Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

BANTUAN HIDUP DASAR PADA STROKE


HEMORAGIK

Disusun oleh:
Hussam Hilal Alkatiri – 030.16.070

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, atas
berkah, rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Bantuan Hidup Dasar Pada Stroke Hemoragik”. Referat ini disusun untuk
memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Anestesi Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Semarang.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
Dokter pembimbing, orangtua penulis, teman-teman dokter muda, dan semua
pihak yang telah membantu peulis menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
segala kritik dan saran dari semua pihak sangatlah diharapkan untuk
menyempurnakan referat ini. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Jakarta, Juli 2020

Hussam Hilal Alkatiri


030.16.013
DAFTAR ISI

i
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................ii
BAB I ...............................................................................................................iii
1.1. Latar Belakang..........................................................................iii
BAB II Tinjauan Pustaka...................................................................................1
2.1. Definisi......................................................................................1
2.2. Epidemiologi.............................................................................1
2.3. Faktor Risiko.............................................................................1
2.4. Klasifikasi.................................................................................1
2.5. Patofisiologi..............................................................................2
2.6. Manifestasi Klinis.....................................................................2
2.7. Pemeriksaan Fisik.....................................................................3
2.8. Pemeriksaan Penunjang............................................................3
2.9. Diagosis.....................................................................................3
2.10. Penatalaksanaan........................................................................4
2.11. Prognosis...................................................................................5
BAB III Kesimpulan.............................................................................................6
Daftar Pustaka.......................................................................................................7

BAB I

PENDAHULUAN

ii
1.1 Latar Belakang

 Menurut   World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi


klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung
dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa
ditemukannya penyakit selain daripada gangguan vascular. Kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi
Berdasarkan kelainan patologisnya, stroke dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Stroke hemoragik diakibatkan oleh
pecahnya pembuluh darah di otak, sedangkan stroke non hemoragik disebabkan
oleh oklusi pembuluh darah otak yang kemudian menyebabkan terhentinya
pasokan oksigen dan glukosa ke otak.1
   Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker.Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke
baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Jumlah penderita stroke di
Indonesia terus meningkat.2
Basic Life Support (BLS) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai
Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan usaha yang dilakukan
untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami
keadaan yangmengancam jiwa. Di luar negeri BLS/BHD ini sebenarnya sudah
banyak diajarkan pada orang&orang awam atau orang-orang awam khusus,
namun sepertinya hal ini masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat
Indonesia.3

iii
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Stroke adalah sindroma yang ditandai dengan gangguan fungsi otak, fokal
atau global yang timbul secara mendadak dan berlangsung lebih dari 24 jam atau
diakhiri dengan kematian yang disebabkan oleh gangguan aliran darah.1
Stroke hemorragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak sehingga mengakibatkan pengeluaran darah ke parenkim
otak dan/atau ruang cairan cerebrospinal di otak. Terjadi gangguan sirkulasi di
otak mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan otak yang tidak
mendapatkan aliran darah serta terbentuknya hematom di otak yang
mengakibatkan penekanan. Proses ini menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial sehingga terjadi herniasi jaringan otak yang dapat mengakibatkan
kompresi pada batang otak.4

2.2. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan
kanker. World Health Organization memperkirakan sekitar 15 juta pasien di dunia
merupakan pasien stroke. Sekitar 700.000 kasus stroke setiap tahunnya ditemukan
di Amerika, sebanyak 600.000 kasus merupakan stroke iskemik dan 100.000
kasus atau sekitar 15-20% merupakan stroke hemorragik.1
Stroke di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, sekitar
15,9% menyerang usia 45-55 tahun, 26,8% usia 55-64 tahun, dan 23,5% usia >65
tahun. Sekitar 15,45% pasien stroke pada usia lebih dari 45 tahun memiliki angka
mortalitas tertinggi. Prevalensi rata-rata stroke di Indonesia adalah 12,1% per
1000 penduduk, kasus tertinggi di Aceh yaitu 1,66% dan terendah di Papua yaitu
0,38%.5,6

