Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

BIOMEDIK I

SISTEM SARAF DAN GANGGUANNYA (HIPERTENSI)

DISUSUN OLEH

SHELLA ANGGELA ANDRINA FATU

1907010227

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena atas
penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung dalam
pembuatan makalah ini.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Biomedik I tentang “Sistem


Saraf dan Gangguannya”. Selain untuk memenuhi tugas, juga bertujuan untuk
menambah pemahaman penulis dan pembaca mengenai apa yang dibahas dalam
makalah ini.

Tentunya terdapat banyak kekurangan yang tidak penulis sadari dalam


penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas kekurangan
yang tedapat dalam makalah ini, serta penulis mengharapkan adanya kritik dan
saran yang membangun dari pihak pembaca agar dapat diperbaiki pada
kesempatan lainnya. Sekian dan terima kasih.

Kupang, 3 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3 Tujuan................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
2.1 Pengertian Sistem Saraf......................................................................................6
2.2 Fungsi dan Struktur Sistem Saraf.......................................................................6
2.3 Cara Menjaga Sistem Saraf..............................................................................10
2.4 Pengertian Hipertensi.......................................................................................12
2.5 Etiologi Hipertensi...........................................................................................12
2.6 Patofisiologi Hipertensi....................................................................................13
2.7 Faktor-faktor Resiko.........................................................................................14
2.8 Tanda dan Gejala Hipertensi............................................................................20
2.9 Tensimeter........................................................................................................21
2.10 Hubungan Antara Hipertensi dan Sistem saraf.................................................23
2.11 Pencegahan Hipertensi.....................................................................................25
BAB III............................................................................................................................27
PENUTUP.......................................................................................................................27
1.1 Simpulan..........................................................................................................27
1.2 Saran................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Biomedik adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan azas- azas

dan pengetahuan dasar ilmu pengetahuan alam (biologi, kimia, dan fisika)

untuk menjelaskan fenomena hidup pada tingkat molekul, sel, organ, dan

organisme utuh hubungannya dengan penyakit dan mencarikan serta

mengembangkan bahan yang tepat untuk mencegah, menghargai,

mengobati, dan memulihkan kerusakan akibat penyakit.

Saraf adalah serat-serat yang menghubungkan organ-organ tubuh dengan

sistem saraf pusat (yakni otak dan sumsum tulang belakang) dan antar

bagian sistem saraf dengan lainnya. Sistem saraf sangat berpengaruh dalam

aktivitas manusia sehari-hari, karena sistem saraf yang mengendalikan

segala cara kerja tubuh mulai dari manusia mendengarkan perintah, lalu

otak menerima perintah, sampai tubuh melakukan perintah.

Sistem saraf juga dapat mengalami gangguan saraf, yang dapat berakibat

pada ketidakseimbangan kerja pada tubuh manusia. Salah satu gangguan

sistem saraf yang akan dibahas pada makalah ini yaitu hipertensi. Oleh
karena itu perlunya pemahaman tentang sistem saraf agar dapat mengetahui

cara menjaga sistem saraf agar terhindar dari gangguan atau kelainannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sistem saraf?

2. Bagaimana fungsi dan struktur sistem saraf manusia?

3. Bagaimana cara menjaga sistem saraf?

4. Apa itu dengan hipertensi?

5. Bagaimana hubungan sistem saraf dengan hipertensi?

6. Bagaimana cara pencegahan hipertensi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian sistem saraf

2. Untuk mengetahui fungsi dan struktur sistem saraf manusia

3. Untuk mengetahui cara menjaga sistem saraf

4. Untuk mengetahui apa itu hipertensi termasuk etiologi, patofisiologi,

faktor resiko, gejala, dan cara mengukur dengan menggunakan

tensimeter

5. Untuk mengetahui hubungan sistem saraf dan hipertensi

6. Untuk mengetahui cara pencegahan hipertensi


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Saraf

Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran implus saraf

ke susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan

rangsangan. Sistem atau susunan saraf merupakan salah satu bagian terkecil

dari organ dalam tubuh, tetapi merupakan bagian yang paling kompleks.

Susunan saraf manusia mempunyai arus informasi yang cepat dengan

kecepatan pemrosesan yang tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik (impuls

saraf).

