Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stroke


A. Definisi Stroke
Stroke adalah serangan akut mendadak dari disfungsi otak fokal dan global yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak, yang berlangsung lebih dari 24 jam.
Menurut penulis, stroke adalah ensefalopati fungsional fokal dan global yang
disebabkan oleh obstruksi aliran darah otak yang disebabkan oleh perdarahan atau
obstruksi, dan gejala serta tandanya sesuai dengan bagian otak yang terkena. Orang
yang bisa sembuh total, cacat atau bahkan meninggal (Goleman et al., 2019).
Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stroke adalah disfungsi
otak yang terjadi secara tiba-tiba akibat sirkulasi darah otak yang tidak normal,
disertai gejala dan tanda klinis fokal dan sistemik, berlangsung selama lebih dari 24
jam atau dapat mengakibatkan kematian. Orang berusia di atas 40 tahun. Semakin tua
semakin tua, semakin besar risiko terkena stroke (Imran et al., 2020).
Stroke merupakan salah satu penyakit serebrovaskular dan penyebab utama
kematian di Indonesia, jumlah penderita stroke di bawah usia 45 tahun di seluruh
dunia terus meningkat. Kematian fisik akibat stroke diperkirakan akan meningkat
dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker. Stroke adalah penyebab
kematian ketiga paling umum di Amerika Serikat dan penyebab utama kecacatan
permanen (Handayani & Dominica, 2019).
Berdasarkan ketiga definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa stroke adalah
penyakit yang disebabkan oleh kekurangan darah dan oksigen pada jaringan otak
yang dapat mengakibatkan kematian jaringan otak.
B. Klasifikasi Stroke
Ada dua jenis stroke, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik
terutama merupakan komplikasi dari beberapa penyakit pembuluh darah, ditandai
dengan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba, takikardia, kulit pucat dan
pernapasan tidak teratur, sedangkan stroke hemoragik biasanya disebabkan oleh
perdarahan intrakranial, dan tekanan darah sistoliknya meningkat. Gejala melebihi
200 mmHg. Saraf hipertonik dan nonmotorik, bradikardia, wajah ungu, osis ungu dan
180 mmHg saat bernapas (Nasution, 2019).
Menurut (Samita, 2018) Stroke dibedakan menjadi 2 jenis yaitu, stroke iskemik dan
stroke hemoragik, sebagai berikut :
1) Stroke Iskemik (non hemoragik) adalah penyumbatan pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak berhenti sebagian atau seluruhnya. Stroke
iskemik ini dibagi 3 yaitu :
a) Stroke Trombotik : Proses pembentukan trombus
b) Stroke Embolik : Gumpalan darah membuat arteri membeku
c) Hipoperfusion Sistemik : Akibat gangguan irama jantung, aliran darah ke
seluruh bagian tubuh berkurang(Samita, 2018).
2) Stroke Hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
di otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada pasien hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis yaitu :
a) Hemoragik Intraserebral : Perdarahan di jaringan otak
b) Hemoragik (Di ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak)
C. Faktor Penyebab Terjadinya Stroke
Penyebab stroke adalah pecahnya pembuluh darah otak atau trombosis dan
emboli. Akibat penyakit lain atau karena bagian otak terluka dan menyumbat 2 arteri
serebral, bekuan darah tersebut akan masuk ke aliran darah. Akibatnya fungsi otak
terhenti dan fungsi otak menurun (Nasution, 2019).
Stroke dapat disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak dan area
subarachnoid (stroke hemoragik), yang menyebabkan darah bocor ke jaringan
parenkim otak, ruang cairan serebrospinal, atau keduanya. Penghambatan struktur
otak dan hematoma menyebabkan kerusakan serabut saraf kranial. Hematoma
menyebabkan iskemia jaringan di sekitarnya, yang menyebabkan penonjolan jaringan
otak dan menghambat batang otak. Stroke non-hemoragik disebabkan oleh iskemia
serebral yang disebabkan oleh obstruksi vaskuler serviks dan insufisiensi serebral.
Insufisiensi vaskular serebral dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti aterosklerosis,
emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik. Plak aterosklerotik kecil atau bercabang
mempersempit pembuluh darah dan menyebabkan trombosis lokal (Oktaria &
Fazriesa, 2017).
Patologi stroke dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke
iskemik lebih sering terjadi dibandingkan stroke hemoragik. Sebuah penelitian yang
dilakukan terhadap 30.599 pasien stroke menunjukkan proporsi stroke iskemik 74,0%
dan proporsi stroke hemoragik 26,0%. Stroke iskemik atau stroke non-hemoragik
adalah kematian jaringan otak karena gangguan aliran darah ke otak, yang disebabkan
oleh penyumbatan otak atau arteri serviks atau, kemungkinan besar, vena serebral.
Metode klasifikasi stroke iskemik yang sering digunakan dalam penelitian adalah
dengan mengklasifikasikan subtipe stroke iskemik.Ini adalah pengujian ORG 10172
pada klasifikasi pengobatan stroke akut (TOAST) yaitu aterosklerosis pembuluh
darah besar Pengerasan, Emboli jantung, Obstruksi pembuluh darah, Penyebab lain,
dan Penyebab tidak diketahui (Mutiarasari, 2019).
Menurut (Samita, 2018) Faktor-faktor yang dapat menyebabkan stroke sangatlah
beragam, yaitu faktor yang tidak dapat dirubah (non reversible), faktor yang dapat
dirubah (reversible) dan kebiasaan hidup, yaitu sebagai berikut :
1) Faktor yang tidak dapat dirubah (non reversible)
a) Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke disbanding
wanita
b) Umur : Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke
c) Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke
2) Faktor yang dapat dirubah (reversible)
a) Hipertensi
b) Penyakit jantung
c) Kolestrol tinggi
d) Obseitas
e) Diabetes Melitus
f) Polisetemia
g) Stres emosional
3) Kebiasaan hidup
a) Merokok
b) Peminum alkohol
c) Obat-obatan terlarang
d) Aktivitas yang tidak sehat : kurang olahraga, makanan berkolestrol
D. Faktor Resiko Terjadinya Stroke
Menurut (Susilawati & Nurhayati, 2018) resiko terjadinya stroke dapat disebabkan
oleh beberapa faktor berikut, yaitu :
1) Makanan
Makanan yang memuat kadar kolesterol, bisa meningkatkan lemak darah
seperti trigliserida. Trigliserida yang tinggi merupakan bahan untuk terjadinya
VLDL (Very LowDensity Lipoprotein) akan beresiko terjadinya stroke. Hal ini
dapat memicu timbulnya plaq dalam pembuluh arteri, dapat mengakibatkan
penyumbatan dan menghambat aliran darah keseluruh organ tubuh dan otak,
sedangkan minyak goreng yang dipergunakan 3 kali akan mengubah lemak tak
jenuh menjadi lemak jenuh yang mengandung tinggi kolesterol (Susilawati &
Nurhayati, 2018).
2) Umur
Usia ini adalah usia di mana fungsi semua organ dalam tubuh (seperti
sistem vaskular) menurun. Pembuluh darah menipis dan rapuh(Susilawati &
Nurhayati, 2018).
Semakin tua usianya, semakin besar risiko terkena stroke. Orang berusia
≥55 tahun cenderung mengalami stroke sebanyak dua kali (dua kali), karena
semakin tua, pembuluh darah menjadi tipis dan rapuh, sehingga lebih mungkin
mengalami trauma yang terjadi bersamaan dengan aterosklerosis, sehingga area
stroke semakin luas (Susilawati & Nurhayati, 2018).
