteri koroner, arteri yang
menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah melambat, jantung tak mendapat
cukup oksigen dan zat nutrisi. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut
angina. Bila satu atau lebih dari arteri coroner tersumbat sama sekali, akibatnya adalah
serangan jantung dan kerusakan pada otot jantung

2. Klasifikasi
Menurut Nazmah (2012) dalam Muhammad Supri D (2019) klasifikasi penyakit jantung
koroner ada 4 yaitu sebagai berikut:
a. Angina Pectoris atau Stable Angina
Angina pectoris atau Stable Angina merupakan jenis penyakit jantung yang paling
ringan yang disebabkan karena adanya ketidakseimbangan suplai darah dengan
kebutuhan otot jantung yang sifatnya hanya sementara. Penyebab dari gangguan suplai
darh tersebut karena terjadinya penyempitan pembuluh darah koroner yang
dikarenakan terjadinya proses arthersklerosis pada pembuluh koroner, sehingga terjadi
hambatan pada aliran darah tetapi tidak total.
b. Angina Tidak Stabil atau Unstable Angina
Definisi dari angina tidak stabil kurang lebih sama dengan angina pectoris hanya saja
yang membedakan yaitu derajat sakitnya lebih berat, waktu kemunculan angina tidak
stabil bisa kapan saja dan intensitas keluhan yang lebih lama.
c. Prinzmetal Angina
Prinzmetal Angina merupakan gangguan yang terjadi karena adanya sumbatan secara
komplit disebabkan karena adanya spasm pada pembuluh darah koroner.Jika dalam
waktu 20 menit tidak segera ditangani maka dapat menyebabkan injury pada sel – sel
otot jantung.
d. Infark Miokard Akut
Infark miokard akut di bagi menjadi 2 yaitu:
1) ST Segmen Elevasi Myocardial Infraction (STEMI)
ST Segmen Elevasi Myocardial Infraction (STEMI) disebabkan karena adanya
sumbatan total pada pembuluh darah koroner yang dapat menyebabkan injury pada
sel sel otot jantung bahkan sampai mengenai lapisan oto jantung bagian luar.
Tanda dari STEMI yaiu adanya kenaikan enzim pada jantung (CKMB atau
Troponin).
2) Non ST Segmen Elevasi Myocardial Infraction (NSTEMI)
Pada Non ST Segmen Elevasi Myocardial Infraction (NSTEMI) sudah terjadi
injury ada sel sel otot jantung. NSTEMI terjadi pada saat angina pectoris atau
angina tidak stabi tidak dideteksi secara dini maupun tidak ditangani dengan tepat.
Keluhan yang dialami kurang lebih sama dengan angina tidak stabil

