Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MEDULA SPINALIS

DISUSUN OLEH:

1. ADELIA ARINA MANASIKANA C2019001


2. ANDRESTA DIANSARI C2019006
3. ARGI SYAHDILA DARMA C2019011
4. ATIKA OKTAVIANI C2019015
5. AUDREY KIKY BELLA Y C2019017
6. DEWI TRI HARYANTI C2019029
7. DITA KUSUMA FATMAWATI C2019034
8. FAJAR NUR HALIMA C2019042
9. FITRI NUR SHINTA C2019048
10. FRISKA NANDA PERTIWI C2019049
11. HENI SULISTYANINGSIH C2019054
12. IFFARIZKI TSALASA L.S C2019055
13. IKA PUTRI DAMAYANTI C2019056
14. IMTIHAN SYAFI’I C2019057

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS AISYIYAH SURAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah Trauma Medula Spinalis

Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis. Kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
Trauma Medula Spinalis dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi
internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan
serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-
baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah Trauma Medula
Spinalis ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga makalah Trauma Medula Spinalis ini dapat bermanfaat bagi
kita semuanya.

Surakarta, 10 November 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
A. Medula Spinalis...................................................................................................................................4
1. Anatomi dan Fisiologi Medula Spinalis...........................................................................................4
2. Trauma Medula Spinalis..................................................................................................................6
B. Etiologi dan Faktor Resiko Trauma Medula Spinalis..........................................................................7
C. Klasifikasi Medula Spinalis.................................................................................................................8
D. Pathway Medula Spinalis..................................................................................................................12
E. Manifestasi klinis...............................................................................................................................13
F. Pemeriksaan diagnostik / pemeriksaaan penunjang...........................................................................14
G. Penatalaksanaan Medula Spinalis......................................................................................................14
H. Komplikasi Medula Spinalis..............................................................................................................17
ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................................................................19
1. Pengkajian Trauma Medula Spinalis.............................................................................................19
2. Diagnosa keperawatan...................................................................................................................21
3. Intervensi keperawatan..................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................26
A. Medula Spinalis

1. Anatomi dan Fisiologi Medula Spinalis


Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat, terletak didalam
canalis vertebralis dan merupakan lanjutan dari medulla oblongata dan ujung
caudalnya membentuk conus medullaris. Panjangnya pada pria sekitar 45cm dan
wanita 42-43 cm dengan garis tengah 2 cm (seukuran kelingking). Medula spinalis
terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf
yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen intervetebra (lubang pada tulang
vertebra). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramen intervertebra, kecuali
saraf servical pertama yang keluar di antara tulang oksipital dan vertebra servikal
pertama. Dengan demikian, terdapat 8 pasang saraf servikal (dan hanya tujuh vertebra
servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis,
dan 1 pasang saraf koksigis (Akhyar, 2009). Segmen upper cervical & thoracal
berbentuk silindris dan segmen lower cervical dan lumbal berbentuk oval. Berawal
dari dasar otak (atlas/V.C1), berakhir setinggi L1-L2 (conus medullaris), ke bawah
melanjutkandiri sebagai fillum terminale. Di bawah Conus medullaris terbentuk
anyaman akarsaraf (saraf tepi) menyerupai ekor kuda (cauda equina). Saraf Spinal
dilindungi oleh tulang vertebra, ligamen juga oleh meningen spinal dan CSF
(Muttaqin, 2008).
Pada potongan melintang medulla spinalis terdapat substansia grisea atau gray
matter (abu-abu) dan substansi alba atau white matter (putih). Bagian central
membentuk huruf H (Gray Matter) dan dikelilingi oleh white matter. Kedua bagian
medulla spinalis dipisahkan oleh septum medianus (dorsal/posterior) dan fissura
medianus (ventral/anterior). Sulcus dorsolateral (posterior) adalah pintu masuk akar
saraf posterior (sensorik) dan sulcus ventrolateral (anterolateral) adalah pintu keluar
akar saraf ventral (motorik). 3 area white matter: funikulus posterior, funikulus
lateralis, funikulus anterio.