2.3. Faktor Risiko


Terdapat farkor risiko yang dapa dimodifikasi dan tidak dapat
dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi, yaitu merokok,
obesitas, hipertensi, diabetes melitus, kolesterol, dan penyakit jantung.
Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu usia, jenis
kelamin, kelainan pembuluh darah otak, dan genetika.7

2.4. Klasifikasi
1. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan yang berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak
bukan akibat dari trauma. Sekitar 70% terjadi di kapsula interna dan 20%
terjadi di fosa posterior (batang otak dan serebelum), dan 10% terjadi di
hemisfer. Penyebab utama yaitu hipertensi sekitat 50-68% dan merupakan
penyebab tertinggi terjadinya kematian hampoir mendekati 50%. Jika
perdarah terjadi diruang supratentorium memiliki prognosis yang lebih

1
baik dibandingkan dengan perdarahan yang terjadi diruang infratentorium
di daerah pons atau cerebellum karena terjadi peningkanan tekanan yang
lebih cepat pada organ daerah infratentorial.6,8
2. Perdarahan Subaraknoid (PSA)
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam ruang subaraknoid atau
perdarahan yang terjadi di pembuluh darah di luar otak. Paling banyak
disebabkan oleh pecahnya aneurisma (50%).6,8

2.5. Patofisiologi
Tempat umum terjadinya perdarahan adalah ganglia basal (50%), lobus
serebral (10% hingga 20%), thalamus (15%), pons dan batang otak (10% hingga
20%), dan otak kecil (10%). Hematoma mengganggu neuron dan glia. Hal ini
menyebabkan oligaemia, pelepasan neuro-transmitter, disfungsi mitokondria, dan
pembengkakan sel. Trombin mengaktifkan mikroglia, menyebabkan peradangan
dan edema.9
Cedera primer disebabkan oleh kompresi oleh hematoma dan peningkatan
tekanan intracranial. Cedera sekunder disebabkan oleh peradangan, gangguan
sawar darah-otak (BBB), edema, kelebihan radikal bebas seperti spesies oksigen
reaktif (ROS), eksitotoksisitas yang diinduksi glutamat, dan pelepasan
hemoglobin dan zat besi dari bekuan.10
Biasanya, hematoma membesar dalam 3 jam hingga 12 jam. Pembesaran
hematoma terjadi dalam 3 jam dalam sepertiga kasus. Edema Perihematomal
meningkat dalam 24 jam, memuncak sekitar 5-6 hari, dan berlangsung hingga 14
hari. Ada area hipoperfusi di sekitar hematoma. Faktor-faktor yang menyebabkan
penurunan ICH adalah perluasan hematoma, perdarahan intraventrikular, edema
perihematom, dan peradangan. Hematoma serebelar menghasilkan hidrosefalus
dengan kompresi ventrikel keempat pada tahap awal.11

2.6. Manifestasi klinis


Gambaran umum stroke adalah sakit kepala, afasia, hemiparesis, dan
kelumpuhan wajah. Gambaran stroke hemoragik biasanya akut dan berkembang.
Nyeri kepala akut, muntah, kekakuan leher terlihat karena meningkatnya tekanan
darah, dan tanda-tanda neurologis yang berkembang pesat adalah manifestasi
klinis umum dari stroke hemoragik. Gejala dapat menyebabkan perluasan dari
lokasi perdarahan. Berikut manifestasi klinis dari stroke hemorhagik12 :
 Sakit kepala lebih sering terjadi pada hematoma besar.
 Muntah menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial dan sering terjadi
pada hematoma serebelar.
 Koma terjadi pada keterlibatan sistem pengaktifan retikular batang
otak.Seizure, aphasia, and hemianopia are seen in lobar hemorrhage. 
 Prodromal yang terdiri dari mati rasa, kesemutan, dan kelemahan juga
dapat terjadi pada perdarahan lobar.
 Defisit sensorimotor kontralateral adalah gambaran perdarahan ganglia
basalis dan thalamus.
 Hilangnya semua modalitas sensorik adalah fitur utama perdarahan
thalamik.

