Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN.

DENGAN KEJANG DEMAM

DOSEN PEMBIMBING : FRANSISCO IRWANDY, Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH : YUSTINA CICI FAUDIN (C1814201051)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

STELLA MARIS

MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
KATA

PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan. Makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Pasien An. E Dengan
Kejang Demam.
Kami mengucapakan kepada Dosen dan teman-teman yang telah memberi pengarahan dan
sekalian yang telah berperan aktif dalam menyelesaikan askep ini.
Meski demikian, kami menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam
penulisan askep ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga kami secara
terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca. Demikian apa yang dapat kami
sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat umumnya dan khususnya
untuk kami sendiri.

Makassar, Juli 2020

Penulis

2
DAFTAR
ISI
SAMPUL JUDUL

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI.....................................................................................................................3

BAB I KONSEP DASAR MEDIK...................................................................................4

A. Definisi.................................................................................................................4
B. Anatomi Fisiologi.................................................................................................4
C. Etiologi...............................................................................................................13
D. Klasifikasi...........................................................................................................14
E. Patofisiologi........................................................................................................14
F. Pathway..............................................................................................................16
G. Manifestasi Klinis...............................................................................................16
H. Komplikasi.........................................................................................................17
I. Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................................17
J. Penatalaksanaan..................................................................................................18
K. Discharge Planning.............................................................................................21

BAB II KONSEP DASAR KEPERAWATAN...............................................................22

A. Pengkajian...........................................................................................................22
B. Diagnosa Keperawatan........................................................................................33
C. Intervensi Keperawatan.......................................................................................34

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................42

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
KONSEP DASAR MEDIK
A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC. Yang
disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun. Kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai
>38C).
Kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam
terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi,
NANDA NIC-NOC, 2013).
Post Kejang merupakan sebuah insiden pasca pasien mengalami sebuah kejang dalam
beberapa menit. Kejang renjatan terjadi secara singkat, dan penyimpangan kesadaran secara
mendadak. Kejang renjatan lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa.
Seseorang yang mengalami kejang mungkin terlihat seperti dia menatap kosong ke ruang
angkasa selama beberapa detik dengan disertai renjatan pada kedua lengan dan kaki.
Kemudian, ada kembali cepat ke tingkat kewaspadaan normal. Jenis kejang ini biasanya tidak
menyebabkan cedera fisik. Ketiadaan kejang biasanya dapat dikontrol dengan obat anti
kejang. Beberapa anak yang memilikinya juga mengalami kejang lain. Di usia remaja
biasanya kejadian kejang akan berkurang dan akan hilang ketika dewasa.

B. Anatomi Fisiologi

4
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks, sangat khusus dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan
mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya.
1. Otak
Otak dibagi 2 yaitu otak besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum). Otak besar terdiri
dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis dan lobus temporalis. Permukaan
otak bergelombang dan berlekuk-lekuk membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut
girus.
a. Otak besar (serebrum)
Otak besar merupakan pusat dari :
1) Motorik : impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf kemudian menuju ke
pusat kontraksi otot
2) Sensorik : setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel saraf yang
selanjutnya akan mencapai otak antara lain ke korteks serebri.
3) Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak sebagian lain
dibagian medulla spinalis.
4) Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasio retikularis bersama bagian
lain dari korteks serebri menjadi pusat kesadaran utama
5) Fungsi luhur : pusat berfikir, berbicara, berhitung dan lain-lain.

b. Otak Kecil (Serebelum)

Otak kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi gerakan.Pada daerah
serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah
lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri carotis interna dan vertebral,
lingkaran inilah yang disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri
carotis interna, anterior dan arteri serebral bagian tengah dan arteri penghubung anterior
5
dan posterior. Arteri pada sirkulus willisi memberi alternative pada aliran darah jika
salah satu aliran darah arteri mayor tersumbat.
c. Cairan Serebrospinal

Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007 diproduksi
didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla spinalis melalui sistem
ventrikular. Cairan Serebrospinal atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS) diproduksi di
pleksus koroid pada ventrikel lateral ketiga dan keempat, secara organik dan non
organik LCS sama dengan plasma tetapi mempunyai perbedaan konsentrasi. LCS
mengandung protein, glukosa dan klorida, serta immunoglobulin.Secara normal LCS
hanya mengandung sel darah putih sedikit dan tidak mengandung sel darah
merah.Cairan LCS didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.

d. Medula Spinalis

1) Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana

2) Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik

3) Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik

4) Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh melangkah.

e. Saraf Somatik

Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf motorik dari
pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan saraf
spinal.

f. Saraf Spinal

Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :

1) Saraf servikal 8 pasang

2) Saraf torakal 12 pasang

3) Saraf lumbal 5 pasang

4) Saraf sacrum/sacral 5 pasang

5) Saraf koksigeal 1 pasang

Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk medula
spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar dari medula spinalis melalui
akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal. Saraf-saraf ini sebagian
berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus)
seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah
6
torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing-masing lurusdiantara tulang kosta
(nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga berisi serat autonom,
terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah untuk daerah yang sesuai.
Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke perifer terjadi penyeberang (kontra
lateral) yaitu yang berada di kiri menyeberang ke kanan, begitu pula sebaliknya. Jadi
apabila terjadi kerusakan di pusat motorik kiri maka yang mengalami gangguan
anggota gerak yang sebelah kanan.
g. Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru, serta alat
pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
1) Kesiagaan meningkat
2) Denyut jantung meningkat
3) Pernafasan meningkat
4) Tonus otot-otot meningkat
5) Gerakan saluran cerna menurun
6) Metabolisme tubuh meningkat

Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu tampak
pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olahraga, cemas, dan lain-lain.
Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
1) Kesiagaan menurun
2) Denyut jantung melambat
3) Pernafasan tenang
4) Tonus otot-otot menurun
5) Gerakan saluran cerna meningkat
6) Metabolisme tubuh menurun

h. Saraf kranial :

1) Saraf Olfaktorius

Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius.


Sistem ini terbagi dari bagian berikut : mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum
nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini
merupakan saraf sensorik murni yang serabut- serabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk

7
bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus
frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.

Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya


mencapai korteks tanpa dirilei disalurkan di talamus. Bau-bauan yang dapat
merangsang timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang
dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada
kaitannya dengan emosi.

Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah
medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai
rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan
talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

2) Saraf Optikus

Saraf optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-
serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan
bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma
optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus maih utuh
sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior
kiasma optikum dan sebaliknya.

Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina)


menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak
menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum
berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf
okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan
penglihatan dan berjalan didalam trakus optikus menuju korpus genikulatum
lateralis.

Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian
posterior kapsula interna dan berakhir dikorteks visual lobus oksipital. Dalam
perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadran atas melalui
lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma
optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di
lobus oksipital kanan dan sebaliknya.

8
3) Saraf Okulomotorius

Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea


periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea
(Nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot
rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator
palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin
sangat sedikit mempersarafi otot- otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot
siliaris.

4) Saraf Troklearis

Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan
satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak.Saraf troklearis
mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan
abduksi dalam derajat kecil.

5) Saraf Trigeminus

Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-
serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis.
Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yaitu
saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup
daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan
mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar
dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.

6) Saraf Abdusens

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat
medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens
mempersarafi otot rektus lateralis.

7) Saraf Fasialis

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal
dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum
pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus
sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang
berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
9
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot
orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot
stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik
menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

8) Saraf Vestibulokoklearis

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut- serabut aferen
yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengndung serabut-serabut
aferen yang mengurusi keseimbangan.

Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti
koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial
dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis.

9) Saraf Glosofaringeus

Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai
dua ganglion, yaitu gonglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior.
Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena
jugularis interna ke otot stilofaringeus. Diantara otot ini dan otot stiloglosal, saraf
berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga
posterior lidah.

10) Saraf Vagus

Saraf Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare
dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen
ugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan
menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.

11) Saraf Asesorius

Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis.Radiks kranialis adalah


akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf
vagus. Saraf aksesorius adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius
memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

12) Saraf Hipoglosus

10
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis
tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum
hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan
mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

i. Aktivitas Saraf

Pemeriksaan aktifitas reflex dengan ketukan pada tendon menggunakan reflex hammer.
Skala untuk peringkat refleks yaitu :

0 = Tidak ada respon

1 = Hypoactive/penurunan respon, kelemahan (+)

2 = Normal (++)

3 = Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)

4 = Hyperaktif, dengan klonus (++++)

j. Refleks-refleks pada sistem persyarafan


1) Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat keatas sampai fleksi kurang lebih 30°.
Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan
refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu, ekstensi
dari lutut.
2) Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90°, supinasi dan lengan bawah
ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon,
biceps (diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dengan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3) Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900, tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon) Respon
yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan
dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu
atau mungkin ada klonus yang sementara.
4) Refleks Achilles

11
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
5) Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah yang digores.
6) Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting. Refleks ini hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian
jantung kaki. Respon babinski timbul bila ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan
jari-jari lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
k. Pemeriksaan Khusus Sistem Persarafan
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada berarti kaku kuduk positif (+).
2) Tanda brudzinski I
Letakan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien
untuk mencegah badab tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan dedada
secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada
sendi panggul dan sendi lutut.
3) Tanda brudzinski II
Tanda brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggung secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4) Tanda kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi
lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 135° terhadap tungkai atas.
Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan
5) Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang
m. Ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
12
1) Kejang pada posisi Dekortikasi (Decorticate posturing), terjadi jika ada lesi pada
traktus corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku,
kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
2) Kejang pada posisi Deserebrasi (Decerebrate posturing), terjadi jika ada lesi pada
midbrain, pons atau diencephalon.
3) Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan
menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

C. Etiologi
Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti penyebab kejang tersebut. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, OMA, pneumonia, gastroenteritis serta juga ISK.
Kejang tidak selalu timbul pada keadaan suhu anak yang tinggi. Kadang – kadang demam juga
dapat terjadi disuhu demam yang rendah. Banyak anak-anak tampaknya memiliki
kecenderungan genetik terhadap kejang ketidakhadiran.
Secara umum, kejang disebabkan oleh impuls listrik abnormal dari sel-sel saraf (neuron) di
otak. Sel-sel saraf otak biasanya mengirim sinyal listrik dan kimia di seluruh sinapsis yang
menghubungkan mereka. Pada orang yang mengalami kejang, aktivitas listrik otak yang biasa
berubah. Selama tidak ada kejang, sinyal-sinyal listrik berulang berulang dalam pola tiga detik.
Orang-orang yang mengalami kejang mungkin juga telah mengubah tingkat kurir kimia yang
membantu sel-sel saraf berkomunikasi satu sama lain (neurotransmiter).
Faktor risiko yang bisa mencetuskan kejang demam antara lain :
1. Faktor Demam
Anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan kejang demam
2,4 kali lebih besar dibandingkan anak yang mengalami demam lebih dari dua jam. Anak
dengan demam lebih besar dari 390C memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk menderita
bangkitan kejang demam disbanding dengan anak yang demam kurang 390C.
2. Faktor Usia
Anak dengan kejang demam usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko bangkitan
kejang demam 3,4 kali lebih besar disbanding yang lebih dari dua tahun. (Fuadi,2010).
3. Faktor Riwayat Kejang dalam Keluarga
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai faktor risiko untuk
terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua ataupun saudara kandung (first
degree relative).
a. Bila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam
13
maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.
b. Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita kejang
demam mempunyau risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam 20%-22%.
c. Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah menderita
kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam meningkat
menjadi 59%-64%. Demam diwariskan lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayaj,
27% berbanding 7% (Fuadi,2010)
4. Faktor Perinatal dan Pascanatal
a. Kehamilan pada umur lebih 35 tahun
b. Barat lahir sangat rendah atau amat sangat rendah memudahkan timbulnya bangkitan
kejang demam (Fuadi,2010).
c. Faktor Vaksinasi/Imunisasi. Risiko kejang demam dapat meningkat setelah beberapa
imunitas pada anak, seperti imunisasi difteri, tetanus dan pertuasis (DPT) atau measles-
mumps-rubella (MMR). (Mayo Clinic, 2012).

D. Klasifikasi
a. Kejang demam Sederhana (KDS)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% dari
seluruh kejadian kejang demam (Pusponegoro, 2006).
b. Kejang Demam Kompleks (KDK)
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri kejang lama
yang berlangsung > 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial, atau berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang lama adalah
kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan
diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.

E. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun,
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dalam waktu yang tingkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
14
natrium melalui membran tadi, dari akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seorang anak yang menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38o C sedangkan pada anak
dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau lebih. Dari
kenyataan inilah dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita kejang.
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas. Diduga penyebab kejang demam
adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang cepat. Penyebab kejang diduga
berhubungan dengan puncak suhu. Hipertermia mengurangi mekanisme yang menghambat
aksi potensial dan meningkatkan transmisi sinaps eksitatorik. pada penelitian hewan
didapatkan peningkatan ekstabilitas neuron otak selama proses maturasinya. Suhu yang sering
menimbulkan kejang demam adalah 38,5%0C.
Penelitian pada kejang demam berhasil mengidentifikasi febrile seizures susceptibility genes
pada 2 lokus, yaitu FEB1 (kromosom 8q13-q21) dan FEB2 (kromosom 19p13.3), bersifat
autosomal dominan dengan penetrasi tidak lengkap. Hal ini menjelaskan mengapa kejang
demam lebih sering terjadi dalam satu keluarga. Mutasi genetik dari kanal ion natrium atau
Na’channelopathy dan gaminobutiric acid A receptor merupakan gangguan genetik yang
mendasari terjadinya kejang demam.
Penelitian pada hewan coba menunjukan kemungkinan peran pirogen endogen seperti
interleukin 1β yang dengan meningkatkan eksitabilitas neuron, mungkin menghubungkan
demam dengan bangkitan kejang. Penelitian pendahuluan pada anak mendukung hipotesis
bahwa cytokine network teraktivasi dan diduga berperan dalam pathogenesis kejang demam.
Namun, segnifikansi klinis dan patologis pengamatan ini masih belum jelas.
Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam antara lain:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral

Dari beberapa faktor diatas yang menyebabkan kejang demam maka masalah yang bisa

15
muncul diantaranya ialah :

Perfusi jaringan serebral yang tidak efektif disebabkan karena rangsang mekanik dan biokimia
yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler difusi Na dan K yang
akhirnya terjadi kejang kurang dari 15 menit atau lebih dari 15 menit yang menimbulkan
resiko kerusakan sel neuron, selain itu resiko cedera juga terjadi dikarenakan adannya
inkordinasi kontraksi otot mulut dan lidah saat anak mengalami kejang, hipertermi pada anak
terjadi setelah kejang saat aktivitas otot meningkat, metabolisme dan suhu juga mengalami
peningkatan dan kurangnya pengetahuan orang tua dalam menangani dan mencegah kejang
demam pada anak.

F. Pathway
Terlampir …

G. Manifestasi Klinis
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral.
Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
defisit neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi :
1. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)
2. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
3. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)
4. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
5. Penurunan kesadaran
6. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
7. Muntah
8. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu yang
singkat (Lyons, 2012)

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai
berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri

16
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

H. Komplikasi
Beberapa komplikasi kejang demam, yaitu :
1. Kesulitan belajar
2. Masalah perilaku
3. Isolasi social
4. Asfiksia
5. Retardasi Mental
6. Oedema otak
7. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis.
8. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal.
9. Kemungkinan berulang kejang demam.
10. Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah: riwayat kejang demam dalam keluarga. Usia kurang lebih 12 bulan,
temperatur yang rendah saat kejang, cepatnya kejang setelah demam
11. Kemungkinan terjadinya epilepsi.
Faktor risiko menjadi epilepsi apabila :
a. Kelainan neorologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama
b. Kejang demam yang pertama adalah kejang demam kompleks
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.

I. Pemeriksaan Diagnostik
Tim medis akan meminta penjelasan rinci tentang kejang dan melakukan pemeri ksaan fisik.
Tes mungkin termasuk:
1. Electroencephalography (EEG). Prosedur tanpa rasa sakit ini mengukur gelombang
aktivitas listrik di otak. Gelombang otak ditransmisikan ke mesin EEG melalui elektroda
kecil yang melekat pada kulit kepala dengan pasta atau topi elastis. Pernapasan cepat
(hiperventilasi) selama studi EEG menyatakan bawah hiperventilasi dapat memicu kejang.
17
Selama kejang, pola pada EEG berbeda dari pola normal.
2. MRI. Dalam ketiadaan kejang, studi pencitraan otak, seperti magnetic resonance imaging
(MRI), akan normal. Tetapi tes seperti MRI dapat menghasilkan gambar otak yang
terperinci, yang dapat membantu menyingkirkan masalah lain, seperti stroke atau tumor
otak. Karena anak perlu diam untuk waktu yang lama, bicarakan dengan dokter tentang
kemungkinan penggunaan sedasi.
3. Laboratorium darah. Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah,
glukosa darah, elektrolit, magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur urin (The Barbara,
2011).
4. Urinalisis. Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan focus
infeksinya (Guidelines, 2010).
5. Fungsi Lumbal. Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
6. Radiologi. Neuroimaging tidak diindikasikan setelah kejang demam sederhana.
Dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan neurologis.
7. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama pada
pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
8. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
d. Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e. Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
f. Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
g. Cairan Cerebro Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
9. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
10. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di
bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

J. Penatalaksanaan
Selama terjadi kejang harap segera lakukan tindakan berikut ini :
18
1. Buka pakaian anak atau longgarkan pakaiannya.
2. Posisikan keadaan kepala miring agar mencegah aspirasi lambung ke paru.
3. Bebaskan jalan nafas agar menjamin kebutuhan oksigen bila perlu lakukan intubasi atau
trakeostomi.
4. Lakukan suction secara teratur dan diberikan oksigen, bila perlu

Dokter mungkin akan mulai dengan dosis terendah obat anti-kejang mungkin dan
meningkatkan dosis yang diperlukan untuk mengontrol kejang. Anak-anak mungkin dapat
mengurangi obat anti-kejang, di bawah pengawasan dokter, setelah mereka bebas kejang
selama dua tahun. Obat yang diresepkan untuk tidak adanya kejang meliputi:

1. Ethosuximide (Zarontin). Ini adalah obat yang paling dimulai oleh Tim medis karena tidak
ada kejang. Dalam kebanyakan kasus, kejang merespon dengan baik terhadap obat ini.
Kemungkinan efek samping termasuk mual, muntah, kantuk, kesulitan tidur, hiperaktif.
2. Asam valproat (Depakene). Gadis yang terus membutuhkan pengobatan hingga dewasa
harus mendiskusikan potensi risiko asam valproik dengan dokter mereka. Asam valproat
telah dikaitkan dengan risiko cacat lahir yang lebih tinggi pada bayi, dan Tim medis
menyarankan wanita untuk tidak menggunakannya selama kehamilan atau ketika mencoba
untuk hamil.
3. Tim medis mungkin merekomendasikan penggunaan asam valproik pada anak-anak yang
memiliki kejang absensi dan kejang grand mal (tonik-klonik).
4. Lamotrigin (Lamictal). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa obat ini kurang efektif
daripada ethosuximide atau asam valproic, tetapi memiliki efek samping yang lebih sedikit.
Efek samping mungkin termasuk ruam dan mual.
Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang perlu di kerjakan:
1. Pengobatan fase akut. Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:
a. Pertahankan jalan napas
b. Lindungi anak dari trauma/cidera
c. Posisikan anak tidur setengah duduk
d. Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.
2. Mencari dan mengobati penyebab demam
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pencegahan berulang kejang demam perlu dilakukan karena bila sering berulang dapat
menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada dua cara pengobatan profilaksi :

19
a. Profilaksi intermitten pada waktu demam
b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari
c. Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien dengna berat badan ≤ 10
kg dan 10mg untuk pasien dengan berat badan ≥ 10 kg, setiap pasien menunjukan suhu
38,5OC atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam.
d. Untuk profilaksis terus menerus/jangka panjang dapat dengan pemberian obat rumat.
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukan ciri sebagai
berikut:
1) Kejang lama > 15 menit.
2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cereberal palsy, retardasi mental, Hidrosefalus.
3) Kejang fokal.
4) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
a) Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
b) Kejang demam terjadi pada baiyi kurang dari 12 bulan
c) Kejang demam ≥ 4 kali per tahun.

Obat pilihan adalah asam valproate adalah 15-40 mg/kgBB/hari. Untuk


fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

Pencegahan kejang demam adalah tindakan menghilangkan penyebab ketidaksesuaian yang


potensial atau situasi yang tidak dikehendaki. Pencegahan yang harus dilakukan pada anak
yang mengalami kejang demam adalah sebagai berikut :
1. Imunisasi adalah dengan sengaja memasukkan vaksin yang berisi mikroba hidup yang
sudah dilemahkan pada balita yang bertujuan untuk mencegah dari berbagain macam
penyakit. Imunisasi akanmemberikan perlindungan seumur hidup pada balita terhadap
serangan penyakit tertentu. Apabila kondisi balita kurang sehat bisa diberikan imunisasi
karena suhu badannya akan meningkat sangat tinggi dan berisiko mengalami kejang
demam. Berbagai jenis vaksinasi atau imunisasi yang saat ini dikenal dan diberikan
kepada balita dan anak adalah vaksin poliomyelitis, vaksin DPT (difteria, pertusis dan
tetanus), vaksin BCG (Bacillus Calmette Guedrin), vaksin campak.
2. Orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengamati anak dengan
cara jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak karena benda tersebut justru
dapat menyumbat jalan napas, anak harus dibaringkan ditempat yang datar dengan posisi
20
menyamping bukan terlentang untuk menghindari bahaya tersedak, jangan memegangi
anak untuk melawan, jika kejang terus berlanjut selama 10 menit anak harus segera
dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat dan setelah kejang berakhir jika <10 menit anak
perlu dibawa ke dokter untuk meneliti sumber demam terutama jika ada kekakuan leher,
muntah-muntah yang berat dan anak terus tampak lemas (Lissauer, 2013).

K. Discharge Planning
1. Anjurkan minum obat sesuai waktunya dan habiskan antibiotik
2. Anjurkan untuk cukup istirahat
3. Anjurkan untuk rileks dan kurangi aktifitas berat
4. Jika timbul demam berikan kompres hangat
5. Anjurkan untuk banyak minum
6. Anjurkan untuk kontrol rutin
7. Ajarkan pada orangtua mengenal tanda-tanda kekambuhan dan laporkan segera pada
dokter/perawat
8. Instruksikan untuk memberikan pengobatan sesuai dengan dosis dan waktu
9. Ajarkan bagaimana mengukur suhu tubuh
10. Jelaskan faktor penyebab demam dan menghindari faktor pencetus
11. Ajarkan pada orangtua dan keluarga tentang pertolongan pertama saat kejang muncul lagi

21
BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
I. Identitas
a. Identitas Klien
 Nama Klien : An. E
 Umur : 2 Tahun
 Jenis Kelamin : Laki-Laki
 Pendidikan :-
 Agama : Kristen
 Suku : Toraja
 Bahasa sehari-hari: Indonesia, Toraja
 Gol. Darah :-
 Alamat : Jln. A. Jelantik
b. Identitas Penanggung Jawab
 Nama Klien : Ny. E
 Umur : 46 Tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Pendidikan : SMA
 Agama : Kristen
 Suku : Toraja
 Hub dengan klien : Ibu Pasien
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Alamat : Jln. A. Jelantik
c. Tanggal Pengkajian : 01 Juli 2020
d. Diagnosa medis : Kejang Demam

II. Riwayat kesehatan


1. Keluahan utama
Keluarga mengatakan an. E masuk RS dengab demam tinggi disertai kejang.
2. Riwayat kesehatan saat ini
a. Alasan masuk rumah sakit : Orangtua klien mengatakan, apabila klien sakit
maka langsung dibawa ke Rumah Sakit Terdekat untuk mendapatkan
22
penanganan segera. Orangtua pasien mengatakan pasien mengalami kejang
sebanyak 2 kali. Pertama saat pasien berada di Toraja, keluarga pasien
melakukan penanganan pertama yaitu dengan memberikan posisi miring satu
arah, setelah kejang mulai berhenti barulah keluarga pasien mengantar pasien
ke RS. Pada kejang kedua pasien segera di larikan ke RS terdekat.
b. Faktor pencetus : keluarga kurang memperhatikan kesehatan an. E
c. Timbulnya keluhan : bertahap
d. Faktor yang memperberat : -
e. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan dan
keberhasilannya : Pertama saat pasien berada di Toraja, keluarga pasien
melakukan penanganan pertama yaitu dengan memberikan posisi miring satu
arah, setelah kejang mulai berhenti barulah keluarga pasien mengantar pasien
ke RS.
3. Riwayat kesehatan lalu
a. Penyakit yang pernah dialami
Keluarga mengatakan an. E biasanya hanya mengalami demam ringan setiap
selesai bermain dan selain demam juga An. E kadang mengalami batuk dan
diare.
b. Riwayat kelahiran
An. E dilahirkan dirumah sakit swasta dengan proses melahirkan secara
spontan. Dengan BB : 2800 gr. TB: 48 cm
c. Kecelakaan
Keluarga mengatakan an. E tidak pernah mengalami kecelakaan
d. Keluarga mengatakan an. E sebelumnya pernah dirawat di RS. Faisal dengan
keluhan kejang demam pada Desember 2019
e. Keluarga mengatakan an. E tidak alergi makanan atau obat-obatan
f. Faktor lingkungan :
Keluarga mengatakan lingkungan bersih, keluarga selalu membersihkan
halaman rumah.
g. Riwayat imunisasi

HB – O BCG Polio DPT-HB-Hib IPV Campak

30 April 22 Juni 1. 22 Juni 1. 13 Juli 23 Maret 27 April


2018 2018 2018 2018 2019 2019

23
2. 13 Juli
2018 2. 25 Januari
3. 25 Januari 2019
2019 3. 23 Maret
4. 23 Maret 2019
2019

4. Riwayat kesehatan keluarga


a. Kebiasaan hidup tidak sehat : keluarga mengatakan ayah an. E TIDAK
merokok.
b. Penyakit menular : keluarga mengatakan tidak memiliki penyakit menular
seperti HIV, TBC, Hepatitis dll
c. Penyakit menurun : Keluarga pasien mengatakan saudara nenek pasien
pernah mengalami hal yang sama (kejang)
5. Genogram

Keterangan :
: laki-laki : menikah
: perempuan : tinggal 1 rumah
: Pasien

6. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


a. Pertumbuhan
BB sebelum sakit : 16 kg
BB selama sakit : 15 kg
LILA :17 cm
b. Perkembangan
 Sensorik : anak bisa melihat, bisa mendengar, bisa menyampaikan
keinginannya, rentang gerak dalam meraba benda disekitar baik.
24
 Motorik : an. E bisa menggerakkan tangan dengan aktif, anak hanya
bisa berbaring ditempat tidur.
 Kognitif : tidak terkaji
 Komunikasi/berbahasa : anak dapat menyampaikan sesuatu yang ia
inginkan melalui bahasa.
 Emosi-sosial : anak tampak gelisah
 Kemandirian : anak hanya bisa berbaring ditempat tidur

III. RIWAYAT POLA FUNGSIONAL


1. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Orangtua klien mengatakan, apabila klien sakit maka langsung dibawa ke Rumah
Sakit Terdekat untuk mendapatkan penanganan segera. Orangtua pasien
mengatakan pasien mengalami kejang sebanyak 2 kali. Pertama saat pasien
berada di Toraja, keluarga pasien melakukan penanganan pertama yaitu dengan
memberikan posisi miring satu arah, setelah kejang mulai berhenti barulah
keluarga pasien mengantar pasien ke RS. Pada kejang kedua pasien segera di
larikan ke RS terdekat.
a. Riwayat penyakit yang pernah dialami: Keluarga mengatakan pasien pernah
mengalami batuk dan diare.
b. Riwayat kesehatan keluarga : Keluarga pasien mengatakan saudara nenek
pasien pernah mengalami hal yang sama (kejang)
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
a. Saat dirumah : Pasien makan 3x sehari. Anak minum ASI 5x/ hari diselingi
dengan susu tambahan 2-3 gelas dot.
b. Saat dirumah sakit : Klien mendapat bubur 2x sehari. Klien makan tidak
habis. Klien lebih sering minum susu tambahan.
3. Pola eliminasi
a. Saat dirumah : Klien BAB 1x/ hari berwarna kunign kecoklatan, bau khas,
tidak terdapat darah, tidak berlendir, konsistensi padat lunak, saat BAB dan
tidak ada nyeri.
b. Saat Di RS : Klien BAB 1x/ hari berwarna kunign kecoklatan, bau khas,
tidak terdapat darah, tidak berlendir, konsistensi padat lunak, saat BAB dan
tidak ada nyeri.
4. Pola Aktivitas dan Latihan

25
a. Saat dirumah : Klien senang bermain dengan teman sebaya. Anak
berkumpul dengan keluarga sehari 2-3 jam penuh. Klien suka bermain bola.
b. Saat di RS : Klien hanya bermain dengan ibunya, klien tidak dapat
berkumpul dengan keluarganya. Klien sering menangis karena takut
tubuhnya terancam. Klien membawa bola mainannya.
5. Pola Tidur dan Istirahat
a. Saat dirumah : Klien tidur malam 9 jam dan tidur siang 2 jam sehari. Klien
bangun pagi jam 04.00 WIB dan disore hari pada jam 16.00 WIB. Klien
mempunyai kebiasaan sebelum tidur yaitu harus diusap punggungnya oleh
Ibu.
b. Saat di RS : Klien tidur malam 7 jam sering terbangun dan tidur siang 1
jam sehari. Klien bangun pagi jam 04.00 WIB dan disore hari pada jam
15.00 WIB. Klien mempunyai kebiasaan sebelum tidur yaitu harus diusap
punggungnya oleh Ibu.
6. Pola Persepsi Kognitif
a. Saat dirumah : ibu anak kurang mengetahui tentang penyebab penyakit yang
dideritanya
b. Saat dirumah sakit : ibu menanyakan penyebab penyakit anaknya kepada
perawat
7. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
Klien tinggal bersama kedua orang tuanya. Sehari-hari klien diasuh oleh Ibu
kandungnya. Klien bermain bersama dengan temannya dengan baik dan
didampingi oleh Ibu dan Kakaknya.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum : Lemah
Tinggi badan : 87 cm
BB : 15 kg
TTV :
Nadi : 108 x/menit LK : 50 cm
Suhu : 40o C LK : 54 cm
RR : 30 x/menit LILA : 17 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala :

26
Inspeksi : kepala simetris, tidak ada lesi, warna rambut hitam, kulit kepala
bersih
Palpasi : tidak adanya pembengkakan/ penonjolan, dan tekstur rambut lebat.
b. Mata :
Inspeksi :  warna konjungtiva pink dan sclera berwarna putih, konjungtiva
anemis (-), isokhor, sklera anikterik.
c. Hidung :
Inspeksi  : Hidung simetris, hidung eksternal warna sama dengan warna
kulit lain. Tidak ada polip, tidak ada perdarahan, dan tidak ada sekret.
Palpasi  : Tidak ada nyeri tekan
d. Mulut :
Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir kebiruan,
tidak ada lesi dan stomatitis, adanya sianosis.
Inspeksi dan palpasi strukur dalam  : gigi lengkap, tidak ada perdarahan/
radang gusi, lidah simetris, warna pink, tidak ada infeksi.
e. Telinga :
Inspeksi  : Tidak menggunakan alat bantu dengar, posisi simetris, jumlah
dua (kanan dan kiri), bersih , tidak ada serumen.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
f. Leher
Inspeksi leher : warna sama dengan kulit lain, bentuk simetris, tidak ada
pembesaran kelenjar gondok.
Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid : Tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
Auskultasi : Bising pembuluh darah
g. Thorax
Paru- Paru
 Inspeksi : Simetris, tidak terlihat tarikan dinding dada kedalam.
 Palpasi :Vokal fremitus kanan-kiri sama
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Bunyi paru normal ( vesikuler ).
Jantung
 Inspeksi : -
 Palpasi : -

27
 Perkusi : -
 Auskultasi : -
Abdomen
 Inspeksi : Simetris, warna kulit sama dengan yang lainnya, tidak ada
lesi, tidak ada distensi
 Auskultasi : Suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian
diafragma dari stetoskop) terdengar setiap 13x/ menit.
 Perkusi semua kuadran : Tidak ada nyeri saat ditekan.
 Palpasi semua kuadran : Cubitan perut kembali cepat 2 detik.
Genitalia
 Tidak terpasang kateter, bersih, tidak sianosis
Ekstremitas
Tidak ada odema
V. PENGKAJIAN TUMBUH KEMBANG ANAK

28
29
SEBELAH KIRI DARI PAS TENGAH GARIS 1. Berdiri 1 kaki 1
GARIS menit (R)
A. Aspek Personal sosial
2. Melempar bola
A. Aspek personal Sosial 1. Menyebut nama
lengan ke atas (p)
1. Menyuapi boneka teman (p)
3. Melompat (p)
(p) 2. Cuci dan
2. Membuka pakaian mengeringkan SEBELAH KANAN
(p) tangan (p) DARI GARIS
3. Menggunakan 3. Gosok gigi dengan
A. Aspek personal sosial
sendok garpu (p) bantuan (p)
1. Memakai T-shirt (F)
B. Aspek adaptif-motorik 4. Memakai baju (F)
2. Berpakaian tanpa
halus B. Aspek adaptif-motorik
bantuan (F)
1. Menara dari 2 kubus halus
3. Bermain ular
(p) 1. Menara dari kubus
tangga/kartu (p)
2. Menara dari 4 kubus (p)
B. Aspek adaptif-motorik
(p) 2. Meniru garis
halus
3. Ambil manik-manik vertikal (R)
1. Menggoyangkan ibu
ditunjukkan (NO) 3. Menara dari kubus
jari (p)
C. Aspek bahasa (p)
2. Mencontoh O (p)
1. Kombinasi kata (p) C. Aspek bahasa
3. Menggambar orang
2. Menunjukkan 1. Mengetahui 2
(R)
gambar (p) gambar (p)
C. Aspek bahasa
3. 6 kata (f) 2. Menyebut 4 gambar
1. Mengerti 2 kata sifat
D. Aspek motorik kasar (p)
(p)
1. Menendang bola 3. Bicara dengan
2. Menyebut 1 warna
kedepan (p) dimengerti (p)
(p)
2. Berjalan naik tangga 4. Menunjuk 4 gambar
3. Kegunaan 2 benda
(p) (p)
(p)
3. Lari (p) 5. Bagian badan 6 (p)
D. Aspek motorik kasar
6. Menyebut 1 gambar
1. Loncat jauh (F)
(p)
2. Berdiri 1 kaki 2
7. Bicara semua
menit (R)
dimengerti (p)
3. Berdiri 1 kaki 3
D. Aspek motorik kasar
menit (

30
Ket :

P: Pass atau Lulus F: Fail

R: Refusal NO: No Opportunity

VI. Analisa Data


Nama : An. E
Umur : 2 Tahun

DATA PROBLEM ETIOLOGI


Ds:
1. Keluarga klien
mengatakan klien
demam sejak 2 hari
yang lalu
2. Keluarga klien
mengatakan tubuh
klien teraba panas Efek langsung dari sirkulasi
Hipertermia
Do: endotoksin pada hipotalamus
1. TTV:
S: 40°C
N: 108 x / menit
RR: 30 x/menit
2. Ekstremitas klien
teraba hangat
3. Klien tampak kejang
DS: Risiko cidera Kejang
1. Ibu kien mengatakan
apabila klien kejang diberi
sendok yang dilapisi kain,

31
untuk mencegah gigi
patah.
DO:
1. Tubuh klien kaku
Ds:
1. Keluarga mengatakan
BAK klien sedikit
Do:
1. TTV:
S: 40°C
N: 108 x / menit
RR: 30 x/menit Defisit volume cairan Peningkatan suhu tubuh
2. Kesadaran: Somnolen
3. Klien terpasang infus
4. Klien tampak lemas
5. Mukosa bibir klien
tampak kering
6. Turgor kulit klien
tampak tidak elastis

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Tinggi Terhadap Cidera Berhubungan Dengan Aktivitas Kejang
2. Ketidakefektifan Pola Nafas Berhubungan Dengan Disfungsi Neuromuskular
3. Hipertermi Berhubungan Dengan Efek Langsung Dari Sirkulasi Endotoksin Pada
Hipotalamus
4. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Cerebral Berhubungan Dengan Reduksi Aliran
Darah Ke Otak
5. Kekurangan Volume Cairan Berhubungan Dengan Peningkatan Suhu Tubuh

C. Intervensi Keperawatan

32
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Resiko Tinggi Terhadap Setelah dilakukan tindakan Observasi:
Cidera Berhubungan keperawatan 2x24 jam
- Pantau TTV.
Dengan Aktivitas Kejang resiko cidera dapat teratasi.
- Pantau tingkat
Kriteria Hasil :
kesadaran.
1. Tidak terjadi trauma
Mandiri :
fisik selama perawatan.
2. Mempertahankan - Berikan tongue
tindakan yang spatel yang dilapisi
mengontrol aktivitas kassa diantara gigi
kejang. bawah dan gigi
3. Tidak terjadi serangan atas.
kejang berulang. - Letakkan klien
ditempat yang
lembut.
- Catat tipe kejang
(lokasi, lama) dan
frekuensi kejang.
Edukasi :

- Jelaskan faktor
predisposisi
kejang.
- Jaga klien dari
trauma dengan
memberikan
pengaman pada sisi
tempat tidur.
- Tetap bersama
klien saat fase
kejang.

33
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian obat
anti kejang
(Antikonvulsan).
2 Ketidakefektifan Pola NOC: NIC:
Nafas Berhubungan - Respiratory status : - Posisikan pasien
Dengan Disfungsi Ventilation untuk
Neuromuskular - Respiratory status : memaksimalkan
Airway patency ventilasi
- Vital sign Status - Pasang mayo bila
perlu
Setelah dilakukan tindakan - Lakukan fisioterapi
keperawatan selama … dada jika perlu
pasien menunjukkan - Keluarkan sekret
keefektifan pola nafas, dengan batuk atau
dibuktikan dengan kriteria suction
hasil : - Auskultasi suara
- Mendemonstrasikan nafas, catat adanya
batuk efektif dan suara tambahan
suara nafas yang - Berikan
bersih, tidak ada bronkodilator :
sianosis dan dyspneu - Anti kolinergik
(mampu (Ipratropium dan
mengeluarkan Glycopyrronium),
sputum, mampu Agonis beta-2
bernafas dg mudah, (Salmeterol,
tidak ada pursed lips) Salbutamol,
- Menunjukkan jalan Ptocaterol, dan
nafas yang paten Terbutaline)
(klien tidak merasa Methylxanthines
tercekik, irama nafas, (Teofilin Dan

34
frekuensi pernafasan Aminofilin),
dalam rentang - Berikan pelembab
normal, tidak ada udara Kassa basah
suara nafas NaCl Lembab
abnormal) - Atur intake untuk
- Tanda Tanda vital cairan
dalam rentang mengoptimalkan
normal (tekanan keseimbangan.
darah, nadi, - Monitor respirasi
pernafasan) dan status O2
- Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
- Pertahankan jalan
nafas yang paten
- Observasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
- Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap
oksigenasi
- Monitor vital sign
- Informasikan pada
pasien dan
keluarga tentang
tehnik relaksasi
untuk memperbaiki
pola nafas.
- Ajarkan bagaimana
batuk efektif

35
- Monitor pola nafas
3 Hipertermi Berhubungan  Termoregulasi Perawatan Demam
Dengan Efek Langsung Observasi :
- Merasa merinding
Dari Sirkulasi Endotoksin
saat dingin - Pantau suhu dan
Pada Hipotalamus
- Berkeringat saat panas tanda- tanda vital
lainnya.
- Menggigil saat dingin
Mandiri :
- Tingkat pernapasan
- Tingkatkan
 Status Neurologi sirkulsi udara

- Kesadaran - Mandikan psien


dengan spons
- Fungsi otonom
hangat dengan hati-
- Ukuran pupil hati

- Reaktivitas pupil - Tutup pasien


dengan selimut atau
- Pola gerakan mata
pakaian ringan,
- Pola bernapas tergantung pada

- Tekanan darah fase demam.


Edukasi :
- Tekanan nadi
- Dorong konsumsi
- Aktivitas kejang cairan
- Fasilitasi istirahat,
terapkan
pembatasan
aktifitas: jika
diperlukan.
Kolaborasi :
Berikan obat atau cairan
IV (misalnya, antipiretik,
agen antibakteri, dan

36
agen anti menggigil).

Manajemen kejang
Observasi :

- Monitor arah
kepala dan mata
selama kejang
- Monitor durasi
periode
ketidaksadanna dan
karakteristiknya
- Monitor tanda-
tanda vital
- Monitor tingkat
obat- obatan anti
epilepsi dengan
benar
- Catat lama kejang

- Catat karakteristik
kejang (misalnya
keterlibatan
anggota tubuh,
aktivitas motorik
dan aktivitas
progresif)

Mandiri :
- Pasang IV line
dengan benar
- Pertahankan jalan
nafas

37
- Dokumentasi
informasi mengenai
kejang
- Longgarkan pakaian

- Pandu gerakan
klien untuk
mencegah
terjadinya cedera
- Orientasikan
[pasien] kembali
setelah kejang
Kolaborasi :
- Berikan obat anti
kejang (Misalnya :
Obat antikonvulsan :
Lamotrigin,
Diazepam,
Ethosuximide, Asam
Valproat, dll) dengan
benar
- Berikan oksigen
dengan benar
4 Ketidakefektifan Perfusi NOC : NIC :
Jaringan Cerebral - Circulation status - Monitor TTV
Berhubungan Dengan
- Neurologic status - Monitor AGD,
Reduksi Aliran Darah Ke
ukuran pupil,
Otak - Tissue Prefusion : cerebral
ketajaman,
Setelah dilakukan asuhan kesimetrisan dan
selama … ketidakefektifan reaksi
perfusi jaringan cerebral
- Monitor adanya

38
teratasi dengan kriteria hasil: diplopia, pandangan
- Tekanan systole dan kabur, nyeri kepala
diastole dalam rentang
- Monitor level
yang diharapkan
kebingungan dan
- Tidak ada orientasi
ortostatikhipertensi
- Monitor tonus otot
- Komunikasi jelas pergerakan

- Menunjukkan konsentrasi - Monitor tekanan


dan orientasi intrakranial dan
respon nerologis
- Pupil seimbang dan reaktif
- Catat perubahan
- Bebas dari aktivitas kejang
pasien dalam
- Tidak mengalami nyeri merespon stimulus
kepala
- Monitor status
cairan

- Pertahankan
parameter
hemodinamik

- Tinggikan kepala 0-
45o tergantung pada
konsisi pasien dan
order medis
5 Kekurangan Volume Tujuan : Manajemen cairan
Cairan Berhubungan Observasi :
Setelah dilakukan
Dengan Peningkatan Suhu
tindakan keperawatan - Monitor status
Tubuh
selama ...x 24 jam, hidrasi
kekurangan vomule
- Monitor TTV
cairan tidak terjadi.

39
Kriteria hasil :
Mandiri :
- Tidak - Berikan
terjadi cairan
dehidras dengan
i tepat
- Turgor kulit - Hitung atau
membaik timbang popok
- Kelembapan dengan baik
membran - Jaga intake
mukosa /asupan yang
dipertahankan akurat dan catat
pada skala 2 output (pasien)
ditingkatkan - Berikan
ke skala 3 terapi IV
Output urin adekuat sesuai suhu
kamar
Edukasi :
- Arahkan
pasien
mengenal
status NPO

Kolaborasi :
- Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
atau memburuk
- Atur
kemungkinan
tranfusi

40
- Persiapan untuk
tranfusi
- Pasang kateter
jika perlu

41
BAB III

KESIMPULAN

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada bayi dan anak terutama usia 6 bulan sampai
dengan 5 tahun, akibat demam yang disebabkan proses ekstrakranium. Kejang demam dibagi
dalam 2 jenis yaitu kejang demam sederhana yang bersifat benigna dan berlangsung kurang dari
15 menit dan kejang demam kompleks yang berlangsung lebih dari 5 menit, berulang dalam 24
jam dan cenderung memiliki potensi untuk terdapatnya sequel.

Diagnosis kejang demam dapat ditegakan melalui anamnesis, terdapat manifestasi klinis berupa
demam tinggi dengan peningkatan suhu yang cepat, disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf
pusat. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, sifat kejang, tonik, klonik, fokal maupun
umum. Tanda – tanda vital anak, status generalis dan status lokalis, pemeriksaan neurologi untuk
mengetahui penyebab kejang berasal dari susunan saraf pusat atau ekstrakranial. Pemeriksaan
penunjang dengan pemeriksaan laboratorium untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan yang
dilakukan ialah darah perifer, elektrolit dan gula darah, pungsi lumbal, pemeriksaan cairan
serebrospinal untuk menyingkirkan kemugkinan meningitis. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan
bila keadaan kejang demam yang tidak khas.Foto X-ray kepala, CT-scan dan MRI jarang
dilakukan, hanya untuk indikasi seperti Kelainan neurologic fokal menetap (hemiparesis), parese
nervus VI , dan papiledema

Penatalaksanaan kejang demam dengan status konvulsi dapat diberikan diazepam intravena dan
apabila 2 kali pemberian diazepam pasien masih kejang dapat diberikan fenitoin, apabila masih
belum berhenti kejang lakukan pengawasan pada anak di ruang rawat intensif. Pemberian obat
dibagi menjadi 2 setelah mengatasi kejang yaitu intermitten dengan pemberian antipiretik,
diazepam oral, dan diazepam rectal. Yang ke dua adalah rumatan dengan pemberian asam
valproat dan fenobarbital selama 1 tahun. Edukasi kepada orang tua untuk mengukur suhu anak,
cara pemberian obat dan penanganan kejang.

42
DAFTAR PUSTAKA

Indonesia, UKOM. 2018. ”Asuhan Keperawatan pada Kejang Demam Anak”.


https://www.perawatkitasatu.com/2018/10/asuhan-keperawatan-kejang-demam-anak.html?m=1.
diakses 3 Juli 2020 )

http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2013/06/09/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-
anak-dengan-kejang-demam/

Andretty Rezy P. 2015. Hubungan Riwatar Kejang Demam Dengan Angka Kejadian eplilepsi di
Dr.Moewardi. Universitas Muhammadiah Surakarta

Riandita, A. 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Deman Dengan
Pengelolaan Demam Pada Anak. Jurnal Media Medika Muda

Rahayu, S. 2015. Model Pendidikan Kesehatan Dalam Meningkatkan Pengatahuan Tentang


Pengelolaan Kejabg Demam Pada Ibu Balita Di Posyandu Balita. Politeknik Kesehatan
Surakarta

43

Anda mungkin juga menyukai