a) Substansia grisea (gray matter)


1) Cornu Anterior (anterior horn cell/ AHC) berisi akar saraf motorik.
2) Cornu Intermediolateral terbatas pada regio thoracal dan upper lumbal.
3) Cornu Posterior (posterior horn cell/ PHC) berisi akar saraf sensorik
4) Canalis Centralis terletak di tengah substansia abu-abu,membagi medulla
spinalis menjadi 2 daerah commisura grisea anterior & posterior
b) Substansia alba (white matter)
1) Berisi serabut-serabut sensorik, motorik dan otonom
2) Terdiri dari tiga area funikulus, yaitu :
 Anterior (berisi fasikulus descending/motorik)
 Lateral (berisi fasikulus decsending dan ascending)
 Posterior (berisi fasikulus ascending/sensorik)
3) Tiap funikulus terdiri dari satu atau lebih traktus atau funikulus
Medulla spinalis melewati dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus
desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang bersifat
perintah yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara umum
berfungsi untuk mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat mencapai
kesadaran. Informasi ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1) informasi
eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti rasa nyeri, suhu, dan raba, dan (2)
informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya otot dan sendi
(Akhyar, 2009)

Menurut Mahadewa & Maliawan (2009) medula spinalis diperdarahi oleh 2


susunan arteria yang mempunyai hubungan istimewa. Arteri - arteri spinal terdiri dari
arteri spinalis anterior dan posterior serta arteri radikularis.

a. Arteri spinalis anterior dibentuk oleh cabang kanan dan dari segmen
intrakranial kedua arteri vertebralis.
b. Arteri spinalis posterior kanan dan kiri juga berasal dari kedua arteri
vertebralis.
c. Arteria radikularis dibedakan menjadi arteria radikularis posterior dan
anterior.

Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna bertebra tempat
munculnya saraf tersebut, adapun saraf spinal terdiri dari:

a. Saraf servical : 8 pasang, C1-C8


b. Saraf torax : 12 pasang, T1-T12
c. Saraf lumbal : 5 pasang L1-L5
d. Saraf sacral : 5 pasang, S1-S5
e. Saraf coccyigeal : 1 pasang

2. Trauma Medula Spinalis


Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medula spinalis (Brunner & Suddaerth, 2008).
Trauma medula spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang
terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap
dari medula spinalis dengan quadriplegia (Fransiska B. Batticaca, 2008).
Pada trauma medula spinalis timbul perlukaan pada sumsum tulang belakang
yang mengakibatkan perubahan, baik sementara atau permanen, perubahan fungsi
motorik, sensorik, atau otonom. Pasien dengan cedera tulang belakang biasanya
memiliki defisit neurologis permanen dan sering mengalami kecacatan (Lawrence,
2014).
Cidera medula spinalis bisa meliputi fraktur, kontusio, dan kompresi kolumna
vertebra yang biasa terjadi karena trauma pada kepala atau leher. Kerusakan dapat
mengenai seluruh medula spinalis atau terbatas pada salah satu belahan dan bisa
terjadi pada setiap level (Kowalak, 2011).
Jadi, trauma medulla spinalis adalah kerusakan fungsi neurologis akibat trauma
langsung atau tidak langsung pada medulla spinalis sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi sensorik, motorik, autonomi dan reflek.

