Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR


2.1.1 Pengerrtian
Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu
kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik
berlebihan dari proses penyembuhan luka.
Kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi
secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan
penyokong, otot dan kulit.
Kontraktur didefinisikan sebagai pemendekan otot secara adaptif dari
otot/jaringan lunak yang melewati sendi sehingga menghasilkan
keterbatasan lingkup gerak sendi.
2.1.2 Etiologi
Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi
sendi akibat suatu keadaan antara lain tidak seimbangnya kekuatan otot,
penyakit neuromuskular, penyakit degenerasi, luka bakar, luka trauma
yang luas, inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan nyeri.
Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur dikarenakan
kurangnya disiplin penderita sendiri untuk sedini mungkin melakukan
mobilisasi dan kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk memberikan
terapi pencegahan, seperti perawatan luka, pencegahan infeksi, proper
positioning dan mencegah immobilisasi yang lama. Efek kontraktur
menyebabkan terjadinya gangguan fungsional, gangguan mobilisasi dan
gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari.
2.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka
kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen
Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal
tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas

4
misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue
dalam kecelakaan dan infeksi.
b. Kontraktur Tendogen atau Myogen
Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon.
Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan
atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas,
trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.
c. Kontraktur Arthrogen
Kontraktur yang terjadi karena proses di dalam sendi-sendi, proses ini
bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai
akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi
gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada
bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri.
2.1.4 Manifestasi Klinik
Gejala kontraktur bisa berupa :
a. Terdapat jaringan ikat dan atropi
b. Terjadi pembentukan sikatrik yang berlebih
c. Mengalami gangguan mobilisasi
d. Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari
2.1.5 Patofisiologi
Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek
dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan
menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang
dipertahankan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan
pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan
pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3
minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan
menyebabkan kontraktur.

5
2.1.6 Komplikasi
a. Dupuytren dimana kondisi jari-jari tetap fleksi dan tidak dapat
sepenuhnya diekstensikan
b. Kelumpuhan / kecacatan permanen
2.1.7 Terapi dan Pengobatan
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah
pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota
badan untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang
tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program
pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan
tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren. Penanganan
kontraktur dapat dliakukan secara konservatif dan operatif :
a. Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini
lebih mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita,
meliputi :
1) Proper positioning
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya
kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu
selama penderita dirawat di tempat tidur. Posisi yang nyaman
merupakan posisi kontraktur. Program positioning antikontraktur
adalah penting dan dapat mengurangi udem, pemeliharaan fungsi
dan mencegah kontraktur.
Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai
berikut :
a) Leher : ekstensi / hiperekstensi
b) Bahu : abduksi, rolasi eksterna
c) Antebrakii : supinasi
d) Trunkus : alignment yang lurus
e) Lutut : lurus, jarak antara lutut kanan dan kiri 20 derajat
f) Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna
g) Pergelangan kaki : dorsofleksi

6
2) Exercise
Tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup
gerak sendi dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan
terus-menerus pada seluruh persendian baik yang terkena luka
bakar maupun yang tidak terkena, merupakan tindakan untuk
mencegah kontraktur. Adapun macam-macam exercise adalah :
a) Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita
sendiri.
b) sometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita
sendiri dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi.
c) Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita
sendiri tetapi mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik
atau anggota gerak penderita yang sehat
d) Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita
dengan melawan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis
atau alat mekanik.
e) Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis
terhadap penderita.
3) Tretching
Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan
kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih
dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah stretching
yang paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul
depan dan lutut bagian belakang.
4) Splinting/bracing
Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada luka bakar,
untuk mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur
atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang
mengalami kesakitan dan kebingungan.

7
5) Pemanasan
Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh
luka bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik,
pemberiannya selama 10 menit per lapangan. Ultrasound
merupakan modalitas pilihan untuk semua sendi yang tertutup
jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar.
b. Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan
kontraktur dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang
diharapkan, tindakan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1) Z – plasty atau S – plasty
Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya
sayap dan dengan kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat
panjang sehingga memerlukan beberapa Z-plasty.
2) Skin graft
Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar.
Kontraktur dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh
lapisan parut, selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut
secukupnya. Sebaiknya dipilih split thickness graft untuk l
potongan, karena full thickness graft sulit. Jahitan harus berhati--
hati pada ujung luka dan akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung
luka yang lain, kemudian dilakukan balut tekan. Balut diganti pada
hari ke 10 dan dilanjutkan dengan latihan aktif pada minggu ketiga
post operasi.
3) Flap
Pada kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya
terdiri dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari
parut dan mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf
tanpa ditutupi dengan jaringan lemak, kemudian dilakukan
transplantasi flap untuk menutupi defek tadi. Indikasi lain
pemakaian flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft

8
bebas untuk koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan
dari jaringan yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja.
2.1.8 Menyiapkan Induksi Dan Intubasi
Pengertian :
Menyiapkan alat dan obat yang akan digunakan untuk induksi anestesi dan
pemasangan pipa trakeal, agar anestesi dapat dijalankan sesuai rencana.
Tujuan :
a. Menyiapkan semua obat-obat yang digunakan untuk induksi dan rumatan
anestesi.
b. Menyiapkan alat-alat yang digunakan untuk membebaskan jalan napas.
Sasaran :
Pasien yang akan diinduksi anestesi dan intubasi
Persiapan:
1. Persiapan Pasien
a) Selalu pastikan kembali identitas pasien, kelengkapan status/rekam
medis, data laboratorium, radiologi, dan EKG sebelum memulai
anestesi.
b) Persiapan puasa dan terapi cairan pre anestesi.
c) Persiapan mental.
d) Persetujuan informasi ( Inform Consent ).
e) Apakah Gigi palsu, lensa kontak, perhiasan, cat kuku, lipstik, dll,
sudah dilepas atau dibersihkan.
f) Menetukan P.S ASA pasien
g) Menentukan bila ada atau tidak ada komorbit
2. Persiapan Alat
a. Mesin Anestesi
Selalu pastikan mesin berguna dengan baik dengan cara:
1. Hubungkan sumber gas dan kabel listrik dengan sumber listrik.
2. Hubungkan pipa oksigen dari mesin anestesi dengan ”Outlet”
sumber oksigen.
3. Pasang Currogated + bag sesuai kebutuhan.

9
4. Cek apakan ada kebocoran dengan cara tutup valve, kembangkan
bag dengan flash O2 atau putar O2 10 lpm, lalu coba pompa bag
dan cari apakah ada kebocoran dari bag, sambungan, atau
currogated.
5. Soda lime (bila warna sudah berubah harus diganti)
6. Vaporizer harus di cek apakan agent inhalasi sudah terisi.
b. Peralatan untuk Airway:
1. Suction
a) Sambungkan dengan vacum suction sesuai conectornya
b) Cek Kelengkapannya meliputi : selang suction, tabung
penampung, kateter suction dengan diameter 1/3 diameter,
ujungnya harus tumpul dan lubang lebih dari satu.
c) Atur kekuatan penghisapan sesuai kebutuhan (Adult ≤ 200
mmHg pediatric ≤ 100 mmHg dan bayi ≤ 60 mmHg )
2. Oropharingeal
a) Cara mengukur
(1) Dari sudut bibir sampai ke tragus.
(2) Dari tengah bibir sampai angulus mandibula.
b) Dipakai sebagai bite block sekaligus untuk mencegah jatuhnya
pangkal lidah terutama pada pasien yang tidak sadar (reflek
muntah tidak ada)
3. Nasopharingeal
a) Cara mengukur:
(1) Dari ujung hidung sampai tragus.
(2) Diameter sebesar jari kelingking kanan penderita.
b) Dipakai sebagai alat untuk membebaskan jalan nafas pada
pasien dengan reflek muntah yang masih ada.
c) Tidak boleh digunakan pada pasien dengna fracture basis
cranii.
4. Bite block.

10
5. Alat Intubasi
a) Bantal intubasi (Tebal 10-12 cm)
b) Bantal donat
c) Masker sesuai ukuran
d) Laringoscope
Terdiri dari handle dan blade. Laringoscope harus berfungsi dengan
baik, tidak boleh goyang baik blade maupun lampunya. Lampu harus
menyala terang dan putih. Siapkan beberapa ukuran sesuai
kebutuhan. Beberapa macam blade:
(1) Blade lurus (Machintosh) untuk bayi-anak-dewasa.
(2) Blade lengkung (Miller, magill) untuk anak besar-dewasa.
(3) Blade Meycoy
e) Endotracheal tube (ETT).
Selalu siapkan 3 macam ukuran yang sesuai untuk pasien (1 nomor
diatas dan 1 nomor dibawah nomor ETT yang sesuai).
(1) Pria dewasa : 7,0 – 7,5 – 8,0 mm
(2) Wanita dewasa : 6,5 – 7,0 – 7,5 mm
(3) Anak – anak : {(Umur dalam tahun : 4) + 4}atau sebesar
jari kelingking kanan pasien.
f) Stilet dengan ukuran 2/3 diameter ETT
g) Spuit 20cc untuk mengembangkan Cuff
h) Xyllocain spray
i) Gel untuk lubricating
j) Oropharingeal / bite block
k) Connector / Elbow
l) Stetoscope dan precordial
m) Plester (potong 2 plester panjang ukuran 30 cm untuk fixasi ETT dan
2 plester pendek untuk plester mata)
n) Gunting
o) Salep mata (Occulotec gel atau garamycin salep mata)
p) Tampon
q) Magil forcep

