Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH FISIOTERAPI NEUROMUSKULAR I

AMYOTROPIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)

DOSEN PENGAMPU :
MU’JIZATILLAH, S.FT., Physio., M.Kes

OLEH :
ADDINI NURUL RISA (EFT10170061)
AULIA RAHMI (EFT10170066)
ERNANDA ZAINOVITA (EFT10170072)
VERA FITRIA (EFT10170086)

POLITEKNIK UNGGULAN KALIMANTAN


D-III FISIOTERAPI
BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Fisioterapi Neuromuskular I yang berjudul “Amyotropic Lateral Sclerosis (ALS)”.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata baik dan sempurna,
sehingga kami mohon maaf jika terdapat kekurangan dalam makalah ini. Kami
mohon saran dan kritik kepada para pembaca yang bersifat membangun, agar
makalah ini dapat lebih sempurna. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat
dan berguna bagi pembaca.

Banjarmasin, 28 Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
A. Anatomi Fisiologi ........................................................................................ 3
B. Patologi Terapan .......................................................................................... 6
BAB III PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI ............................................... 10
A. Subjective ................................................................................................... 10
B. Objective .................................................................................................... 12
C. Analisis....................................................................................................... 21
D. Planning Fisioterapi (FT)........................................................................... 27
E. Perencanaan Intervensi FT ......................................................................... 27
F. Home Program ........................................................................................... 28
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 29
A. Kesimpulan ................................................................................................ 30
B. Saran ........................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), juga dikenal sebagai penyakit
motor neuron, penyakit Lou Gehrig atau penyakit Charcot, yaitu gangguan
pada orang dewasa, ditandai dengan degenerasi terutama pada bagian atas
dan neuron motorik yang lebih rendah, dan juga terjadi degenerasi
sensorik, ekstrapiramidal dan serat otonom dan saluran (Christine, 2006).
Di seluruh dunia, ALS dialami oleh 1 dari 3 orang per 100.000. Di
Eropa, insiden tahunan adalah 2,16 per 100.000 orang/tahun. Di Indonesia,
belum ada data pasti. Rasio pria:wanita adalah 1,5:1, pada ALS familial
rasio ini hampir sama. Sekitar 5-10% kasus ALS diwariskan. Pada ALS
tipe familial, usia terbanyak sekitar 47-52 tahun. Pada ALS tipe sporadic,
usia terbanyak sekitar 58-63 tahun.
Kematian dapat terjadi dalam rentang waktu 3-5 tahun setelah
diagnosis. Hanya 1 dari 4 penderita ALS yang dapat bertahan hidup lebih
dari 5 tahun setelah diagnosis. Sebagian besar penderita ALS meninggal
dunia karena gagal napas (respiratory failure), rata-rata 3 tahun atau
sekitar 2-4 tahun setelah onset, beberapa penderita dapat bertahan hidup
hingga satu dasawarsa atau lebih.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi pada kasus Amyotrophic Lateral
Sclerosis (ALS)?
2. Bagaimana patologi pada kasus Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi pada kasus Amyotrophic Lateral Sclerosis
(ALS).
2. Untuk mengetahui bagaimana anatomi dan fisiologi pada kasus
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS).
3. Untuk mengetahui bagaimana patologi pada kasus Amyotrophic Lateral
Sclerosis (ALS).
4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan fisoterapi pada kasus
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS).
5. Untuk memberikan informasi tentang kasus Amyotrophic Lateral
Sclerosis (ALS) dengan lebih mendalam, sehingga diharapkan dapat
bekerjasama dengan pemerintah atau pihak terkait lainnya dalam
menurunkan kasus Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS).

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya penulisan makalah ini akan memberi tambahan ilmu
pengetahuan dan wawasan serta keterampilan dalam asuhan fisioterapi
pada kasus Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS).
2. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang Amyotrophic Lateral
Sclerosis (ALS).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Fisiologi Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Penyakit ini tidak memengaruhi sistem sensorik atau otonom
karena ALS hanya memengaruhi motor neuron sistem. ALS adalah
penyakit yang menyebabkan atrofi otot pada otot ekstremitas, mulut
dan wajah. Di beberapa kasus, mood dan fungsi memori juga
terpengaruh. Penyakit bekerja dengan menyerang neuron motorik
yang terletak di sistem saraf pusat yang mengarahkan fungsi otot.
Medula spinalis adalah bagian dari susunan saraf pusat yang
seluruhnya terletak dalam kanalis vertebralis, dikelilingi oleh tiga
lapis selaput pembungkus yang disebut meningen. Medula spinalis
merupakan kelanjutan dari otak dimulai setinggi foramen occipitalis
magnum melanjutkan ke bawah di dalam kanalis spinalis dan berakhir
pada conus medularis setinggi VL1. Kemudian hanya berupa serabut-
serabut saraf yang disebut caudal aquina.
Medula spinalis memunyai bentuk seperti tabung silindris dan di
dalamnya terdapat lubang atau canalis centralis. Bagian tepi atau
cortex mengandung serat-serat saraf (white matter) dan bagian
tengahnya berwarna gelap (grey matter) yang mengandung sel-sel
body dan bentuknya seperti kupu-kupu. Dari medula spinalis ini
keluar masuk serabut saraf terbanyak 31 pasang yang melalui foramen
intervertebralis. Sebagaimana otak, medula spinalis juga dilapisi oleh
selaput meningen dan mengandung cairan otak.

