Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH FARMAKOTERAPI II

STROKE

OLEH:
ADILLA MUWAHADDAH
KARMINI
ANDI AYU FAJRIYATI
SASMITA
KADEK ELY
MADE ASRIANI

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA KENDARI

KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam penyusunannya, kami
memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya . Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal,
semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah
yang lebih baik lagi. Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari
kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik
lagi. Akhir kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Kendari , 18 Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................5
I.1 Latar belakang.................................................................................................5
I.2 Tujuan Penulisan.............................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................8
II.1. Definisi............................................................................................................8
II. 2. Etiologi......................................................................................................10
II. 3. Patofisiologi..............................................................................................11
II. 4. Pathway.....................................................................................................13
II. 5. Tanda dan gejala.......................................................................................13
II. 6. PENGKAJIAN..........................................................................................15
BAB III PENUTUP.....................................................................................................34
III. 1. Kesimpulan................................................................................................34
III. 2. Saran..........................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................35

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang


Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia penyakit
stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat, stroke menjadi
penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan
ada 700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan 200.000
diantaranya dengan serangan berulang. Menurut WHO, ada 15 juta populasi terserang
stroke setiap tahun di seluruh dunia dan terbanyak adalah usia tua dengan kematian
rata-rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85 tahun. (Goldstein,dkk 2006; Kollen,dkk
2006; Lyoyd-Jones dkk,2009).
Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke tahun.
Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker.
Disamping itu, stroke juga merupakan penyebab kecatatan. Sehingga keadaan
tersebut menempatkan stroke sebagai masalah kesehatan yang serius.
Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya gejala stroke,
belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program terapi untuk
pencegahan stroke ulang yang rendah merupakan permasalahan yang muncul pada
pelayanan stroke di Indonesia. Keempat hal tersebut berkontribusi terhadap
peningkatan kejadian stroke baru, tingginya angka kematian akibat stroke, dan
tingginya kejadian stroke ulang di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2008).

4
I.2 Tujuan Penulisan

1 Mampu memahami pengertian dan klasifikasi Stroke


2 Mampu memahami penyebab Stroke
3 Mampu memahami tanda dan gejala dari Stroke
4 Mengetahui macam-macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien
dengan Stroke
5 Mengetahui diagnosa dan intervensi keperawatan kepada klien dengan Stroke

5
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Definisi

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Fransisca B.
Batticaca).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000).
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan
neurologik pokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada
pembuluh darah serebral misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh
atau penyakit vaskuler dasar, misalnya arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan
kelainan perkembangan (Price, 1995).
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan
gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Stroke merupakan
salah
satu masalah kesehatan yang serius karena ditandai dengan tingginya morbiditas dan
mortalitasnya. Selain itu, tampak adanya kecenderungan peningkatan insidennya
(Bustan, 2007).
Secara garis besar, stroke dibagi menjadi 2 yaitu :
A. Stroke karena pendarahan (Haemorragic)
Pada Stroke Iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena atheroklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah

6
menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau
sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
Stroke Hemoragik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena pecahnya
pembuluh darah di otak terdiri dari perdarahan intraserebral, perdarahan
subarakhnoid.

B. Stroke bukan karena pendarahan (Non Haemorragic/ Iskemik)


Pada stroke haemorragic pembulih darah pecah sehingga menghambat aliran darah
yang normal dan darah merembes kedalam suatu daerah diotak dan merusaknya.
Hampir 70% kasus stroke ini terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke Iskemik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena suplai darah ke otak
terhambat atau berhenti. Terdiri dari: Transient Ischemic Attack (TIA), trombosis
serebri, emboli serebri.
II. 2. Etiologi
Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah
aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan
intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau
beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam
darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.
A. Stroke Iskhemik
Stroke yang terjadi sebagai akibat dari adanya sumbatan pada arteri sehingga
menyebabkan penurunan suplay oksigen pada jaringan otak (iskhemik) hingga
menimbulkan nekrosis. Sekitar 87 % kasus stroke disebabkan kerena adanya
sumbatan yang berupa thrombus atau embolus. Trombus adalah gumpalan/sumbatan
yang berasal dari pembuluh darah otak. Embolus adalah gumpalan/sumbatan yang
berasal dari tempat lain, misalnya jantung atau arteri besar lainnya.
Faktor lain yang berpengaruh adalah denyut jantung yang irreguler (atrial
fibrillation) yang merupakan tanda adanya sumbatan dijantung yang dapat keluar

7
menuju otak. Adanya penimbunan lemak pada pembuluh darah otak (aterosklerosis)
akan meningkatkan resiko terjadinya stroke iskhemik.