11
6. Set Krikotirotomy, gloscope, fiber optik
Disiapkan bila diperkirakan intubasi akan sulit dilakukan per oral/
nasal dan airway akan sulit dikuasai.
c. Peralatan Breathing.
1. Sungkup muka (masker) sesuai kebutuhan.
2. Bag-valve-mask (BVM) / jakson rees
d. Peralatan Sirkulasi
1. Peralatan untuk pemasangan infus
a) Intra venous (IV) cateter ukuran besar sesuai kondisi vena
pasien, untuk dewasa ukuran 18,16.
b) Infus set sesuai kebutuhan (Blood set untuk dewasa-anak,
pediatric set untuk anak-anak dan micro set untuk bayi).
c) Cairan infus sesuai kebutuhan
(1) Kristaloid : RL, NaCl 0,9%, Asering
(2) Koloid : Gelofusin, Fima - Hes
d) Tourniquet
e) Kapas alkohol
f) Plester dan gunting
g) Kassa steril + betadin
h) Tiang infus dan Three way panjang/stop cock
2. Extention 150 cm/ 75 cm
3. Spuit berbagai ukuran
4. Perasan infus
5. DC Shock dalam keadaan siap pakai dan berfungsi dengan baik.
e. Alat Monitor ECG
Monitor NBP, ECG, RR, temperature, dan saturasi O2 harus berfungsi
dengan baik dan terhubung dengan sumber listrik.
f. Meja operasi yang berfungsi dengan baik dan petugas anestesi bisa
mengoperasikan dengan baik.
1. Posisi trandelenberg dan anti trendelenberg
2. Tilt kiri dan tilt kanan.
3. Head down and head up serta Foot up and down

12
3. Persiapan Obat
a. Obat premedikasi.
1. Antisialogog : Sulfas Atropin dosis 0,01 mg/Kg BB
2. Sedasi
a) Midazolam ( Dormicum, Miloz )
(1) Sediaan ada 2 macam 5 mg/cc dan 1 mg/cc.
(2) Dosis untuk premedikasi Intra Musculer (IM)
0,10-0,15 mg/ Kg BB IM 20-30 menit sebelum operasi.
(3) Untuk anak-anak 0,15-0,20 mg/ Kg BB
b) Diazepam (Valium 10mg/cc)
(1) Dosis untuk premed 0,2-0,3 mg/ Kg BB
c) Ketalar (Ketamin)
(1) Dosis pemberian IM 6-13 mg/ Kg BB
3. Analgetic Opiod
a) Morphine (10 mg/cc)
(1) Dosis 0,1 mg/kg BB
b) Petidine (50 mg/cc)
(1) Dosis 1-2 mg/Kg BB
c) Fentanyl
(1) Dosis 1-2 mcg/ Kg BB
b. Obat Emergency.
1. Adrenalin (1 mg/cc) dalam ampul.
2. Sulfas Atropin (0,25 mg/cc) dalam spuit 3cc. Dosis 0,5 mg-1mg.
Pada anak-anak siapkan 0,1 mg/cc
3. Ephedrine (50 mg/cc) oplos jadi 5 mg/cc dalam spuit 10cc. Dosis
10-20 mg /IV atau 10-50 mg/IM
4. Lidocain 2% (20 mg/cc) dalam spuit 5 cc. Dosis 1-1,5 mg/Kg
BB/IV max 3 mg/Kg BB

13
c. Obat Sedasi.
1. Midazolam (Dormicum, Miloz)
a) Siapkan 1 mg/cc dalam spuit 5 cc
b) Dosis 0,15-0,20 mg Kg BB/IV
2. Diazepam (Valium)
a) Dosis 0,2-0,3 mg/cc
3. Propofol (Lipuro, Recofol, Safol)
a) Sediaan 10 mg/cc berupa cairan putih seperti susu. Siapkan
dalam spuit 20cc.
b) Dosis anak > 8 thn : 2,5 mg/ Kg BB
c) Dewasa : 2-2,5 mg/ Kg BB
d) Orang tua : 1,25-2 mg/Kg BB
4. Ketalar (ketamine)
a) Sediaan dalam vial 1000 mg/cc
b) Sediakan 10 mg/cc dalam spuit 10 cc.
c) Dosis induksi 1-4 mg/Kg BB IV
d) Dosis IM 6 -13 mg/ Kg BB
d. Obat Relaxant.
1. Golongan non depolarisasi.
a) Atracurium (Tracrium)
(1) Merupakan golongan Nondepol intermediate acting.
(2) Sediaan 10 mg/cc dalam spuit 5cc
(3) Dosis Intubasi 0,5-0,6 mg/Kg BB durasi 20-45 menit.
(4) Dosis Maintenance 0,1 mg/Kg BB
b) Rocuronium (Esmeron, Roculax)
(1) Merupakan golongan Nondepol intermediate acting dengan
onset yang cepat.
(2) Sediaan 10 mg/cc dalam spuit 5cc.
(3) Dosis Intubasi 0,6-1,0 mg/ Kg BB durasi 30-60 menit.
(4) Dosis maintenance 0,10-0,15 mg/kg BB