3
Gambar 2.1 Perjalanan traktus piramidalis
(Sumber: Baehr, Duus,2005)

Traktus motoris dan sensoris merupakan traktus yang paling


penting di dalam otak dan medula spinalis dan memunyai hubungan
yang erat untuk gerakan motoris voluntaris, sensasi rasa sakit,
temperatur dan sentuhan dari organ-organ indera pada kulit dan
impuls propioseptif dari otot dan sendi. Traktus kortikospinalis atau
piramidalis atau motoris berasal dari korteks motorik dan serabutnya
berjalan turun melalui substensia-alba serebri (korona radiata), krus

4
posterior kapsula interna, bagian sentral pedikulus serebri (krus
serebri), pons, dan basal medula (bagian anterior), tempat traktus
terlihat sebagai penonjolan kecil yang disebut piramid.
Traktus kortiko ventralis mengendalikan neuron-neuron motorik
yang melayani otot-otot pada truktus termasuk mm. Intercostalis dan
abdominalis. Semua neuron yang menyalurkan impuls-impuls motorik
ke nuclei motorii di dalam batang otak dan medula spinalis dapat
disebut sebagai neuron motor atas (upper motor neuron). Impuls-
impuls motorik ini dapat disalurkan melalui jalur-jalur saraf yang
termasuk dalam susunan pyramidal dan susunan ekstra pyramidal oleh
karena itu dalam area yang luas sel-sel neuron yang membentuk jalur
desendens pyramidal dan ekstrapyramidal. Susunan pyramidal terdiri
dari traktus kortikospinalis dan traktus kortikobulbaris. Traktus
kortikobulbaris berfungsi untuk gerakan pada otot kepala dan leher,
sedangkan traktus kortikospinalis berfungsi untuk gerakan otot tubuh
dan anggota gerak. Tractus extrapyramidal dibagi menjadi lateral
pathway dan medial pathway. Lateral pathway terdiri dari traktus
rubrospinal dan tractus retikulospinal. Medial pathway mengontrol
tonus otot dan pergerakan kasar daerah leher, dada dan ektremitas
bagian proksimal. Lateral pathway berfungsi sebagai kontrol tonus
otot dan presisi pergerakan dari ektremitas bagian distal. Sedangkan
neuron-neuron motorik di dalam nuclei motorik di dalam batang otak
dan medula spinalis dapat disebut neuron motor bawah (lower motor
neuron). Lower motor neuron terdiri dari 2 tipe yakni, alfa-
motorneuron memiliki akson yang besar, tebal dan menuju ke serabut
otot ekstrafusal (aliran impuls saraf yang berasal dari otak atau medula
spinalis menuju ke efektor), sedangkan gamma-motorneuron memiliki
akson yang ukuran kecil, halus dan menuju ke serabut ototintrafusal
(aliran impuls saraf dari reseptor menuju ke otak atau medula
spinalis).

5
B. Patologi Terapan
1. Definisi

Amyotrophic Lateral Sclerosis adalah penyakit progresif yang


memengaruhi kontrol gerakan otot dengan merusak neuron motorik,
yang merupakan sel-sel saraf khusus di sumsum tulang belakang dan
bagian otak yang terhubung ke sumsum tulang belakang (batang otak).
Lebih dari 90% kasus amyotrophic lateral sclerosis terjadi pada orang
yang tidak memiliki riwayat kelainan keluarga (kasus sporadis).
Penyebab kasus sporadis sebagian besar masih belum diketahui.
Hanya sebagian kecil kasus amyotrophic lateral sclerosis yang
disebabkan oleh mutasi genetik yang diketahui; kasus-kasus ini
disebut sebagai warisan.

Ada beberapa sinonim untuk Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)


yang meliputi Motor Neuron Disease (MND), Charcot's disease, dan
Lou Gehrig's disease. Yang terakhir ini dinamai sesuai dengan pemain
baseball profesional Amerika yaitu Lou Gehrig, yang meninggal
karena ALS pada tahun 1940-an (Miller, 2011).

Tipe ALS antara lain, Progressive Bulbar Palsy (PBP), Progressive


Muscular Atrophy (PMA), Primary Lateral Sclerosis (PLS), flail arm
syndrome (Vulpian-Bernhardt syndrome), flail leg syndrome, dan
ALS with multi-system involvement (misalnya, Fronto-Temporal
Dementia, FTD) (Fig. 1) (reviewed in Lillo & Hodges, 2009; Silani et
al., 2011).

2. Epidemiologi

Lebih dari 12.000 orang di Amerika Serikat memiliki diagnosis


pasti dari ALS, untuk prevalensi 3,9 kasus per 100.000 orang di
Amerika Serikat populasi umum, menurut laporan data dari Registry
ALS Nasional. ALS adalah salah satu penyakit neuromuskular yang
paling umum di seluruh dunia, dan orang-orang dari semua ras dan
latar belakang etnis yang terpengaruh. Pria lebih sering mengalami
penyakit ini di bandingkan dengan wanita. ALS banyak ditemukan
pada laki-laki kulit putih, non-hispanik, dan orang-orang berusia 60-
69 tahun, tetapi orang-orang muda dan tua juga dapat mengalami
ALS. Dalam 90%-95% dari semua kasus ALS, penyakit ini terjadi
secara acak tanpa faktor risiko yang jelas terkait. Individu dengan
bentuk sporadis penyakit ini tidak memiliki riwayat penyakit keluarga
ALS, dan anggota keluarga mereka tidak dianggap pada peningkatan
risiko untuk perkembangan penyakit ini.