B. Etiologi dan Faktor Resiko Trauma Medula Spinalis


Cedera Medula Spinalis disebapkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang
belakang dimana trauma tersebut melampaui batas kemampuan tulang belakang dalam
melindungi saraf-saraf di dalamnya
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan
terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi,
hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak
terjadi karena terlindung dengan struktur toraks.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan
dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa memar,
contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah,
atau perdarahan.Kelainan sekunder pada sumsum belakang dapat doisebabkan
hipoksemia dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi.
Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan
yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal
setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh
kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau
oedema.
1. Etiologi cedera spinal
a. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah raga, luka
tusuk atau luka tembak.
b. Non trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati, myelitis,
osteoporosis, tumor.
Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari cedera  medula spinalis adalah
1. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).
2. Olahraga
3. Menyelan pada air yang dangkal
4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
6. Kejatuhan benda keras
7. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono, 2000).
8. Luka tembak atau luka tikam
9. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai,
yang seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran
sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar
mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi osteoporosis yang
disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia, tumor infiltrasi
maupun kompresi, dan penyakit vascular.
10. Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
11. Infeksi
12. Osteoporosis
13. Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat mengendarai mobil atau sepeda
motor.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medula spinalis


a. Usia
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita
karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.
b. Jenis Kelamin
Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis
yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).
c. Status Nutrisi
C. Klasifikasi Medula Spinalis
Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides
mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil. Cedera
stabil mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior atau lateral dan burst
fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil mencakup cedera fleksi-
dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury), dan burst fracture hebat.

1. Cedera stabil

Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi kemampuan untuk


bergeser lebih jauh selain yang terjadi saat cedera. Komponen arkus neural intak
serta ligament yang menghubungkan ruas tulang belakang, terutama ligament
longitudinal posterior tidak robek. Cedera stabil disebabkan oleh tenga fleksi,
ekstensi, dan kompresi yang sederhana terhadap kolumna tulang belakang dan
paling sering tampakd pada daerah toraks bawah serta lumbal (fruktur baji badan
ruas tulang belakang sering disebabkan oleh fleksi akut pada tulang belakang).

a. Fleksi

Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal


umum ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan.
Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas
perawatan di rumah sakit selama beberapa hari istorahat total di tempat tidur
dan observasi terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia
simpatik. Jika baji lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips dalam
ekstensi dianjurkan. Jika tidak, analgetik, korset, dan ambulasi dini
diperlukan. Ketidaknyamanan yang berkepanjangan tidak lazim ditemukan.

b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi

Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil,
dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien (analgetik
dan korset) adalah semua yang dibutuhkan.

c. Kompresi Vertikal
Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1) protrusi
diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang
pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi nukleus melalui lempeng
akhir vertebra ke dalam tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura
yang stabil, dan defisit neurologik tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik,
istirahat di tempat tidur selama beberapa hari, dan korset untuk beberapa
minggu. Meskipun fraktura ”ledakan” agak stabil, keterlibatan neurologik
dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam kanalis spinalis. CT-Scan
memberikan informasi radiologik yang lebih berharga pada cedera. Jika
tidak ada keterlibatan neurologik, pasien ditangani dengan istirahat di
tempat tidur sampai gejala-gejala akut menghilang. Brace atau jaket gips
untuk menyokong vertebra yang digunakan selama 3 atau 4 bulan
direkomendasikan. Jika ada keterlibatan neurologik, fragmen harus
dipindahkan dari kanalis neuralis. Pendekatan bisa dari anterior, lateral atau
posterior. Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau graft tulang penting
untuk mencegah ketidakstabilan setelah dekompresi.

2. Cedera Tidak Stabil

Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh. Hal ini disebabkan
oleh adanyan elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk
merobek ligament longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural, baik
akibat fraktur pada fedekel dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.

a. Cedera Rotasi – Fleksi

Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi


dengan vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak
stabil, pasien harus ditangani dengan hati-hati untuk melindungi medula
spinalis dan radiks. Fraktura dislokasi ini paling sering terjadi pada daerah
transisional T10 sampai L1 dan berhubungan dengan insiden yang tinggi
dari gangguan neurologik. Setelah radiografik yang akurat didapatkan
(terutama CT-Scan), dekompresi dengan memindahkan unsur yang tergeser
dan stabilisasi spinal menggunakan berbagai alat metalik diindikasikan.

b. Fraktura ”Potong”

Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma


parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera terjadi
pada daerah toraks, mengakibatkan paraplegia lengkap. Meskipun fraktura
ini sangat tidak stabil pada daerah lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi
karena ruang bebas yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini
ditangani seperti pada cedera fleksi-rotasi.

c. Cedera Fleksi-Rotasi

Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera sabuk
pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak stabil.
Stabilisasi bedah direkomendasikan.

Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :

1. Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi mendula spinalis


hilang sementara tanpa disertai gejala sisa atau sembuh secara sempurna.
Kerusakan pada komosio medula spinalis dapat berupa edema, perdarahan
verivaskuler kecil-kecil dan infark pada sekitar pembuluh darah.
2. Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera vertebral, akibat dari
tekanan pada edula spinalis.
3. Kontusio adalah  kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata, ligament
dengan terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan reaksi peradangan.
4. Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi
kerusakan medula spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka tembak.
Hilangnya fungsi medula spinalis umumnya bersifat permanen.
D. Pathway Medula Spinalis
Kecelakaan otomobil, industry, terjatuh, olahraga, menyelam, luka tusuk/tembak tumor

Kerusakan medula spinalis

Hemoragi

Serabut-serabut membengkak/hancur

Trauma medula spinalis

Spesma otot
paravebralis
Iritasi serabut Kerusakan Kerusakan Kerusakan Kerusakan lumbal Gangguan fugsi
saraf T1-T2 C5 lumbal 1 2-5 rektum dan fesika
urinaria
Perasaan nyeri, Kehilangan HR Ketidakmampuan Paraplegis
inervasi otot ejakuasi
Ketidaknyamanan interostal
kehilangan
Inkontin Inkonti
Penurunnya fungsi
esia nesia
Nyeri Akut Disfusi pergerakan sendi
Penurun Usus urine
Pola nafas seksual
an curah fungsi
tidak
jantung onal
efektif

Penekanan setempat
Gangguan
Sindrom mobilitas fisik
defisit self
Gangguan
care
integritas
kulit
E. Manifestasi klinis
Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001)
1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
2. Paraplegia
3. Tingkat neurologik
4. Paralisis sensorik motorik total
5. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandungkemih)
6. Penurunan keringat dan tonus vasomoto
7. Penurunan fungsi pernafasan
8. Gagal nafas
9. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah
10. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
11. Biasanya terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunankeringat
dan tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai denganvaskuler perifer.
12. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
13. Kehilangan kesadaran
14. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
15. Penurunan keringat dan tonus vasomotor
Tanda dan Gejala
1. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami traumadan apakah
trauma terjadi secara parsial atau total. Berikut ini adalahmanifestasi berdasarkan
lokasi trauma :
2. Antara C1 sampai C5 Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien
meninggal.
3. Antara C5 dan C6 Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu danfleksi
siku yang lemah; kehilangan refleks brachioradialis.
4. Antara C6 dan C7 Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu
dan fleksi sikumasih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep.
5. Antara C7 dan C8 Paralisis kaki dan tangan
6. C8 sampai T1 Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facialanhidrosis),
paralisis kaki.
7. Antara T11 dan T12 Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut.
8. T12 sampai L1 Paralisis di bawah lutut.
9. Cauda equine Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeridan
biasanya nyeri dan sangat sensitive terhadap sensasi, kehilangankontrol bowel dan
bladder.
10. S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1 Kehilangan kontrol boweldan
bladder secara total. Bila terjadi trauma spinal total atau complete cordinjury,
manifestasi yang mungkin muncul antara lain total paralysis,hilangnya semua
sensasi dan aktivitas refleks (Merck,2010).
Tanda an gejala yang akan muncul:.
1. Nyeri Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakanadanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringansekitarnya.
2. Bengkak/edama Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosayang
terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringansekitarnya.
3. Memar/ekimosis Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dariextravasi
daerah di jaringan sekitarnya
4. Spasme otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitarfraktur.
5. Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syarafkarena
edema.
6. Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeriatau
spasme otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagianyang pada
kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi padafraktur tulang panjang.
8. Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaiantulang
digerakkan. Deformitas Abnormalnya posisi dari tulang sebagaihasil dari
kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorongfragmen tulang ke
posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
9. Shock hipovolemik Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan
hebat.