14
e. Obat inhalasi.
1. HALOTAN (F3C-CHBrCl)
Halotan atau disebut dengan nama kimia 2,bromo-2-khloro-1,1,1-
trifluoroetan, mempunyai berat molekul 197, berat jenis 1,18 (pada suhu
25 derajat celcius) dan titik didih 50 derajat celcius dan mempunyai MAC
0,87%.
Secara fisik, halotan adalah cairan yang tidak berwarna, berbau harum
tidak mudah terbakar atau meledak, tidak iritatif dan tidak tahan terhadap
sinar matahari. Apabila kena sinar matahari, akan mengalami dekomposisi
menjadi HCl, HBr, klorin, Bromin dan Fosgen bebas, disi timol 0,01%
sebagai pengawet.
Halotan bisa diserap oleh karet sirkuit anestesia, tetapi kurang larut dalam
polietilen dan tidak mengalami dekompisisi bila melewati karbon
absorben.
Efek Farmakologi
Terhadap susunan saraf pusat
Halotan menimbulkan depresi pada sistem saraf pusat di semua komponen
otak. vasodilatasi, sehingga aliran darah otak meningkat dan hal ini
menyebabkan tekanan intrakranial meningkat, dan oleh karena itu tidak
dipilih untuk anestesi pada kraniotomi.
Terhadap sistem kardiovaskuler
Halotan menimbulkan depresi langsung pada “S-A Node” dan otot
jantung, relaksasi otot polos dan inhibisi baroreseptor. Keadaan ini akan
menyebabkan hipotensi Gangguan irama jantung sering kali terjadi, seperti
bradikardi, ekstrasistol ventrikel, takikatrdi ventrikel, bahkan bisa terjadi
fibrilasi ventrikel.
Terhadap sistem respirasi
Pada konsentrasi tinggi, halotan akan menimbulkan depresi pusat nafas,
sehingga pola nafas menjadi cepat dan dangkal, volume tidal dan volume
nafas semenit menurun dan menyebabkan dilatasi bronkus.

15
Terhadap ginjal
Halotan pada dosis lazim secara langsung akan menurunkan aliran darah
ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus, tetapi efek ini hanya bersifat
sementara dan tidak mempengaruhi autoregulasi aliran darah ginjal.
Terhadap otot rangka
Halotan akan berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot golongan non
depolarisai, sehingga pada pemakaian kombinasi kedua obat ini, perlu
dilakukan modifikasi dosis,. Pada saat persalinan normal, begitu juga pada
seksio sesaria.
Terhadap hati
Pada konsentrasi 1,5 vol%, halotan akan menurunkan aliran darah pada
lobulus sentral hati sampai 25-30%. Faktor-faktor yang lain disamping
halotan yang ikut berpengaruh terhadap aliran darah, antara lain aktivitas
sistem saraf simpatis, tindakan pembedahan, hipoksia, hiperkarbia dan
refleks splangnik. Penurunan aliran darah pada lobulus sentral ini
menimbulkan nekrosis sel pada sentral hati yang diduga sebagai penyebab
dari “hepatitis post-halothane”.
Penggunaan Klinik
Halotan digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, halotan juga
mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah
2,0-3,0% bersama-sama N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas sponata, konsentrasinya
berkisar anatara 1,0-2,5%, sedangkan untk nafas kendali, berkisar
antara 0,5-1,0%.
Kontra indikasi
Penggunaan halotan tidak dianjurkan pada pasien :
1. Menderita gangguan fungsi hati dan gangguan irama jantung.
2. Operasi kraniotomi.

16
Keuntungan Dan Kelemahan
a) Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak intattif terhadap
mukosa jalan nafas, pemulihannya relatif cepat, tidak menimbulkan
mual muntah dan tidak meledak atau cepat terbakar.
b) Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah terjadi
kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus
dikombinasikan dengan obat lain. Selain itu juga menimbulkan
hipotensi, gangguan irama jantung dan hepatotoksik, serta
menimbulkan menggigil pasca anestesia.
2. ISOFLURAN
Isofluran merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cairan,
tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak mengandung zat pengawet, dan
relatif tidak larut dalam darah tapi cukup iritatif terhadap jalan nafas
sehingga pada saat induksi inhalasi sering menimbulkan batuk dan tahanan
nafas. Proses induksi dan pemulihannya relatif cepat dibandingkan dengan
obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat
dibandingkan dengan sevofluran.
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan.
Isofluran tidak menimbulkan kelainan EEG seperti yang ditimbulkan oleh
enfluran.
Terhadap sistem kardiovaskuler
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama anestesi. Dengan
demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk obat anestesi pasien
yang menderita kelainan kardiovaskuler.
Terhadap sistem respirasi
Seperti halnya obat anestesi inhalasi yang lain, isofluran juga
menimbulkan depresi pernafasan yang derajatnya sebanding dengan dosis
yang diberikan.