3) Jenis Kelamin
Laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu 51 (53%) dan 45
perempuan (47%). Pria biasanya memiliki faktor kebiasaan yaitu merokok, dan
76% pasien juga mengalami kebiasaan merokok yang meningkatkan risiko stroke.
Rokok dapat menyebabkan penumpukan plak dan menyebabkan arteriosklerosis
(Rudianto, 2010). Kecuali laki-laki yang merupakan kepala keluarga (KK) yang
bertanggung jawab membesarkan anak dan istri, sebagian besar pasien bekerja
secara fisik yaitu sebagai pekerja, petani dan sopir. Perempuan adalah ibu rumah
tangga yang berperan sebagai ibu yang mengasuh dan membesarkan anak, oleh
karena itu sebagai kepala keluarga yang memiliki beban berat seringkali terpaksa
harus memperhatikan kebutuhan keluarga yang merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya stroke (Susilawati & Nurhayati, 2018).
Keadaan ini sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Junaidi
(2011) yang menyatakan bahwa stres memicu pelepasan hormon yang jika tidak
dikendalikan akan menyebabkan tekanan darah tinggi.Tekanan darah tinggi akan
menyebabkan darah dalam jumlah besar mengalir ke sistem pembuluh darah otak
dan dapat menyebabkan pembuluh darah pecah. Tilong (2014) menunjukkan
bahwa laki-laki 2 (dua kali) lebih mungkin mengalami stroke dibandingkan
perempuan (Susilawati & Nurhayati, 2018).
4) Tempat Tinggal
Saat ini Indonesia merupakan negara transisi yang akan bertransformasi
dari negara agraris menjadi negara industri sehingga seluruh wilayah termasuk
pedesaan akan sama-sama berkembang. Salah satu contohnya, pembangunan
pusat perbelanjaan sudah merambah ke desa, belum lagi masyarakat desa juga
menikmati teknologi ini. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan gaya
hidup masyarakat, Fast food bisa dinikmati dimanapun dan kapanpun sehingga
masyarakat malas beraktivitas (Susilawati & Nurhayati, 2018).
Hal ini sejalan dengan pernyataan Rudianto (2010), Yastroki (2010) dan
Nurhidayat & Rosjidi (2014) yang menyatakan bahwa faktor gaya hidup
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hasil penelitian tidak
mendukung pernyataan jurnal kesehatan Kompas / AHD (2014) yang menyatakan
bahwa stroke sering terjadi di perkotaan karena adanya perubahan perilaku (gaya
hidup) (Susilawati & Nurhayati, 2018).
5) Trigliserida
Asupan lemak yang berlebihan dapat menyebabkan penumpukan
kolesterol yang tidak normal dalam darah, yang menumpuk di dinding pembuluh
darah, yang dapat menyebabkan aterosklerosis dan stroke (Susilawati &
Nurhayati, 2018).
Trigliserida adalah kumpulan lemak.Lemak merupakan faktor risiko
terjadinya stroke.Orang yang ingin hidup sehat dan bermanfaat bagi anggota
keluarganya dapat mengubah trigliserida. Trigliserida tinggi berbahaya bagi
kesehatan, terutama risiko stroke, karena merupakan bahan baku lemak jahat yaitu
VLDL (ultra low density lipoprotein) (Susilawati & Nurhayati, 2018).
Berdasarkan Almatsier (2001), Faktor risiko terpenting adalah kadar
kolesterol, karena merupakan bagian penting dari struktur membran sel dan
bagian utama otak dan sel saraf, dan LDL sangat penting. Kadar trigliserida yang
tinggi akan disimpan di bawah kulit sebagai zat pembentuk VLDL (Very Low
Density Lipoprotein) di dalam jantung dan masuk ke dalam darah (Soeharto,
2007), menghalangi sistem pembuluh darah otak dan sistem saraf pusat otak,
sehingga menyebabkan stroke (Susilawati & Nurhayati, 2018). Arifnaldi (2014)
Dalam penelitiannya ditemukan bahwa kadar trigliserida yang tinggi tiga kali
lebih tinggi dari kadar trigliserida normal (OR = 2,80) (Susilawati & Nurhayati,
2018).
6) Hipertensi
Hipertensi dipandang sebagai faktor resiko utama terhadap kejadian
penyakit serebrovaskuler seperti stroke ataupun transientis-chemic attack
(Anshari, 2020). Pada beberapa kasus menunjukkan seseorang yang menderita
hipertensii berpotensi untuk mengalami kejadian stroke (Anshari, 2020). Penyakit
hipertensi dipandang sebagai salah satu faktor risiko terjadinya stroke, terlebih
lagi jika penderita dalam kondisi stress pada tingkat yang tinggi. Seseorang yang
menderita penyakit hipertensi akan mengalami aneurisma yang disertaidisfungsi
endotelial pada jaringan pembuluh darahnya. Apabila gangguan yang terjadi pada
pembuluh darah ini berlangsung terus dalam waktu yang lama akan dapat
menyebabkanterjadinyastroke (Anshari, 2020). Ini berarti bahwa status hipertensi
seseorang menentukan seberapa besar potensi untuk terjadinya stroke, mereka
yang tidak menderita hipertensi akan sangat kecil resikonya untuk mengalami
stroke (Anshari, 2020).
E. Tanda dan gejala stroke
Menurut (Ummaroh, 2019), tanda dan gejala stroke, yaitu :
1) Mati rasa tiba-tiba di wajah, lengan atau tungkai, terutama di sisi kiri atau kanan
2) Tiba-tiba merasa bingung, kesulitan berbicara atau susah memahami
3) Gangguan penglihatan yang tiba-tiba pada salah satu atau kedua mata
4) Hilangnya keseimbangan secara tiba-tiba menyebabkan kesulitan dalam berjalan,
biasanya disertai pusing
5) Sakit kepala tanpa sebab yang jelas
F. Dampak yang Timbul Pasca Stroke
Dampak stroke menurut (Fitriani, 2019) pada individu dapat menimbulkan beberapa
perubahan diantaranya berupa perubahan fisik, sosisal maupun psikologis.
1) Perubahan Fisik
Perubahan fisik yang terjadi diantarannya kehilangan fungsi motorik yaitu
diantaranya kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh, tidak dapat berjalan tanpa
bantuan, penurunan refleks tendon, kesulitan menelan, ketidakmampuan
menginterpretasikan sensasi, penurunan fungsi penglihatan serta adanya
perubahan dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari.
2) Perubahan Sosial
Dampak sosial yang terjadi pada pasien paska stroke salah satunya
disebabkan karena adanya masalah komunikasi diantaranya adalah kesulitan
dalam berbicara, gangguan bicara, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya. Gejala sisa fungsional pada pasien paska stroke juga
menyebabkan terjadinya perubahan penampilan, perubahan peran, reintegrasi
serta pembatasan partisipasi terhadap masyarakat, serta penurunan aktivitas sosial.
3) Perubahan Psikologis
Dampak psikologis dan Gangguan fungsi kognitif dimana
pasienmenunjukan gejala lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
pelupa, depresi, cemas dan kurang motivasi sehingga pasien mengalami frustasi
dalam perawatan penyembuhan (Fitriani, 2019).
G. Penatalaksanaan Stroke
Penanganan stroke ditentukan oleh penyebab stroke dan dapat berupa terapi
farmasi, radiologi intervensional, atau pun pembedahan. Untuk stroke iskemik, terapi
bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah keotak, membantu lisis bekuan darah
dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yangmasih aktif, dan
mencegah cedera sekunder lain. Pada stroke hemoragik, tujuan terapi adalah
mencegah kerusakan sekunder dengan mengendalikan tekanan intrakranial dan
vasospasme, serta mencegah perdarahan lebih lanjut (Ummaroh, 2019).