2
 Perluasan hematoma thalamus ke otak tengah dapat menyebabkan palsy
pandangan vertikal, ptosis, dan pupil yang tidak reaktif.
 Disfungsi saraf kranialis dengan kelemahan kontralateral menunjukkan
hematoma batang otak.
Pendarahan otak kecil menghasilkan gejala peningkatan teknana
intra kranial, seperti lesu, muntah, bradikardia. Kerusakan neurologis
progresif menunjukkan pembesaran hematoma atau peningkatan edema.

2.7. Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik pada pasien dimulai dengan pemeriksaan kesadaran
pasien, kesan sakit, tanda vital biasanya tekanan darah pasien tinggi, status
generalis dari kepala hingga kaki. Kemudian dilakukan pemeriksaan status
neurologis, yaitu tanda rangsangan meningeal, pemerikasaan saraf kranialis,
pemeriksaan motorik ditandai dengan penurunan kekuatan motorik atau pasien
mengalami hemiparesis, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan refleks fisiologis
akan meningkat, dan pemeriksaan refleks fisiologis akan positif.7,8

2.8. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan darah perifer
lengkap biasanya ditandai dengan leukositosis, pemeriksaan elektrolit, pemerisaan
PT/APTT, pemeriksaan CT Scan tanpa kontras ditandai dengan gambaran
hiperdens pada intraserebsi, pemeriksaan EKG daan rontgen thoraks dapat
ditandai dengan kardiomegali. 7,8

2.9. Diagnosis
Diagnosis pada stroke hemorragik dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagosis dibuat
berdasarkan diagnosis klinis, diagnosis topik, diagnosis etiologi dan diagnosis
patologi. Dapat ditandai dengan penurunan kesadaran, hemiparesis atau parese
nervus kranialis secara tiba-tiba dan belum terjadi sebelumnya, memiliki riwayat
penyakit hipertensi, diabetes melitus, ataupun genetik, CT Scan tanpa kontras
menunjukkan gambaran hiperdens daerah intraventrikel atau hemisfer serebri
akibat adanya perdarahan pada daerah tersebut. 7,8
American Stroke Association telah menyarankan akronim ACT FAST
untuk mengenali gejala awal stroke. Mereka termasuk: 8
 F (Wajah) - Droop atau senyum tidak rata pada wajah seseorang.
 A (Lengan) - Mati rasa atau kelemahan lengan - Disebabkan dengan
meminta pasien mengangkat lengan
 S (Kesulitan bicara) - Bicara cadel atau kesulitan dalam memahami
pembicaraan
 T (Waktu) - Jika ada fitur di atas hadir, bahkan jika sementara, sekarang
saatnya untuk memanggil saluran bantuan darurat (112).

3
2.10. Penatalaksanaan
Manajemen awal pada pasien stroke hemorragik yaitu dengan melakukan
tindakan bantuan hidup dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) merupakan
suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan
bertujuan untuk menghentikan proses menuju kematian. Tujuan dilakukan
bantuan hidup dasar untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan
darah-oksigenasi ke jaringan tubuh serta mengembalikan kembali sirkulasi
sistemik spontan atau mengembalikan kembali keadaan henti jantung dan henti
napas hingga tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap datang untuk
melakukan bantuan hidup lanjut.3
Langkah-langkah bantuan hidup dasar, yaitu13:
 Amankan keadaan
Hal pertama yang harus dilakukan yaitu amankan diri kita,
dengan cara memakai APD lengkap, mengamankan pasien dari
tempat kejadian yang berpotensi membahayakan pasien ataupun
penolong.
 Meminta pertolongan
Dapat mengaktifkan code blue atau langsung berteriak
meminta tolong agar penolong yang lebih berkompeten segera
datang.
 Evaluasi korban
Periksa kesadaran dan respon pasien, periksa napas dan
denyut nadi pasien dengan cara look, listen, and feel. Lihat apakah
ada alat bantu pernapasan seperti napas cuping hidung dan retraksi,
dengarkan apakah pasien mengalami sumbatan jalan napas seperti
suara snoring atau mendengkur, kemudian raba denyut nadi carotis,
pemeriksaan dilakukan selama 10 detik, jika pasien tidak teraba
nadi carotis selama 10 detik segera lakukan resusitasi jantung paru.

