s
Di Susun Oleh :
Nama : Ni Komang sari
Nim : (201801268)
Kelas : d nonreguler
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman judul ..................................................................................................i
Daftar isi...........................................................................................................ii
Kata Pengantar..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar belakang..............................................................................................1
B.Tujuan ..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................4
2.1 Anatomi sistem saraf ................................................................................6
A. Defenisi sistem saraf.............................................................................6
B. Susunan saraf pusat .............................................................................6
C. Sel sel saraf pusat .................................................................................9
D. Regenerasi neuron ................................................................................13
2.2. pengkajian sistem saraf..............................................................................15
A. Anamnese ..............................................................................................15
B. Pemeriksaan fisik ...................................................................................16
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Banyak penyakit sistemik memiliki manifestasi neurologik. Oleh
karena itu, biasanya pengetahuan tentang sistim persyarafan sangat
dibutuhkan dalam melakukan pengkajian. Individu dengan permasalah
sistim neurology membutuhkan pengkajian yang akurat oleh tenaga
terlatih baik itu perawat maupun dokter. Pengkajian sistim persyarafan
dapat dilakukan secara umum ataupun secara khusus baik oleh perawat
maupun dokter dan data dikumpulkan dapat dilakukan secara independent
ataupun kolaborasi untuk membantu memberikan pelayanan yang terbaik
bagi pasien. Pengetahuan dasar tentang anatomi fisiologi sistim
persyarafan adalah persyaratan mutlak yang harus dimiliki dan dipahami
sebelum menangani seorang pasien. Dua systim yaitu sistim syaraf dan
endokrine mempunyai fungsi yang bersamaan dalam mengatur respon
tubuh terhadap perubahan lingkungan. Kedua sistim mempunyai cara kerja
/ mechanisme kerja yang sangat berbeda namun mempunyai satu tujuan
utama yaitu menjaga tubuh tetap dalam keadaan normal. Sistim endocrine
bekerja dengan mengeluarkan hormone kedalam sirkulasi dan bekerja
pada reseptor khusus (organ target) yang selanjutnya mengatur
keseluruhan kerja dari sistim tubuh. Sistim saraf mengatur kerja sistim
tubuh melalui impuls –impuls sarafnya. Bila dibandingkan dengan sistim
endocrine, kerja sistim saraf jauh lebih cepat. Homeostasis merupakan
suatu keadaan seimbang dan terkontrol pada lingkungan internal tubuh
yang merupakan dasar dari kehidupan. Keadaan homeostasis ini penting
untuk menjaga keberhasilan kerja dari sel – sel tubuh. Terciptanya keadaan
ini merupakan fungsi yang terintegrasi dari sistim tubuh secara
keseluruhan.
B. Tujuan penulisan
4
1) Tujuan Umum
Setelah mempelajari pemeriksaan fisik pada manusia,
Mahasiswa diharapkan mampu memahami pemeriksaan fisik Sistem
persarafan pada manusia.
2) Tujuan Khusus
1. Untuk Mengrtahui defenisi sistem saraf
2. Untuk Mengetahui susunuan saraf pusat
3. Untuk Mengetahui sel sel pada sistem saraf pusat
4. Untuk Mengetahui regenerasi neuron
5. Untuk Mengetahui pengkajian sistem persarafan
6. Untuk mengetahui pemeriksaaf sistem persarafan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
transmisi elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang
menunjang secara mekanik dan metabolik (Bahrudin, 2013).
a) Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai
pusat pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam
rongga tengkorak. Bagian utama otak adalah otak besar
(cerebrum), otak kecil (cereblum) dan otak tengah Otak besar
merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Otak
besar ini dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri.
Tiap belahan tersebut terbagi menjadi 4 lobus yaitu frontal,
parietal, okspital, dan temporal. Sedangkan disenfalon adalah
bagian dari otak besar yang terdiri dari talamus, hipotalamus, dan
epitalamus (Khafinuddin, 2012).
Otak belakang/ kecil terbagi menjadi dua subdivisi yaitu
metensefalon dan mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi
batang otak (pons) dan cereblum. Sedangkan mielensefalon akan
menjadi medulla oblongata. Otak tengah/ sistem limbic terdiri dari
hipokampus, hipotalamus, dan amigdala (Khafinuddin, 2012).
Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan
serebrospinalis. Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub
araknoid disekitar otak dan medula spinalis. Cairan ini juga
mengisi ventrikel otak. Cairan ini menyerupai plasma darah dan
cairan interstisial dan dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi
oleh sel-sel epindemal yang mengelilingi pembuluh darah serebral
dan melapisi kanal sentral medula spinalis. Fungsi cairan ini adalah
sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medula
spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrien dan zat
buangan antara darah dan otak serta medula spinalis (Nugroho,
2013).
b) Medula Spinalis (Sumsum tulang belakang)
7
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam
rongga tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai
ruas-ruas tulang pinggang yang kedua. Sumsum tulang belakang
terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan luar berwarna putih (white
area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey area) (Chamidah,
2013).
Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam
mengandung badan saraf. Di dalam sumsum tulang belakang
terdapat saraf sensorik, saraf motorik dan saraf penghubung.
Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari otak dan ke otak
serta sebagai pusat pengatur gerak refleks (Khafinuddin, 2012).
2. Sistem Saraf Tepi
Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis
yang merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh . SST
tersusun dari semua saraf yang membawa pesan dari dan ke SSP
(Bahrudin, 2013). Berdasarkan fungsinya SST terbagi menjadi 2
bagian yaitu:
a. Sistem Saraf Somatik (SSS)
Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31
pasang saraf spinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh
kesadaran.
a. Saraf kranial
12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang
otak. Beberapa dari saraf tersebut hanya tersusun dari serabut
sensorik, tetapi sebagian besar tersusun dari serabut sensorik dan
motorik.
b. Saraf spinal
Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks
dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf
gabungan motorik dan sensorik, membawa informasi ke korda
melalui neuron aferen dan meninggalkan melalui eferen. Saraf
8
spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna
vertebra tempat munculnya saraf tersebut.
Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari. Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf
otonom adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas
sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Fungsi dari
kedua sistem saraf ini adalah saling berbalikan
SST berdasarkan divisinya juga dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1) .Divisi sensori (afferent) yaitu susunan saraf tepi dimulai dari
receptor pada kulit atau otot (effector) ke dalam pleksus,
radiks, dan seterusnya kesusunan saraf pusat. Jadi besifat
ascendens.
2) Divisi motorik (efferent) yang menghubungkan impuls dari
SSP ke effector (Muscle and Glands) yang bersifat desendens
untuk menjawab impuls yang diterima dari reseptor di kulit
dan otot dari lingkungan sekitar (Bahrudin, 2013)
C. sel-sel pada Sistem Saraf
Sistem saraf pada manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel saraf dan
sel glial. Sel saraf berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan impuls
dari panca indera menuju otak yang selanjutnya oleh otak akan dikirim
ke otot. Sedangkan sel glial berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada
neuron (Feriyawati, 2006).
9
(Feriyawati, 2006). adan sel (soma) memiliki satu atau beberapa
tonjolan (Feriyawati, 2006).
10
Pada masing-masing sinap terjadi komunikasi neuron dengan sel yang
lain (Bahrudin, 2013).
Sel glial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi
sebagai jaringan ikat (Nugroho, 2013), selain itu juga berfungsi
mengisolasi neuron, menyediakan kerangka yang mendukung
jaringan, membantu memelihara lingkungan interseluler, dan
bertindak sebagai fagosit. Jaringan pada tubuh mengandung kira-kira
1 milyar neuroglia, atau sel glia, yang secara kasar dapat diperkirakan
5 kali dari jumlah neuron .Sel glia lebih kecil dari neuron dan
keduanya mempertahankan kemapuan untuk membelah, kemampuan
tersebut hilang pada banyak neuron. Secara bersama-sama, neuroglia
bertanggung jawab secara kasar pada setengah dari volume sistem
saraf. Terdapat perbedaan organisasi yang penting antara jaringan
sistem saraf pusat dan sitem saraf tepi, terutama disebabkan oleh
perbedaaan pada
11
tepi. Mielin menghalangi ion natrium dan kalium melintasi
membran neuronal dengan hampir sempurna. Serabut saraf ada
yang bermielin ada yang tidak. Transmisi impuls saraf
disepanjang serabut bermielin lebih cepat daripada serabut yang
tak bermielin, karena impuls berjalan dengan cara meloncat dari
nodus ke nodus yang lain disepanjang selubung mielin
(Feriyawati, 2006).