3. Etiologi
Menurut Pratiwi, (2011) penyebab terjadinya penyakit jantung koroner pada prinsipnya
disebabkan oleh dua faktor utama yaitu:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis paling sering ditemukan sebagai sebab terjadinya penyakit arteri
koroneria. Salah satu yang diakibatkan Aterosklerosis adalah penimbunan jaringan
fibrosa dan lipid didalam arteri koronaria, sehingga mempersempit lumen pembuluh
darah secara progresif. Akan membahayakan aliran darah miokardium jika lumen
menyempit karena resistensi terhadap aliran darah meningkat.
b. Trombosis
Gumpalan darah pada mulanya berguna untuk pencegah pendarahan berlanjut pada
saat terjadi luka karena merupakan bagian dari mekanisme pertahan tubuh. Lama
kelamaan dinding pembuluh darah akan robek akibat dari pengerasan pembuluh darah
yang terganggu dan endapan lemak. Berkumpulnya gumpalan darah dibagian robek
tersebut yang bersatu dengan kepingan-kepingan darah menjadi trombus. Trombosis
dapat menyebabkan serangan jantung mendadak dan stroke
4. Bakteri Myobakterium tuberculosis, dengan ukuran panjang 1-4 µm
5. dan tebal 1,3-0,6 µm, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta
6. tahan asam atau basil tahan asam.
7. Bakteri Myobakterium tuberculosis, dengan ukuran panjang 1-4 µm
8. dan tebal 1,3-0,6 µm, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta
9. tahan asam atau basil tahan asamFaktor fisiologisMenurunnya kapasitas O2 seperti
pada anemia. 2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi
saluaran napas bagian atas. 3) Hipovolemia sehingga sehingga tekanan darah
menurun mengakibatkan transport O2 terganggu. 4) Meningkatnya metabolisme
seperti adanya infeksi,demam,ibu hamil, luka. 5) Kondisi yang memengaruhi
pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang
abnormal, serta penyakit kronis seperti TB paru. b. Faktor perkembangan 1) Bayi
prematur 2) Bayi dan toodler 3) Anak usia sekolah dan pertengahan 4) Dewasa tua c.
Faktor prilaku 1) Nutrisi 2) Latihan fisik 3) Merokok 4) Penyalahgunaan substansi
kecemasan 8 d. Faktor lingkungan 1) Tempat kerja 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian
tempat dari permukaan laut (Haswita & Reni, 2017).
4. Faktor Resiko (Faktor Yang Mempengaruhi)
Menurut Hemingway & Marmot (2015) ada beberapa faktor risiko yang mengakibatkan
terjadinya CAD yaitu :
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah, yang meliputi:
1) Usia
Kerentanan terhadap aterosklerosis meningkat dengan bertambahnya usia. Pada
laki-laki biasanya risiko meningkat setelah umur 45 tahun sedangkan pada wanita
umur 55 tahun.
2) Jenis Kelamin
Aterosklerosis 3 kali lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Wanita
agaknya relatif lebih kebal terhadap penyakit ini karena dilindungi oleh hormon
estrogen, namun setelah menopause sama rentannya dengan pria.
3) Ras
Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis dibanding orang kulit
putih.
4) Riwayat Keluarga CAD
Riwayat keluarga yang ada menderita CAD, meningkatkan kemungkinan
timbulnya aterosklerosis prematur.
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
Yaitu faktor risiko yang dapat dikontrol dengan mengubah gaya hidup atau
kebiasaan pribadi, yang meliputi:
1) Hiperlipidemia
Adalah peningkatan lipid serum, yang meliputi: Kolesterol > 200mg/dl,
Trigliserida >200 mg/dl, LDL > 160 mg/dl, HDL < 35 mg/dl.
2) Hipertensi
Adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik. Hipertensi terjadi
jika tekanan darah melebihi 140/90 mmHg. Peningkatan tekanan darah
mengakibatkan bertambahnya beban kerja jantung. Akibatnya timbul hipertrofi
ventrikel sebagai kompensasi untuk meningkatkan kontraksi. Ventrikel semakin
lama tidak mampu lagi mengkompensasi tekanan darah yang terlalu tinggi hingga
akhirnya terjadi dilatasi dan payah jantung. Dan jantung semakin terancam oleh
aterosklerosis koroner.

3) Merokok.
Merokok akan melepaskan nikotin dan karbonmonoksida ke dalam darah.
Karbonmonoksida lebih besar daya ikatnya dengan hemoglobin daripada dengan
oksigen. Akibatnya suplai darah untuk jantung berkurang karena telah didominasi
oleh karbondioksida. Sedangkan nikotin yang ada dalam darah akan merangsang
pelepasan katekolamin. Katekolamin ini menyebabkan konstriksi pembuluh darah
sehingga suplai darah ke jantung berkurang. Merokok juga dapat meningkatkan
adhesi trombosit yang mengakibatkan terbentuknya thrombus.
4) Diabetes Mellitus
Hiperglikemi menyebabkan peningkatan agregasi trombosit. Hal ini akan memicu
terbentuknya trombus. Pasien Diabetes Mellitus juga berarti mengalami kelainan
dalam metabolisme termasuk lemak karena terjadinya toleransi terhadap glukosa.
5) Obesitas
Obesitas adalah jika berat badan lebih dari 30% berat badan standar. Obesitas
akan meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen.
6) Inaktifitas Fisik
Inaktifitas fisik akan meningkatkan risiko aterosklerosis. Dengan latihan fisik akan
meningkatkan HDL dan aktivitas fibrinolisis.
7) Stres dan Pola Tingkah Laku
Stres akan merangsang Hiperaktivitas HPA yang dapat mempercepat terjadinya
CAD. Peningkatan kadar kortisol menyebabkan ateroklerosis, hipertensi, dan
kerusakan sel endotel pembuluh darah dan merangsang kemotaksis (Januzzi dkk,
2014).