6
Sekitar 5%-10% dari semua kasus ALS diwariskan. Bentuk
familial dari ALS biasanya hasil dari pola pewarisan yang
membutuhkan hanya satu orangtua membawa gen yang bertanggung
jawab untuk penyakit ini. Mutasi gen dalam keluarga telah ditemukan
menyebabkan ALS. Sekitar sepertiga dari semua kasus familial (dan
sebagian kecil dari kasus sporadis) hasil dari cacat pada gen yang
dikenal sebagai “kromosom 9 rangka baca terbuka 72”, atau C9orf72.
Fungsi gen ini masih belum diketahui. 20% lainnya dari kasus familial
hasil dari mutasi pada gen yang mengkodekan enzim tembaga-seng
superoksida dismutase 1 (defisiensi SOD-1). Di Indonesia, belum ada
data pasti insiden penyakit ALS. Rasio pria dan wanita yaitu 1,5:1,
pada ALS familial rasio ini hampir sama. Pada ALS tipe familial, usia
terbanyak adalah 47-52 tahun. Pada ALS tipe sporadik, usia terbanyak
adalah 58-63 tahun.

3. Etiologi

Penyebab pasti ALS belum diketahui. Terdapat beragam hipotesis


tentang etiologi yang masih kontroversial: merokok sigaret, diet tinggi
lemak atau tinggi glutamat, berpartisipasi di perang Teluk. Faktor
lingkungan intoksikasi timah dan merkuri juga diduga penyebab ALS.
Asumsi ini bermula dari tingginya insiden ALS di pulau Guam pada
tahun 1945. Begitu pula kondisi eksitotoksik asam-asam amino,
terutama glutamat, sempat diduga kuat menyebabkan ALS.

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko amyotrophic


lateral sclerosis, yaitu sebagai berikut :

a. g

4. Patofisiologi

Pada perkembangan penyakit ada kehilangan neuron motorik dari


tanduk anterior medula spinalis, korteks motorik primer dan dari
nukleus hipoglosus di medula bawah. Sel glial di sekitarnya juga
terpengaruh. Penyusutan dan perubahan warna dari akar saraf anterior
di sumsum tulang belakang terjadi karena degenerasi aksonal dari
neuron dan demielinasi yang menyertainya.

Patofisiologi di balik penyakit ini terlihat bersifat multi-faktorial


dengan interaksi kompleks antara jalur genetika dan molekuler.
Potensi mekanisme seluler dan molekuler yang berkontribusi terhadap
degenerasi neuro MND:

a. Fungsi mitokondria abnormal

7
b. Peningkatan stres oksidatif
c. Meningkatnya radikal bebas
d. Gangguan transportasi aksonal
e. Disfungsi pompa natrium-kalium
f. Peningkatan mediator inflamasi
g. Peningkatan sekresi toksin

Potensi mutasi gen yang berbahaya bagi neuron dan dapat


berkontribusi pada penyakit:

a. TARDBP
b. FUS

5. Manifestasi Klinis

Secara klinis, ALS dapat diketahui dari adanya gangguan LMN


(Lower Motor Neuron) berupa : kelemahan, otot mengecil (wasting),
kedutan (fasiculation) dan gangguan UMN (Upper Motor Neuron)
berupa : refleks tendon hiperaktif, tanda Hoffmann, tanda Babinski,
atau klonus di anggota gerak yang sama.

ALS dimulai dengan fasikulasi, kelemahan ekstremitas, salah


bicara (keseleo lidah). Pada akhirnya, ALS memengaruhi kemampuan
untuk mengendalikan otot yang diperlukan untuk bergerak, berbicara,
makan, dan bernapas. Kondisi sistem saraf penderita (neurological
status) dapat dinilai dengan kuesioner revised ALS Functional Rating
Scale (ALSFRS-r).

Disfungsi kognitif dialami oleh 20%-50% penderita ALS, dan 3%-


15% berkembang menjadi dementia yang dikategorikan sebagai
frontotemporal lobar degeneration (FTLD).

Gejala ALS biasanya belum terlihat hingga penderita berusia 50


tahun, namun bisa muncul perlahan di usia muda. Penderita ALS
biasanya kehilangan kekuatan dan koordinasi otot sehingga sulit
melakukan aktivitas harian, seperti : naik tangga, berdiri dari kursi,
menelan, dan sebagainya. Otot-otot menelan dan pernapasan adalah
yang pertama kali diserang ALS. Semakin memburuk, semakin
banyak kelompok otot yang terkena. ALS tidak memengaruhi panca
indera (penglihatan, penghidu, perasa/ pengecap, pendengaran, dan
peraba). ALS jarang menyerang fungsi kandung kemih, organ perut,
gerak mata, dan kemampuan berpikir. Gejala ALS antara lain : sulit
bernapas, sulit menelan, mudah merasa tercekik, mengeluarkan air
liur, tersumbat, kram otot, kepala lunglai (mudah terkulai) karena
lemahnya otot leher, kontraksi otot (fasciculation), kelemahan otot

8
yang memburuk, umumnya pertama kali terkait dengan satu anggota
tubuh seperti lengan atau tangan; menjadi paralisis, sulit mengangkat,
menaiki anak tangga, dan berjalan. Kesulitan berbicara, seperti : pola
bicara abnormal atau perlahan, perkataan menyatu atau kacau
(slurring of words), perubahan suara, serak atau parau (hoarseness).
Berat badan turun.