1) Farmakologis
a) Vasodilator dapat meningkatkan aliran darah otak (ADS) secara
eksperimental, tetapi efeknya pada manusia belum dikonfirmasi
b) Dapat diberikan histamin, protein amino, acetazolamide, papaverine intra-
arterial
c) Obat antiplatelet dapat diresepkan, karena trombosit berperan sangat penting
dalam terjadinya trombosis dan batu. Agen anti-agresif trombotik seperti
aspirin digunakan untuk menghambat respons pelepasan agregasi trombotik
yang terjadi pada ulkus alogenik
d) Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau kerusakan
trombosis atau emboli pada bagian lain dari sistem kardiovaskular (Ummaroh,
2019).
2) Non Farmakologis
Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait proses pemulihan
kondisi pasca stroke :
a) Terapi Wicara
Terapi wicara dapat membantu pasien mengunyah, berbicara, dan memahami
kata-kata(Ummaroh, 2019).
b) Fisioterapi
Terapi fisik yang digunakan untuk mengobati stroke akut adalah:
 Mencegah komplikasi fungsi paru-paru yang disebabkan oleh istirahat
yang lama
 Menekan kejang, saat nada meningkat, sinergi terjadi Kurangi edema
tungkai atas dan bawah di sisi yang sakit
 Merangsang munculnya nada normal, pola gerakan dan koordinasi
gerakan
 Meningkatkan aktivitas fungsi (Ummaroh, 2019).
c) Akupuntur
Akupunktur merupakan metode penyembuhan pasien stroke dengan cara
memasukkan jarum ke bagian tertentu dari tubuh mereka. Akupunktur dapat
mempersingkat waktu pemulihan, memulihkan kemampuan atletik dan
keterampilan sehari-hari (Ummaroh, 2019).
d) Terapi Ozon
Terapi ozon dapat digunakan untuk meningkatkan sirkulasi darah di otak,
membuka dan mencegah stenosis serebrovaskular, mencegah kerusakan sel-
sel otak akibat hipoksia, dan memulihkan pasien setelah stroke, sehingga
memulihkan fungsi organ tubuh yang rusak. Kembali, memperkuat sistem
kekebalan tubuh, mengontrol kadar kolesterol dan tekanan darah (Ummaroh,
2019).
e) Terapi Sonolisis (Sonolysis Theraphy)
Terapi ini bertujuan untuk memecahkan sumbatan pada pembuluh darah
agar menjadi partikel-partikel kecil yang sangat halus sehingga tidak menjadi
resiko untuk timbulnya sumbatan-sumbatan baru ditempat lain. Terapi
sonolisis ini dilakukan dengan teknik ultrasound dan tanpa menggunakan
obat-obatan (Ummaroh, 2019).
f) Hidroterapi
Kolam hidroterapi digunakan untuk merehabilitasi gangguan saraf motorik
pasien pascastroke. Kolam hidroterapi berisi air hangat yang membuat tubuh
bisa bergerak lancar, memperlancar peredaran darah dengan melebarnya
pembuluh darah, dan memberikan ketenangan kolam hidroterapi
memungkinkan pasien untuk berlatih menggerakan anggota tubuh tanpa
resiko cedera akibat terjatuh (Ummaroh, 2019).
g) Senam Ergonomik
Senam ini berfungsi untuk melatih otot-otot yang kaku dengan gerakan-
gerakan yang ringan dan tidak menimbulkan rasa sakit bagi penderitanya.
Senam ergonomik diawali dengan menarik napas menggunakan pernapasan
dada. Hal ini bertujuan supaya paru-paru dapat lebih banyak menghimpun
udara.Ketika napas, oksigen dialirkan keotak yang memerlukan oksigen dalam
jumlah yang banyak supaya dapat berfungsi dengan baik. Dengan demikian,
senam ergonomik dapat dikatakan membantu penderita stroke karena kondisi
stroke merupakan terganggunya suplai oksigen ke otak (Ummaroh, 2019)
h) Yoga (Terapi Meditasi)
Yoga menurunkan resiko terkena stroke dengan meningkatkan suplai
darah keotak bila yoga dilakukan secara teratur. Aktivitas yang dilakukan
dalam yoga khusus penderita stroke yaitu latihan peregangan seluruh bagian
tubuh, memijit organ-organ internal, kelenjar, sistem peredaran darah dan
sistem pembuangan, menurut pernyataan Rahmat Darmawan, ia juga seorang
oraktisi yuga (Ummaroh, 2019).
i) Terapi Musik
Penelitian mengungkapkan bahwa dengan mendengarkan musik setiap
hari, penderita akan mengalami peningkatanpada ingatan verbalnya dan
memiliki mood yang lebih baik dibandingkan dengan penderita stroke yang
tidak mendengarkan musik. Selain itu, mendengarkan musik pada tahap awal
pascastroke dapat meningkatkan pemulihan daya kognitif dan mencegah
munculnya perasaan negative (Ummaroh, 2019).
j) Terapi Bekam
Dalam konsep bekam, darah kotor yaitu darah yang tidak berfungsi lagi,
sehingga tidak diperlukan tubuh dan harus dibuang. Bekam juga dapat
menurunkan tekanan darah berkurang setelah dibekam. Dengan terhindar dari
penggumpalan darah dan tekanan darah tinggi dapat mencegah dan mengobati
stroke (Ummaroh, 2019).
k) Terapi Nutrisi
Beberap zat gizi yang membantu dalam proses terapi nutrisi terkait stroke,
diantaranya, yaitu :
 Vitamin A. Vitamin A bertindak sebagai antioksidan dan mencegah
kolesterol (wortel) menumpuk di pembuluh darah seperti wortel.
Penelitian Universitas Harvard menunjukkan bahwa orang yang
makan lima porsi wortel seminggu memiliki risiko stroke 68% lebih
rendah.
 Asam folat dapat mengurangi risiko stenosis vaskular serebral. Asam
folat banyak terkandung dalam berbagai sayuran seperti bayam, salad,
dan pepaya.
 Isoflavon. Penelitian di Hong Kong yang dipublikasikan di European
Heart Journal menyebutkan bahwa isoflavon dapat meningkatkan
fungsi arteri pada pasien stroke.
l) Vitamin C
Vitamin C dan bioflavonoid yang kaya nanas dapat membantu
mengencerkan darah, sehingga menurunkan tekanan darah tinggi. Jauhi risiko
tekanan darah tinggi dan kurangi risiko stroke (Ummaroh, 2019). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh (Ummaroh, 2019) Di wilayah kerja Puskesmas
Pekauman, 15 responden penderita tekanan darah tinggi melakukan
pengukuran tekanan darah selama 10 hari. Setelah mengonsumsi campuran jus
seledri dan jus nanas, tekanan darah turun.
m) Aromaterapi
Aroma terapi pada pasien stroke berfungsi untuk memperlancar sirkulasi
darah, getah bening, memperkuat fungsi saraf dan menambah kekuatan otot.