17
Terhadap otot rangka
Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik
pada serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat
pelumpuh otot non depolarisasi.
Terhadap ginjal
Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah ginjal dan laju
fitrasi glomerulus sehingga produksi urin berkurang, akan tetapi masih
dalam batas normal.
Terhadap hati
Isofluran tidak menimbulkan perubahan fungsi hati. Sampai saat ini belum
ada laporan hasil penelitian yang menyatakan bahwa isofluran
hepatotoksik.
Biotransformasi
hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, hanya 0,2%
dimetabolisme di dalam tubuh. Konsentrasi metabolitnya sangat rendah,
tidak cukup untuk menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
Dosis
a) Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah
2-3% bersama-sama dengan N2O.
b) Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan konsentrasinya berkisar
antara 1-2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
Kontra Indikasi
Tidak ada kontra indikasi yang unik. Hati-hati pada hipovolemik berat.
Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap
mukosa jalan nafas, pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak
menimbulkan mual muntah, dan tidak menimbulkan menggigil serta
tidak mudah meledak atau terbakar
2. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi
kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus
dikombinasikan dengan obat lain.

18
3. SEVOFLURAN
Sevofluran dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak
eksplosif, tidak berbau, stabil di tempat biasa, Obat ini tidak bersifat iritatif
terhadap jalan nafas sehingga baik untuk induksi inhalasi. Proses induksi
dan pemulihannya paling cepat.
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran. Aliran darah
otak sedikit meningkat sehingga sedikit meningkatkan tekanan
intrakranial.
Terhadap sistem kardiovaskuler
Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia.
Terhadap sistem respirasi
Seperti halnya dengan obat anestesi inhalasi yang lain sevofluran juga
menimbulkan depresi pernapasan yang derajatnya sebanding dengan dosis
yang diberikan sehingga volume tidal akan menurun, tapi frekuensi nafas
sedikit meningkat. Pada manusia, 1,1 MAC sevofluran menyebabkan
tingkat depresi pernafasan hampir sama dengan halotan dan pada 1,4 MAC
tingkat depresinya lebih dalam daripada halotan. Sevofluran menyebabkan
relaksasi otot polos bronkus, tetapi tidak sebaik halotan.
Terhadap otot rangka
Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan isofluran.
Relaksasi otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam dengan
sevofluran. Proses induksi, laringoskopi dan intubasi dapat dikerjakan
tanpa bantuan obat pelemas otot.
Terhadap hepar dan ginjal
tidak ada laporan tentang hepatotoksisitas klinis pada manusia setelah
penggunaan sevofluran
Terhadap uterus
Kontraksi uterus spontan dapat dipertahankan dengan baik dan kehilangan
darah minimal. Tidak terjadi efek buruk pada bayi dan ibu.

19
Biotransformasi
Hampir seluruhnya dikeluarkan untuk melalui udara ekspirasi, hanya
sebagian kecil 2-3% dimetabolisme dalam tubuh.
Dosis
a) Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah
3,0-5,0% bersama-sama dengan N2O.
b) Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya
berkisar antara 2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar
antara 0,5-1%.
Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced
hyperthermia”, hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
Keunggulan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap
mukosajalan nafas, pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan
agen volatil lain.
2. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi
kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus
dikombinasikan dengan obat lain.
4. DESFLURAN
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek
klinisnya sama dengan isofluran. Desfluran sangat mudah menguap
dibandingkan dengan agen volatil yang lain. Memerlukan alat penguap
khusus (TEC-6) dengan saran elektrik tidak seperti agen yang lain.
Efek Farmakologi
Efeknya terhadap respirasi dapat menimbulkan rangsangan jalan nafas
sehingga tidak dapat digunakan untuk induksi. Bersifat simpatomimetik
sehingga mengakibatkan takikardi, akan tetapi tidak bermakna dalam
meningkatkan tekanan darah. Efek terhadap hepar dan ginjal sama dengan
sevofluran.

20
Biotransformasi
hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, hanya <0,1%
dimetabolisme oleh tubuh.
dosis
1. Untuk induksi, disesuaikan dengan kebutuhan
2. Untuk pemeliharaan tergantung dengan racikan obat yang lain dan
disesuaikan dengan kebutuhan.
Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced hyperthermia”,
hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya hampir sama dengan isofluran.
2. Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah terjadi
kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus
dikombinasikan dengan obat lain.
GAS MAC Vapor Daya Efek % HR SVR
(Daya pressu larut pada CI Meta (1MAC) (1MAC)
larur re lemak (1 bolis
dalam / MAC) me
darah darah
Sevofluran 2,0 (0,65) 160 48 Menuru 5-8 Menurun Menurun
n
Isofluran 1,5 (1,7) 240 45 Menuru 0-0,2 meningkat Menurun
n
Desfluran 6,0 (0,42) 669 27 Menuru 0-0,2 meningkat Menurun
n
Halothane 0,75 (2,5) 244 60 Menuru 15-40 Tidak ada Tidak
n berubaha
n
CI ( Cardiac index ) : HR (Heart rate) = kecepatan denyut jantung, MAC (Mean
Alveolar concentration) = konsentrasi alveolar rata-rata, SVR (Systemic
vascular resistance), VP (Vapor pressure) : tekanan uap.