Peran dari mielin ini sangatlah penting, oleh sebab itu pada
beberapa orang yang selubung mielinnya mengalami
peradangan ataupun kerusakan seperti pada pasien GBS maka
akan kehilangan kemampuan untuk mengontrol otot-ototnya
sehingga terjadi kelumpuhan pada otot-otot tersebut. Perbedaan
struktur dari selubung mielin normal dengan selubung mielin
pada pasien GBS
3) Mikroglia: sel glia yang mempunyai sifat fagosit dalam
menghilangkan sel-sel otak yang mati, bakteri dan lain-lain. Sel
jenis ini ditemukan diseluruh SSP dan dianggap penting dalam
proses melawan infeksi.
4) Sel ependimal: sel glia yang berperan dalam produksi cairan
cerebrospinal
Neuron pada sistem saraf tepi biasanya berkumpul jadi satu dan
disebut ganglia (tunggal: ganglion). Akson juga bergabung menjadi
satu dan membentuk sistem saraf tepi. Seluruh neuron dan akson
disekat atau diselubungi oleh sel glia. Sel glia yang berperan terdiri
dari sel satelit dan sel Schwann
12
1) Sel SatelitBadan neuron pada ganglia perifer diselubungi oleh
sel satelit. Sel satelit berfungsi untuk regulasi nutrisi dan produk
buangan antara neuron body dan cairan ektraseluler. Sel tersebut
juga berfungsi untuk mengisolasi neuron dari rangsangan lain
yang tidak disajikan di sinap.
2) Sel SchwannSetiap akson pada saraf tepi, baik yang terbungkus
dengan mielin maupun tidak, diselubungi oleh sel Schwann atau
neorolemmosit. Plasmalemma dari akson disebut axolemma;
pembungkus sitoplasma superfisial yang dihasilkan oleh sel
Schwann disebut neurilemma (Bahrudin, 2013)
13
kendali kesadaran atas kegiatan SSO.Interneuron terletak diantara
neuron sensori dan motorik. Interneuron terletak sepenuhnya
didalam otak dan sumsum tulang belakang. Mereka lebih banyak
daripada semua gabungan neuron lain, baik dalam jumlah dan
jenis. Interneuron bertanggung jawab untuk menganalisis input
sensoris dan koordinasi motorik output. Interneuron dapat
diklasifikasikan sebagai rangsang atau penghambat berdasarkan
efek pada membran post sinaps neuron (Bahrudin, 2013)
D. Regenerasi Neuron
Sel saraf sulit sekali untuk melakukan regenarasi setelah mengalami
kerusakan. Dalam sel body (inti sel/ sel tubuh), bagian kromatofilik
menghilang dan nukleus keluar dari pusat sel. Jika neuron berfungsi
normal kembali, sel tersebut pelan-pelan akan kembali pada keadaan
normal. Jika suplai oksigen atau nutrisi dihambat, seperti yang selalu
terjadi pada stroke atau trauma mekanik mengenai neuron, seperti yang
selalu pada kerusakan medula spinalis atau perifer, neuron tidak akan
mengalami perbaikan kecuali sirkulasi baik atau tekanan turun dalam
waktu beberapa menit atau jam. Jika keadaan stress ini terjadi terus
menerus, neuron yang mengalami kerusakan akan benar-benar
mengalami kerusakan permanen (Bahrudin, 2013).
Pada SST, sel Schwann berperan dalam memperbaiki neuron yang
rusak. Proses ini dinamakan degenaration wallerian, bagian distal akson
yang semakin memburuk dan migrasi makrofag pada sel tersebut untuk
proses fagositosis sel mati tersebut. Sel Schwann di area yang putus
membentuk jaringan padat memanjang yang menyambung pada bagian
akson yang sebenarnya. Selain itu, sel Schwann juga mengelurkan
growth factor untuk merangsang pertumbuhan kembali akson. Jika akson
telah putus, akson yang baru akan mulai muncul dari bagian proksimal
bagian yang putus dalam beberapa jam. Pada sebagian kerusakan yang
biasa pada proksimal akson yang rusak akan mati dan menyusut
14
beberapa sentimeter sehingga tunas muncul lambat sekitar beberapa
minggu. Ketika neuron terus mengalami perbaikan, akson tersebut akan
tumbuh kesisi yang mengalami kerusakan dan sel Schwann membungkus
disekitarnya (Bahrudin, 2013).