Teknik yang digunakan dalam aroma terapi dapat digunakan untuk pemijatan
ataupun digunakan untuk berendam dengan cara meneteskan minyak esensial
kedalam air hangat (Ummaroh, 2019). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh (Ummaroh, 2019) Sesudah pemberian slow stroke back massage dan
aromaterapi mawar pada pasien hipertensi di RSUD H. Soewondo Kendal
rata-rata tekanan darah 143/92 mmHg. Ada pengaruh yang signifikan
pemberian slow stroke backmassage dan aromatherapi mawar untuk
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi di RSUD H. Soewondo
Kendal ρ value tekanan darah sistolik 0,001 dan ρ value tekanan darah
diastolik 0,003 (a < 0,05).
n) Terapi Herbal
Terapi herbal membantu meningkatkan fleskibilitas pembuluh darah dan
menstimulasi sirkulasi darah (Ummaroh, 2019). Hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Ummaroh, 2019)menjelaskan bahwa terdapat pengaruh obat
herbal ekstrak wortel dan jambu biji terhadap penderita hipertensi lansia.
o) Hipnoterapi (Hypnotherapy)
Melalui hipnoterapi, pasien stroke akan memahami kebutuhan sebenarnya
untuk mencapai kesembuhan dan memberikan beberapa saran agar pasien
dapat melalui semua tahapan proses pemulihan dan merasa tidak stress
(Ummaroh, 2019).
p) Psikoterapi
Penyakit otak akibat stroke dapat menyebabkan depresi, seperti depresi,
yang disebabkan oleh pasien yang tidak siap menghadapi penurunan
produktivitas setelah terkena stroke, dari ketidakmampuan fisik untuk
melakukan berbagai aktivitas (misalnya tetap menjaga kesehatan) Ini bisa
dilihat. Psikoterapi dapat diterapkan dengan mengajak pasien melakukan hal-
hal yang menarik (Ummaroh, 2019).
3) Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :
a) Endarterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis dengan membuka
arteri karotis di tengah leher.
b) Revaskularisasi pada dasarnya adalah operasi pembedahan, dan pelanggan
TIA dapat menghargai manfaatnya dengan sebaik-baiknya
c) Kaji pembekuan darah pada stroke akut
d) Ligasi arteri karotis komunis, terutama pada aneurisma (Ummaroh, 2019).
4) Pemeriksaan Saraf Kranial
a) Saraf 1 (olfaktorius)
Teknik pemeriksaan dimulai dengan mata klien ditutup dan pada saat yang
sama satu lubang hidung ditutup, klien diminta membedakan zat aromatis
lemah seperti vanili, cologne dan cengkeh (Ummaroh, 2019).
b) Saraf II (optikus)
Pemeriksaan saraf optik meliputi pemeriksaan penglihatan, pemeriksaan
lapang pandang dan pemeriksaan fundus (Ummaroh, 2019)
c) Saraf III (okulomotor), IV (troklearis), VI (abdusen)
Pemeriksaan saraf okulomotorik, saraf trochlear, dan saraf penculik meliputi
pemeriksaan fungsi dan respon pupil, pengamatan bentuk dan ukuran pupil,
rasio pupil kiri dan kanan, pemeriksaan refleks pupil, dan pemeriksaan
gerakan mata secara acak dan tidak disengaja(Ummaroh, 2019).
d) Saraf V (trigeminus)
Pemeriksaan fungsi saraf trigeminus meliputi pemeriksaan fungsi motorik
saraf trigeminus, pemeriksaan fungsi saraf sensorik trigeminus dan
pemeriksaan refleks trigeminal (Ummaroh, 2019).
e) Saraf VII
Teknik pemeriksaan saraf fasialis adalah dengan menginspeksi adanya
asimetri wajah, kemudian lakukan tes kekuatan otot dengan meminta klien
memandang keatas dan mengerutkan dahi, selanjutnya klien disuruh menutup
kedua matanya dengan kuat dan bandingkan seberapa dalam bulu mata
terbenam dan kemudian mencoba memaksa kedua mata klien untuk terbuka
(Ummaroh, 2019).
f) Saraf VIII (vestibulokoklearis/saraf akustikus)
Perawat dapat memeriksa fungsi vestibular dimulai dengan mengkaji adanya
keluhan pusing, gangguan pendengaran.Pemeriksaan vestibular dapat dengan
pemeriksaan pendengaran dengan garputala (Ummaroh, 2019).
g) Saraf IX dan X (glosofaringeus dan vagus)
Langkah pertama evaluasi saraf glosofaringeus dan vagus adalah pemeriksaan
palatum mole. Palatum mole harus simetris dan tidak boleh miring kesatu
sisi.Kalau klien mengucapkan “ah”, palatum mole harus terangkat secara
simetris. Reflek menelan diperiksa dengan memperhatikan reaksi wajah klien
waktu minum segelas air (Ummaroh, 2019).
h) Saraf XI (asesorius)
Fungsi saraf tambahan dapat dinilai dengan mengamati adanya atrofi
sternokleidomastoid dan trapezius serta mengevaluasi kekuatan otototot
ini.Untuk menguji kekuatan otot sternokleidomastoid, klien diminta menoleh
ke bahu dan mencoba melawan.Pemeriksa mencoba memindahkan kepalanya
ke bahu yang berlawanan. Kekuatan otot sternokleidomastoid di sisi lain
dapat dinilai dengan mengulang tes ini di sisi lain (Ummaroh, 2019).
i) Saraf XII (hipoglosus)
Selama pemeriksaan, jika ada penyakit neuron motorik atas atau bawah
unilateral, klien diminta untuk menjulurkan lidah, dan lidah akan lemah (sisi
yang terkena). Neuron motorik superior inferior dari saraf hipoglosus
biasanya bilateral, tidak bergerak dan kecil.Kombinasi lesi neuron motorik
atas bilateral pada saraf IX, X, dan XII disebut Kelumpuhan kandung kemih
palsu. Jika lesi bilateral, lesi neuron motorik bawah saraf XII dapat
menyebabkan atrofi fasikular, kelumpuhan, dan disartria (Ummaroh, 2019).
H. Pencegahan Stroke
Pencegahan stroke meliputi pencegahan primer dan sekunder Pencegahan primer
meliputi pencegahan perbaikan gaya hidup dan pengendalian faktor risiko. Tujuan
pencegahan ini adalah orang sehat yang belum pernah terkena stroke, tetapi termasuk
kelompok risiko tinggi. Upaya yang dapat dilakukan adalah:
1) Atur pola makan
2) Penanganan stress dan beristirahat yang cukup
3) Pemeriksaan kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter (diet dan obat)
Pencegahan sekunder yaitu dengan mengontrol faktor-faktor risiko yang tidak
dapat diubah dan dapat digunakan sebagai penanda terjadinya stroke di masyarakat,
sedangkan pengendalian terhadap faktor-faktor risiko yang dapat diubah dapat
mengevaluasi waktu pengobatan dan kepulangan pasien stroke. Penderita stroke
iskemik akut dapat menjalani pencegahan sekunder (Mutiarasari, 2019)
 Saat membuat diagnosis dan merencanakan perawatan lebih lanjut,
pertimbangkan MRI untuk beberapa pasien untuk mendapatkan informasi
lebih lanjut.
 Pencitraan non-invasif rutin dilakukan dalam 24 jam setelah masuk dan hanya
cocok untuk pasien dengan Skala Rankine (MRS) 0-2 yang dimodifikasi
 Pemantauan jantung harus dilakukan setidaknya dalam 24 jam pertama
 Periksa diabetes dengan tes glukosa plasma, hemoglobin A1c atau tes
toleransi glukosa oral
 Pengukuran kadar kolesterol darah pada pasien yang diobati dengan statin
 Penilaian troponin awal dapat diberikan, tetapi tidak boleh menunda alteplase
IV atau trombektomi
 Terapi antikoagulan untuk pasien dengan hasil tes koagulasi abnormal setelah
stroke iskemik
 Terapi antikoagulan untuk pasien dengan hasil tes koagulasi abnormal setelah
stroke iskemik
 Memberikan pengobatan antitrombotik pada penderita stroke iskemik akut
non-kardioemboli, yaitu pemilihan obat antiplatelet dapat menurunkan risiko
terjadinya stroke berulang dan kejadian kardiovaskular lainnya
 Rawat pasien dengan statin selama periode iniJika tidak ada kontraindikasi,
Skala Rankine yang dimodifikasi (MRS) 0-2 dapat digunakan untuk
melakukan revaskularisasi karotis pada pasien stroke untuk pencegahan
sekunder.