2.2 Fungsi dan Struktur Sistem Saraf


Susunan sistem saraf secara anatomi terbagi menjadi sistem saraf pusat
(otak dan medulla spinalis ) dan sistem saraf tepi ( saraf kranial dan spinal )
dan secara fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatic.

1. Sistem Saraf Pusat


Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula
spinalis, yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh
aktifitas tubuh. Bagian fungsional pada susunan saraf pusat adalah
neuron akson sebagai penghubung dan transmisi elektrik antar
neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang menunjang secara
mekanik dan metabolic.
a. Otak.
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai
pusat pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam
rongga tengkorak. Bagian utama otak adalah otak besar (cerebrum),
otak kecil (cereblum) dan otak. Otak besar merupakan pusat
pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Otak besar ini dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri. Tiap belahan
tersebut terbagi menjadi 4 lobus yaitu frontal, parietal, okspital, dan
temporal. Sedangkan disenfalon adalah bagian dari otak besar yang
terdiri dari talamus, hipotalamus, dan epitalamus. Otak belakang/
kecil terbagi menjadi dua subdivisi yaitu metensefalon dan
mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons)
dan cereblum. Sedangkan mielensefalon akan menjadi medulla
oblongata .Otak tengah terdiri dari hipokampus, hipotalamus, dan
amigdala.

Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan


serebrospinalis. Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub
araknoid disekitar otak dan medula spinalis. Cairan ini juga
mengisi ventrikel otak. Cairan ini menyerupai plasma darah dan
cairan interstisial dan dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi
oleh sel-sel epindemal yang mengelilingi pembuluh darah serebral
dan melapisi kanal sentral medula spinalis. Fungsi cairan ini adalah
sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medula
spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrien dan zat
buangan antara darah dan otak serta medula spinalis.

b. Medulla spinalis ( sumsum tulang belakang )


Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga
tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas
tulang pinggang yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi
menjadi dua lapis yaitu lapisan luar berwarna putih (white area)
dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey area). Lapisan luar
mengandung serabut saraf dan lapisan dalam mengandung badan
saraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik,
saraf motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai
penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat
pengatur gerak refleks.
2. Sistem Saraf Tepi

Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis
yang merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh.
Berdasarkan fungsinya SST terbagi menjadi 2 bagian yaitu:

a. Sistem saraf somatik.


Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31
pasang saraf spinal.
1. Saraf kranial
Saraf kranial memilik 12 pasang yang muncul dari berbagai
bagian batang otak. Beberapa dari saraf tersebut hanya
tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagian besar tersusun
dari serabut sensorik dan motorik.
2. Saraf spinal
Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui
radiks dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal
adalah saraf gabungan motorik dan sensorik, membawa
informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan
melalui eferen.
b. Sistem saraf otonom
Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang
tidak disadari. Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem
saraf otonom adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem ini terdiri
atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Fungsi
dari kedua sistem saraf ini adalah saling berbalikan.
Sistem saraf pada manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel saraf
yang berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan impuls dari panca indera
menuju otak yang selanjutnya oleh otak akan dikirim ke otot. Dan sel gilia
yang berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada neuron.