F. Pemeriksaan diagnostik / pemeriksaaan penunjang


1. EMG: m enunjukkan adanya fibrilasi, fasikulasi, atrofi dan denervasi, KHST
norm al, kadang-kadang dijum pai adanya giant action potential
2. Biopsi otot: terdapat atrofi dari fasikulus otot bercam pur dengan fasikulus yang
norm al
3. Peningkatan enzim otot
4. LP: LCS norm al
5. Mielografi: norm al
6. MRI : terdapat peningkatan intensitas signal

G. Penatalaksanaan Medula Spinalis


1. Penatalaksanaan Kedaruratan
Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan
yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik. Korban
kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara, Trauma olahraga
kontak, jatuh, atau trauma langsung pada kepala dan leher dan leher harus
dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini
disingkirkan.
a. Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal (punggung),
dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah Trauma komplit.
b. Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi,
rotasi atau ekstensi kepala.
c. Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi
dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal dipasang.
d. Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas
papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan
memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen
tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medula kom
Sebaiknya pasien dirujuk ke Trauma spinal regional atau pusat trauma karena
personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi
perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah Trauma.
Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,
pasien dipertahankan diatas papan pemindahan. Pemindahan pasien ketempat tidur
menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus dipertahankan dalam posisi
eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau tertekuk, juga tidak boleh
pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain
ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti
bahwa ini bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat tidur biasa
tanpa bahaya.Sebaliknya kadang-kadang tindakan ini tidak benar. Jika stryker atau
kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat
dengan papan tempat tidur dibawahnya.
2. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis lebih
lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan
resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi Dan kestabilan
kardiovaskuler.
Penatalaksanaan medis
1. Terjadi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada,
memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atau cedera lain yang menyertai,
mencegah, serta metu rnengobati komplikasi dan kerusakan neurallebih lanjut.
Reabduksi atau sublukasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulang-ed).
Untuk mendekopresi koral spiral dan tindakan imobilisasi tulang belakang untuk
melindungi koral spiral.
2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal,atau
debridement luka terbuka.
3. Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidak stabilan tulang belakang,
cedera ligamen tanpa fraktur, deformitas tulang belakang, progresif, cedara yang tak
dapat di reabduksi, dan fraktur non-union.
4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamin untuk perbaikan aliran darah koral spiral.
Dosis tertinggi metil prednisolin/bolus adalah 30 mg/kg BB diikuti 5,4
mg/kgBB/jamberikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki
pemulihan neurologis. Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan
setelah cedera koral spiral.
5. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan fungsi sensorik,
motorik, dan penting untuk melacak defisit yang progresif atau asenden.
6. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan mecak keadaan
dekompensasi.
7. Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi atau baji dari badan
ruas tulang belakang, fraktur proses transverses, spinous,dan lainnya. Tindakannya
simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi dengan fisioterapi
untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
8. Cedera tak stabil disertai defisit neurologis. Bila terjadi pergeseran, fraktur
memerlukan reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan.
a. Metode reabduksi antara lain:
1) Traksi memakai sepit (tang) mental yang dipasang pada tengkorak. Beban
20 kg tergantung dari tingkat ruas tulang belakang mulai sekitar 2,5 kg
pada fraktur C1
2) Menipulasi dengan anestensi umum
3) Reabduksi terbuka melalui operasi
b. Metode imobilisasi antara lain:
1) Ranjang khusu,rangka, atau selubung plester
2) Traksi tengkorak perlu beban sedeng untuk mempertahankan cedera yang
sudah direabduksi
3) Plester paris dan splin eksternal lain
4) Operasi
9. Cedera stabil diseratai defisit neurologis. Bilafraktur stabil, kerusakan neurologis
disebabkan oleh:
a. Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera menyebabkan trauma
langsung terhadap koral spiral atau kerusakan vascular.
b. Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit sebelumnya seperti
spondiliosis servikal.
c. Fragmen tulang atau diskus terdorong kekanal spiral.
Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis yang tampak pada
saat pertama kali diperiksa:
1) Transeksi neurologis lengkap terbaik dirawat konservatif.
2) Cedera di daerah servikal, leher dimobilisasi dengan kolar atau sepit (caliper) dan
diberi metil prednisolon.
3) Pemeriksaan penunjang MRI
4) Cedera neurologis tak lengkap konservatif.
5) Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya spondiliosis servikal. Traksi
tengkorak, dan metil prednisolon.
6) Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya.
7) Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan memburk maka lakukan
mielografi.
8) Cedera tulang tak stabil.
9) Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang diikuti imbolisasi, melindungi dengan
imobilisasi seperti penambahan perawatan paraplegia.
10) Bila defisitneurologis tak lengkap, dilakukan reabduksi, diikuti imobilisasi untuk
sesui jenis cederanya.
11) Bila diperlukan operasi dekompresi kenal spiral dilakukan pada saat yang sama.
12) Cedera yang menyertai dan komplikasi:
a) Cedera mayor berupa cedera kepala atau otak, toraks, berhubungan
dengan ominal, dari vascular.
b) Cedera berat yang dapat menyebabkan kematian, aspirasi dan syok
Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma tulang belakang yaitu :
1. Pemeriksaan klinik secara teliti:
a) Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik, sensorik, dan
refleks.
b) Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang menandakan adanya
fraktur dislokasi.
c) Keadaan umum penderita.
2. Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:
a) Resusitasi klien.
b) Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
c) Perawatan kandung kemih dan usus.
d) Mencegah dekubitus.
e) Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabiIitasi lainnya.