5. Patofisiologi
Menurut LeMone, Priscilla, dkk tahun (2019) penyakit jantung koroner biasanya
disebabkan oleh faktor resiko yang tidak bisa dirubah (umur, jenis kelamin, dan riwayat
keluarga) dan faktor resiko yang bisa dirubah (hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus,
merokok, obesitas, stress, dan kurang aktifitas fisik). Paling utama penyebab penyakit
jantung koroner adalah aterosklerosis. Aterosklerosis disebabkan oleh factor pemicu yang
tidak diketahui yang dapat menyebabkan jaringan fibrosa dan lipoprotein menumpuk di
dinding arteri. Pada aliran darah lemak diangkut dengan menempel pada protein yang
disebut apoprotein. Keadaan hiperlipedemia dapat merusak endotelium arteri. Hal ini
mengakibatkan Low Densitiy Lipoprotein (LDL) atau biasanya disebut dengan lemak
jahat yang ada dalam darah. Semakin banyak LDL yang menumpk maka akan mengalami
proses oksidasi. Plak dapat mengurangi ukuran lumen yang terdapat pada arteri yang
terangsang dan menggangu aliran darah. Plak juga dapat menyebabkan ulkus penyebab
terbentuknya trombus, trombus akan terbentuk pada permukaan plak, dan penimbunan
lipid terus menerus yang dapat menyumbat pembuluh darah. Apabila fibrosa pembungkus
plak pecah (ruptur plak), maka akan menyebabkan debris lipid terhanyut dalam aliran
darah dan dapat menyumbat arteri serta kapiler di sebelah distal plak yang pecah.
Akibatnya otot jantung pada daerah tersebut mengalami gangguan aliran darah dan bisa
menimbulkan aliran oksigen ke otot jantung berkurang. Peristiwa tersebut mengakibatkan
sel miokardium menjadi iskemik sehingga hipoksia. Mengakibatkan proses pada
miokardium berpindah ke metabolism anaerobik yang menghasilkan asam laktat sehingga
merangsang ujung saraf otot yang menyebabkan nyeri.
5. Pathway

Faktor pencetus seperti usia, jenis kelamin, merokok, kolestrol tingggi, diabetes

Arteriosklerosis Hiperglikemi

Penyempitan arteri koroner Resiko perfusi miokard tidak efektif

Penururnan perfusi jaringan jantung

Suplai oksigen dan nutrisi terganggu Riwayat mengkonsumsi obat

Metabolism anaerob Manajemen medikasi tidak terkontrol

Merangsang pelepasan Peningkatan asam laktat Risiko ketidakstabilan


(histamine, katekolamin, kadar glukosa darah
Bradidin, prostaglandin)

Merangsang noriseptor Asidosis

Impuls dihantarkan Fungsi ventrikel terganggu


oleh saraf
Nyeri akut Perubahan hemodinamik

Tekanana jantung meningkat

Tekanan paru-paru meningkat

Resiko perfusi miokard tidak


efektif

6. Manifestasi Klinis
a. Angina
Gejala yang paling umum dari Coronary Artery Disease atau CAD adalah angina atau
nyeri dada. Angina ini dapat timbul dengan perasaan seperti ada tekanan atau remasan
pada bagian dada, bahu, lengan, leher, rahang, hingga punggung.
b. Sesak napas
Selain angina, gejala umum berikutnya dari CAD adalah sesak napas. Gejala ini
timbul akibat ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Pada akhirnya, penderitanya akan mengalami sesak napas dan
bahkan kelelahan ekstrem juga sangat mungkin melanda.
c. Serangan jantung
Seseorang dapat mengalami serangan jantung akibat CAD, manakala aliran darah
yang mengandung oksigen menuju jantung benar-benar terhambat dan terputus. Pada
umumnya, penderita akan menderita rasa tertekan pada dada, terutama pada bagian
tengah ataupun sisi kiri dada. Rasa nyeri dan tertekan pada dada ini terkadang disertai
dengan sensasi perih atau panas di dada, atau yang biasa disebut sebagai heartburn.
Kondisi ini biasanya berlangsung selama beberapa menit dan bisa hilang dan timbul
kembali.
d. Pucat
e. Denyut jantung lebih cepat
f. Pusing
g. Mual
h. Berdebar-debar
i. Kelemahan yang luar biasa ( Menurut Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, (2001)
dalam Nurhidayat S.(2011))