1. Sel saraf neuron


Sel saraf neuron ini bertanggung jawab untuk proses transfer informasi
pada sistem saraf. Sel saraf berfungsi untuk menghantarkan impuls. Setiap
satu neuron terdiri dari tiga bagian utama yaitu badan sel (soma), dendrit
dan akson.
 Badan sel (soma)
Soma berfungsi untuk mengendalikan metabolisme keseluruhan
dari neuron. Badan sel (soma) mengandung organel yang
bertanggung jawab untuk memproduksi energi dan biosintesis
molekul organik, seperti enzim-enzim. Pada badan sel terdapat
nukleus, daerah disekeliling nukleus disebut perikarion. Badan sel
biasanya memiliki beberapa cabang dendrit.
 Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang serta
merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk
menerima dan menghantarkan rangsangan ke badan sel.
 Akson
Akson adalah tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan
informasi keluar dari badan sel. Di dalam akson terdapat benang-
benang halus disebut neurofibril dan dibungkus oleh beberpa lapis
selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi
untuk mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut
dibungkus oleh sel-sel Schwann yang akan membentuk suatu
jaringan yang dapat menyediakan makanan dan membantu
pembentukan neurit. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh
lapisan mielin yang disebut nodus ranvier.
Badan sel dihubungkan dengan sel yang lain melalui akson yang
ujung satu dengan yang lain membentuk sinaps.
2. Sel penyokong atau Neuroglia (Sel Glial)
Sel glial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi sebagai
jaringan ikat, selain itu juga berfungsi mengisolasi neuron, menyediakan
kerangka yang mendukung jaringan, membantu memelihara lingkungan
interseluler, dan bertindak sebagai fagosit.
Macam-macam Sel Glia :
 Astrosit/ Astroglia: berfungsi sebagai “sel pemberi makan” bagi sel
saraf
 Oligodendrosit/ Oligodendrolia: sel glia yang bertanggung jawab
menghasilkan mielin dalam susunan saraf pusat.
 Mikroglia: sel glia yang mempunyai sifat fagosit dalam
menghilangkan sel-sel otak yang mati, bakteri dan lain-lain. Sel
jenis ini ditemukan diseluruh SSP dan dianggap penting dalam
proses melawan infeksi.
 Sel ependimal: sel glia yang berperan dalam produksi cairan
cerebrospinal.

2.3 Cara Menjaga Sistem Saraf

Menjaga kesehatan sistem saraf juga dapat memilih untuk


mempraktekkan perilaku yang aman untuk melindungi sistem saraf dari
cedera. Untuk menjaga sistem saraf agar tetap aman, dapat dilakukan cara-
cara berikut:

 Kenakan kacamata keselamatan atau kacamata hitam untuk melindungi


mata dari cedera.
 Pakai pelindung pendengaran, untuk melindungi telinga dari suara keras.
 Memakai helm pengaman untuk kegiatan seperti bersepeda dan skating
 Kenakan sabuk pengaman setiap kali naik kendaraan bermotor.
 Menghindari risiko yang tidak perlu, seperti melakukan aksi berbahaya
pada sepeda.

Ada banyak pilihan untuk menjaga sistem saraf sehat. Salah satu
pilihan yang jelas adalah untuk menghindari penggunaan alkohol atau obat-
obatan lainnya. Tidak hanya akan menghindari cedera yang dibuat oleh obat
itu, tetapi juga akan cenderung dapat terlibat dalam perilaku berisiko lainnya
yang dapat membahayakan sistem saraf anda.

Cara lain untuk menjaga sistem saraf yang sehat adalah makan
berbagai makanan sehat seperti : Mineral natrium, kalsium, dan kalium, dan
vitamin B 1 dan B 12 yang penting bagi sistem saraf yang sehat. Beberapa
makanan yang merupakan sumber yang baik untuk mineral ini dan vitamin
termasuk susu, biji-bijian, beef steak, dan kacang merah. Otak juga perlu
lemak sehat seperti yang ada di kacang-kacangan dan ikan. Ingat bahwa
lemak melindungi akson neuron. Lemak ini membantu membangun
hubungan baru antara saraf dan sel-sel otak. Lemak ini dapat meningkatkan
memori dan meningkatkan belajar dan kecerdasan. Air juga penting bagi
sistem saraf, sehingga minum banyak air dan cairan lainnya. Ini membantu
mencegah dehidrasi, yang dapat menyebabkan kebingungan dan masalah
memori. Dan mendapatkan banyak istirahat.