H. Komplikasi Medula Spinalis


1. Syok Spinal
Merupakan depresi tiba-tiba aktivitas refleks pada medulla spinalis (areflexia) di
bawah tingkat cidera.
2. Trombosis Vena Profunda (TVP)
Merupakan komplikasi umum dari imobilitas dan umumnya pada pasien cedera
medulla spinalis. Pasien PVT beresiko mengalami embolisme paru (EP), suatu
komplikasi yang mengancam hidup. Manifestasi EP meliputi nyeri dada pleuritis,
cemas, napas pendek, dan nilai gas darah abnormal (peningkatan PCO2 dan
penurunan PO2).
3. Autonomic Dysreflexia (AD)
Komplikasi ini terjadi karena adanya perubahan sistem saraf autonom yang
mengakibatkan kerusakan pada kontrol simpatis yang muncul selama fase pemulihan.
Manifestasinya dapat berupa hipertensi berat dengan bradikardia paradoks,
kemerahan kulit, dan sakit kepala, penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan jangka
panjang dan gangguan kardiovaskular.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Trauma Medula Spinalis


a. Primary Survey
1) Airway
Pengkajian pernafasan yang lengkap sangat penting untuk menentukan
kelangsungan hidup pasien dan prognosisnya. Pengkajian utama dimulai dengan
mengevaluasi kebersihan nafasnya. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan
dengan cara membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Pada pasien
yang tidak sadar, alat pernafasan melalui mulut dimasukkan dan di samping itu
juga leher pasien dipertahankan dalam posisi netral. Pasien harus dibantu dengan
memberikan intubation sebelum dapat terjadi hipoksia berat yang mana dapat
merusak medulla spinalis.
a) Look : Lihat gerakan pergerakan naik turunnya dada.
b) Listen : Dengar suara napas pada mulut pasien. Kaji ada atau tidaknya suara
napas tambahan seperti snoring, gurgling, dan crowing.
c) Feel : Rasakan adanya aliran udara pernafasan.
2) Breathing
Kaji ada atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea,
takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas tambahan
seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing. Selain itu kaji juga kedalaman
nafas klien. Berikan oksigenasi yang adekuat dan bantuan ventilasi bila
diperlukan. Waspadai adanya sesak napas dan gagal napas.
3) Circulation
Ada 3 penemuan klinis yg dlm hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik,yaitu : tingkat kesadaran, warna kulit,
dan nadi.
4) Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat.Yang dinilai
disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
 Penilaian Tingkat kesadaran,ukuran dan reaksi pupil, tanda- tanda
lateralisasi dan tingkat level cedera spinal.
 Penilaian GCS.
5) Exposure: akral dingin, kering
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara menggunting
untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan lengkap dan visualisasi head-
to-toe pasien adalah wajib pada pasien dengan trauma medula spinalis. Setelah
pakaian dibuka, penderita harus diselimuti agar penderita tidak kedinginan.
b. Secondary Survey
1) Pemeriksaan TTV
2) Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breath) : Klien sulit bernapas, pernapasan dangkal atau labored
, periode apnea , penurunan bunyi napas, dan ronkhi.
b) B2 (Blood): Hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ektremitas dingin,
sianosis, dan pucat.
c) B3 (Brain) : Nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma.
d) B4 (Bladder) : Inkontinensia defekasi dan berkemih, dan retensi
urine.
e) B5 (Bowel) : Distensi abdomen, peristaltic usus hilang, dan
melena.
f) B6 (Bone) : Terjadi kelemahan dan kelumpuhan otot pada/dibawah lesi.
3) Identitas
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
4) Keluhan utama
Terjadi defisit neurologis pada pasien, trauma berat pada kepala.
5) Riwayat penyakit saat ini.
Pengkajian ini sangat penting dalam menentukan derajat kerusakan dan adanya
kehilangan fungsi neurologic. Medulla spinalis dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme yang disebabkan oleh penyakit tertentu, benturan, laserasi dan trauma
tembak, olahraga dan lainnya.
6) Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit yag diderita seperti : osteoporosis, keganasan, infeksi,
penyakit kongenital dan lainnya.
7) Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya penyakit keluarga seperti osteoporosis, osteoarthritis, dll.
8) Riwayat penggunaan obat
Kaji obat-obatan yang dikonsumsi pasien, seperti penggunaan obat penenang,
anastesi spinal/ lumbal.
9) Pemeriksaan diagnostik
a) Sinar X spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur ,
dislokasi), untuk kesejajaran traksi atau operasi.
b) Scan CT : menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan
struktural.
c) MRI: mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
d) Mielografi: untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika terdapat oklusi
pada subaraknoid medula spinalis/
e) Rongent torak : untuk memperlihatkan keadan paru.
f) Pemeriksaan fungsi paru : mengukur volume inspirasi maksimal dan ekpirasi
maksimal terutama pada kasus trauma servikal bagian bawah.
g) GDA : menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