 Melalui kombinasi terapi obat dan dukungan terapi perilaku, campur tangan
pasien stroke dengan kebiasaan merokok dan lakukan konsultasi rutin untuk
membantu pasien berhenti merokok.
 Memberikan pendidikan stroke
Pasien harus diberikan informasi, nasehat dan kesempatan untuk
mendiskusikan dampak stroke pada kehidupan sehari-hari (Mutiarasari, 2019).
Oleh karena itu, pentingnya pencegahan dini bagi penderita stroke iskemik
akut sebelum dan sesudah stroke. Apabila dengan dukungan keluarga,
masyarakat, tenaga kesehatan, termasuk dukungan tenaga perawat profesional
(PPA) di rumah sakit, berbagai tindakan preventif dapat berhasil dilakukan,
sehingga masyarakat terhindar dari stroke, dan tenaga perawat stroke dapat
mengikuti stroke. Standar layanan diperlakukan.(Mutiarasari, 2019).
I. Rehabilitasi
Rehabilitasi stroke merupakan rencana pemulihan kondisi stroke yang bertujuan
untuk mengoptimalkan kemampuan fisik dan fungsional pasien stroke sehingga dapat
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri (ADL). Rehabilitasi medis diperlukan
untuk menjaga fungsi pergerakan sendi, karena penderita stroke akan mengalami
gangguan fungsi motorik. Jika kondisi pasien sudah dianggap stabil, tekanan darah
terkendali, dan tidak ada komplikasi yang disebabkan oleh penyakit lain, ia bisa
sembuh di rumah. Setelah pasien keluar dari rumah sakit, pasien harus melakukan
pengendalian rehabilitasi minimal tiga kali dalam seminggu. Proses rehabilitasi atau
rehabilitasi ini sangat membutuhkan kesabaran dan ketekunan dari pasien dan
anggota keluarga itu sendiri. Karena selama masa pemulihan, pasien akan merasa
malas dan bosan untuk latihan terapi gerak.Kurun waktu lamanya melakukan
rehabilitasi medik ini bergantung pada ketekunan pasien dalam menerima pengobatan
rehabilitasi. Namun tidak semua pasien yang menjalani rehabilitasi dapat pulih seperti
semula. Hal ini mungkin terjadi karena tergantung dari beratnya stroke yang diderita
(Kejadian et al., 2019).
Terapi fisik, okupasi dan terapi wicara merupakan bagian dari rehabilitasi pasien
stroke dan harus dilakukan secepatnya. Memungkinkan pasien berinteraksi dengan
keluarga pasien dan para profesional (dokter) akan mempercepat proses pemulihan
dan rehabilitasi karena interaksi ini akan memberikan dukungan dan motivasi bagi
pasien stroke. Memilih tempat rehabilitasi yang sesuai, seperti rumah, fasilitas
perawatan dan fasilitas rehabilitasi untuk fasilitas perawatan terlatih, panti jompo atau
fasilitas perawatan penyakit akut jangka panjang, dan memiliki tim rehabilitasi adalah
kunci keberhasilan rehabilitasi stroke (Mutiarasari, 2019). Canadian Stroke Strategy
(CSS) menetapkan batas waktu untuk evaluasi rehabilitasi pasien dengan stroke
iskemik dalam waktu 48 jam setelah masuk. Hal ini didukung oleh penelitian Panella
dkk. Besar sampel 476 pasien stroke (238 pasien dalam setiap kelompok) di Italia
menunjukkan bahwa setelah menerapkan pendekatan klinis, pasien yang mendapat
penilaian rehabilitasi dalam waktu 48 jam masuk setelah mendapat pengobatan,
Jumlah orang dalam kelompok ini mengalami peningkatan. Penggunaan jalur klinis
dibandingkan sebelum penggunaan jalur klinis (96,4% vs 57,5%; p = <0,001), dan
rasio multivariat digunakan (OR 20,02; 95% CI, 9,04-46,12) (Multiarasari, 2019).
2.2 Konsep Keluarga
A. Definisi Keluarga
Keluarga adalah sistem sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang hidup
bersama. Orang-orang ini hidup bersama melalui darah, perkawinan atau adopsi, dan
hidup bersama, saling menguntungkan, memiliki tujuan bersama, memiliki generasi,
dan saling memahami Dan saling mencintai (Metha, 2015). Keluarga adalah
sekumpulan orang yang dihubungkan oleh perkawinan, adopsi, dan kelahiran.
Tujuannya adalah untuk menciptakan dan memelihara budaya bersama. Dari
perspektif interaksi yang saling bergantung, menyadari tujuan bersama dan
meningkatkan tubuh dan psikologi individu. Perkembangan emosional dan social
(Metha, 2015).
Berdasarkan kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan
kesatuan terkecil dalam suatu masyarakat, masyarakat terdiri dari dua orang atau
lebih yang tinggal di satu tempat / rumah, saling berinteraksi, dan memiliki fungsi
dan kemampuan masing-masing untuk memelihara suatu hubungan perkawinan.
Budaya yang terdiri dari orang-orang yang lahir atau diadopsi.
B. Ciri-ciri Keluarga
Menurut Robert Iver dan Charles Horton (Metha, 2015)
1. Keluarga adalah hubungan pernikahan
a) Keluarga merupakan bentuk kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan
perkawinan yang sedang dibentuk atau dipertahankan.
b) Keluarga memiliki sistem penamaan (Nomen Clatur), termasuk perhitungan
garis keturunan.
c) Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang beranggotakan anggota dan
mempunyai kemampuan untuk melahirkan dan membesarkan anak.
d) Keluarga adalah tempat di mana Anda dapat tinggal bersama, baik itu
keluarga atau keluarga
2. Ciri keluarga Indonesia (Metha, 2015)
a) Jadikan semangat gotong royong sebagai penghubung.
b) Hidup di atas nilai-nilai budaya Timur.
c) Kalaupun proses pemecatan dinegosiasikan, biasanya dipimpin oleh suami.
C. Tipe Keluarga
Tipe keluarga menurut (Zainul, 2018) yaitu sebagai berikut :
1. Nuclear Family
Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak yang tinggal dalam satu rumah, dan
ditentukan oleh sanksi hukum dalam hubungan perkawinan, dan salah satu atau
keduanya dapat bekerja di luar rumah.
2. Extended Family
Kerabat telah ditambahkan ke keluarga inti, seperti kakek-nenek, kakeknenek,
anak perempuan dari pihak ibu, sepupu, Palmas, bibi, dll.
3. Reconstitud Nuclear
Dengan mengawinkan kembali pasangan untuk membentuk keluarga inti baru dan
tinggal bersama anak-anak mereka di sebuah rumah, salah satu atau keduanya
dapat bekerja di luar rumah, baik itu hasil perkawinan lama atau perkawinan baru.
4. Middle Age/ Aging Couple
Suami adalah orang yang mencari uang, istri ada di rumah / bekerja di rumah, dan
anak-anak meninggalkan rumah karena sekolah / perkawinan / pekerjaan
5. Dyadic Nuclear
Suami istri sudah tua dan tidak punya anak, dan mereka berdua bekerja dari
rumah.
6. Single Parent
Akibat perceraian / kematian pasangan dan anak, orang tua dapat tinggal di dalam
/ di luar rumah.
7. Dual Carier
Suami atau istri atau keduanya bekerja dan tidak memiliki anak.
8. Commuter Married
Suami / istri / semuanya profesional, terpisah satu sama lain dalam jarak tertentu,
dan mereka semua mencari satu sama lain pada waktu tertentu.
9. Single Adult
Wanita atau pria dewasa hidup sendiri dan tidak ingin menikah.
10. Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal di sebuah rumah.
11. Institutional
Anak-anak atau orang dewasa yang tinggal di rumah
12. Comunal
Sebuah rumah terdiri dari dua pasangan atau lebih pasangan monogami dan anak-
anaknya, dan mereka menyediakan fasilitas bersama.
13. Group Marriage
Sebuah rumah terdiri dari orang tua dan keturunan dalam satu kesatuan keluarga,
yang masing-masing menikah dengan orang lain dan merupakan orang tua dari
anak tersebut
14. Unmarried parent and child
Ibu dan anak yang tidak mau menikah akan mengadopsi anak
15. Cohibing Cauple
Ibu dan anak yang tidak mau menikah akan mengadopsi anak (Zainul, 2018).
D. Struktur Keluarga
Struktur keluarga oleh (Sari, 2017) di gambarkan sebagai berikut :
1. Struktur komunikasi
Dikatakan bahwa komunikasi yang jujur, terbuka, emosional, akhir konflik,
dan hierarkis dalam keluarga efektif.Komunikasi keluarga pengirim harus dapat
menyampaikan informasi dengan jelas dan berkualitas tinggi, serta meminta dan
menerima umpan balik. Efektif: Jika Anda tertutup, memiliki masalah atau berita
negatif, tidak memperhatikan satu hal, dan selalu mengulangi masalah dan
pendapat Anda sendiri, komunikasi keluarga tidak akan berjalan normal;
komunikasi keluarga dengan pengirim bersifat hipotetis, dan ekspresi emosional
tidak jelas, penilaian Penerima ekspresi seksual dan komunikasi yang tidak pantas
tidak dapat didengar, didiskualifikasi, ofensif (bersifat negatif), komunikasi yang
buruk dan tidak memadai atau tidak efektif (Sari, 2017).
a) Karakteristik penyedia pesan (Sari, 2017)
1) Memiliki kepercayaan diri daam mengungkapkan pendapat
2) Isi yang disampaikan jelas dan berkualitas baik
3) Selalu menerima dan meminta tanggapan
b) Karakteristik audiens (Sari, 2017).
1) Siap mendengarkan
2) Memberikan umpan balik
3) Lakukan validasi
2. Struktur peran
Struktur peran merupakan rangkaian perilaku yang diharapkan
berdasarkan status sosial tertentu.Oleh karena itu, struktur peran dapat bersifat
formal maupun informal. Jabatan / status adalah status seseorang dalam
masyarakat, misalnya sebagai istri / suami (Sari, 2017).
3. Struktur kekuatan
Struktur kekuasaan adalah kemampuan individu untuk mengontrol,
mempengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Struktur nilai dan norma(Sari,
2017).
Nilai adalah konsep dan sistem kepercayaan yang mengikat anggota keluarga
dengan budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima
dalam lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan
masyarakat sekitar keluarga (Sari, 2017).
a) Sadar atau tidak mampu menyatukan nilai, sistem, sikap, dan keyakinan
anggota keluarga.
b) Norma, model perilaku sosial yang baik berdasarkan sistem nilai keluarga.
c) Budaya merupakan sekumpulan perilaku yang dapat diselesaikan, dipelajari,
dibagikan, dan dikomunikasikan (Sari, 2017).
E. Fungsi Keluarga
Beberapa fungsi keluarga antara lain: fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi
cinta dan emosional, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi
ekonomi, fungsi pengembangan lingkungan, dan fungsi hiburan (PATIMAH, 2020)
Fungsi agama dan pendidikan merupakan faktor penting dalam keluarga, peran orang
tua dalam memberikan pendidikan agama kepada anaknya sejak dini. Sosialisasi
merupakan salah satu sarana pengenalan landasan keagamaan ke dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat (misalnya di tempat ibadah). Semua keluarga harus
melakukan yang terbaik untuk menjalankan fungsi tersebut. Dalam hal ini terutama
para orang tua yang berperan besar dalam operasionalisasi keluarga Tanggung jawab.
Terjadi jika satu atau lebih dari fungsi ini tidak dilakukan. Hal ini juga terkait dengan
dampak modernisasi dan globalisasi yang terjadi saat ini (PATIMAH, 2020).
F. Tugas Keluarga
Keluarga memiliki tugas utama dalam membina bahtera kehidupan yaitu
memenuhi kebutuhan jasmani, irohani, dan sosial anggota keluarga seperti
pemeliharaan, perawatan pada anak dan melengkapi emosional anggota
keluarga.Keluarga menjadi sebuah bentuk sosial yang memiliki tugas atau fungsi
supaya bentuk tersebut berjalan. Tanggung jawab keluarga terkait dengan pencapaian
tujuan, integrasi dan kasih sayang, dan kesinambungan atau perawatan keluarga (Sari,
2017).
Peran dalam kehidupan keluarga harus diterapkan dengan baik oleh orang tua
karena, “Keluarga merupakan tempat untuk mendidik mengasuh dan sosialisasi anak,
sehingga anggota keluarga dapat mengoptimalkan dan mengembangkan kemampuan
di masyarakat dengan baik.Pada akhirnya dapat menjadikan lingkungan sosial sehat
guna tercapainya keluarga sejahtera”. Agar fungsi dalam keluarga dapat berjalan
dengan baik dan mencapai pada kedudukan yang optimal, perlu meningkatkan
fungsionalitas dan struktur yang jelas, yaitu untuk menetapkan serangkaian peran
dalam sistem social(Sari, 2017).
2.3 Konsep Peran
A. Definisi Peran
Menururt Kamus Besar Bahasa Indonesia (online), disebut juga peran/pe·ran/n
Menurut kamus besar (film), peran pelawak dalam permainan mahjong dan alat
perilaku diharapkan dapat dimiliki oleh masyarakat. Dalam penelitian ini peran dapat
diartikan sebagai fungsi, misalnya perilaku dalam keluarga diharapkan ikut serta
dalam pembentukan harmoni Indonesia (online)(Mulyono, 2020).
Peran menurut Levinson merupakan suatu persepsi mengenai apayang bisa
dikerjakan seseorang yang utama bagi system bermasyarakat. Peran terdiri dari aturan
yang diperluas dengan kedudukan ataupun posisi atau tempat seseorang saat didalam
masyarakat. Peran dapat diartikan serangkaian ketentuan yang membentuk seseorang
di kehidupan kemasyarakatan (Indahningrum, 2020).
Pengertian peran menurut (Syaron Brigette Lantaeda, Florence Daicy J.
Lengkong, 2017 )yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan , maka ia menjalankan
suatu peranan. Dalam sebuah organisasi setiap orang memiliki berbagai macam
karakteristik dalam melaksanakan tugas, kewajiban atau tanggung jawab yang telah
diberikan oleh masing-masing organisasi atau lembaga.
B. Struktur Peran
Peran didefinisikan sebagai kumpulan perilaku homogen rasional yang
dikendalikan secara normatif dan diharapkan berasal dari orang-orang dalam status
sosial tertentu.Peran didasarkan pada harapan atau penetapan peran. Harapan atau
penetapan peran ini membatasi kondisi yang harus dipenuhi individu dalam keadaan
tertentu untuk memenuhi harapan mereka sendiri atau orang lain. Jabatan atau status
diartikan sebagai kedudukan seseorang dalam sistem sosial (Zainul, 2018).
Menurut (Zainul, 2018) peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
1. Peran Formal
Peran formal adalah peran eksplisit yang termasuk dalam struktur peran
keluarga (ayah-suami, dll). Terkait dengan setiap posisi keluarga formal adalah
peran terkait atau sekumpulan perilaku yang kira-kira sama. Cara keluarga
memberikan peran di antara anggota keluarga mirip dengan cara masyarakat
membagi peran sesuai dengan pentingnya kinerja peran untuk fungsi sistem.