Selain itu, pastikan untuk latihan sistem saraf setiap hari. Tindakan
sederhana menulis mengharuskan menggunakan semua komponen utama
motorik dan jalur sensorik. Ini termasuk sejumlah reseptor yang berbeda
sensorik, saraf perifer, koneksi sinaptik dalam sumsum tulang belakang,
saluran utama dalam sumsum tulang belakang, dan jaringan saraf di seluruh
otak. Semua komponen ini harus dimanfaatkan dengan tepat dan koordinasi
untuk menghasilkan kata-kata tertulis rapi.
2.4 Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan
peningkatan tekanan darah sistolok di atas batas normal yaitu lebuh dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (WHO,2013). Pada
populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
pada dinding arteri. Hipertensi adalah salah satu penyakit yang terjadi dengan
memiliki faktor resiko yang tinggi karena sering terjadi pada usia lanjut/ usia
senja.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa tekanan darah adalah suatu kondisi tanpa
adanya gejala dimana tekanan darah yang tidak normal atau abnormal dapat
menyebabkan penyakit stroke, gagal jantung, serangan jantung, gagal ginjal,
dan aneurisma .ketika peningkatan tekanan darah sistolik ( angka tinggi
diperoleh saat jantung berkontraksi ) diatas batas normal yaitu lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik ( angka tinggi yang di peroleh saat
jantung berelaksasi ) lebih dari 90 mmHg.

2.5 Etiologi Hipertensi


1. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan
dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi
essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan
terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor,
resistensi insulin dan lain-lain, sedangkan yang termasuk faktor
lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas
dan lain-lain (Nafrialdi, 2009).
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan
gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan
hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang
berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa
kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70
% untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2008).
2. Hipertensi Sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit
ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang
paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah (Oparil, 2003).
Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan
dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes dan
kelainan sistem saraf pusat (Sunardi, 2000).

2.6 Patofisiologi Hipertensi


Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut
saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah (Brunner, 2002).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi


respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norpinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2005). Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresikan kortisol
dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh
darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal
dapat menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukkan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner,
2002).

Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer


bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi pada lanjut
usia. Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang
menyebabkan penurunan distensi dan daya regang pembuluh darah. Akibat
hal tersebut, aorta dan arteri besar mengalami penurunan kemampuan dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Corwin, 2005).

2.7 Faktor-faktor Resiko


1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah yang antara lain usia, jenis kelamin
dan genetik.
a. Usia
Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur,
risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi
di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian
sekitar di atas usia 65 tahun (Depkes, 2006b). Pada usia lanjut, hipertensi
terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan sistolik. Sedangkan
menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang
lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya
hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh
perubahaan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi
lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai
akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah sistolik. Penelitian yang
dilakukan di 6 kota besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta,
Denpasar dan Makassar terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan
prevalensi hipertensi terbesar 52,5 % (Depkes, 2006b).
Dalam penelitian Anggraini (2009) diketahui tidak terdapat hubungan
bermakna antara usia dengan penderita hipertensi (Anggraini, 2009).
Namun penelitian Aisyiyah (2009) diketahui bahwa adanya hubungan nyata
positif antara usia dan hipertensi. Dalam penelitian Irza (2009) menyatakan
bahwa risiko hipertensi 17 kali lebih tinggi pada subyek > 40 tahun
dibandingkan dengan yang berusia ≤ 40 tahun (Irza, 2009).
b. Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih
banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar
2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya
hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan
dengan wanita (Depkes, 2006b). Namun, setelah memasuki manopause,
prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun,
terjadinya hipertensi pada wanita lebih meningkat dibandingkan dengan pria
yang diakibatkan faktor hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi yang
lebih tinggi terdapat pada wanita (Depkes, 2006b).
Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menyebutkan bahwa prevalensi
penderita hipertensi di Indonesia lebih besar pada perempuan (8,6%)
dibandingkan laki-laki (5,8%). Sedangkan menurut Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006), sampai umur 55 tahun, laki-laki
lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55
sampai 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang
menderita hipertensi (Depkes, 2008a).
c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)
juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi
primer (essensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor-
faktor lingkungan, yang kemudian menyebabkan seorang menderita
hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan
garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya
menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan
bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30%
akan turun ke anak-anaknya (Depkes, 2006b).