Potret klinis gangguan pernapasan pada penderita ALS terdiri dari


beberapa tanda dan gejala seperti : bernapas cepat, penggunaan otot-
otot bantu pernapasan, pergerakan abdomen yang berlwanan
(paradox), berkurangnya gerakan dada, batuk encer atau melemah,
berkeringat, takikardi, penurunan berat badan, bingung (confusion),
halusinasi, pusing atau sensasi berputar (dizziness), papilloedema
(jarang), pingsan (syncope), dan mulut kering. Gejala lain, seperti :
sesak napas saat beraktivitas atau berbicara, orthopnoea, sering
terbangun di malam hari, mengantuk berlebihan dan lelah di siang
hari, sulit membersihkan sekresi, nyeri kepala di pagi hari, nocturia,
depresi, selera makan berkurang bahkan hilang, konsentrasi dan/ atau
memori berkurang.

6. Komplikasi

ALS dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi, yaitu :

a. Aspirasi
b. Penurunan kemampuan perawatan diri
c. Gagal paru-paru
d. Berat badan menurun
e. Pressure sores
f. Pneumonia
g. Depresi dengan isolasi sosial yang semakin berat
h. Malnutrisi
i. Dehidrasi akibat disfagia
j. Tromboemboli vena karena imobilisasi

7. Prognosis

Kondisi pasien dapat terus menurun karena penyakit ini bersifat


degenerative progressif dengan kelangsungan hidup rata-rata 3 tahun
dari onset klinis kelemahan, namun sekitar 15% dari pasien dengan
ALS dapat hidup 5 tahun setelah didiagnosis, dan sekitar 5% bertahan
selama lebih dari 10 tahun. Jangka panjang kelangsungan hidup
dikaitkan dengan usia yang lebih muda saat onset, laki-laki, dan
anggota tubuh (bukan bulbar) yang mengalami kelemahan.

9
Dalam ALS familial yang dihasilkan dari suatu alaninetovaline
mutasi pada kodon 4 dari gen defisiensi SOD-1 (A4V mutasi), rata-
rata kelangsungan hidup adalah 12 bulan dari onset penyakit.
Kebanyakan pasien dengan ALS tidak memiliki gangguan demensia
yang berat dan gangguan kognitif. Sekitar 15% dari pasien dengan
ALS memenuhi kriteria untuk demensia frontotemporal (FTD). Pasien
dengan ALS terkait dengan FTD memiliki kelangsungan hidup lebih
pendek daripada orang-orang dengan ALS saja.

BAB III

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

A. Subjective
1. Anamnesis Umum
a. Nama : Tn. A
b. Umur : 50 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Purwodadi Gang Cendana
e. Pekerjaan : Pensiunan PNS
f. Agama : Islam
2. Anamnesis Khusus
a. Keluhan Utama

10
Pasien mengeluhkan terdapat kelemahan pada lengan bagian
sinistra sehingga sulit dalam mengangkat lengan. Pasien juga
kesulitan dalam melakukan Activity Daily Living (ADL).
b. Letak Keluhan
Keluhan pasien terletak pada lengan bagian sinistra.
c. Kapan terjadi
Pasien merasakan kelemahan pada lengan bagian sinistra sekitar
1 bulan yang lalu.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tahun 2017 di suatu siang pasien merasakan kedutan pada
otot bagian shoulder sampai ke elbow, akan tetapi setelah beberapa
menit kemudian hal tersebut berhenti sehingga pasien tidak
mengkhawatirkan hal tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 2018 pasien pertama kali merasakan
gejala kelemahan pada lengan bagian sinistra. Perlahan
kelemahannya bertambah pada 3 Maret 2019. Keluhan awalnya
dirasakan pertama kali pada bagian shoulder. Setelah itu lama-
kelamaan elbow dan wrist ikut mengalami kelemahan, sehingga
pasien merasakan agak sulit saat memegang benda dan melakukan
activity daily living, seperti BAB, BAK, memasang kancing,
memasang baju, dan aktivitas yang menggunakan tangan kiri.
Setelah itu pada tanggal 4 Maret 2019, pasien memeriksakan
diri ke dokter spesialis saraf dan setelah melihat hasil pemeriksaan
pasien dinyatakan positif terkena Amyotropic Lateral Sclerosis
(ALS), sehingga dokter menyarankan untuk dirujuk ke Poli
Fisioterapi agar mendapatkan penanganan lebih lanjut untuk
mengembalikan fungsional tubuh pasien.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu yang
berhubungan dengan riwayat penyakit sekarang.
f. Riwayat Penyakit Keluarga

11
Pasien memiliki nenek yang mengidap ALS, akan tetapi beliau
telah meninggal dunia sekitar 7 tahun yang lalu.
g. Riwayat Penyakit Penyerta
Pasien memiliki riwayat penyakit maag.
h. Medika Mentosa
Pasien mengonsumsi obat riluzole.
3. Anamnesis Sistem
a. Muskuloskeletal
Terdapat kelemahan pada otot-otot penggerak shoulder, elbow,
serta wrist pada bagian sinistra.
b. Nervorum
Terdapat lesi pada lower motor neuron sehingga pasien
memiliki gangguan motorik seperti tidak bisa mengangkat lengan
pada bagian sinistra.
c. Respirasi
Pasien tidak memiliki masalah pada sistem respirasi.
d. Kardiovaskular
Pasien memiliki riwayat hipertensi.
e. Integumentum
Pasien tidak memiliki masalah pada sistem integumen.
f. Urinaria
Pasien tidak memiliki masalah pada sistem urinaria.
g. Gastrointestinal
Pasien memiliki riwayat maag.

