Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

DISTRES SPIRITUAL

Di susun oleh :
Kelompok 3 (Tingkat 2B)

Agnes Monika (C1814201053) Desiani (C1814201061)


Alicia A. Mawaru (C1814201054) Deva Lolo Payung (C1814201062)
Alocia Toanubun (C1814201055) Dewi Alpina (C1814201063)
Angelina K. Nikolas (C1814201056) Dewi L. Pabaru’ (C1814201064)
Anjeli Parumpa (C1814201057) Elisabet Ganur (C1814201065)
Arsita M. Kadir (C1814202058) Faustino Atbar (C1814201066)
Celsy Elvira (C1814201059) Febe Meiske (C1814201067)
Crystina Natalia (C1814201060)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Kami berharap dengan makalah dapat
menambah pengetahuan bagi yang membacanya.
Kami sadar bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna dan memiliki banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan menerima segala kritik dan saran
dari para pembaca agar kami dapat memperbaiki tugas kami ke depannya.

Kelompok 3

13
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1............................................................................................................................Latar
belakang.............................................................................................................1
1.2............................................................................................................................Rumusa
n masalah...........................................................................................................1
1.3............................................................................................................................Tujuan
...........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................3
2.1............................................................................................................................Pengerti
an........................................................................................................................3
2.2............................................................................................................................Etiologi
...........................................................................................................................3
2.3............................................................................................................................Patofisi
ologi...................................................................................................................4
2.4............................................................................................................................Karakte
ristik...................................................................................................................5
2.5............................................................................................................................Mekani
sme koping.........................................................................................................6
2.6............................................................................................................................Penatal
aksanaan.............................................................................................................8
2.7............................................................................................................................Asuhan
keperawatan.......................................................................................................10
BAB III PENUTUP........................................................................................................11
3.1............................................................................................................................Kesimp
ulan.....................................................................................................................11
3.2............................................................................................................................Saran
...........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................12

13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Spiritual adalah suatu aktivitas individu untuk mencari arti dan tujuan hidup yang
berhubungan dengan kegiatan spiritual atau agama. Distres spiritual merupakan suatu
respons akibat dari suatu kejadian yang traumatis baik fisik maupu emosional yang tidak
sesuai dengan keyakinan atau kepercayaan pasien dalam menerima kenyataan yang
terjadi. Bagi indovidu yang mengalami masalah bencana, ketidaknyamanan akibat
permasalahan-permasalahn akan menimbulkan pertanyaan bagi klien tentang kejadian
yang akan terjadi selanjutnya terhadap dirinya. Klien terkadang ragu terhadap spiritual
atau agama yang dianutnya.
Menurut Rousseau (2003) distres spiritual harus pula diperhatikan atau
dipertimbangkan bila klien mengeluh gejala-gejala fisik dan tidak berespon terhadap
intervensi yang efektif. Pada umumnya, seseorang akan mengikuti tradisi agama dan
spiritual keluarga. Seseorang belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk
nilai moral dari hubungan keluarga. Akan tetapi, perlu diperhatikan apapun tradisi agama
atau kepercayaan yang dianut individu tetap saja pengalaman spiritual unik bagi setaip
individu. Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negative dapat
mempengaruhi spiritual seseorang. Peristiwa buruk dianggap sebagai suatu cobaan yang
diberikan Tuhan pada manusia untuk menguji imannya. Krisis dan perubahan dapat
menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang
menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian.

1.2. Rumusan masalah


1. Pengertian Distres Spiritual
2. Etiologi Distres Spiritual
3. Patofisiologi Distres Spiritual
4. Karakteristik Distres Spiritual
5. Mekanisme koping Distres Spiritual
6. Penatalaksanaan Distres Spiritual
7. Asuhan keperawatan pada pasien dengan Distres Spiritual

1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Distres Spiritual
13
2. Mengetahui etiologi Distres Spiritual
3. Mengetahui patofisiologi Distres Spiritual
4. Mengetahui karakteristik Distres Spiritual
5. Mengetahui mekanisme koping Distres Spiritual
6. Mengetahi penatalaksanaan Distres Spiritual
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Distres Spiritual