Beberapa peran memerlukan keterampilan atau kemampuan khusus, sementara
yang lain tidak terlalu rumit dan dapat diberikan kepada orang-orang dengan
keterampilan yang lebih rendah atau kekuatan paling kecil, contoh jika dikaitkan
dengan masalah penelitian peran formal adalah sebagai tulang punggung
keluarga, memberi motivasi(Zainul, 2018).
2. Peran Informal
Peran informal tersembunyi, biasanya tidak terlihat di permukaan, dan
dapat memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarga dan / atau menjaga
keseimbangan keluarga. Perlu peran informal untuk memenuhi kebutuhan
integrasi dan adaptasi kelompok keluarga, contohnya dalam memenuhi aktivitas
sehari-hari pasien(Zainul, 2018).
C. Peran Istri
Menurut (Makaluas et al., 2020) peran istri dalam keluarga ada 3 peran adalah
sebagai berikut :
1. Peran Domestik (Memasak, mencuci dan menyetrika pakaian, membersihkan
rumah, mengurus anak, membantu suami).
Peran domestik dalam istilah gender berkaitan dengan wilayah-wilayah
domestik rumah tangga. Sebagian orang mengibaratkan wilayah domestik dengan
wilayah dapur sumur dan kasur.Yaitu berkaitan dengan urusan memasak,
menyiapkan makanan, mencuci pakaian, dan pengasuhan anak. Sepintas wilayah
kerja tersebut tampak sederhana (Savira & Suharsono, 2020).
2. Peran Sosial (Kerja bakti, beribadah, rapat dan penyuluhan desa, serta arisan)
Peran sosial pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan dari para ibu
rumah tangga untuk mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakat. Berdasarkan
pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa peran wanita merupakan
tatalaku atau fungsi seorang wanita yang dijalankan sesuai kewajibannya sebagai
seorang perempuan secara kodrati maupun secara kontruksi sosial (Dagang et al.,
2020)
3. Peran Produktif (Tukang cuci pakaian)
Peran produktif pada dasarnyahampir sama dengan peran transisi, yaitu
peran dari seorang wanita yang memiliki peran tambahan sebagai pencari nafkah
tambahan bagi keluarganya. Peran produktif adalah peran yang dihargai dengan
uang atau barang yang menghasilkan uang atau jasa yang berkaitan dengan
kegiatan ekonomi. Peran ini didentikan sebagai peran wanita disektor publik,
contoh petani, penjahit, buruh, guru, pengusaha (Dagang et al., 2020).
2.4 Konsep Activity Daily Living (ADL)
A. Definisi Activity Daily Living (ADL) pada Pasien Stroke
Activity Daily Living (ADL) adalah aktivitas perawatan diri yang harus pasien
lakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari.ADL
meliputi hygiene, mandi, berpakaian, berdandan, makan dan toileting. Banyak
pasienyang tidak mampu dalam melaksanakan aktivitas ini dengan mudah karena
keterbatasan mobilisasi akibat kerusakan saraf yang dialami pasien post stroke
(Palinggi, Y., & Anggraeni, 2020).
Pemenuhan aktivitas sehari-hari atau biasa disebut dengan Activity Daily Living
(ADL) harus dilakukan oleh setiap orang. Activity Daily Living (ADL) merupakan
sesuatu yang penting untuk mem- pertahankan keberlangsungan hidup (Palinggi, Y.,
& Anggraeni, 2020). Pada umumnya penderita stroke akan menjadi bergantung pada
bantuan orang lain dalam menjalankan aktivitas kehidupannya sehari (activity daily
living/ ADL). Kemandirian dan mobilitas seseorang yang menderita stroke menjadi
berkurang atau bahkan hil- ang. Berkurangnya tingkat kemandirian dan mobilitas
seseorang dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup (quality of life) yang dimiliki
(Palinggi, Y., & Anggraeni, 2020).
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi Activity Daily Living (ADL)
Faktor menurut (Yakub dan Herman, 2019)yang mempengaruhi kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari yaitu:
1. Umur
Usia menunjukkan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam menjalani
kehidupan sehari-hari (Yakub dan Herman, 2019).
2. Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif dapat menunjukkan kemampuan seseorang untuk menerima,
mengkoordinasikan, dan menerapkan rangsangan yang diterima untuk
menyelesaikan masalah (Yakub dan Herman, 2019).
3. Fungsi Psikososial
Fungsi psikologis sosial semacam ini berkaitan dengan perilaku
interpersonal dan hubungan interpersonal, konsep diri yang baik, pengendalian
emosi yang baik, dan perilaku interpersonal lainnya akan mempengaruhi aktivitas
sehari-hari. Bersamaan dengan itu, perilaku komunikasi interpersonal, seperti
komunikasi dengan orang lain, interaksi dengan masyarakat dan lingkungan
sekitarnya. Jika pengalaman interpersonal dan interpersonal terganggu maka akan
mempengaruhi aktivitas sehari-hari (Yakub dan Herman, 2019).
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi mempengaruhi aktivitas sehari-hari pasien. Jika pasien
menjalani rehabilitasi secara teratur, maka komplikasinya akan kecil, dan jika
pasien tidak melakukan rehabilitasi dengan benar, anggota yang mengalami
kelumpuhan akan lumpuh permanen (Yakub dan Herman, 2019).
C. Macam-macam Activity Daily Living
Macam-macam Activity Daily Living menurut (American Journal of Sociology,
2019) dibagi dalam tiga kategori yaitu :
1. Aktivitas Dasar Sehari-hari (ADL/Basic Activity of Daily Living)
ADL adalah keterampilan dasar yang harus dimiliki seseorang. Kegiatan sehari-
hari meliputi kegiatan berikut:
a) Mandi
Mandi merupakan komponen yang sangat penting dalam
perawatan yang bertujuan untuk kebersihan diri. Pasien dengan
keterbatasan fisik tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga
harus didampingi atau dibantu. Ketidakmampuan mandi merupakan
ketidakmampuan untuk mencuci atau mengeringkan tubuh tanpa bantuan
orang lain, dipengaruhi oleh usia dan kelemahan fisik(Harahap &
Siringoringo, 2016).
b) Berpakaian
Berpakaian memungkinkan pasien untuk mempertahankan konsep
diri dan harga diri selain memberi perlindungan. Ketidakmampuan
berpakaian yang benar, sering kali terjadi pada lesi hemisfer kanan yang
menyebabkan masalah visuospasial berhubungan dengan orintasi terhadap
bagian tubuh atau berpakaian(Harahap & Siringoringo, 2016).
c) Toileting
Pasien yang mengalami keterbatasan dan ketidakmampuan akan
mengalami kesulitan dalam menggunakan toilet. Pasien membutuhkan
adaptasi dan harus diberi dorongan serta dukungan untuk meningkatkan
kesejahteraan psikologis mereka (Harahap & Siringoringo, 2016)
d) Makan
Makan termasuk menyuap dan mengambil makanan dari piring,
kemampuan memotong daging ini belum termasuk kegiatan memotong
daging dan menyiapkan masakan. Dalam penelitian (Harahap &
Siringoringo, 2016), mayoritas pasien non hemoragik dapat mandiri dalam
melakukan aktivitas makan.Peneliti berasumsi bahwa pasien stroke non
hemoragik dapat mandiri dalam melakukan aktivitas makan karena
motivasi yang kuat pada diri pasien dan mendapat dorongan serta
dukungan keluarga dalam melatih bagian tubuh pasien yang mengalami
gangguan sehingga pasien stroke non hemoragik terbiasa melakukan
aktivitas makan secara mandiri. Hal ini tidak sejalan dengan peneliti
karena dalam penelitian ini pasien stroke di dapatkan hasil dalam
kebutuhan makan masih ketergantungan atau membutuhkan orang lain.