B. Stroke Hemoragi
Stroke yang terjadi sebagai akibat pecahnya pembuluh darah yang rapuh diotak.
Dua tipe pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan stroke hemoragi, yaitu ;
aneurysms dan arteriovenous malformations (AVMs). Aneurysms adalah
pengembangan pembuluh darah otak yang semakin rapuh sehingga data pecah.
Arteriovenous malformations adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, sehingga mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
II. 3. Patofisiologi

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400


mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.
Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus
(talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris
mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang
“abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi
pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai
dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan
menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat
merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada
keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi.
Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi
otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.Kematian dapat disebabkan oleh

8
kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau
ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis.
Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada
perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian
sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
(Jusuf Misbach, 1999)
II. 4. Pathway

Pathway CVA (Stroke)

9
II. 5. Tanda dan gejala

Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh


darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah
aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak
akan membaik sepenuhnya.
Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia):
1 Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
2 Tonus otot lemah atau kaku
3 Menurun atau hilangnya rasa
4 Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
5 Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau
disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
6 Gangguan persepsi
7 Gangguan status mental
8 Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
Scan Tomografi Komputer (Computer Tomografy Scan – CT Scan).
Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya trobosis, emboli serebral, dan
tekanan intracranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah
menunjukan adanya perdarahan subarachnoid dan perdarahan intracranial. Kadar
protein total meningkat, beberapa kasus thrombosis disertai proses inflamasi.
Magnetik Resonance I maging (MRI). MMenunjukan daerah infark,
perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
Ultrasonografi Dopler ( USG dopler). Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
system arteri karotis [aliran darah atau timbulnya plak]) dan arteriosklerosis.

10
Elektroensepalogram (Electroensephalogram-EEG). Mengidentifikasi masalah pada
gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trobosis
serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pad perdarahan subarachnoid.
Pemeriksaan lab : Darah rutin, Gula darah, Urin rutin, Cairan serebrospinal, Analisa
gas darah (AGD), Biokimia darah, Elektrolit

II. 6. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1. Airway
Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan,
baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat
strokenya sendiri.
2. Breathing
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat
napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas
3. Circulation
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan
pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan
tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali
merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke
tersebut.
b. Pengkajian Sekunder
1. Wawancara
a) Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis

11
b) Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c) Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat mulai
timbul; apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda dan
gejala berkembang; tiba-tiba kemungkinan stroke karena emboli dan pendarahan,
tetapi bila onsetnya berkembang secara bertahap kemungkinan stoke trombosis,
Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang pertama
kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai membaik setelah onset pertama
karena emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang dari 24 jam kemungkinan TIA,
Observasi selama proses interview/ wawancara meliputi; level kesadaran, itelektual
dan memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya kesulitan dalam sensorik,
motorik, dan visual.
d) Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala,
hipertensi, cardiac desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang
olahraga, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator dan obat-obat
adiktif
e) Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
f) Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat
mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran klien dan keluarga.
g) Pola-pola fungsi kesehatan:
a. Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol.
b. Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.
c. Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

12
d. Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
e. Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat
karena kejang otot/nyeri otot,
f. Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori
dan proses berpikir.
i. Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari
beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamine.
j. Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena
tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

2. Pemeriksaan fisik (Brunner dan Suddarth)


a. Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tanda-
tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integument:
1. Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji
tanda-tanda

13
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding
harus bed rest 2-3 minggu.
2. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
3. Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
c. Pemeriksaan leher dan kepala:
1. Kepala: bentuk normocephalik
2. Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
3. Leher: kaku kuduk jarang terjadi
d. Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest
yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau
retensio urine.
g. Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi:
1. Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII
dan XII central.
2. Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah
satu sisi tubuh.
3. Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.