13
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, music,
literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya. (Nanda, 2005)
Menurut Mirowsky dan Ross (2003) distress diakibatkan oleh dua bentuk utama yaitu
depresi dan kecemasan. Depresi adalah perasaan sedih, kehilangan semangat, kesepian,
putus asa atau tidak berharga, berharap orang lain mati, kesulitan tidur, menangis, merasa
segala sesuatu adalah sebuah usaha dan tidak mampu untuk pergi. Kecemasan adalah
ketegangan, gelisah, khawatir, marah dan takut.
Spiritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam
hubungannya dengan kekuatan yang lebh tinggi dari Tuhan, yang menimbulkan suatu
kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya Tuhan dan permohonan maaf atas segala
kesalahan yang pernah diperbuat (Alimul, 2006)

2.2. Etiologi
1) Faktor predisposisi
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif
seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi
ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan spiritual
seseorang.
Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan,
pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik,
pengalaman sosial dan tingkatan sosial.
2) Faktor presipitasi
a. Kejadian stresfull
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena
perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang tredekatkarena
kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang
lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.
b. Ketegangan hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkontribusi terhadap terjadinya distress
spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan
13
keyakinan dan ketidakmampuan menjjalan peran spiritual baik dalam keluarga,
kelompok maupun komunitas.
3) Ketidaksiapan menghadapi kematian dan pengalaman kehidupan setelah kematian.
Kehilangan agama yang merupakan dukungan utama (merasa ditinggalkan oleh
Tuhan). Kegagalan individu untuk hidup sesuai dengan ajaran agama.
Ketidakmampuan individu untuk merekonsiliasi penyakit dengan keyakinan spiritual.
4) Ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan, kematian dan ancaman terhadap
integritas (Poter&Perry, 2005 dalam Grace Yopi, 2013)
5) Tidak terpenuhinya kebutuhan spiritual individu (Craven&Himle, 2009 dalam Hendra
Saputra, 2014)
6) Terkait dengan patofisiologi tantangan pada sistem keyakinan atau perpisahan dari
ikatan spiritual sekunder karena berbagai akibat, misalnya kehilangan bagian atau
fungsi tubuh, penyakit terminal; penyakit yang membuat kondisi lemah, nyeri, trauma
dan keguguran atau kelahiran mati (Rahayu Winarti, 2016)
7) Hal-hal terkait dengan konflik antara program atau tindakan yang ditentukan oleh
keyakinan, meliputi aborsi, isolasi, pembedahan, amputasi, transfusi darah,
pengobatan, pembatasan diet dan prosedur medis (Rahayu Winarti, 2016)
8) Hal yang berkaitan dengan situasional, kematian atau penyakit dari orang terdekat,
keadaan yang memalukan pada saat melakukan ritual keagamaan (seperti pembatasan
perawatan intensif, kurangnya privasi, kurang tersedianya makanan atau diet khusus),
keyakinan yang ditentang keluarga, teman sebaya dan yang berhubungan dengan
perpisahan orang yang dicintai (Rahayu Winarti, 2016)

2.3. Patofisologi
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta
fungsi otak. Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat
menghindari stress. Namun, setiap orang diharapkan melakukan penyesuaian terhadap
perubahan akibat stress. Ketika kita mengalami stress, otak kita akan berespon untuk
terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Connon W. B dalam Davis M
dan kawan-kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri”
sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia di dalam otak yang mneyiapkan seseorang
menghadapi ancaman yaitu stress.
Stress akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke
hipothalamus. Hipothalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan
13
perubahan. Sinyal dari hipothalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbic dimana
salah satu bagian terpentingnya adalah amigdala yang bertanggung jawab terhadap status
emosional seseorang. Gangguan pada sistem limbic menyebabkan perubahan emosional,
perilaku dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan,
kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996), depresi,
nyeri dan lama gangguan (Blesch et al, 1991)
Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stressor akan
menyebabkan sesorang mengalami perilaku maladaptive dan sering dihubungkan dengan
munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai dengan
munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis, sosial
termasuk spiritual. Gangguan pada dimensi spiritual atau distress spiritual dapat
dihubungkan dengan timbulnya depresi.
Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi terjadinya depresi.
Namun, ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya depresi antara lain faktor
genetic, lingkungan dan neurobiologi. Perilaku ini yang diperkirakan dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga
terjadi distress spiritual karena pada kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi
dalam memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan spiritual.

2.4. Karakteristik
Karakteristik distress spiritual menurut Achir (2008) meliputi empat hubungan dasar,
yaitu:
1. Hubungan dengan diri
a. Ungkapan kekurangan
1) Harapan
2) Arti dan tujuan hidup
3) Perdamaian/ketenangan
4) Penerimaan
5) Cinta
6) Memaafkan diri sendiri
7) Keberanian
8) Marah
9) Kesalahan
10) Koping yang buruk
13
2. Hubungan dengan orang lain
a. Menolak berhubungan dengan tokoh agama
b. Menolak interaksi dengan dan keluarga
c. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung
d. Mengungkapkan pengasingan diri
3. Hubungan dengan seni, music, literature dan alam
a. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi, mendengarkan
music, menulis)
b. Tidak tertarik dengan alam
c. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan
4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya
a. Ketidakmampuan untuk berdoa
b. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan

2.5. Mekanisme koping


Terdapat 5 tipe dasar dukungan sosial bagi distress spiritual:
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain.
2. Dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thinking, mendorong atau setuju
dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan langsung yang berkaitan
dengan dimensi spiritual.
4. Dukungan informasi yaitu memberikan nasihat, petunjuk dan umpan balik bagaimana
sesorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan spiritualnya.
5. Dukungan network menyediakann dukungan kelompok untuk berbagi tenjtang
aktifitas spiritual.
Taylor dkk (2003) menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang
untuk meningkatkan pemahaman terhadap stressor spiritual dalam mencapai keterampilan
koping yang efektif.
Menurut Mooss yang dikutip Brunner&Suddarth menguraikan yang positif 9Teknik
koping) dalam menghadapi stress, yaitu:
 Pemberdayaan sumber daya psikologis (potensi diri)

13
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu
dalam memanfaatkannya menghadapi stress yang disebabkan situasi dan
lingkungan (Pearlin&Schooler, 1978).
Karakteristik di bawah ini merupakan sumber daya psikologis yang penting,
diantaranya adalah:
1. Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stress, sebagaimana teori dari
Colley’s looking glass self rasa percaya diri dan kemampuan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi
2. Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan
situasi internal control dan eksternal control (bahwa kehidupannya
dikendalikan oleh keberuntungan, nasib dari luar) sehingga pasien akan
mampu mengambil hikmah dari sakitnya (looking for silver living)
3. Rasionalisasi (teknik kognitif)
Upaya memahami dan menginterpretasikan secara spesifik terhadap stress
dalam mencari arti dan makna stress (neutralize it’s stressfull). Dalam
mengahadapi situasi stress, repons individu secara rasional adalah dia akan
menghadapi secara terus terang, mengabaikan atau memberitahukan
kepada diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan sesuatu yang penting
untuk dipikirkan dan semuanya akan berakhir dengan sendirinya. Sebagian
orang berpikir bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi sesuatu tantangan
dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan semua permasalahan
dengan melakukan kegiatan spiritual lebih mendekatkan diri kepada sang
pencipta unjtuk mencari hikmah dan makna dari semua yang terjadi.
4. Teknik perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam
mengatasi situasi stress. Beberapa individu melakukan kegiatan yang
bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV akan
melakukan aktivitas yang dapat membantu peningkatan daya tubuhnya
dengan tidur secara teratur, makan seimbang, minum obat antiretroviral
dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur dan menghindari konsumsi
obat-obat yang memperparah keadaan sakitnya.

13
2.6. Penatalaksanaan
1. Terapi medis
Psikofarmaka pada distress spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri.
Berdasarkan dngan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)
di Indonesia III apek spiritual tidak digolongkan secara jelas apakah masuk ke dalam
aksis satu, dua, tiga, empat atau lima.
2. Terapi keperawatan
Pada fase rencana keperawatan, perawat membantu pasien untuk mencapai
tujuan yaitu memelihara atau memulihkan kesejahteraan spiritual sehingga kepuasan
spiritual dapat terwujud. Rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan
berdasarkan NANDA (2012) meliputi:
a. Mengkaji adanya indikasi ketaatan pasien dalam beragama, mengkaji sumber-
sumber harapan dan kekuatan pasien, mendengarkan pendapat pasien tentang
hubungan spiritual dan kesehatan, memberikan privasi, waktu dan tempat bagi
pasien untuk melakukan praktek spiritual, menjelaskan pentingnya hubungan
dengan Tuhan, empati terhadap perasaan pasien, kolaborasi dengan pemuka
agama, meyakinkan pasien bahwa perawat selalu mendukung pasien.
b. Menggunakan pendekatan yang menenangkan pasien, menjelaskan semua
prosedur dan apa yang akan dirasakan pasien selama prosedur, mendampingi
pasien untuk memberikan rasa aman dan mengurangi rasa takut, memberikan
informasi tentang penyakit pasien, melibatkan keluarga untuk mendampingi
pasien, mengajarkan dan menganjurkan pasien untuk menggunakan teknik
relaksasi, mendengarkan pasien dengan aktif, membantu pasien mengenali situasi
yang menimbulkan kecemasan, mendorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan dan persepsi.
c. Membantu pasien untuk beradaptasi terhadap perubahan atau ancaman dalam
kehidupan, meningkatkan hubungan interpersonal pasien, memberikan rasa aman.
Menurut jurnal The spiritual distress assessment tool: an instrument to assess
spiritual distress in hospitalized elderly persons (2010) Distres spiritual bisa dinilai dengan
menggunakan model kebutuhan spiritual yang disebut dengan SDAT (Spiritual Distress
Assessment Tool). SDAT adalah prosedur penilaian formal untuk mengidentifikasi
kebutuhan rohani yang belum terpenuhi, mencetak hasil sejauh mana kebutuhan rohani tetap
terpenuhi dan untuk menentukan kehadiran distress spiritual. Hasil awal menunjukkan bahwa
SDAT adalah instrument yang diterima untuk menilai distress spiritual seseorang di rumah
13
sakit. Instrument ini menyediakan alat untuk komunikasi dengan kosakata yang baik dan
memberikan dasar baru untuk mengintegrasikan spiritualitas ke dalam rencana pasien
perawatan.

13
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DISTRESS SPIRITUAL

1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : Ny. A
Usia : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Ranggong 2, Makassar
Tanggal masuk : 2 Mei 2020
Tanggal pengkajian : 3 Mei 2020
Diagnosa medis : Gangguan Kepribadian
Penanggungjawab
Nama : Tn. I
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswata
Hubungan dengan pasien : Suami

b. Pengkajian pola fungsional


1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Suami pasien mengatakan keluarganya jarang di bawah ke fasilitas kesehatan saat
sakit dan hanya di rawat dirumah saja.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Keluarga pasien mengatakan, pasien tidak nafsu makan selama beberapa hari
terakhir
3) Pola eliminasi
Keluarga pasien mengatakan pasien kadang tidak BAB dalam sehari
4) Pola aktivitas dan latihan
Pasien suka menyendiri dan tidak melakukan aktivitas apapun
5) Pola istirahat dan tidur
Keluarga pasien mengatakan pasie tidak cukup tidur karena lebih sering melamun
6) Pola kognitif perseptual
13
Kemampuan panca indera baik dibuktikan dengan pasien masih menoleh jika
namanya dipanggil, dan masih merespon jika diberi rangsangan nyeri.
7) Konsep diri
Tidak dapat dikaji karena pasien menolak interaksi dengan perawat
8) Pola peran dan hubungan
Peran sebagai Ibu dan istri terabaikan selama pasien sakit, pasien selalu menutup
diri terhadap orang lain.
9) Pola seksualitas dan reproduksi
Terganggu akibat stress yang dialami
10) Pola koping dan toleransi stres
Pasien tidak pernah diberi manajemen koping, pasien merasa diabaikan oleh
kekuatan yang lebih besarr dari dirinya.
11) Pola nilai – kepercayaan
Pasien tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas / ketakutan ( individu, keluarga ) yang berhubungan dengan situasi yang
tak dikenal. Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian dan
efek negative pada gaya hidup
b. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan takut
akan hasil (kematian) dan lingkungannya penuh stres (tempat perawatan)
c. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari sistem
pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidakmampuan diri dalam
menghadapi ancaman kematian

3. Intervensi dan implementasi keperawatan


No Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi
1. Ansietas / ketakutan Klien atau keluarga akan : Bantu klien untuk mengurangi
( individu, keluarga ) yang  Mengungkapkan ansietasnya:
berhubungan dengan situasi ketakutannya yang  Berikan kepastian dan
yang tak dikenal. Sifat berhubungan dengan kenyamanan
kondisi yang tak dapat gangguan.  Tunjukkan perasaan tentang
diperkirakan takut akan  Menceritakan tentang pemahaman dan empati, jangan
kematian dan efek negative efek gangguan pada menghindari pertanyaan

13
pada gaya hidup fungsi normal, tanggung  Dorong klien untuk
jawab, peran dan gaya mengungkapkan! setiap
hidup. ketakutan permasalahan yang
berhubungan dengan
pengobatannya
 Identifikasi dan dukung
mekanisme koping efektif
 Kaji tingkat ansietas klien :
rencanakan penyuluhan bila
tingkatnya rendah atau sedang.
 Dorong keluarga untuk
mengungkapkan ketakutan-
ketakutan mereka.
 Berikan klien dan keluarga
kesempatan dan penguatan
koping positif.
2. Perubahan proses keluarga Anggota kelurga atau kerabat  Luangkan waktu bersama
yang berhubungan dengan terdekat akan : keluarga atau orang terdekat
gangguan kehidupan takut  Mengungkapkan akan klien dan tunjukkan pengertian
akan hasil (kematian) dan kekhawatirannya yang empati.
lingkungannya penuh stres mengenai prognosis  Izinkan keluarga klien atau
(tempat perawatan) klien. orang terdekat untuk
 Mengungkapkan mengekspresikan perasaan
kekhawatirannnya ketakutan dan kekawatiran.
mengenai lingkungan  Jelaskan lingkungan dan
tempat perawatan. peralatan ICU
 Melaporkan fungsi  Jelaskan tindakan keperawatan
keluarga yang adekuat dan, kemajuan postoperasi yang
dan kontiniu selama dipikirkan dan, berikan
perawatan klien. informasi spesifik tentang
kemajuan klien.
 Anjurkan untuk sering
berkunjung danl berpartisipasi
dalam tindakan perawatan.

13
 Konsul dengan atau berikan
rujukan kesumber komunitas
dan sumber lainnya.
3. Resiko terhadap distres Mempertahankan praktik  Gali apakah klien
spiritual yang berhubungan spritualnya yang akan menginginkan untuk
dengan perpisahan dari sistem mempengaruhi penerimaan melaksanakan praktek atau
pendukung keagamaan, terhadap ancaman kematian. ritual keagamaan atau spiritual
kurang pripasi atau yang diinginkan bila yang
ketidakmampuan diri dalam memberi kesempatan pada klien
menghadapi ancaman untuk melakukannya.
kematian  Ekspesikan pengertian dan
penerimaan anda tentang
pentingnya keyakinan dan
praktik religius atau spiritual
klien.
 Berikan prifasi dan ketenangan
untuk ritual spiritual sesuai
kebutuhan klien dapat
dilaksanakan.
 Bila anda mengin ginkan
tawarkan untuk berdoal
bersama klien lainnya atau
membaca buku keagamaan.
 Tawarkan untuk
menghubungkan pemimpin
religius

13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Distress spiritual adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
kemampuan memaknai hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, atau
dengan kekuatan yang lebih tinggi. Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan
kebutuhan spiritual adalah distress spiritual, yaitu kerusakan kemampuan dalam
mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dihubungkan dengan
diri, orang lain, seni, musik, literature, alam, atau kekuatan yang lebih besar dari dirinya.
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat mempengaruhi
spiritual seseorang. Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual
seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan,
proses penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian.
3.2. Saran
Perawat sebagai satu-satunya petugas kesehatan yang berinteraksi dengan pasien
selama 24 jam maka perawat adalah orang yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
spiritual pasien. Oleh karena itu, sebagai perawat yang profesional harus memiliki
pengetahuan dan skill menangani klien dengan distress spiritual. Ketika memberikan
asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan peka terhadap kebutuhan spiritual
klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk
memberi asuhan spiritual.

13
DAFTAR PUSTAKA

Meilinda Krisna. 2018. Askep Distress Spiritual dalam web


https://id.scribd.com/document/374256429/Askep-Distress-Spiritual

Dyan Ayu. 2018. Kelompok 2 Askep Distress Spiritual dalam web


https://id.scribd.com/document/368662939/Kelompok-2-Askep-Distress-Spiritual

Amalia Saleha. 2019. ASKEP DISTRESS SPIRITUAL.docx dalam web


https://id.scribd.com/document/406803293/ASKEP-DISTRESS-SPIRITUAL-docx

Z.M. 2019. Askep jiwa distress spiritual dalam web


https://id.scribd.com/document/408398064/Askep-jiwa-distress-spiritual

13

Anda mungkin juga menyukai