e) Buang air kecil
Masalah perkemihan yang sering dialami setelah stroke adalah
inkontinensia urine yaitu ketidakmampuan untuk mengontrol pengeluaran
urine (Konvidha, 2010). Sebagian besar pasien mengalami inkontinensia
segera setelah mengalami stroke dan banyak pasien dapat mengontrol
kembali pengeluaran urine setelah 8 minggu(Harahap & Siringoringo,
2016).
f) Buang air besar
Stroke menyebabkan perubahan eliminasi buang air besar. Masalah
buang air besar yang paling sering dialami pasien stroke adalah
mengalami konstipasi dalam 4 minggu pertama(Harahap & Siringoringo,
2016).
g) Transfer (Berpindah)
Pasien yang mengalami kelemahan akan mengalami kesulitan
untuk duduk dan berpindah sehingga membutuhkan bantuan. Pada saat
bangkit dari duduk membutuhkan kekuatan yang lebih besar dibandingkan
saat akan duduk. Pasien yang lemah membutuhkan bantuan dan
penggunaan sabuk sangat berguna pada kondisi seperti ini. Aktivitas ini
bertujuan untuk mempertahankan status fungsional dan keselamatan
pasien(Harahap & Siringoringo, 2016).
h) Mobilitas
Kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.Tujuan mobilitas adalah
memenuhi kebutuhan dasar termasuk melakukan aktivitas hidup sehari-
hari. Adanya gangguan yang melibatkan sistem neuromuscular seperti
pada penderita stroke dapat mengakibatkan hambatan dalam melakukan
mobilitas (Harahap & Siringoringo, 2016).
2. Aktivitas Instrumental (IADL/Instrumental Activity of Daily Living)
IADL adalah kegiatan yang lebih kompleks yang sangat penting untuk
situasi sosial, termasuk berbelanja, memasak, pekerjaan rumah, mencuci pakaian,
menelepon, menggunakan transportasi, dapat menggunakan narkoba dengan
benar, dan pengelolaan keuangan
3. Aktivitas Tingkat Tinggi (AADL/Advanced Activity of Daily Living)
AADL terdiri dari aktivitas-aktivitas yang menggambarkan peran
seseorang di dalamnya Kehidupan sosial, keluarga dan komunitas, termasuk
kegiatan profesional Dan hiburan.
D. Faktor-faktor Activity Daily Living
Faktor-faktor Activity Daily Living(American Journal of Sociology, 2019) yaitu
meliputi :
1. Pertumbuhan dan Perkembangan
Usia serta perkembangan sistem muskuloskeletal dan persarafan akan
berpengaruh terhadap postur, proporsi tubuh, massa tubuh, pergerakan, serta
refleks tubuh seseorang.
2. Kesehatan Fisik
Gangguan pada sistem musculoskeletal atau persarafan dapat menimbulkan
dampak negatif pada pergerakan tubuh. Adanya trauma, penyakit atau
kecacatan yang dapat menganggu pergerakan pada struktur tubuh.
3. Status Mental
Gangguan mental seperti depresi, perasaan tertekan, cemas, atau stress dapat
mempengaruhi seseorang dalam melakukan suatu kegiatan. Seseorang yang
mengalami depresi cenderung tidak antusias dalam mengikuti kegiatan
tertentu bahkan termasuk perawatan hygiene.
4. Gaya Hidup
Orang dengan gaya hidup sehat atau kebiasaan makan yang baik cenderung
tidak mengalami gangguan gerakan
5. Sikap dan Nilai Personal
Nilai-nilai yang terkandung dalam keluarga mempengaruhi aktivitas yang
dilakukan seseorang
6. Nutrisi
Nutrisi berguna bagi organ tubuh untuk mempertahankan status kesehatan.
Konsumsi nutrisi yang kurang dapat menyebabkan kelemahan otot sehingga
terjadi penurunan aktivitas. Sedangkan konsumsi nutrisi yang berlebih dapat
menyebabkan terbatasnya pergerakan tubuh sehingga seseorang menjadi
mudah lelah.
7. Faktor Sosial
Seseorang dengan tingkat kesibukan yang tinggi secara tidak langsung
akansering melakukan aktivitas, sebaliknya seseorang yang jarang berinteraksi
dengan lingkungan sekitar akan lebih sedikit aktivitas yang dilakukannya.
2.5 Konsep Motivasi
A. Definisi Motivasi
Motivasi adalah pernyataan kompleks dalam suatu organisme yang memandu
perilaku atau tindakan dari suatu tujuan atau motivasi (Rumhadi, 2017).
(Rumhadi, 2017) mengatakan bahwa: ”Motivasi adalah pendorongan, maksudnya
usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar bergerak
hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan
tertentu”, Selanjut- nya menurut Duncan dalam bukunya Organizational Behavior
(Rumhadi, 2017) mengemukakan bahwa : ”Motivasi berarti setiap usaha yang
disadari untuk mempengaruhi seseorang agar meningkatkan kemampuan secara
maksimal untuk mencapai tujuan”.
B. Fungsi Motivasi
Menurut (Rumhadi, 2017), fungsi motivasi sebagai berikut :
1. Mendorong manusia untuk melakukan tindakan yaitu bertindak sebagai
penggerak atau motor listrik untuk memberikan tenaga dan tenaga bagi
seseorang untuk melakukan sesuatu.
2. Menentukan arah tindakan, yaitu menentukan motivasi untuk mencapai cita-
cita atau tujuan.
3. Motif pemilihan tindakan adalah motif memutuskan tindakan yang tepat
secara harmonis untuk mencapai tujuan
Selain fungsi tersebut di atas terdapat fungsi lain yaitu sebagai motivasi dan
prestasi seorang wirausaha. Seseorang bekerja keras karena motivasi.
Motivasi belajar yang baik akan menunjukkan hasil yang baik pula. Dengan
kata lain melalui kerja keras dan motivasi peserta didik akan mampu
mencapai hasil yang baik.
C. Kebutuhan Tentang Motivasi
Penggerak seseorang untuk terlibat dalam suatu kegiatan adalah adanya teori
genetik biologis, yang melibatkan proses biologis yang menekankan pada mekanisme
bawaan biologis dan teori penyebab sosial yang menekankan pada dampak kehidupan
budaya / masyarakat. Dari dua perspektif tersebut, perkembangannya akan
melibatkan persoalan insting, fisiologi, psikologi dan model budaya. Hal ini
menunjukkan bahwa alasan seseorang melakukan kegiatan adalah karena didorong
oleh faktor, kebutuhan biologis, naluri dan mungkin unsur kewajiban lainnya, serta
perkembangan budaya manusia (Rumhadi, 2017). Menurut(Rumhadi, 2017) ”lebih
cenderung merumuskan dalam bentuk mekanisme stimulus dan respons. Mekanisme
hubungan stimulus dan respons inilah akan memunculkan suatu aktivitas”. Mengenai
kegiatan belajar yang penting, bagaimana membuat suatu proses untuk membimbing
siswa dalam kegiatan belajar. Untuk dapat belajar dengan baik dibutuhkan proses dan
motivasi. Memotivasi siswa berarti membuat mereka melakukan sesuatu atau ingin
melakukan sesuatu.Pada awalnya akan membuat subjek atau siswa merasa perlu dan
ingin melakukan suatu kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu motivasi selalu
berkaitan dengan kebutuhan fisik dan psikis. Karena seseorang akan mendorong
untuk melakukan sesuatu saat dibutuhkan (Rumhadi, 2017).

Anda mungkin juga menyukai