14
4. Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.
A. Pemeriksaan Penunjang
Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
Scan Tomografi Komputer (Computer Tomografy Scan – CT Scan). Mengetahui
adanya tekanan normal dan adanya trobosis, emboli serebral, dan tekanan intracranial
(TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan subarachnoid dan perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat,
beberapa kasus thrombosis disertai proses inflamasi.
Magnetik Resonance I maging (MRI). MMenunjukan daerah infark, perdarahan,
malformasi arteriovena (MAV).
Ultrasonografi Dopler ( USG dopler). Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
system arteri karotis [aliran darah atau timbulnya plak]) dan arteriosklerosis.
Elektroensepalogram (Electroensephalogram-EEG). Mengidentifikasi masalah pada
gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trobosis
serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pad perdarahan subarachnoid.
Pemeriksaan lab : Darah rutin, Gula darah, Urin rutin, Cairan serebrospinal, Analisa
gas darah (AGD), Biokimia darah, Elektrolit

15
CONTOH KASUS
Kasus:
Nama pasien : Ny.A
Tgl MRS : 23 Agustus 2013
Umur/BB/Tb : 62 tahun
Alasan MRS : Penurunan kesadaran terjadi 2 jam SMRS mendadak, sakit kepala
(+), muntah (+). Stress pikiran (+), kelelahan (+), kelemahan ½ tubuh (-), pelo (-),
trauma (-), demam (-)
Riwayat penyakit : 1. Hipertensi (+) dan DM (tidak diketahui)
2. Riwayat seperti ini sebelumnya (-)
Diagnose:
* Diagnosa klinik : 1. Penurunan kesadaran akut
2. Lateralisasi sinistra
* Diagnosa topik : 1. Subkortex Hemisphere Dextra
* Diagnose etiologi : 1. Suspect Stroke ICH + DM
Pemeriksaan penunjang :
* CT-Scan kepala : Kesan ICH dengan volume ± 20,61 cc diregio
tempororietalis kanan yang mendesak ventrikal lateralis kanan dan menyebabkan
midline shift ke kiri sejauh 0,2 cm
* Mestoiditis kanan
Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi
lesi(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang

16
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis strokemenurut Smeltzer &
Bare (2002), antara lain: defisit lapang pandang, deficit motorik, defisit sensorik,
defisit verbal, defisit kognitif dan defisit emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres

17
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi

Nama: Ny.A (62 tahun)


MRS 23 Agustus 2013
Alasan MRS : Penurunan
kesadaran terjadi 2 jam SMRS mendadak, sakit kepala (+), muntah (+). Stress
pikiran (+), kelelahan (+), kelemahan ½ tubuh (-), pelo (-), trauma (-), demam (-) .
Riwayat penyakit :
1. Hipertensi (+) dan DM (tidak diketahui); 2. Riwayat seperti ini sebelumnya (-).
Diagnosa: Diagnosa klinik : Penurunan kesadaran akut, Lateralisasi sinistra;
Diagnosa topik : Subkortex Hemisphere Dextra; Diagnose etiologi : Suspect
Stroke ICH + DM. Pemeriksaan penunjang :
* CT-Scan kepala : Kesan ICH dengan volume ± 20,61 cc diregio
tempororietalis kanan yang mendesak ventrikal lateralis kanan dan menyebabkan
midline shift ke kiri sejauh 0,2 cm
* Mestoiditis kanan

Terapi farmakologi
Terapi Dosis 23/ 24/ 25/ 26/ 27/ 28/ 29/ 30/ 1/ 2/ 3/
8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9
O2 Nasal 2-4 V V V V V V V V V V V
lpm
Head 30o V V V V V V V V V V V
Trunk Up
Infus PZ 2 V V V V V V V V V V V
fl/hari

18
Inj. 3x1 V V V V V V V
Metamizol amp
Diltiazem 0,5 V V V V V V V V V V V
µg/mn
t
Amlodipine 1x1 V V 10 10 10 10 10 10 10 10
5 mg mg mg mg mg mg m m m
g g g
Ranitidine 2x1 V V V V V V V
amp
Humulin N 0-0-10 V V V V V V V
unit
Humulin R 3x4 V V V V V V V
unit
HCT ½-0-0 V V V V V
Ceftriaxon 2x1 V V V V V
e gram

Komentar pemberian obat (terapi farmakologi) terhadap pasien Ny.A :