2. Faktor risiko yang dapat diubah


Faktor risiko penyakit jantung koroner yang diakibatkan perilaku tidak
sehat dari penderita hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, kurang
aktifitas gerak, berat badan berlebihan/kegemukan, komsumsi alkohol,
hiperlipidemia atau hiperkolestrolemia, stress dan komsumsi garam berlebih
sangat berhubungan erat dengan hipertensi (Depkes, 2006b).

a. Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan
antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan
erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah
dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT berkorelasi
langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.
Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33%
memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006b). IMT
merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur
tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa
(Zufry, 2010). Menurut Supariasa, penggunaan IMT hanya berlaku
untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun (Supriasa, 2001).
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
seorang yang badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan
sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes,
2006b). Hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal dapat juga
disebabkan oleh sistem simpatis dan sistem renin angiotensin
(Suhardjono, 2006). Aktivitas dari saraf simpatis adalah mengatur
fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung,
menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan
garam (Syaifudin, 2006).

b. Psikososial dan stress


Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi
antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang
untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan
sumber daya (biologis, psikologis dan sosial) yang ada pada diri
seseorang (Depkes, 2006b). Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan,
murung, rasa marah, dendam, rasa takut dan rasa bersalah) dapat
merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh
akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan
organis atau perubahaan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa
hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian
hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi
dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stress atau rasa tidak
puas orang kulit hitam pada nasib mereka (Depkes, 2006b).
c. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses
artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi,
dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya
artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke
otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi
semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri
(Depkes, 2006b).

d. Olahraga
Olahraga dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner melalui
mekanisme penurunan denyut jantung, tekanan darah, penurunan tonus
simpatis, meningkatkan diameter arteri koroner, sistem kolateralisasi
pembuluh darah, meningkatkan HDL (High Density Lipoprotein) dan
menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) darah. Melalui kegiatan
olahraga, jantung dapat bekerja secara lebih efisien. Frekuensi denyut
nadi berkurang, namun kekuatan jantung semakin kuat, penurunan
kebutuhan oksigen jantung pada intensitas tertentu, penurunan lemak
badan dan berat badan serta menurunkan tekanan darah (Cahyono,
2008).

e. Konsumsi alkohol berlebih


Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum
jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan
volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam
menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan
langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol dilaporkan
menimbulkan efek terhadap tekanan darah baru terlihat apabila
mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya
(Depkes, 2006b).
Di negara barat seperti Amerika, komsumsi alkohol yang berlebihan
berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di
Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan
pria separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini
menyebabkan hipertensi sekunder di usia ini (Depkes, 2006b).

f. Komsumsi garam berlebihan


Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan tekanan darah
dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau kurang, ditemukan
tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan
garam sekitar 7-8 gram tekanan rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2006b).
Almatsier (2001) dan (2006), natrium adalah kation utama dalam cairan
ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah diatur
oleh ginjal. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl,
selain itu garam lainnya bisa dalam bentuk soda kue (NaHCO3), baking
powder, natrium benzoate dan vetsin (monosodium glutamate).
Kelebihan natrium akan menyebabkan keracunan yang dalam keadaan
akut menyebabkan edema dan hipertensi. WHO menganjurkan bahwa
komsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih 6 gram/hari setara 110
mmol natrium (Almatsier, 2001, 2006).

g. Hiperlipidemia/Hiperkolestrolemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan
peningkatan kadar kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL atau
penurunan kadar kolestrol HDL dalam darah. Kolestrol merupakan
faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan
peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah
meningkat. Penelitian Zakiyah (2006) didapatkan hubungan antara
kadar kolestrol darah dengan tekanan darah sistolik dan diastolik
(Zakiyah, 2006). Penelitian Sugihartono (2007) diketahui sering
mengkomsumsi lemak jenuh mempunyai risiko untuk terserang
hipertensi sebesar 7,72 kali dibandingkan orang yang tidak
mengkomsumsi lemak jenuh (Sugihartono, 2007).

2.8 Tanda dan Gejala Hipertensi


Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat
dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus). Menurut Price,
gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit
tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas,
berkeringat dan pusing (Price, 2005).
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu
sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak
nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan
sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang
pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal
dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan
pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan
kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).
Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang
kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah
intrakranial (Corwin, 2005).