21
f. Obat analgetik.
1) NSAID (Nonsteroidal anti Inflammatory Drugs).
Seperti: Ketorolac, Novalgin, Antrain, Tramadol.
2) Opioid. Seperti: Petidine, Morphin.
g. Obat lainnya.
1) Anti emetik
2) H2 – Blocker dan antasida.
Tata Kerja :
1. Meja mesin anestesi dialasi dengan kasa bersih
2. Alat untuk intubasi disiapkan di atas meja tersebut
3. Obat-obat ditempatkan dalam tempat semprit, diletakkan di meja tersebut
4. Pipa oksigen dari mesin anestesi dipasang pada “outlet” sumber oksigen
5. Pipa penghisap dipasang pada alat penghisap
6. Monitor EKG dipasang pada sumber listrik
Perhatian :
1. Semua alat dan obat yang disediakan harus siap pakai
2. Perhatian voltage pada waktu memasang alat-alat listrik
3. Upayakan agar sambungan kabel listrik tidak berada di lantai

2.3.KONSEP DASAR KEPERAWATAN


2.3.1 Pengkajian
Fase preoperatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi
dan diakhiri ketika pasien dikirim ke kamar operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian
dasar pasien. Wawancara praoperatif dan menyiapkan pasien untuk
anestesi yang diberikan dalam pembedahan
a. Pengkajian :
Identitas pasien
Tanda-tanad vital
Riwayat penyakit : alergi, penyakit paru (asma, PPOM, TB paru),
penggunaan narkoba, alkoholisme, menggunakan obat seperti
kortikosteroid dan obat jantung

22
Riwayat kesehatan keluarga : DM. Hipertensi
Status nutrisi : BB, puasa, tinggi badan, Keseimbangan cairan dan
elektrolit
Ada tidaknya gigi palsu, pemakaian lensa kontak, atau cat kuku dan
implan prosthesis lainnya, serta Pencukuran daerah operasi (bila perlu)
Kolaborasi dengan dokter anestesi tentang pemberian jenis anestesi
dan pemakaian obat anestesi yang akan dilakukan
b. Pemeriksaan fisik (B1-B6)
B1 (Breath)
Pemeriksaan meliputi beberapa aspek seperti, Respirasi rate, suara
nafas, perkembangan dada, dan gangguan pola nafas, serta anatomis
jalan nafas yang dapat mempengaruhi atau menyulitkan dalam
pembarian tindakan anestesi.
B2 ( Blood )
Meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu, perpusi, CRT, serta
hal hal yang lain yang berhubungan dengan sirkulasi dan pendarahan
yang dapat mendukun pelaksanaan anestesi.
B3 ( Brain )
Keadaan umum pasienyang meliputi kesadaran pasien, kecemasan dll.
B4 ( Bladder )
Pemeriksaan mengenai perkemihan, Kemungkinan mengalami
gangguan eliminasi urine.
B5 (Bowel )
Pemeriksaan yang meliputi sekitar abdomen dan system pencernaan
yang ada di dalamnya seperti contohnya gangguan Eliminasi BAB.
B6 ( Bone )
Kemampuan beraktivitas kekuatan otot, gangguan motorik, lokasi
operasi, atau pemeriksaan terhadap postur tubuh yang menyimpan,
serta pemeriksaan terhadap odema.
2.3.2 Pemeriksaan penunjang
Rontgen, EKG, pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, faal hepar, faa
ginjal, masa pembekuan darah), pemeriksaan gula darah

23
2.3.3 Informed consent
2.3.4 Penentuan status ASA
2.3.5 Diagnosa Keperawatan
a. Perioperatif :
Kemungkinan diagnose yang muncul sebelum operasi yang berkaitan
dengan tindakan operasi.
1) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
b. Intraoperatif :
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan
inspirasi dan ekspirasi karena pemberian agent anastesi.
2) Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan tindakan
pembedahan
3) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan insisi jaringan
atau proses oporasi.
c. Post operatif
1) Kerusakan integrasi kulit / jaringan berhubungan dengan
pengangkatan jaringan.
2) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan
3) Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan
biofisikal : prosedur bedah yang mengubah gambaran tubuh
4) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis ,dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang / salah informasi
2.3.6 Intervensi
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnose keperawatan yang sering
muncul sebagai berikut :