B. Objective
1. Pemeriksaan Fisik

a. Antropometri
1) Tinggi Badan : 170 cm
2) Berat Badan : 60 kg
3) IMT : 20,76 kg/m2 (Normal)
b. Vital Sign
1) Tekanan Darah : 150/90 mmHg (Hipertensi)

12
2) Denyut Nadi : 120x/menit (Tidak normal)
3) Pernapasan : 20x/menit (Tidak normal)
4) Temperatur : 36°C (Tidak normal)
2. Inspeksi
a. Inspeksi Statis
1) Pasien memiliki postur tubuh gemuk
2) Pasien berjalan dengan bantuan istrinya
3) Saat berjalan tangan pasien sebelah dekstra memegangi tangan
sebelah sinistra
4) Postur pasien gemuk dan kedua belah bahu terlihat asimetris
bahu sebelah sinistra lebih rendah dibanding dekstra.
b. Inspeksi Dinamis
1) Saat pasien melakukan gerakan fleksi shoulder secara aktif
pasien tidak mampu melakukan full ROM karena pasien
mengalami kelemahan otot
2) Saat digerakkan pasien merasakan kelemahan dan berat pada
lengan sebelah sinistra sedangkan pada lengan bagian dekstra
normal.
3. Palpasi
a. Suhu : Normal
b. Kontur Kulit : Normal
c. Spasme : Tidak terdapat spasme pada tubuh pasien
d. Tenderness : Tidak terdapat tenderness pada tubuh pasien.
e. Oedem : Tidak terdapat oedem pada tubuh pasien.
4. Quick Test
a. Regio Shoulder
Gerakan Keterangan
Fleksi Pasien tidak merasakan nyeri akan tetapi
gerakan tidak full ROM dan gerakan
tidak dapat terkoordinasi dengan baik
Ekstensi Pasien tidak merasakan nyeri akan tetapi
gerakan tidak full ROM dan gerakan

13
tidak dapat terkoordinasi dengan baik
Pasien tidak merasakan nyeri akan tetapi
Abduksi gerakan tidak full ROM dan gerakan
tidak dapat terkoordinasi dengan baik
Adduksi Pasien tidak merasakan nyeri akan tetapi
gerakan tidak full ROM dan gerakan
tidak dapat terkoordinasi dengan baik
Eksorotasi Pasien tidak merasakan nyeri akan tetapi
gerakan tidak full ROM dan gerakan
tidak dapat terkoordinasi dengan baik
Endorotasi Pasien tidak merasakan nyeri akan tetapi
gerakan tidak full ROM dan gerakan
tidak dapat terkoordinasi dengan baik
Depresi Pasien tidak merasakan nyeri akan tetapi
gerakan tidak full ROM dan gerakan
tidak dapat terkoordinasi dengan baik
Elevasi Pasien tidak merasakan nyeri akan tetapi
gerakan tidak full ROM dan gerakan
tidak dapat terkoordinasi dengan baik

b. Regio Elbow
Gerakan Keterangan
Palmar fleksi dengan Pasien tidak mengeluhkan adanya sakit,
full fleksi jari-jari pasien dapat melakukan gerakan akan
tetapi gerakan tidak dapat full ROM
karena terjadi kelemahan
Dorsal fleksi dengan Pasien tidak mengeluhkan adanya sakit,
full ekstensi pasien dapat melakukan gerakan akan
tetapi gerakan tidak dapat full ROM
karena terjadi kelemahan
Fleksi semua sendi Pasien tidak mengeluhkan adanya sakit

14
elbow sampai wrist akan tetapi gerakan tidak dapat dilakukan
karena terjadi kelemahan
Ekstensi semua elbow Pasien tidak mengeluhkan adanya sakit
joint akan tetapi gerakan tidak dapat dilakukan
karena terjadi kelemahan

c. Regio Wrist

Gerakan Keterangan
Palmar fleksi Pasien tidak mengeluhkan adanya sakit
akan tetapi gerakan tidak dapat dilakukan
karena terjadi kelemahan
Dorso fleksi Pasien tidak mengeluhkan adanya sakit
akan tetapi gerakan tidak dapat dilakukan
karena terjadi kelemahan
Radial Deviasi Pasien tidak mengeluhkan adanya sakit
akan tetapi gerakan tidak dapat dilakukan
karena terjadi kelemahan
Ulnar Deviasi Pasien tidak mengeluhkan adanya sakit
akan tetapi gerakan tidak dapat dilakukan
karena terjadi kelemahan

5. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar


a. Regio Shoulder
PFGD Aktif Pasif TIMT
Shoulder Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Joint
Fleksi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full ada ada tidak tidak ada
gerakan ROM, nyeri, nyeri, ada entrapm

15
terkoor gerakan elastic elastic entrap ent
dinasi tidak endfeel endfeel ment
terkoor
dinasi
Ekstensi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full ada ada tidak tidak ada
gerakan ROM, nyeri, nyeri, ada entrapm
terkoor gerakan elastic elastic entrap ent
dinasi tidak endfeel endfeel ment
terkoor
dinasi
Abduksi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full ada ada tidak tidak ada
gerakan ROM, nyeri, nyeri, ada entrapm
terkoor gerakan elastic elastic entrap ent
dinasi tidak endfeel endfeel ment
terkoor
dinasi
Adduksi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full ada ada tidak tidak ada
gerakan ROM, nyeri, nyeri, ada entrapm
terkoor gerakan elastic elastic entrap ent
dinasi tidak endfeel endfeel ment
terkoor
dinasi
Eksorotasi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada

16
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, tida s, namun
ROM, full ada ada ada tidak ada
gerakan ROM, nyeri, nyeri, entrap entrapm
terkoor gerakan elastic elastic ment ent
dinasi terkoor endfeel endfeel
dinasi
Endorotasi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full ada ada tidak tidak ada
gerakan ROM, nyeri, nyeri, ada entrapm
terkoor gerakan elastic elastic entrap ent
dinasi tidak endfeel endfeel ment
terkoor
dinasi
Elevasi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full ada ada tidak tidak ada
gerakan ROM, nyeri, nyeri, ada entrapm
terkoor gerakan elastic elastic entrap ent
dinasi tidak endfeel endfeel ment
terkoor
dinasi
Depresi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full ada ada tidak tidak ada
gerakan ROM, nyeri, nyeri, ada entrapm
terkoor gerakan elastic elastic entrap ent
dinasi tidak endfeel endfeel ment

17
terkoor
dinasi

b. Regio Elbow
PFGD Aktif Pasif TIMT
Elbow Joint Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full nyeri, nyeri, tidak tidak ada
gerakan ROM, soft soft ada entrapm
terkoor gerakan endfeel endfeel entrap ent
dinasi tidak ment
terkoor
dinasi
Ekstensi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full nyeri, nyeri, tidak tidak ada
gerakan ROM, hard hard ada entrapm
terkoor gerakan endfeel endfeel entrap ent
dinasi tidak ment
terkoor
dinasi
Supinasi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full nyeri, nyeri, tidak tidak ada
gerakan ROM, hard hard ada entrapm
terkoor gerakan endfeel endfeel entrap ent
dinasi tidak ment
terkoor

18
dinasi
Pronasi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full nyeri, nyeri, tidak tidak ada
gerakan ROM, hard hard ada entrapm
terkoor gerakan endfeel endfeel entrap ent
dinasi tidak ment
terkoor
dinasi

c. Regio Wrist
PFGD Wrist Aktif Pasif TIMT
Joint Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Palmar Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
fleksi nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full nyeri, nyeri, tidak tidak ada
gerakan ROM, hard hard ada entrapm
terkoor gerakan endfeel endfeel entrap ent
dinasi tidak ment
terkoor
dinasi
Dorsal Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
fleksi nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full nyeri, nyeri, tidak tidak ada
gerakan ROM, hard hard ada entrapm
terkoor gerakan endfeel endfeel entrap ent
dinasi tidak ment
terkoor
dinasi

19
Radial Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
deviasi nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full nyeri, nyeri, tidak tidak ada
gerakan ROM, hard hard ada entrapm
terkoor gerakan endfeel endfeel entrap ent
dinasi tidak ment
terkoor
dinasi
Ulnar Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
deviasi nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full nyeri, nyeri, tidak tidak ada
gerakan ROM, hard hard ada entrapm
terkoor gerakan endfeel endfeel entrap ent
dinasi tidak ment
terkoor
dinasi
Abduksi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full nyeri, nyeri, tidak tidak ada
gerakan ROM, elastic elastic ada entrapm
terkoor gerakan endfeel endfeel entrap ent
dinasi tidak ment
terkoor
dinasi
Adduksi Tidak Tidak Full Full Tidak Ada
nyeri, nyeri, ROM, ROM, weakne weaknes
full tidak tidak tidak ss, s, namun
ROM, full nyeri, nyeri, tidak tidak ada
gerakan ROM, hard hard ada entrapm

20
terkoor gerakan endfeel endfeel entrap ent
dinasi tidak ment
terkoor
dinasi

C. Analisis
1. Pemeriksaan Spesifik
a. MMT Shoulder
No Position Otot Nilai Otot
Dekstra Sinistra
1. Fleksi M.Deltoid 5 2
Shoulder M.Choracobrachialis 5 2
M.Bicep brachii 5 2
M.Pectoralis mayor 5 2
2. Ekstensi M.Terres minor 5 2
Shoulder M.Triceps brachii 5 2
M.Latissimus dorsi 5 2
3. Abduksi M.Deltoid 5 2
Shoulder M.Supraspinatus 5 2
M.Seratus anterior 5 2
4. Adduksi M.Pectoralis mayor 5 2
Shoulder M.Latissimus dorsi 5 3
M.Teres mayor 5 2

b. MMT Elbow
No Position Otot Nilai Otot
Dekstra Sinistra
1. Fleksi M.Bicep brachii 5 2
Elbow
2. Ekstensi M.Triceps brachii 5 2
Elbow

21
c. MMT Wrist
No Position Otot Nilai Otot
Dekstra Sinistra
1. Palmar M.Fleksor carpi radialis 5 2
Fleksi M.Fleksor carpi ulnaris 5 2
M.Fleksor digitorum 5 2
profunda
2. Dorso M.Fleksor policis longus 5 2
Fleksi M.Ekstensor policis brevis 5 2
M.Abductor policis longus 5 2
3. Radial M.Ekstensor carpi radialis 5 2
Deviasi longus
M.Ekstensor carpi radialis 5 2
brevis
4. Ulnar M.Fleksor carpi ulnaris 5 2
Deviasi M.Ekstensor carpi ulnaris 5 2

d. Index Barthel
No. Item yang Skor Nilai
Dinilai
1. Makan (feeding) 0 = Tidak mampu 10
5 = Butuh bantuan memotong,
mengoles mentega, dll
10 = Mandiri
2. Mandi (bathing) 0 = Tergantung orang lain 5
5 = Mandiri
3. Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan 5
(grooming) orang lain
5 = Mandiri dalam perawatan
muka, rambut, gigi, dan
bercukur
4. Berpakaian 0 = Tergantung orang lain 5