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisa Gas Darah (AGD)
Mengidentifikasi dari status oksigen, keseimbangan asam – basa dan efektifitas fungsi
pernafasan (Nurhidayat. S, 2011).
b. Pemeriksaan darah lengkap
a. Profil lemak
Kolesterol total, trigliserida dan lipoprotein diukur untuk mengevaluasi resiko
aterosklerosis. Kolesterol serum total yang meningkat lebih dari 200 mg/ml
merupakan faktor peningkat resiko penyakit jantung koroner.
b. Eletrolit serum
Elektrolit serum dapat mempengaruhi prognosis dari pasien penyakit
jantung.Natrium serum mencerminkan keseimbangan cairan.Kalsium sangat
penting untuk koagulasi darah dan aktivitas neuromoskular. Pada pasien dengan
hiper maupun hipokalsemia dapat menyebabkan perubahan EKG dan disritmia.
c. Kalium serum
Kalium serum dipengaruhi oleh ginjal. Penurunan kadar kalium mengakibatkan
iritabilitas jantung dan membuat pasien mendapat preparat digitalis cenderung
mengalami toksisitas digitalis dan peningkatan kadar kalium mengakibatkan
depresi kiokardium dan iritabilitas ventrikel .hypokalemia dan hyperkalemia dapat
menyebabkan fibrilasi ventrikel dan henti jantung.
d. Nitrogen urea darah Nitrogen urea darah (BUN) adalah produk akhir metabolisme
protein dan diekskresikan oleh ginjal.Pada pasien dengan penyakit jantung,
e. Glukosa
Glukosa serum harus dipantau karena kebanyakan dari pasien penyakit jantung
juga menderita diabetes mellitus. Glukosa serum sedikit meningkat pada keadaan
stress akibat mobilisasi epinefrin endogen yang menyebabkan konversi glikogen
hepar menjadi glukosa (Suzanne C. Smeltzer, 2015).
c. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan tes ultrasound non invasive yang digunakan untuk
memeriksa ukuran, bentuk dan pergerakan struktur jantung. (Suzanne C. Smeltzer,
2015).
d. Elektrokardiogram (EKG)
Elektrokardiogram (EKG) merupakan grafik yang dihasilkan oleh suatu alat yaitu
elektrokardiograf, alat ini merekam aktifitas listrik dari jantung untuk menunjukkan
adanya kelainan pada jantung (Nurhidayat. S, 2011). Pada hasil pemeriksaan EKG
untuk penyakit jantun koroner yaitu terjadinya peningkatan amplitude gelombang R
pada sandapan lateral saat laju jantung yang cepat, terjadi peningkatan gelombang T
yang tinggi dan lancip di V2 dan V3, depresi segmen ST pada PVC dan dapat dilihat
dari nilai kedalaman depresi segmen ST / tinggi gelombang R lebih dari 0,1 (Radi,
Basuki, dkk, 2016).
e. Foto rontgen dada
Hasil dari pemeriksaan rontgen dada dapat menilai ukuran dari jantung untuk melihat
ada atau tidaknya pembesaran jantung (kardiomegali) melihat kelainan dari paru. Pada
pemeriksaan rontgen dada tidak dapat melihat adanya kelainan penyakit jantung
koroner tetapi, ukuran jantung dapat menilai apakah seseorang penderita berada pada
penyakit jantung koroner lanjut atau mungkin berlanjut pada payah jantung
(Nurhidayat. S, 2011).
f. Pemeriksaaan laboratorium
Dilakukan untuk megetahui kadar trigiserida sebagai factor resiko peningkat. Dari
pemeriksaan darah juga dapat diketahui ada tidaknya serangan jantung akut dengan
melihat kenaikan enzim jantung (Nurhidayat. S, 2011).
g. Treadmill
Bentuk kerja dari pemeriksaan treadmill ini beupa ban yang berjalan sama dengan alat
olah raga pada umumnya, tetapi dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG.
Prinsip kerja dari treadmill ini yaitu merekam aktifitas fisik dari jantung pada saat
latihan yang dapat memberikan petunjuk adanya penyakit jantung koroner dengan
melihat gambaran dari EKG tersebut. Merupakan pemeriksaan yang luas dipakai
untuk deteksi dan sekaligus estimasi prognose penyakit jantung coroner (Nurhidayat.
S, 2011).
h. Pemeriksaan angiography coroner
Cara pemeriksaan keadaan jantung adalah dengan sinar-X terhadap arteri koroner
yang disebut angiogram. Memasukkan zat pewarna (dye) ke dalam arteri koroner
yang dapat direkam oleh sinar-X karena keadaan jantung yang terus berdenyut maka
pengambilan gambar dilakukan dengan menggunakan video. (Nurhidayat. S, 2011).
i. Kateterisasi jantung
Cara kerja dari kateterisasi jantung sendiri yaitu memasukkan kateter yang seukuran
ujung lidi, kemudian selang ini di masukkan ke dalam pembuluh arteri. Kateterisasi
dapat dilakukan pada pangkal paha, lipatan lengan atau melalui pembuluh darah di
lengan bagian bawah. Kemudian kateter didorong menuju muara pembuluh koroner
lalu disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi pembuluh koroner, dari situ dapat
kita lihat adanya penyempitan atau tidak ada penyimbatan. (Nurhidayat.S, 2011).