2. Diagnosa keperawatan
a. Pola napas tidak efektif b.d cedera pada medula spinalis(D.0005)
b. Nyeri akut b.d agens cedera fisik (D.0077)
c. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas (D.0008)
d. Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis (D.0129)
e. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler (D.0054)
3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
b.d cedera pada medula keperawatan selama 2x24
Observasi
spinalis (D.0005) jam diharapkan pola napas
membaik dengan kriteria 1. Monitor pola napas
hasil : (frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
1. Dispnea menurun
2. Monitor bunyi napas
2. Penggunaan otot
tambahan (mis, gurgling,
bantu napas
mengi, wheezing, ronkhi
menurun
kering)
3. Pemanjangan fase
3. Monitor sputum (jumlah,
ekspirasi menurun
warna, aroma)
4. Frekuensi napas
Terapeutik
membaik
1. Pertahankan kepatenan jalan
5. Kedalaman napas
napas dengan head-tilt dan
membaik
chin-lift (jaw-thrust jika
dicurigai trauma servikal)
2. Lakukan penghisapan lendir
<15 menit
3. Berikan oksigen
Edukasi
Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator
2 Nyeri akut b.d agens Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
cedera fisik (D.0077) keperawatan selama 2x24
Observasi
jam diharapkan tingkat
nyeri menurun dengan 1. Identifikasi lokasi,
kriteria hasil : karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
1. Keluhan nyeri
nyeri
menurun
2. Identifikasi skla nyeri
2. Meringis menurun
3. Identifikasi faktor yang
3. Gelisah menurun memperberat dan
memperingan nyeri
4. Frekuensi nadi
membaik Terapeutik
5. Pola napas 1. Berikan teknik
membaik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis.
6. Tekanan darah
kompres hangat)
membaik
2. Fasilitasi istirahat dan tidur
7. Pola tidur membaik
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
3 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung (I.02075)
jantung b.d perubahan keperawatan selama 2x24
Observasi
kontraktilitas (D.0008) jam diharapkan curah
jantung meningkat dengan 1. Identifikasi tanda/gejala
kriteria hasil : primer penurunan curah
jantung
1. Kekuatan nadi
perifer meningkat 2. Monitor tekanan darah
2. Cardiac index 3. Moitor saturasi oksigen
meningkat
4. Monitor EKG 12 Sadapan
3. Left ventricular
stroke work index Terapeutik
(LVSWI) Berikan oksigen untuk
meningkat mempertahankan saturasi oksigen
4. Stroke volume >94%
index (SVI) Edukasi
meningkat
Anjurkan beraktivitas fisik secara
5. Suara jantung S3 & bertahap
S4 menurun
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antiaritmia
4 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
kulit b.d faktor mekanis keperawatan selama 2x24 (I.11353)
(D.0129) jam diharapkan integritas
Observasi
kulit dan jaringan
meningkat dengan kriteria Identifikasi penyebab gangguan
hasil : integritas kulit
1. Hidrasi meningkat Terapeutik
2. Perfusi jaringan 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika
meningkat tirah baring
3. Keruskan jaringan 2. Gunakan produk berbahan
menurun ringan / alami dan
hipoalergik pada kulit sensitif
4. Kerusakan lapisan
kulit menurun Edukasi
5. Nyeri menurun 1. Anjurkan menggunakan
pelembab
6. Suhu kulit
membaik 2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
5 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi (I05173)
fisik b.d kerusakan keperawatan selama 2x24
Observasi
neuromuskuler jam diharapkan mobilitas
(D.0054) fisik meningkat dengan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
kriteria hasil : keluhan fisik lainnya
1. Pergerakan 2. Identifikasi toleransi fisik
ekstremitas melakukan pergerakan
meningkat
3. Monitor kondisi umum
2. Kekuatan otot selama melakukan mobilisasi
meningkat
Terapeutik
3. Rentang gerang
(ROM) meningkat 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis. pagar
4. Kaku sendi tempat tidur)
menurun
2. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, B Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, volume 2. 
Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3, Jakarta : EGC

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC

Lawrence S Chin, Robert B and Molly G King Endowed. (2014). Spinal Cord Injuries.
Medscape Medical News. Diakses melalui http://emedicine.medscape.com/article/793582
Article about Definition of spinal cord injury. 2012. Diakses melalui
http://www.medicinenet.com/

Mahadewa T, Maliawan S. 2009. Cedera Saraf Tulang Belakang Aspek Klinis dan
Penatalaksanaannya. Denpasar: Udayana University Press

Maja, JP (2013). Diagnosis Dan Penatalaksanaan Cedera Servikal Medula Spinalis. Jurnal Biomedik: JBM ,
5 (3).

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Sahara, S.(2018).Asuhan Keperawatan Trauma Medulla Spinalis. Poltekkes Kemenkes


Semarang. Prodi DIII Keperawatan Magelang

Sudadi, dkk.(2019).Komplikasi Autonomic Dysreflexia Pasca Cedera Medula Spinalis.Jurnal


Neuroanestesi Indonesia.Vol 8, No 3
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6, volume 2.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai