Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

CVA BLEEDING

SOFYA NURUL FAIZAH MR


191210019

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN FAKULTAS VOKASI

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Pasien CVA Bleeding sesuai dengan Praktik Keperawatan
Medikal Bedah 2 Di Ruang Yudistira RSUD jombang disusun oleh :
Nama : Sofya Nurul Faizah MR
NIM : 191210019
Prodi : D-III Keperawatan
Sebagai syarat kebutuhan pemenuhan Tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah 2
semester VI D-III Keperawatan ITSKes ICMe Jombang.
Disetujui Pada :
Hari/ Tanggal :

Jombang, juni 2022

Mahasiswa

(……………………………)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(….………..……………...) (………………………………….)

Kepala Ruangan

(…………………………..…….)
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Pada Pasien CVA Bleeding sesuai dengan Praktik Keperawatan
Medikal Bedah 2 Di Ruang Yudistira RSUD jombang disusun oleh :
Nama : Sofya Nurul Faizah MR
NIM : 191210019
Prodi : D-III Keperawatan
Sebagai syarat kebutuhan pemenuhan Tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah 2
semester VI D-III Keperawatan ITSKes ICMe Jombang.
Disetujui Pada :
Hari/ Tanggal :

Jombang, juni 2022

Mahasiswa

(……………………………)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(….………..……………...) (………………………………….)

Kepala Ruangan

(…………………………..…….)
LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI CVA BLEEDING


Cerebrovaskuler Accident (CVA) bleeding atau stroke hemoragik adalah
rupturnya pembuluh otak yang mengakibatkan akumulasi darah dan penekanan di
sekitar jaringan otak. Ada dua tipe stroke hemoragik yaitu intracerebral hemoragik
atau subarachnoid hemoragik. Pecahnya pembuluh darah di otak disebabkan oleh
aneurisme (menurunnya elastisitas pembuluh darah) dan arteriovenous malformations
(AVMs) (terbentuknya sekelompok pembuluh darah abnormal terbentuk yang
mengakibatkan salah satu dari pembuluh darah tersebut mudah ruptur) (American
Heart Association, 2015).
Stroke hemoragik adalah perdarahan spontan di dalam otak. Penyebab
utamanya adalah hipertensi kronik dan adanya degenerasi pembuluh darah cerebral.
Perdarahan dapat terjadi di dalam otak dan ruang subaraknoid karena ruptur dari arteri
atau ruptur dari aneurisma (Tubagus Vonny, Ali Haji R., Parinding Novita, 2015)
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa stroke
hemoragik (CVA bleeding) merupakan pecahnya pembuluh darah otak yang
mengakibatkan peningkatan volume cairan/darah dalam ruang yang terbatas
(intrakranial) yang mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, sehingga
berdampak pada rusaknya neuron bagian otak yang cedera tersebut dapat menurunkan
kemampuan motorik sensorik.
2. KLASIFIKASI CVA BLEEDING
Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi
saat istirahat, Kesadaran klien umunya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Wilisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global
(sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi
sensorik, afasia dan lain-lain)
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain)
(Mutaqin Arrif, 2008)
3. FAKTOR RESIKO
faktor-faktor lain yang menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :
a. Faktor Resiko Medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor Resiko Pelaku
Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku menerapkan
gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat pada :
1) Kebiasaan merokok
2) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkohol
3) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
4) Kurangnya aktifitas gerak/olahraga
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan yang jelas
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
d. Hipertensi (tekanan darah tinggi) : merupakan peluang terbesar terjadinya stroke.
Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana diameter
pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang mengalir ke otak pun
berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke otak, maka otak kekurangan
suplai oksigen dan glukosa, lama kelamaan jaringan otak akan mati.
1) Penyakit Jantung : seperti koroner dan infark miokard (kematian otot jantung)
menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung merupakan pusat aliran
darah tubuh. Jika pusat pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah
tubuh pun menjadi terganggu, termasuk aliran darah menuju otak.
2) Diabetes Melitus : Pembuluh darah pada penderita diabetes melitus umumnya
lebih kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau
penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan
kematian otak.
3) Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah
berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya plak pada
pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran
darah, termasuk aliran darah ke otak.
4) Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor terjadinya
stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah. Pada
orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL (Low-Density Lipoprotein) lebih
tinggi dibanding kadar HDL (High-Density Lipoprotein). Untuk standar
Indonesia, seseorang dikatakan obesitas jika indeks massa tubuhnya melebihi
25 kg/m. sebenarnya ada dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas
abdominal dan obesitas perifer. Obesitas abdominalditandai dengan lingkar
pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm bagi wanita