22
(dressing) 5 = Sebagian dibantu (misal
mengancing baju)
10 = Mandiri
5. Buang air kecil 0 = Inkontinensia atau pakai 10
kateter dan tidak terkontrol
5 = Kadang inkontinensia
(maks, 1x24 jam)
10 = Kontinensia (teratur untuk
lebih dari 7 hari)
6. Buang air besar 0 = Inkontinensia (tidak teratur/ 10
perlu enema)
5 = Kadang inkontinensia
(sekali seminggu)
10 = Kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang 5
lain
5 = Membutuhkan bantuan, tapi
dapat melakukan beberapa
hal sendiri
10 = Mandiri
8. Transfer 0 = Tidak mampu 10
5 = Butuh bantuan untuk bisa
duduk (2 orang)
10 = Bantuan kecil (1 orang)
15 = Mandiri
9. Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu) 10
5 = Menggunakan kursi roda
10 = Berjalan dengan bantuan
satu orang
15 = Mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)

23
10. Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 5
5 = Membutuhkan bantuan
(verbal, physical maupun alat
bantu)
10 = Mandiri
Total 75

Interpretasi hasil :
0-20 : Tidak mampu
21-61 : Sangat tergantung
62-90 : Ketergantungan moderat
91-99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri

Hasil : Pasien ketergantungan moderat

e. Tes Sensorik
1) Tes pemeriksaan superfasial (tajam tumpul)
Tujuan Untuk mengetahui adanya kelainan pada
sistem saraf sensorik dilakukan dengan cara
“Tes Pemeriksaan Superfasial”
Alat dan Bahan Benda yang berujung runcing, dan benda
yang berujung tumpul
Prosedur Beritahukan pada pasien perbedaan
rangsangan “tajam” dan “tumpul”, tutup
mata, lakukan pengaplikasian secara acak
pada daerah yang diperiksa. Peragakan
kepada pasien, kemudian lakukan dengan
mata pasien tertutup
Hasil Negatif (-)

2) Tes pemeriksaan temperatur (panas dingin)

24
Tujuan Untuk mengetahui adanya kelainan pada
sistem saraf sensorik dilakukan dengan cara
“Tes Pemeriksaan Temperatur”
Alat dan Bahan 2 tabung reaksi masing-masing atau botol
berisi air dingin dan air hangat
Prosedur Beritahukan pada pasien perbedaan
rangsangan “panas” dan “dingin”, tutup
mata, lakukan pengaplikasian secara acak
pada daerah yang diperiksa. Peragakan
kepada pasien, kemudian lakukan dengan
mata pasien tertutup
Hasil Negatif (-)

3) Tes pemeriksaan sentuhan ringan (kasar halus)


Tujuan Untuk mengetahui adanya kelainan pada
sistem saraf sensorik dilakukan dengan cara
“Tes Pemeriksaan Sentuhan Ringan”
Alat dan Bahan Benda kasar (sikat bulu) dan benda yang
halus (kapas)
Prosedur Beritahukan pada pasien perbedaan
rangsangan “kasar” dan “halus”, tutup mata,
lakukan pengaplikasian secara acak pada
daerah yang diperiksa. Peragakan kepada
pasien, kemudian lakukan dengan mata
pasien tertutup
Hasil Negatif (-)

4) Tes pemeriksaan taktil/ tekanan (tekanan dalam dan tekanan


ringan)
Tujuan Untuk mengetahui adanya kelainan pada
sistem saraf sensorik dilakukan dengan cara
“Tes Pemeriksaan Taktil/ Tekanan”

25
Alat dan Bahan Menggunakan ibu jari
Prosedur Beritahukan pada pasien perbedaan
rangsangan “tekanan dalam” dan “tekanan
ringan”, tutup mata, lakukan pengaplikasian
secara acak pada daerah yang diperiksa.
Peragakan kepada pasien, kemudian
lakukan dengan mata pasien tertutup
Hasil Negatif (-)

5) Tes pemeriksaan diskriminasi dua titik (satu titik dan dua titik)
Tujuan Untuk mengetahui adanya kelainan pada
sistem saraf sensorik dilakukan dengan cara
“Tes Pemeriksaan Diskriminasi 2 Titik”
Alat dan Bahan Menggunakan 2 alat dengan luas
penampang yang sama (2 buah pensil)
Prosedur Beritahukan pada pasien perbedaan
rangsangan “1 titik” dan “2 titik”, tutup
mata, lakukan pengaplikasian dua
rangsangan di bagian proksimal dan distal
daerah yang akan diperiksa dengan dua titik
secara bertahap semakin didekatkan sampai
rangsangan diterima sebagai satu
rangsangan. Peragakan kepada pasien,
kemudian lakukan dengan mata pasien
tertutup
Hasil Negatif (-)

6) Tes Pemeriksaan Proprioseptif


Tujuan Untuk mengetahui adanya kelainan pada
sistem saraf sensorik dilakukan dengan cara
“Tes Pemeriksaan Proprioseptif”
Alat dan Bahan -

26
Prosedur Digunakan untuk menentukan kesadaran
tentang perasaan posisi sendi. Terapis
menggerakkan anggota gerak dengan LGS
tertentu. Peragakan kepada pasien,
kemudian lakukan dengan mata pasien
tertutup
Hasil Positif (+)

D. Planning Fisioterapi (FT)


1. Problematik FT
Dalam kasus ini telah ditemukan adanya gangguan-gangguan
aktivitas fisik antara lain :
a. Impairment
1) Adanya kelemahan pada ekstremitas atas bagian sinistra
b. Functional Limitation
Penurunan kemampuan motorik seperti berjalan, naik turun
tangga, keseimbangan dalam berjalan terganggu, memasang
pakaian serta menggenggam.
c. Disability
Pasien sulit melakukan aktivitas ADL.
2. Tujuan FT
a. Tujuan Jangka Pendek :
1) Meningkatkan kekuatan otot
2) Memperbaiki keseimbangan
3) Memperbaiki koordinasi
4) Memperbaiki fungsional
b. Tujuan Jangka Panjang :
Mengembalikan kapasistas fisik dan kemampuan fungsional
pasien.