1. O2 Nasal (jika perlu)
O2 nasal dapat dipakai jika diperlukan, hal ini dapat membantu pasien untuk bernafas
secara teratur serta agar tidak kekurang oksigen. Namun bias juga tidak digunakan
apabila pasien dapat/merasa nyaman tanpa menggunakan o2 nasal ini.
Indikasi penggunaan adalah pada klien dengan kadar tekanan karbondioksida
yang tinggi. Dalam konteks kardiologi, masalah oksigen terjadi disebabkan karena
hambatan transport oksigen akibat penurunan fungsi jantung untuk memompa darah
ke seluruh tubuh. Dampak penurunan fungsi ini tampak dari tanda-tanda cepat lelah,
nafas pendek, perfusi jaringan perifer menurun dll. Apabila oksigen diberikan pada
gangguan jantung, maka oksigen masuk berdifusi ke dalam paru-paru relatif mudah.

19
Dari alveoli oksigen berdifusi ke dalam pembuluh darah arteri. Karena masalah
utamanya adalah pada hambatan transport (gangguan cardiac output atau denyut
jantung) maka pemberian oksigen akan meningkatkan PaO2 dan saturasi O2.
Dengan peningkatan saturasi oksigen, maka hemoglobin mampu membawa
oksigen lebih banyak dibandingkan dengan jika seseorang tidak diberikan oksigen.
Pada kondisi demikian maka kebutuhan perfusi jaringan dapat dipenuhi meskipun
terjadi penurunan rata-rata aliran darah ke jaringan.
Konsentrasi oksigen tergantung dari jenis alat dan flowrate (liter permenit)
yang diberikan. Kondisi pasien menentukan keperluan alat dan konsentrasi oksigen
yang diperlukan.

JENIS ALAT KONSENTRASI ALIRAN OKSIGEN


OKSIGEN
Nasal kanula 24-32% 2-4 LPM
Simple Face Mask 35-60% 6-8 LPM
Partial Rebreather 35-80% 8-12 LPM
Non Rebrether 50-95/100% 8-12 LPM
Venturi 24-50% 4-10 LPM
Bag-Valve-Mask
(Ambubag)
Tanpa oksigen 21% (udara)
Dengan oksigen 40-60% 8-10 LPM
Dengan reservoir 100% 8-10PM

2. Head Thrunk Up
Head Thrunk Up merupakan posisi kepala yang tepat untuk si pasien. Posisi
kepala pasien telah sesuai yaitu 30 derajat. Dalam sebuah literature mengatakan
“Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil”.
3. Infus PZ

20
Infus PZ merupakan infus yang berisi cairan elektrolit berupaNaCl 0,9%.
Penggunaan infus PZ sudah tepat. Karena pada keluhannya merasa kelelahan, stress
pikiran, dan kelemahan ½ tubuh. sedangkan infus PZ memiliki indikasi diberikan
kepada pasien karena berdasarkan data klinik dari keluhan pasien diketahui bahwa
pasien tersebut merasa lemas. Hal ini dikarenakan penurunan kadar insulin dalam
tubuh sehingga glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya
penurunan energidan metabolisme.
Infus ini berfungsi sebagai pemasok elektrolit bagipasien untuk menggantikan cairan
tubuh yang hilang sehingga diharapkan pasien tidak lemas lagi. Infus PZ diberikan
dengan dosis 7tetes/menit dan digunakan selama MRS. Dalam terapi ini tidak
terjadiinteraksi dengan obat lain. Efek samping dari infus PZ adalah udem apabila
digunakan secara berlebihan (Lacy, et al. 2009)
4. Injeksi Metamizol
Metamizol tidak dianjurkan untuk digunakan karena didalam sebuah sebuah studi
di Swedia diterbitkan pada tahun 2002 memperkirakan total risiko selama terapi
metamizole bagi pasien di rumah sakit (rawat inap) dan di luar rumah sakit (pasien
rawat jalan) sekitar 3 sampai 100 kali lebih besar daripada yang diperkirakan oleh Dr
Wong: "Mengingat asumsi-asumsi tertentu termasuk jumlah yang sebenarnya
diresepkan risiko dihitung agranulositosis akan sekitar satu dari setiap 31.000
metamizole-diperlakukan pasien rawat inap dan satu dari setiap metamizole
diperlakukan pasien rawat jalan 1400 ".
Penggunaan terapi ini tidak sesuai sehingga sebaiknya terapi ini dihentikan karena
obat ini memiliki efek samping yaitu dapat menimbulkan anemia secara fatal bagi
pengguna sehingga penggunaan obat ini sudah tak berlaku/sudah lama dilarang
peredarannya dipasaran baik di indonesia, AS, swedia, inggris, belanda dan beberapa
negara lain.
Metamizol juga memiliki efek samping seperti berkeringat dingin, pusing,
stupor, mual, terjadi perubahan pada warna kulit, kesulitan bernafas. Sebagai gejala
tambahan dapat terjadi bengkak pada wajah, gatal-gatal, peningkatan detak jantung,

21
sensitisasi rasa dingin di sekitar tangan dan kaki, gejala ini dapat terjadi setelah 1 hari
pemakaian.

Efek samping dari metamizol sendiri sangat banyak sehingga di khawatirkan


apabila pasien menggunakan obat ini dapat mempertambah/dapat menyebabkan
kontra Indiksi dari metamizol ini. Sehingga pasien disarankan untuk mengonsumsi
paracetamol saja jika diperlukan.
5. Injeksi CDP Cholin
CDP Choline adalah sumber choline yang sangat efektif, yang dapat
meningkatkan daya ingat dan fungsi otak lainnya. CDP Choline diketahui dapat
meningkatkan kepadatan reseptor dopamine, dan kemungkinan dapat membantu
penderita ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder).
Dalam kasus ini pasien dianjurkan untuk menggunakan injeksi CDP Cholin untuk
meninkatkan kembali fungsi otak lainnya dengan dosis yang dianjurkan untuk
penggunaan secara klinis adalah antara 500 mg hingga 2.000 mg tiap hari.
Perbaikan membran sel neuron
Citicoline telah banyak diteliti sebagai terapi untuk pasien stroke. Terdapat 3 teori
yang dipostulatkan mengenai bagaimana citicoline dapat membantu penderita stroke.
1. Perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan sintesis phosphatidylcholine.
2. Perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui potensiasi dari produksi
asetilkolin.
3. Pengurangan dari penumpukan asam lemak bebas pada fokusfokus kerusakan
akibat stroke.
Selain phosphatidylcholine, citicoline juga merupakan molekul penengah pada
sintesissphingomyelin, suatu molekul struktural membran sel saraf lainnya.

22
Pada suatu studi, citicoline menunjukkan kemampuan untuk memulihkan kerusakan
spinghomyelin setelah suatu keadaan ischemia
Farmakologi
1. Citicoline
Citicoline dapat meningkatkan aliran darah dan konsumsi oksigen di otak pada
pengobatangangguan serebro vaskuler sehingga dapal memperbaiki gangguan
kesadaran.Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak,
terutama sistem pengaktifan formatio relicularis ascendens yang berhubungan dengan
kesadaran. Citicoline mengaktifkan sistem piramidal dan memperbaiki kelumpuhan
sistemmotoris. Citicoline menaikkan konsumsi oksigen dari otak dan memperbaiki
metabolisme otak.
2. Diltiazem
Diltiazem digunakan karena derivate benzodiazepin yang merupakan prototip dari
antagonis kalsium. Mekanisme kerja senyawa ini adalah mendepresi fungsi nodus SA
dan AV, juga vasodilatasi arteri dan arteriol koroner serta perifer. Dengan demikian
maka diltiazem akan menurunkan denyut jantung dan kontraktiiitas otot jantung,
sehingga terjadi keseimbangan antara persediaan dan pemakaian oksigen pada
iskhemik jantung. Dosis yang digunakan adalah Dewasa : 4 x 30 mg sehari, bila perlu
dapat ditingkatkan sampai 360 mg sehari, diberikan sebelum makan dan waktu
hendak tidur.
3. Amlodipine 5 mg
Amlodipin tidak digunakan karena obat ini memiliki efek
sampingdiantaranya:
1. Bengkak terutama ditemukan di sisi kiri-kanan tulang kering kaki. Bengkak
adalah efek samping tersering yang timbul. Sering kali bengkak pada kaki dikuatirkan
pasien sebagai tanda gagal jantung, namun sebenarnnya merupakan efek samping dari
amlodipin;
2. Sakit kepala (7,3%)
3. Lemas (4,5%)