2.9 Tensimeter
Tensimeter dikenalkan pertama kali oleh dr. Nikolai Korotkov, seorang ahli
bedah Rusia, lebih dari 100 tahun yang lalu. Tensimeter adalah alat
pengukuran tekanan darah sering juga disebut sphygmomanometer. Sejak itu,
sphygmomanometer air raksa telah digunakan sebagai standar emas
pengukuran tekanan darah oleh para dokter. Tensimeter atau
sphygmomanometer pada awalnya menggunakan raksa sebagai pengisi alat
ukur ini. Sekarang, kesadaran akan masalah konservasi lingkungan meningkat
dan penggunaan dari air raksa telah menjadi perhatian seluruh dunia.
Bagaimanapun, sphygmomanometer air raksa masih digunakan sehari-hari
bahkan di banyak negara modern. Para dokter tidak meragukan untuk
menempatkan kepercayaan mereka kepada tensimeter air raksa ini.( Smeltzer,
Suzanne C, dan Brenda G.Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddarth Edisi 8 Vol 2 ).
Sphygmomanometer terdiri dari sebuah pompa, sumbat udara yang dapat
diputar, kantong karet yang terbungkus kain, dan pembaca tekanan, yang bisa
berupa jarum mirip jarum stopwatch atau air raksa. Berikut merupakan
gambar tensimeter konvensional air raksa.

Gambar 2.1 Tensimeter Air Raksa


Sumber : http://wikipedia.pengetahuan_umum_tensimeter//.html\
2.9.1 Macam-macam Tensimeter
Pada umumnya tensimeter terbagi menjadi 2 yaitu tensimeter manual
dan tensimeter digital. Tensimeter manual terbagi lagi menjadi 2 yaitu
tensimeter air raksa dan tensimeter non air raksa atau aneroid. Berikut
penjelasan dari tensimeter air raksa, tensimeter aneroid, dan tensimeter
digital.

1. Tensimeter Air Raksi merupakan tensimeter konvensional yang


sebenarnya sudah jarang dipakai di luar negeri, karena tensimeter ini
masih menggunakan air raksa yang berbahaya jika sampai alat pecah
dan air raksa terkena kulit atau saluran pernafasan. Tensimeter jenis ini
memerlukan stetoskop untuk mendengar muncul bunyi suara tekanan
sistolik dan diastolik pada jantung.
2. Tensimeter Non Air Raksa atau Aneroid merupakan tensimeter
konvensional yang lebih aman dari tensimeter air raksa karena tidak
menggunakan air raksa melainkan menggunakan putaran berangka
sebagai pengganti air raksa. Tensimeter aneroid juga masih
menggunakan stetoskop dalam penggunaannya.
3. Tensimeter Digital merupakan tensimeter yang lebih modern dan
akurat, langsung menunjukan hasil dalam bentuk angka. Tensimeter
digital tidak membutuhkan stetoskop untuk mendengarkan suara
sebagai pertanda tekanan sistolik dan diastolik, maka tensimeter digital
menggunakan sensor sebagai alat pendeteksinya sehingga baik
digunakan untuk setiap orang tanpa terkecuali mereka yang memiliki
gangguan pendengaran.

2.9.2 Kelebihan dan Kekurangan Tensimeter


1. Tensimeter Air Raksa
Kelebihan : Merupakan standar pemeriksaan tekanan darah, hasil yang
dapat akurat, alat tahan lama.
Kelemahan: Memerlukan bantuan tenaga ahli dalam pengukuran, dapat
terkontaminasi logat berat, jika air raksanya bocor atau pecah,
membutuhkan alat tambahan ketika melakukan pengukuran yaitu
stetoskop, biaya lebih mahal.
2. Tensimeter Aneroid
Kelebihan : Lebih praktis dari tensimeter air raksa, mudah dibawa,
hasil pengukuran cukup akurat, tidak terkontaminasi logam berat.
Kelemahan: Memerlukan bantuan tenaga ahli dalam pengukuran,
membutuhkan alat tambahan ketika melakukan pengukuran yaitu
stetoskop, biaya mahal.
3. Tensimeter Digital
Kelebihan : Tensimeter yang paling praktis dalam penggunaannya,
mudah dibawa-bawa, tidak terkontaminasi logam berat, tidak
memerlukan bantuan tenaga ahli saat melakukan pengukuran, harga lebih
murah karena tidak memerlukan alat tambahan saat pengukuran.

Kelemahan: Hasil tekanan darah tidak selalu akurat karena


dipengaruhi beberapa faktor yaitu cara menggunakan alat, pergerakan
saat melakukan pemeriksaan, dan kekuatan baterai yang digunakan.