Menurut AHA Guidelines tahun 2015, tindakan BLS ini dapat disingkat
dengan teknik ABC pada prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation), yaitu
A (Airway) merupakan tindakan untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka, B
(Breathing) merupakan pemberian ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat,
dan C (Circulation) untuk mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung
paru.14
Pada tanggal 18 Oktober 2010, AHA (American Hearth Association)
mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) yang
sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway – Breathing – Circulation) sekarang
menjadi C-A-B (Circulation – Airway – Breathing).14
 Airway
Tindakan untuk mengusahakan agar jalan napas bebas dari
hambatan seperti benda asing atau lidah yang jatuh ke arah posterior pada
pasien stroke. Tanda yang terjadi pada obstruksi jalan napas yaitu
terdengan suara snoring, napas cuping hidung, retraksi trakea, dan retraksi
dinding thoraks. Dapat dilakukan pembebasan jalan napas dengan alat atau
tanpa alat. Pembebasan jalan napas dengan alat dapat dilakukan 3

4
manuvuer, yaitu head tilt – chin lift, jaw thrust, dan membuka mulut.
Sedangkan dengan alat dapat dilakukan pemasangan guedel, LMA, dan
intubasi.
 Breathing
Pada pasien stroke dapat terjadi gangguan pada pusat pernapasan atau
terjadinya infeksi di saluran napas. Sangat penting untuk dilakukan
monitoring saturasi oksigen dan mempertahankannya diatas 95%. Dapat
memberikan bantuan pernapasan dengan cara dari mulut penolong ke
mulut pasie, mulut penolong ke hidung pasien, atau dengan alat ke mulut
pasien dengan pemberian oksigen sekitar 2 liter/menit.
 Circulation
Pada pasien stroke berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, untuk itu
pada awal dapat kita lakukan apakah teraba nadi pada pasien stroke yang
tidak sadar. Jika pasien stroke disertai dengan henti jantung, maka
sesegera mungkin dilakukan resusitasi jantung paru (RJP). RJP dilakukan
terus-menerus hingga pasien tersadar, penolong yang lebih kompeten
datang atau pasien sudah dinyatakan meninggal. Dapat dilakukan
sebanyak 100-120 x/menit, kedalaman kompresi sekitar 5-6 cm, satu
siklus dilakukan sebanyak 30x kompresi dan 2x pemberian napas buatan.

Dapat diberikan resusitasi cairan kristaloid, namun hindari pemberian


cairan destrosa. Kemudian segera lakukan pemeriksaan CT Scan kepala tanpa
kontras, rontgen toraks, EKG, pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, pembekuan
darah, dan AGD.5
Pada pasien stroke hemorragik jika volume hematoma >30 mL, maka
harus dirawat di ICU karena perdaharan intraventrikuler disertai dengan
hidrosefalus akan mempeburuk kondisi pasien. Segera menurunkan tekanan darah
yaitu 15-20% jika tekanan sistolik >180 mmHg, tekanan diastolik >120 mmHg,
MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Jika tekanan intrakranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 30o, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).5
Dapat diperikan neuroprotektor kecuali yang bersifat vasodilator.
Dipertimbangkan untuk tindakan pembedahaan pada usia dan letak perdaran
pasien yaitu jika kondisi pasien semakin memburuk dengam perdarahan
serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel
atau serebelum, dilakukan VP-shinting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan
tanda peningkatan tekanan intrakranial disertai herniasi.5