E. Perencanaan Intervensi FT
Tujuan Modalitas Terpilih Intervensi

27
Untuk melancarkan IR F : 3x seminggu
sirkulasi darah I : ±35 cm
T : Sirkular
T : 10 menit
Untuk penguatan otot Exercise Therapy F : 3x seminggu
I : Sesuai toleransi pasien
T : Strengthening
T : 8-10 detik
Mencegah otot kontraktur Exercise Therapy F : 3x seminggu
I : Sesuai toleransi pasien
T : Stretching
T : 8-10 detik
Meningkatkan kekuatan Exercise Therapy F : 3x seminggu
otot dan meningkatkan I : 10-20x pengulangan
ADL T : PNF
T : 5 menit
Meningkatkan Balance Exercise F : 3x seminggu
keseimbangan I : Toleransi pasien
T : Brijing panggul
T : 5x repetisi
Mengembalikan ADL Latihan ADL F : 3x seminggu
I : Sesuai toleransi pasien
T : Latihan
mengancingkan baju,
naik turun tangga,
berdiri dan berjalan
T : 5x repetisi
Latihan Koordinasi

F. Home Program
Untuk menunjang keberhasilan program terapi yang telah diberikan
maka perlu diberikan penjelasan dan saran kepada pasien dan keluarganya

28
agar mengerti dan memahami permasalahan yang dihadapi pasien.
Edukasi yang dapat diberikan diantaranya :

1. Pasien diminta untuk melakukan latihan sendiri bersama keluarga


dengan cara melakukan gerakan pada anggota badan yang lumpuh
dengan bantuan anggota badan yang sehat
2. Pasien diminta untuk tetap melibatkan anggota gerak yang lumpuh
dalam melakukan aktivitas sehari-hari
3. Meletakkan barang-barang atau peralatan pada sebelah sisi yang lesi
4. Pasien diminta untuk tidak terlalu banyak berpikir yang dapat memacu
kenaikan tekanan darah
5. Disarankan pada keluarga untuk sesering mungkin melatih atau
mengajak pasien dengan menggunakan tripod
6. Menyarankan kepada keluarga untuk terus memberikan semangat dan
motivasi serta mengawasi setiap gerakan yang dilakukan pasien
selama di rumah.

BAB IV

PENUTUP

29
A. Kesimpulan

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), juga dikenal sebagai penyakit


motor neuron, penyakit Lou Gehrig atau penyakit Charcot, yaitu gangguan
pada orang dewasa, ditandai dengan degenerasi terutama pada bagian atas
dan neuron motorik yang lebih rendah, dan juga terjadi degenerasi
sensorik, ekstrapiramidal dan serat otonom dan saluran (Christine, 2006).

Penyebab pasti ALS belum diketahui. Terdapat beragam hipotesis


tentang etiologi yang masih kontroversial: merokok sigaret, diet tinggi
lemak atau tinggi glutamat, berpartisipasi di perang Teluk. Faktor
lingkungan intoksikasi timah dan merkuri juga diduga penyebab ALS.

Secara klinis, ALS dapat diketahui dari adanya gangguan LMN (Lower
Motor Neuron) berupa : kelemahan, otot mengecil (wasting), kedutan
(fasiculation) dan gangguan UMN (Upper Motor Neuron) berupa : refleks
tendon hiperaktif, tanda Hoffmann, tanda Babinski, atau klonus di anggota
gerak yang sama.

Kondisi pasien dapat terus menurun karena penyakit ini bersifat


degenerative progressif dengan kelangsungan hidup rata-rata 3 tahun dari
onset klinis kelemahan.

B. Saran
1. Hendaknya kita mengetahui dan memahami materi tentang
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
2. Hendaknya pelajaran ini selalu diingat sampai kita berada di dunia
pekerjaan
3. Hendaknya menerapkan pembelajaran ini dalam dunia pekerjaan
fisioterapi.

DAFTAR PUSTAKA

Haurer Martin. 2012. “Amyotrophic Lateral Sclerosis”. Croatia : Rijeka

30
James Parker,dkk. 2007. “A Bibliography And Dictionary For Physicians,
Patients, And Genome Researchers”. San Diego : Health Care: Philip
Parker, Ph.D.
Musalik, Nafis. 2016. “ALS (tya)”. Diakses tanggal 03/03/2019, dari
https://id.scribd.com/document/322884766/ALS-tya#

Cervera, Norma. 2016 “Amyotrophic Lateral Sclerosis (aka ALS or Lou Gehrig’s
Disease)”. Diakses tanggal 03/03/2019, dari https://www.physio-
pedia.com/Amyotrophic_Lateral_Sclerosis_(aka_ALS_or_Lou_Gehrig’s_
Disease)

Pentung, I. 2018. “Anatomi Dan Fisiologi ALS”. Diakses tanggal 03/03/2019,


dari https://id.scribd.com/document/375019126/Anatomi-Dan-Fisiologi-
ALS

Boghog. 2019. “Amyotrophic lateral sclerosis”. Diakses tanggal 03/03/2019, dari


https://en.m.wikipedia.org/wiki/Amyotrophic_lateral_sclerosis

dr. Savitri, Tania. 2018. “Penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis)”.


Diakses tanggal 28/02/2019, dari
https://hellosehat.com/penyakit/amyotrophic-lateral-sclerosis-als/

31

Anda mungkin juga menyukai