23
4. Pusing berputar (1,1-3,4%)
5. Mual (2,9%)
6. Nyeri perut (1,6%)
7. Mengantuk (1,4%)
Pada penggunaan obat ini efek sampingnya yaitu lemas, pusing, mual, dan
muntah sehingga dapat memperparah penyakit ICH yang dialami oleh pasien. Tidak
ada rekomendasi untuk penggunaan obat ini karena obat ini merupakan turunan
benzodiazepine. Obat golongan benzodiazepine yang telah digunakan adalah
diltiazem.
4. Ranitidine
Tidak digunakan karena ranitidine memiliki efek samping sakit kepala. Hal ini
akan membuat pasien semakin merasa terganggu dengan side effect yang ditimbulkan
oleh obat ini. Rekomendasi yang tepat untuk pasien ini adalah omeprazole. Dosis
omeprazole yang digunakan adalah 20 mg 1x1. Sedangkan e.s dari obat ini hanya
kemerahan pada kulit dan gangguan saluran pencernaan.
Penggunaan omeprazole ini bertujuan untuk melindungi lambung pasien dari
segala macam makanan atau obat yang dikonsumsi sehingga lambung pasien tidak
mengalami iritasi akibat interaksi dari makanan atau obat yang dikonsumsi.
5. Humulin N dan Humulin R
Humulin N dan Humulin R tidak digunakan karena tidak memberikan efek yang
berarti terhadap pasien dengan kadar glukosa acak sebesar 418. Sehingga
diberikanlah Insulin U (Ultralente).
Insulin bentuk ini diperlukan untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang
konstan. Semua jenis insulin yang beredar saat ini sudah sangat murni, sebab apabila
tidak murni akan memicu imunogenitas, resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi.
Insulin diberikan subkutan ,untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi
yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan.onset
kerja 4-8 jam setelah injeksi, efek puncak 10-30 jam setelah injeksi, dan durasi kerja

24
lebih dari 36 jam. Ultralente insulin telah dihentikan. Dosis yang digunakan adalah
1x100 unit/ml.
6. Ceftriaxone
Ceftriaxone tepat digunakan karena ceftriaxone memiliki indikasi.
Untuk mengobati berbagai jenis infeksi bakteri, termasuk keadaan parah atau yang
mengancam nyawa seperti meningitis. Penggunaan ceftriaxone disini adalah sebagai
antibiotic. Karena kadar WBC (White Blood Cell)nya tinggi, dikhawatirkan jika
pasien kelebihan darah putih yang dapat menyebabkan pasien terjangkit bakteri.
Sehingga diberikanlah ceftriaxone 2x1 gram secara i.v.
11. HCT
Penggunaan diuretic thiazide cocok untuk penderita hipertensi stage 2, salah
satu contohnya adalah Hidroklortiazid. Dosis yang digunakan adalah 5 mg 2x1.

25
BAB III
PENUTUP

III. 1. Kesimpulan

7. Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian
8. Secara garis besar, stroke dibagi menjadi 2 yaitu Stroke karena pendarahan
(Haemorragic) dan Stroke bukan karena pendarahan (Non Haemorragic/
Iskemik)
9. Penyebab utama dari stroke adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme,
hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme
sakular.

III. 2. Saran

Kami dari kelompok 1 mengharapkan saran dari pembaca agar dapat member
kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah Stroke. Kami dari kelompok juga
menyarankan kepada para pembaca hendaknya tidak hanya mengambil satu referensi
dari makalah ini saja dikarenakan kami dari penulis menyadari bahwa makalah ini
hanya mengambil reperensi dari beberapa sumber saja.

26
DAFTAR PUSTAKA

http://medicastore.com/stroke.html
http://whiteteaindonesia.blogspot.com/2012/02/gejala-dan-cara-mencegah-
stroke.html
http://eprints.undip.ac.id/29354/3/Bab_2.pdf
http://id.scribd.com/doc/66503799/Etiologi-Stroke
http://akperku.blogspot.com/2011/08/patofisiologi-stroke.html
Carpenito, 1995 Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:EGC
Kapitaselekta Kedokteran. 1982. Jakarta: Media Aeskulapius FKUI
Askep Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. 1996. Jakarta: Depkes
Iklan

27

Anda mungkin juga menyukai