24
a. PERIOPERATIF
1) Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian, ancaman konsep
diri , perubahan gambaran diri , perubahan status kesehatan
ditandai dengan :
 Peningkatan tegangan ,ketakutan ,perasaan tak berdaya
 Penurunan keyakinan diri
 Focus pada diri sendiri, gelisah, rangsangan simpatis
 Mengekspresikan masalah sehubungan dengan penyakit
yang dialami.
Rencana tindakan / intervensi keperawatan
a) Yakinkan informasi pasien tentang diagnosis, harapan
intervensi pembedahan, dan terapi yang akan datang.
Perhatikan adanya penolakan atau ansietas ekstrem.
R/ memberikan dasar pengetahuan perawat untuk
menguatkan kebutuhan informasi dan membantu untuk
mengidentifikasi pasien dengan ansietas tinggi , dan
kebutuhan perhatian khusus.
b) Jelaskan tujuan dan persiapan untuk tes diagnostic
R/ pemahaman jelas akan prosedur dan apa yang terjadi
meningkatkan perasaan control dan mengurangi ansietas.
c) Berikan lingkungan perhatian, keterbukaan, dan
penerimaan juga privasi untuk pasien / orang
terdekat.anjurkan bahwa orang terdekat ada kapanpun
diinginkan.
R/ waktu dan privasi diperlukan untuk memberikan
dukungan, diskusi perasaan tentang antisipasi kehilangan
dan masalah lain.
d) Diskusikan/ jelaskan peran rehabilitasi setelah pembedahan
R/ rehabilitasi adalah komponen terapi penting untuk
memenuhi kebutuhan fisik, sosial, emosional, dan
vokasional sehingga pasien dapat mencapai tingkat fisik
dan fungsi emosi sebaik mungkin.

25
b. INTRAOPERATIF
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan
inspirasi dan ekspirasi karena pemberian agent anastesi.
Kriteria hasil :
 Jalan nafas adequate
 Suara nafas vesikuler
 Saturasi O2 dalam batas normal (95 %)
Intervensi :
Airway and breathing management :
a) Monitor ventilasi (jalan dan suara nafas)
b) Lakukan management ventilasi dengan head tilt chin leaf
atau jaw trust positioning
c) Pasang alat bantu nafas : mouth airway/orofaringeal tube,
ET, LMA
d) Monitor keakuratan fungsi ETT, LMA
e) Lakukan assisted respiration
f) Monitor vital sign dan saturasi O2 secara periodic
2) Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan tindakan
pembedahan
Tujuan tercapai dalam 1 x 60 menit dengan kriteria :
 Tidak ditemukan adanya tanda-tanda syock
 Hb dalam batas normal (9-10 gr/dl /Perdarahan minimal)
 TTV dalam batas normal :
TD (systole 110-130 mmHg, diastole 70-90 mmHg), HR
(60 – 100 x/menit), RR (16 – 20 x/menit), T (36,5 –
37,50C).
Intervensi :
a) Kaji tanda-tanda vital
R/ Menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui dengan
cepat penyimpangan dari keadaan normalnya

26
b) Observasi adanya tanda – tanda syock
R/ Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani
syock yang dialami pasien
c) Berikan cairan intravaskuler sesuai program dokter
R/ Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang
mengalami devisit volume cairan dengan keadaan umum
yang buruk karena cairan langsung masuk ke dalam
pembuluh darah
d) Kaji output dan input cairan
R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan tingkatan
dehidrasi
e) Komunikasi dengan dokter bedah / operator untuk berhati
hati dan segera memblok pembulu darah jika ada
pendarahan.
R/ Sebagai upaya untuk mengurangi jumlah pendarahan.
3) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan insisi jaringan
atau proses oporasi.
Tujuan tercapai dalam waktu 1 x 60 menit : klien tidak mengalami
nyeri dengan indikasi ttv stabil, Nilai VAS : 1 – 2, Tanda – tanda
vital dalam batas normal :
TD (systole 110-130 mmHg, diastole 70-90 mmHg), HR (60 – 100
x/menit), RR (16 – 20 x/menit), T (36,5 – 37,50C)
Intervensi :
a) Kaji skala nyeri dengan memantau perubahan tanda vital pada
monitor selama durante operasi.
R/ mengetahui secara dini perubahan yang terjadi pada pasien.
b) Monitor tanda-tanda vital
R/ deteksi dini terhadap perkembangan hemodinamik pasien.
c) Pertahankan kenyamanan pasien dengan memberi analgetik
pada pasien.
R/ Menghilangkan rasa nyeri pada pasien agar tidak
mempengruhi hemodinamik pasien.

27
d) Memberi O2 dan sedasi yang adekuat selama durante operasi.
R/ O2 dan sedasi yang adekuat memberi efek relaksasi pada
pasien.
e) Kolaborasi pemberian terapi post op setelah durante operasi
hamper selesai.
R/ Menangani nyeri post operasi.
c. PASCA OPERASI
Diagnose keperawatan pasca operasi
1) Kerusakan integrasi kulit/ jaringan berhubungan dengan
pengangkatan bedah kulit/ jaringan ,perubahan sirkulasi, adanya
edema, drainase ,perubahan pada elastisitas kulit, sensasi, dekstrusi
jaringan ( radiasi ) ditandai dengan adanya :
 Kerusakan permukaan kulit
 kerusakan lapisan kulit/ jaringan subkutan
Intervensi :
a) Kaji balutan /luka untuk karakteristik drainase. Awasi jumlah
edema , kemerahan dan nyeri pada insisi dan lengan
R/ penggunaan balutan tergantung luasnya pembedahan dan
tipe penutupan luka.drainase terjadi karena trauma prosedur dan
manipulasi banyak pembuluh darah dan limpatik pada area
tersebut. Pengenalan dini adanya infeksi dapat memampukan
pengobatan dengan cepat
b) Tempatkan pada posisi semi fowler pada punggung atau sisi
yang tak sakit dengan lengan tinggi dan disokong dengan bantal
R/ membantu drainase cairan dengan gravitasi
c) Jangan melakukan pengukuran tekanan darah, menginjeksikan
obat atau memasukkan IV pada lengan yang sakit
R/ meningkatkan potensial kontriksi, infeksi dan limfedema
pada sisi yang sakit

28
2) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan ,trauma
jaringan , interupsi saraf, diseksi otot. Ditandai dengan :
 Keluhan kekakuan
 Kebas pada area dada
 Nyeri bahu/ lengan
 Perubahan tonus otot
 Focus pada diri sendiri
 Distraksi/ melindungi bagian yang nyeri
Intervensi :
a) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya dan intensitas
( skala 0-10 ). Perhatikan petunjuk verbal dan non- verbal
R/ membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan
dan kebutuhan untuk/ keefektifan analgesic. Jumlah jaringan,
otot, dan system limfatik diangkat dapat mempengaruhi jumlah
nyeri yang dialami
b) Bantu pasien menemukan posisi nyaman
R/ posisi mempengaruhi kemampuan pasien untuk rileks dan
istirahat secara efektif
c) Berikan tindakan kenyamanan dasar dan aktivitas terapeutik.
Dorong ambulasi dini dan penggunaan tehnik relaksasi,
bimbingan imajinasi, sentuhan terapeutik
R/ meningkatkan relaksasi, membantu untuk memfokuskan
perhatian, dapat meningkatkan kemampuan koping
d) Tekan/ sokong dada saat latihan batuk/ napas dalam
R/ memudahkan partisipasi pada aktivitas tanpa timbul
ketidaknyamanan
e) Berikan obat nyeri yang tepat pada jadwal yang teratur sebelum
nyeri berat dan sebelum aktivitas dijadwalkan
R/ mempertahankan tingkat kenyamanan dan memungkinkan
pasien untuk latihan lengan dan untuk ambulasi tanpa nyeri
yang menyertai upaya tersebut

29
3) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular , nyeri / ketidaknyamanan , pembentukan edema
ditandai dengan :
 Menolak untuk bergerak
 Membatasi rentang gerak
 Penurunan massa otot / kekuatan
Intervensi :
a) Tinggikan lengan yang sakit sesuai indikasi.
R/ meningkatkann aliran balik vena mengurangi kemungkinan
limfedema.
b) Bantu dalam aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
R/ menghemat energy pasien dan mencegah kelelahan
c) Bantu ambulasi dan dorong memperbaiki postur
R/ pasien akan merasa tidak seimbang dan dapat memerlukan
bantuan sampai terbiasa terhadap perubahan
d) Tingkatkan latihan sesuai indikasi
R/ mencegah kekakuan sendi, meningkatkan sirkulasi dan
mempertahankan tonus otot bahu dan lengan
e) Diskusikan tipe latihan yang dilakukan dirumah untuk
meningkatkan kekuatan dan meningkatkan sirkulasi pada
lengan yang sakit
R/ program latihan membutuhkan kesinambungan untuk
meningkatkan fungsi optimal sisi yang sakit
2.3.7 Implementasi
Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan
keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal
diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang
hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu

30
tindakan jenid mandiri dan tindakan kolaborasi. Sebagai profesi, perawat
mempunyai kewenangan dan tanggungjawab dalam menentukan asuhan
keperawatan (Hidayat, 2007).
2.3.8 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian terkahir dari proses keperawatan
berdasarkan tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan
suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria
hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu
(Nursalam, 2003).

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan


dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua
kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama
proses perawatan berlangsung atau menilai dari respons klien disebut
evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan
yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil (Hidayat, 2007).
Jenis evaluasi (Hidayat, 2007) :

31

Anda mungkin juga menyukai