2.11. Prognosis
Faktor prognostik yang buruk adalah koma, hematoma besar dengan
volume lebih besar dari 30cc, perdarahan intraventrikular, perdarahan fossa
posterior, usia tua lebih dari 80 tahun, hiperglikemia, dan penyakit ginjal kronis.
Kemunduran dini dan kematian adalah masalah utama dengan perdarahan
intracerebral. Koma, pada saat presentasi, menunjukkan prognosis yang buruk.
ASA merekomendasikan bahwa pemantauan dan manajemen pasien dengan
perdarahan intraerebral harus dalam unit stroke khusus. Pada enam bulan, hanya

5
20 persen pasien menjadi mandiri. Para penyintas dapat memasuki kondisi
vegetatif persisten atau sindrom terkunci dalam kasus kerusakan hemispherical
yang luas atau keterlibatan batang otak, masing-masing.5,6,8
BAB III

KESIMPULAN

Pasien dengan stroke hemorragik datang dengan gejala akut, segera


mungkin dilakukan tatalkasana untuk memperbaiki keadaan pasien, yaitu tindakan
bantuan hidup dasar pada pasien untuk menstabilkan kondisi pasien, setelah itu
dilakukan tatalaksana lanjutan agar pasien dapat segera mendapatkan pertolongan
dan memperbaiki prognosis pasien.

6
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Cerebrovascular disorders: a clinical and


research classification. Geneva: World Health Organization; 2012.
2. Ridarineni N. Jumlah Penderita Stroke di Indonesia Terus Meningkat
[internet]. [diperbarui 2 Februari 2014; diakses tanggal 1 Maret 2016].
Tersedia dari : http://www.republika.co.id/berita/nasion al/jawa‐tengah‐
diy‐nasional/14/ 02/02/n0cz1r‐jumlah‐penderita‐stroke‐ di‐indonesia‐
terus‐meningkat.
3. Aaberg AM, Larsen CE, Rasmussen BS, Hansen CM, Larsen JM. Basic
Life Support knowledge, self reported skills and fears in Danish High
School students and effect of a single 45-min training session run by junior
doctors ; a prospective cohort study. Resuscitation and Emergency
Medicine. 2014;22-24.
4. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. McGraw-
Hill.2012.
5. Setyopranoto I. stroke: gejalan dan penatalaksanaan. Cermin Dunia
Kedokteran.2011.
6. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes
2010.2013.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Jakarta.
2011. ISBN 978-979-244277.
8. Morgenstern, Lewis B, Hemphill JC, et al. Guidelines for the management
intracerebral hemorrhage: a guideline for healthcare professionals from the
American Heart Association. Journal of the American Heart
Association.2010.
9. An SJ, Kim TJ, Yoon BW. Epidemiology, Risk Factors, and Clinical
Features of Intracerebral Hemorrhage: An Update. J Stroke. 2017
Jan;19(1):3-10.
10. Aronowski J, Zhao X. Molecular pathophysiology of cerebral hemorrhage:
secondary brain injury. Stroke. 2011 Jun;42(6):1781-6.
11. Chen S, Zeng L, Hu Z. Progressing haemorrhagic stroke: categories,
causes, mechanisms and managements. J. Neurol. 2014
Nov;261(11):2061-78.
12. Fekadu G, Chelkeba L, Kebede A. Risk factors, clinical presentations and
predictors of stroke among adult patients admitted to stroke unit of Jimma
university medical center, south west Ethiopia: prospective observational
study. BMC Neurol. 2019 Aug 07;19(1):187.
13. American Red Cross. Basic Life Support for Healthcare Providers
Handbook.2015.
14. American Heart Association. Part 4 adult basic life support in circulation
journal. 2010.

7
8

Anda mungkin juga menyukai