Jika akson terus tumbuh di daerah perifer sepanjang saluran sel
Schwann, ini akan secepatnya mengembalikan hubungan antar sinapnya.
Jika tidak tumbuh lagi atau menyimpang, fungsi normalnya tidak akan
kembali. Akson yang tumbuh mencapai tujuannya, jika bagian distal dan
proksimal bagian yang rusak bertemu. Ketika sebuah saraf perifer
mengalami kerusakan seluruhnya, relatif hanya beberapa akson yang
akan sukses mengembalikan hubungan sinap yang normal, sehingga
fungsi saraf akan selamanya rusak.
Regenerasi yang terbatas disebabkan karena:
1) Banyak akson yang terdegenarasi
2) Astrosit menghasilkan jaringan parut sehingga mencegah
pertumbuhan akson di daerah yang rusak
3) Astrosit melepaskan bahan kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan kembali akson
15
2.2 PENGKAJIAN
A. Anamnese
1. Riwayat Kesehatan
a. Data Biografi :
Termasuk diantaranya adalah identitas klien, sumber informasi
(klien sendiri atau orang terdekat/significant other)
16
kesadaran, nyeri kepala, kejang-kejang, pusing, vertigo, gerakan
dan postur tubuh
d. Pengobatan
e. Riwayat keluarga
17
tingkat penampilan dan perubahan kepribadian. Perawat
memperoleh informasi tentang aktifitas klien sehari-hari. Juga
menanyakan adanya perubahan pola tidur, aktifitas olahraga, hobi
dan rekreasi, pekerjaan, stressor yang dialami dan perhatian
terhadap kebutuhan seksual.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat kesadaran
2) Lethargic : Kesadaran
3) Obtuned
18
Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar
dapat memberikan respon misalnya rangsangan sakit, respon
verbal dan kalimat membingungkan.
4) Stuporus
5) Koma
(GCS) Score :
(15-14) : Composmentis
(13-12) : Apatis
(11-10) : Delirium
(9-7) : Somnolen
(6-5) : Sopor
19
(4) : semi-coma
(3) : Coma
4 : Spontan
3 : Dengan perintah
2 : Dengan nyeri
1 : Tidak berespon
5 : Berorientasi
4 : Bicara membingungkan
6 : Dengan perintah
20
5 : Melokalisasi nyeri
1 : Tidak berespon
Fungsi penciuman
• Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca
dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
21
• Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, memandang hidung
pemeriksa yang memegang perlahan obyek tersebut,
informasikan agar klien melihat benda tersebut, ulangi mata
kedua.
22
• Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip
kontralateral. Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla
dan mandibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah
klien merasakan adanya sentuhan.
Fungsi sensoris :
23
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
24
• Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan
cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
a. Fungsi Motorik
Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat
berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif
dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan
otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan
ekstensi extremitas klien. Sementara penderita dalam keadaan
rileks, lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif
25
sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan. Normal,
terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
b. Fungsi Sensorik
26
menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena
pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
27
a. Reflek Fisiologis
2 = normal ( ++ )
1. Refleks patella
2. Refleks biceps
28
periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps
(diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks
hammer.Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit
meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila
hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada
lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
4. Refleks achilles
5. Refleks abdominal
29
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah
umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak
keatas dan kearah daerah yang digores.
6. Refleks Babinski
b. Reflek Patologis
1. Babinsky
2. Gordon
30
3. Schaefer
4. Sucking reflex
5. Snout reflex
6. Grasps reflex
7. Palmo-mental reflex
31
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian
thenar
1. Kaku kuduk
2. Tanda Brudzinski I
3. Tanda Brudzinski II
32
4. Tanda Kernig
5. Test Laseque
33
34
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
35
DAFTAR PUSTAKA
36
Debora, Oda. 2011. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Malang :
Salemba Medika
37