8. Penatalaksanaan Medis
Intervensi pada serangan akut :
a. Penanganan nyeri
1) Morphin sulfat
2) Nitrat
3) Penghambat beta (beta blocker) (Majid, Abdul, 2019).
b. Membatasi ukuran infark pada miokardium
Caranya dengan meningkatkan supali darah dan oksigen ke jaringan
miokardium.
1) Antikoagulan, berfungsi untuk mencegah bekuan darah yang dapat menyumbat
sirkulasi.
2) Trombolitik, ini sering disebut juga sebagia penghancur bekuan darah, menyerang
dan melarutkan bekuan darah.
3) Antilipemik, dapat disebut juga dengan hipolipemik atau antilipemik bermerek yang
berfungsi untuk menurunkan konsentrasi lipid pada darah.
4) Vasodilator perifer, bertujuan untuk meningkatkan dilatasi pembuluh darah yang
menyempit karena vasospasme.
c. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen dapat diberikan saat nyeri timbul. Oksigen yang dihirup akan
meningkatkan saturasi darah.
d. Membatasi aktivitas fisik
Istirahat adalah merupakan cara yang efektif untuk membetasi aktivitas fisik.
Pembatasan aktivitas fisik dapat mempercepat penghentian dari nyeri (Majid, Abdul,
2019).
Intervensi jangka panjang :
a. Pemberian diuretic, biasanya menggunakan derivate chlorodiatiazide 50 mg di setiap
pagi
b. Pemberian nitrates, secara sublingual sangat efektif sebagai upaya preventif serangan
angina. Klien akan dianjurkan untuk meminum obat sesuai dengan anjuran dari dokter.
c. Pemberian penghambat beta untuk mencegah serangan angina
d. Antilipemik
e. Latihan fisik bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, mental, sosial terutama setelah
mendapat serangan jantung dan mengalami pembedahan jantung. Dengan adanya
latihan fisik klien diharapkan mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
f. Memperpanjang masa istirahat
g. Tindakan pembedahan.
Jika terapi farmakologik tidak memadai, maka akan dilakukan tindakan invasif.
1) Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA)
Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) merupakan usaha untuk
memperbaiki aliran darah arteri coroner dengan menghancurkan plak ang
mengganggu aliran darah. PTCA dilakukan jika klien yang mempunyai lesi hampir
70% yang menyumbat sehingga banyak daerah jantung yang mengalami iskemia.
Cara kerja dari PTCA yaitu dengan memasukkan selang kateter yang ujungnya
sudah terdapat balon yang nantinya akan dimasukkan ke dalam arteri koroner yang
mengalami gangguan dan diletakkan di antara aterosklerosis. Balon kemudian
dikembangkan lalu dikempiskan dengan cepat untuk mnghancurkan plak (Majid,
Abdul, 2019).
2) Revakulrisasi Arteri Koroner (RAK)
Teknik yang baru yaitu tandur pintas arteri koroner (Coronary Artery Bypass Grat -
CABG). Pertimbangan dilakukan pintasan CABG yaitu arteri koroner telah
mengalami sumbatan minimal 70% jika sumbatan kurang dari 70% maka aliran
darah pada arteri tersebut masih adekuat, sehingga dapat encegah aliran darah yang
adekuat pada pintasan. Akibatnya akan terjad bekuan pada CABG sehingga koreksi
melalui pembedahan menjadi sia – sia (Majid, Abdul, 2019).
3) EECP (Enhanced External counter – Pulsation)
Tujuan dari EECP yaitu mampu meningkatkan suplai darah kedalam arteri koroner
membuka kolateral dan dapat mengurangi beban kerja dari jantung.Cara kerjanya
yaitu dengan 3 pasang manset yang dibalutkan di betis, paha dan pinggul. Manset
ini akan mengembang pada waktu jantung relaksasi secara berurutan mulai dari
betis, paha dan kemudian pinggul. Dengan demikian darah akan didorong balik dari
perifer ke jantung sehingga meningkatkan tekanan darah diastole yang selanjutnya
mendorong darah masuk ke dalam arteri koroner. (Nurhidayat. S, 2011).

9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh penyakit jantung coroner menurut Wicaksono
Saputro (2019) adalah sebagai berikut:
a. Syok Kardiogenik
Pada syok kardiogenik dapat ditandai dengan adanya gangguan pada fungsi ventrikel
kiri yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang
khas pada syok kardiogenik yang di sebabkan oleh infark miokardium akut
(Nurhidayat. S, 2011).
b. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan gangguan pada sistem sirkulasi miokardium
gagal jantung kongestif merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat
memompa darah yang cukp untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
(Sudarta, 2013).
c. Edema Paru
Edema paru merupakan suatu cairan abnormal yang tertimbun pada paru baik dalam
alveoli atau dirongga intersitial. Paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang
karena tertimbun cairan, sehingga udara tidak bisa masuk maka terjadi hipoksia
berat (Wicaksono, 2019)
d. Sindrom Dissler (postpericardiotomy syndrome)
Sindrom postpericardiotomy ini biasanya trjadi 23 bulan setelah tindakan
pembedahan. Pada keadaan ini pericardium mengalami penipisan sebesar 0,8 mm.
pada kasus ini akan muncul tanda dari inflamasi, fibrosis dan tanda lainnya yang
sesuai dengan klasifikasi pericardium intraoperative (Kudaiberdiev, 2017).
e. Pericarditis Akut
Pericarditis akut bisa disebut juga dengan peradangan pada pericardium yang
bersifat jinak dan dapat terjadi sebagai manifestasi klinis dari penyakit sistemik.Efek
yang dapat ditimbulkan dari pericarditis adalah efusi pericardial yang memicu
tamponade jantung (Márcio, De Melo & Fernandes, 2015).
f. Aneurisme Ventrikel
Aneurisme adalah dilatasi abnormal dari pembuluh darah / aorta. Terjadi suatu
perubahan pada dindin aorta, elastin dan otot polos mengalami suatu proses dan
menjadi jaringan ikat, akibatnya dinding menjadi lemah lalu menggembung.
Penggembungan yang terjadi adalah local dan dapat mencapai lebih lebih dari 50%
diameter normal (Widhiatmoko & Apuranto, 2012).
g. Rupture Miokard
Ruptur mokard adalah terjadinya robekan pada bagian – bagian jantung seperti otot,
dinding, septum, korda tendinea atau katup – katup Jantung (Widhiatmoko &
Apuranto, 2012).

10. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor registrasi,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan
tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala gejala
coronary arteri disease, yakni munculnya dyspnea. Tanyakan juga gajala-gejala
lain yang mengganggu pasien.
4) Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia.Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa
lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.
Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.
5) Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko
utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
6) Keadaan umum.
a) Pengukuran tanda vital seperti temperature, tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
b) Tingkat kesadaran.
c) Pengukuran pemasukan cairan.
- Cairan oral: NGT dan oral.
- Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV.
- Makanan yang cenderung mengandung air.
- Irigasi kateter atau NGT.
d) Pengukuran pengeluaran cairan.
- Urine: volume, kejernihan, atau kepekatan.
- Feses: jumlah dan konsistensi.
- Muntah.
- Tube drainase.
7) Pengkajian fisik
a) Tingkat kesadaran
b) Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
c) Frekuensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak mencukupinya
oksigen ke dalam miokard
d) Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
e) Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
f) Warna dan suhu kulit
g) Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tanda-tanda
gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
h) Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika
merupakan potensial komplikasi yang fatal
i) Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya tanda
dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
8) Pemeriksaan penunjang
a) Angiography coroner
b) Echocardiogram
c) EKG
d) Hasil Laboratorium : DL, CKMB, FH, Mioglobin, CK, LDH, Bun,SC, Na, K,
Lipid profil.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis (iskemia).
2. Inefektif pola nafas berhubungan dengan dipsnea
3. Risiko perfusi miokard tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia
4. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan manajemen
medikasi tidak terkontrol

c. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1. Nyeri akut berhubungan  Tingkat nyeri  Manajemen nyeri
dengan agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Observasi
biologis (iskemia) keperawatan 3x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
tingkatan nyeri klien karakteristik, durasi,
menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas,
hasil : intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri (4) 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis (4) 3. Identifikasi respon nyeri
3. Frekuensi nadi (4) nonverbal
4. Pola nafas (4) 4. Identifikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresure, terapi music,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/ dingin, terapi
bermain)
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyer
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesic, jika perlu.

2. Inefektif pola nafas  Pola nafas  Manajemen jalan nafas


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindaka Observasi
dispnea keperawatan 3x24 jam 1. Monitor pola nafas
diharapkan inspirasi (frekuensi, kedalaman,
dan/ekpirasi ventilasi usaha nafas )
membaik dengan kriteria 2. Monitor bunyi nafas
hasil : tambahan (mis.gurgling,
1. Dispnea (3) mengi, wheezing, ronkhi
2. Penggunaan otot bantu kering)
nafas (3) Terapeutik
3. Frekuensi nafas (3) 1. Posisikan semi
4. Kedalaman nafas (3) fowler/fowler
2. Berikan minum hangat
3. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
4. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
ada konta indikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekpektoran,
mukolitik, jika perlu
3. Risiko perfusi miokard  Perfusi miokard  Manajemen syok
tidak efektif Setelah dilakukan tindakan kardiogenik
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam Observasi
hiperglikemia keadekuatan aliran darah 1. Monitor status oksigenasi
arteri koronaria untuk ( oksimetri nadi, AGD)
mempertahankan fungsi 2. Monitor tingkat
jantung meningkat dengan kesadaran dan respon
kriteria hasil : pupil
1. Nyeri dada (2) 3. Monitor rontgen dada
2. Tachicardi (4) (mis. Kongesti paru,
edema paru, pembesaran
jantung)
4. Identifikasi penyebab
masalah utama ( mis.
Volume, pompa atau
irama)
Terapeutik
1. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
2. Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
inotropic ( mis.
Dobutamine), jika TDS
70-100 mmHg tanpa
disertai tanda/gejala syok
2. Kolaborasi pemberian
vasopressor ( mis.
Dopamine), jika TDS 70-
100 mmHg disertai
tanda/gejala syok
3. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu

4 Risiko ketidakstabilan  Kestabilan kadar glukosa  Manajemen hiperglikemi


kadar glukosa darah darah Observasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemungkinana
manajemen medikasi keperawatan 3x24 jam penyebab hiperglikemis
tidak terkontrol diharapkan kadar glukosa 2. Monitor tanda dan gejala
darah berada pada rentang hiperglikemia ( mis.
normal dengan kriteria Poliuri, polidipsi,
hasil : pokiufagi, kelemahan,
1. Mengantuk (3) malaise, pandangan kabur,
2. Kadar glukosa dalam sakit kepala)
darah (4) Terapeutik
1. Konsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
2. Fasilitasi ambulasi jika
ada hipotensi ortostatik
Edukasi
1. Ajarkan pengelolaan
diabetes (mis.
Menggunakan insulin,
obat oral, monitor asupan
cairan pengganti
karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
cairan IV, jika perlu

d. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah sebuah tindakan atau proses gagasan yang sudah disusun
dengan begitu cermat dan detail. Implementasi ini umumnya tuntas sesudah di anggap
permanen. Di dalam implementasi biasanya dilakukan tindakan dari intervensi yang
telah dibuat/ditegakan.
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses identifikasi untuk mengukur/menilai apakah sebuah
kegiatan atau program dilaksanakan sesuai perencanaan dan berhasil mencapai tujuan
atau tidak. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil akhir dengan apa yang
seharusnya dicapai. Setelah dilakukan Rencana keperawatan kondisi pasien sudan
membaik dari pada sebelumnya. Tetapi rencana tersebut harus dilanjutkan dengan
baik lagi sampai kondisi pasien benar-benar sembuh total.

Anda mungkin juga menyukai