4. MANIFESTASI KLINIS CVA BLEEDING


Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi
kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau hemiplegia
(paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi akibat adanya
kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat
kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan
otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik
sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan Gangguan sensibilitas
terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan gangguan saraf sensorik.
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma), terjadi akibat
perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau terjadinya gangguan
metabolik otak akibat hipoksia
d. Afasia (kesulitan dalam bicara) : Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara,
termasuk dalam membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat
kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri middle
sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik,sensorik dan afasia global.
Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika area padaarea Broca, yang terletak pada
lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi
pasien tidak dapat mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara.
Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang terletak pada
lobus temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat menerima stimulasi
pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan pembicaraan. Sehingga respon
pembicaraan pasien tidak nyambung atau koheren. Pada afasia global pasien dapat
merespon pembicaraan baik menerima maupun mengungkapkan pembicaraan.
e. Disatria (bicara cedel atau pelo) : Merupakan kesulitan bicara terutama dalam
artikulasi sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien
dapatmemahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca. Disartria
terjadi karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir,
lidah dan laring. Pasien juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
f. Gangguan penglihatan, diplopia : Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga
pandangan menjadi ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini
terjadi karena kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat
serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan
karena kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.
g. Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX. Selama
menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup kemudian makanan masuk ke
esophagus
h. Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena terganggunya saraf
yang mensarafi bladder dan bowel.
i. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial,
edema serebri.

5. PATOFISIOLOGI
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa
karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa seperti
halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan, namun
menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70% glukosa. Jika aliran darah ke otak
terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan metabolisme otak yang
kemudian terjadi gangguan perfusi serebral. Area otak disekitar yang mengalami
hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak terganggu, lebih dari 30 detik
pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang
permanen jika aliran darah ke otak terganggu lebih dari 4 menit (Tarwoto, 2013).
Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan dua
mekanisme tubuh yaitu mekanisme anatomis dan mekanisme autoregulasi.
Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak untuk pemenuhan
kebutuhan oksigen dan glukosa.
6. PATHWAY

Faktor faktor penyakit Stroke


(alkohol, hiperkolesteroid, merokok, stress, depresi, kegemukan)

Arterosklerosis kepekatan darah meningkat Pembentukan trombus


(elastisitas pembuluh
darah menurun) Obstruksi di otak

post op

perubahan persepsi Sirkulasi serebral terganggu


Sensori
Penurunan darah dari O2 ke otak Resiko Perfusi serebral
tidak efektif
Hipoksia serebri

Keruakan pusat gerakan motorik


Kelemahan pada nervus di lobus ftrontaslis hemis[hare/hemiplagia
V,VII,IX,X

Mobilitas menurun Hambatan Mobilitas fisik


Pola nafas tidak efetif
Tirah baring

Kurang perawatan diri


7. KOMPLIKASI CVA BLEEDING
a. Ruptur berulang
b. Hidrosefalus
c. Vasospasme
d. Hiponatremia (cerebral salt-wasting syndrome)
e. Bangkitan (seizure)
f. Perluasan perdarahan ke intraparenkim

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK CVA BLEEDING


a. Pemeriksaan Awal
1) Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia (penyakit sickle
cell) atau leukositosis (setelah terjadinya bangkitan atau infeksi sistemik
2) Pemeriksaan koagulasi untuk menentukan riwayat koagulopati sebelumnya
3) Ureum dan elektrolit untuk menentukan hiponatremi akibat salt wasting
(bukan karena SIADH)
4) Glukosa serum untuk menentukan hipoglikemi
5) Rontgen toraks untuk melihat edema pulmonal atau aspirasi
6) EKG 12 sadapan untuk melihat aritmia jantung atau perubahan segmen ST.
7) CT scan kepala tanpa kontras dilakukan < 24 jam sejak awitan.
8) Pungsi lumbal bila CT scan kepala tampak normal.
9) CTA (Computed Tomography Angiography) dilakukan jika diagnosis SAH
telah dikonfirmasi dengan CT Scan atau LP
b. Identifikasi Sumber Perdarahan
Ada 3 metode yang dapat dipilih untuk mengidentifikasi atau menyingkirkan
aneurisma intrakranial dan untuk menggambarkan ukuran dan morfologi
aneurisma yaitu 1. CTA (CT Angiography) stelah injeksi kontras 2 MRA
(Magnetic Resonance Angiography), dan 3 Catheter Angiography.

9. PENATALAKSANAAN CVA BLEEDING


a. Penatalaksanaan Medis
1) Menurunkan kerusakan iskemik serebral
Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin
area iskemik dengan memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah yang
adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki disritmia serta tekanan darah.
2) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3) Pengobatan
a) Anti Koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan
pada fase akut
b) Obat Anti Trombotik : Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik atau embolik
c) Diuretika : Untuk menurunkan edema serebral
3. Pembedahan
4. Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.

10. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Adapun pemeriksaan penunjang pada Stroke Hemoragik yaitu:
a) Angiografi Serebral: Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri
b) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT): Untuk mendeteksi
luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan
mengukur stroke( sebelum nampak oleh pemindaian CT-Scan)

c) CT Scan: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi


hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti
d) MRI : Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan
infrak akibat dari hemoragik
e) EEG: Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak

f) Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan


serebrospinal, AGD, biokimia darah, elektrolit.

11. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CVA BLEEDING


a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososial.
1) Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
bantuan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif dan koma.
3) Riwayat Penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral
yang lama, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-
obatan adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang
sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi,
antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengakian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang
dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
5) Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga maupun masyarakat.
Adakah dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan
konsep diri yang didapatkan, klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif. Pola penanggungan stres, klien
biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Pola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena
tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu
penyakit yang sangat mahal.
4) Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-
B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami
gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda
vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
a) B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi nafas.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti rokhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis pada pengkajian
inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan-kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
b) B2(Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya terjadi
peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD > 200 mmHg
c) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urin sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan postural . Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril. Inkontinensia urin yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan
dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalag pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron
motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi
yang berlawanan dari otak.

b. Diagnosa keperawatan
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d stroke
2. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis

c. Intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA SLKI SIKI


KEPERAWATAN
1 Resiko perfusi serebral  Perfusi serebral  Pemantauan tekanan
tidak efektif b.d stroke Setelah dilakukan intrakranial
tindakan keperawatan 1. Observasi

selama 2x24 jam a. Identifikasi


penyebab
diharpkan masalah yg
peningkatan TK
dialami pasien menurun
b. Monitor peningkatan
dengan kriteria hasil:
TD
1. Tingkat kesadaran
c. Monitor ireguleritas
cukup meningkat (4) irama nafas
2. Kognitif cukup 2. Teraupeutik
meningkat (4) a. Pertahankan posisi

3. Sakit kepala cukup kepala dan leher


netral
menurun (4)
b. Bilas sistem
4. Kecemasan cukup
pemantauan
menurun (4)
c. Atu interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
3. Edukasi
a. Jelakan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan

2 Pola nafas tidak efektif  Pola nafas  Manajemen jalan nafas


Setelah dilakukan 1. Observasi
b.d gangguan
tindakan keperawatan a. Memonitor pola
neurologis nafas
selama 2x24 jam pola
nafas klien menurun b. Memonitor pola
dengan kriteria hasil : nafas tambahan
1. Tekanan inspirasi 2. Terapeutik
cukup menurun (1) a. Pertahankan
2. Dispnea (4) kepatenan jalan
3. Penggunaan otot nafas
bantu nafas cukup b. Posisikan semi-
menurun (4) fowler atau fowler
4. Frekuensi nafas c. Berikan minum
cukup membaik (4) hanget
5. Kedalaman nafas d. Berikan oksigen
cukup membaik (4) 3. Edukasi
a. Anjurkan asupan
cairan 200ml/hari
b. Ajarkan tekhnik
batuk efektif
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
d. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan

rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna

membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).

Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:

1. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan

2. Diagnosis keperawatan

3. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan

4. Tanda tangan perawat pelaksana

e. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang

didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan

suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria

hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada individu (Nursalam,

2008). Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP.


DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2015. Hemorrhagic Strokes (Bleeds) Update 22 Juni


2015(Online :
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/TypesofStroke/
HemorrhagicBleeds/Hemorrhagic-Strokes-Bleeds_UCM_310940_Article.jsp Diakses
pada tanggal 24 Agustus 2015 pukul 23.05 WIB )

Tubagus Vonny, Ali Haji R., Parinding Novita. 2015. Gambaran Hasil Pemeriksaan CT
ScanKepala Pada Penderita Stroke Hemoragik Di Bagian Radiologi FK
UNSRAT/SMF Radiologi Blu RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic
Volume 3 Nomor 1 Januari- April 2015.

Mutaqin Arrif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Salemba Medika. Jakarta. Online : https://books.google.co.id/books?
id=8UIIJRjz95AC&pg=PA237&lpg=PA237&dq=stroke+hemoragik+adalah&source=
bl&ots=_luggnGo4U&sig=RCZkfhxS99KEAnnjABuLRNTfrt4&hl=en&sa=X&redir
_esc=y#v=onepage&q=stroke%20hemoragik%20adalah&f=false. Diakses tanggal 24
Agustus 2015 pukul 23.30 WIB.

Anggiamurni Lulu. 2010. Hubungan Volume dan Letak Lesi Hematom Dengan Kecepatan
Pemulihan Fungsi Motorik Penderita Stroke Hemoragik Berdasarkan Kategori Skala
Orgogozo. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Pendidikan Dokter
Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang.

Dewanto George dkk. 2007. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kariasa. 2009. Persepsi Pasien Paska Serangan Stroke Terhadap Kualitas Hidupnya Dalam
Perspektif Asuhan Keperawatan. Tesis Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan
Keperawatan Medikal Bedah. Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Depok.

Anda mungkin juga menyukai