2.10 Hubungan Antara Hipertensi dan Sistem saraf


Hipertensi memiliki hubungan terhadap sistem saraf seperti adanya
beberapa komplikasi berikut :
1. Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah. Stroke dengan defisit neurologik
yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak.
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang
mengalami oklusi (Hacke, 2003).
Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah
ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya anurisma (Corwin, 2005).
2. Infark miokardium
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik
tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menyumbat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Akibat
hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung
yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi dapat menimbulkan
perubahaan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga
terjadi distritmia, hipoksia jantung dan peningkatan risiko pembentukan
bekuan (Corwin, 2005).
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya pada bagian
yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal
ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan air atau sistem renin
angiotensin aldosteron (RAA) (Chung, 1995).
Menurut Arief mansjoer (2001) hipertensi berisiko 4 kali lebih besar terhadap
kejadian gagal ginjal bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami
hipertensi (Mansjoer, 2001).
4. Ensefalopati (kerusakan otak)
Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong ke
dalam ruang intersitium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron
disekitarnya kolaps yang dapat menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak
jarang juga koma serta kematian mendadak. Keterikatan antara kerusakan
otak dengan hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4 kali terhadap kerusakan
otak dibandingkan dengan orang yang tidak menderita hipertensi (Corwin,
2005).

2.11 Pencegahan Hipertensi


Pencegahan untuk hipertensi bisa dilakukan dalam beberapa cara, yaitu:
1. Olah Raga
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan
sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot
membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan
jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan
zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-
sisa dari tubuh (Supariasa, 2001).
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan
melakukan olahraga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan
darah tanpa perlu sampai berat badan turun (Depkes, 2006b).

2. Kurangi Konsumsi Garam Berlebihan


Almatsier (2001) dan (2006), natrium adalah kation utama dalam cairan
ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah diatur oleh
ginjal. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl, selain itu
garam lainnya bisa dalam bentuk soda kue (NaHCO3), baking powder,
natrium benzoate dan vetsin (monosodium glutamate). Kelebihan
natrium akan menyebabkan keracunan yang dalam keadaan akut
menyebabkan edema dan hipertensi. WHO menganjurkan bahwa
komsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih 6 gram/hari setara 110
mmol natrium (Almatsier, 2001, 2006).

3. Kurangi Konsumsi Minuman Beralkohol


Komsumsi alkohol seharusnya kurang dari dua kali per hari pada laki-
laki untuk pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan dan
orang yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak lebih
satu kali minum per hari (Krummel, 2004).
BAB III

PENUTUP

1.1 Simpulan
Sistem saraf adalah susunan saraf yang menjadi koordinator untuk segala
aktivitas yang dilakukan tubuh manusia. Sistem saraf sangat penting untuk
dijaga, selain untuk menstabilkan keseimbangan kerja tubuh manusia, juga
agar dapat terhindar dari berbagai macam gangguan saraf yang mungkin
dapat menyebabkan kematian.

Hipertensi adalah suatu kondisi dimana tekanan darah sistolik dan


diastolik saat diukur lebih dari batas normal. Hipertensi memang berbicara
tentang tekanan darah, tetapi juga dapat berhubungan dengan sistem saraf.
Hubungannya dengan sistem saraf yaitu, hipertensi dapat menyebabkan
stroke, jantung, dan juga penyakit lupa pada lansia.

1.2 Saran
Sistem saraf adalah bagian penting dalam berlangsungnya aktivitas
manusia. Jika salah satu bagian dari sistem saraf itu terganggu, maka dapat
terjadi kelainan atau ketidakseimbangan pada sistem saraf sehingga dapat
mengganggu aktivitas manusia.

Oleh karena itu, sistem saraf penting untuk dijaga agar tetap seimbang dan
dapat mencegah timbulnya gangguan pada sistem saraf yang bisa
mengakibatkan kelainan atau penyakit yang berbahaya bagi manusia.
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/Asus/Documents/hipertensi%20bab%202.pdf

file:///C:/Users/Asus/Documents/null.pdf

file:///C:/Users/Asus/Documents/tensimeter.pdf

Anda mungkin juga menyukai