Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH PENYAKIT STROKE

KELOMPOK 3 :
1. Monika K. Maarebia ( 1814201005 )
2. Nadya Pillot ( 1814201026 )
3. Cintika F. Mamuko (1814201020 )
4. Ricky R. Ungkey (1814201012)

MATA KULIAH :
Keperawatan Medikal Bedah III

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA


FAKULTAS KEPERAWATAN
KELAS A1 SEMESTER V
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat
limpahan rahmat dan karunia dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “STROKE”
Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah memberi masukan untuk
kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan semoga apa yang ada di makalah ini dapat di terapkan dan di
gunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Manado, 23 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................
DAFTAR
ISI..........................................................................................................
BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK:
A. ANATOMI OTAK.......................................................................................
B. FISIOLOGI OTAK.......................................................................................
BAB II TEORI STROKE NON HEMORAGIK :
A. DEFINISI.....................................................................................................
B. EPIDEMOLOGI..........................................................................................
C. ETIOLOGI...................................................................................................
D. PATOFISILOGI..........................................................................................
E. MANIFESTASI KLINIS.............................................................................
F. KLASIFIKASI.............................................................................................
G. KOMPLIKASI.............................................................................................
H. PENANGANAN STROKE ........................................................................
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................................
J. PENATALAKSANAAN.............................................................................
K. PATHWAY................................................................................................
BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. STUDI
KASUS.............................................................................................
B. RENCANA KEPERAWATAN...................................................................
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
BAB I
ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK

A. ANATOMI OTAK

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100 - 200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita.
Otak terdiri dari sel - sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ yang
sangat mudah beradaptasi meskipun neuron - neuron di otak mati tidak
mengalami regenerasi kemampuan adaptif atau plastisitas. Pada otak dalam
situasi tertentu bagian - bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-
bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan
mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke.

B. FISIOLOGI OTAK
Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari
SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian
tubuh lainnya. Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan
komponen bagiannya adalah :

1. Cerebrum :
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah) dan girus. Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca
di hermisfer kiri), pusat penghidit dan emosi. Bagian ini mengandung
pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik
primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini
terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga
mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif.
b) Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke
bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual,
pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan perkembangan emosi.
c) Lobus Parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
post sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
d) Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain dan memori.
e) Lobus Limbik
Lobus limbik untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan
bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan autonom.
2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang
menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf
pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan
tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot - otot volunter secara optimal.
Bagian - bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan
lobus fluccolonodularis.

3. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur - struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian - bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata.
BAB II TEORI STROKE

A. DEFINISI
Penyakit stroke adalah sindrom klinis yang menurut WHO terdiri dari
tanda-tanda klinis yang berkembang dengan cepat dari gangguan fungsi
serebral yang bersifat fokal (bersifat global dalam kasus koma) dari fungsi
serebral yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian
tanpa penyebab lain selain penyebab vaskular. Stroke dibagi menjadi dua
jenis:
1. Stroke Iskemik
2. Stroke Hemorrhagik
Stroke Iskemik merupakan stroke yang disebabkan adanya sumbatan pada
pembuluh darah di otak atau di luar otak yang menyebabkan infark di bagian
otak. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh plak aterosklerosis atau emboli,
dan dapat diperparah dengan hipertensi, diabetes, dan berbagai faktor risiko
lainnya.
Stroke hemorrhagik merupakan stroke yang disebabkan oleh penekanan otak
akibat perdarahan. Pada stroke hemorrhagik, stroke disebabkan oleh
pecahnya aneurisma, atau adanya malformasi arterio-venosa.
Diagnosis stroke dapat dilakukan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium, pencitraan, dan menggunakan skor.

B. EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi stroke di dunia terdapat pada laporan WHO, sedangkan di
Indonesia, jumlah pasien dengan stroke ditemukan dalam Riset Kesehatan
Dasar oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Global :
Setiap tahun, 15 juta orang di dunia menderita stroke. Dari 15 juta orang
tersebut, 5 juta orang meninggal, dan 5 juta orang lainnya mengalami
kecacatan permanen. Stroke jarang ditemukan pada orang di bawah 40
tahun. 70% kasus stroke ditemukan di negara dengan penghasilan rendah
dan menengah, 87% kematian akibat stroke juga ditemukan pada negara-
negara tersebut. Sedangkan pada negara dengan penghasilan tinggi, insidensi
stroke telah berkurang sebanyak 42% dalam beberapa dekade terakhir.
Indonesia :
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 oleh Kementrian Kesehatan RI,
7% atau sebesar 1.236.825 orang menderita stroke. Jawa Barat merupakan
provinsi dengan angka kejadian stroke terbanyak di Indonesia, yaitu sebesar
238.001 orang, atau 7,4% dari jumlah penduduknya. Selain itu, penderita
ditemukan paling banyak pada kelompok umur 55-64 tahun. Laki-laki juga
lebih banyak mengidap stroke di Indonesia dibandingkan perempuan.
Menurut Sample Registration System (SRS) Indonesia 2014, Stroke
merupakan penyakit yang paling banyak diderita, yaitu sebesar 21,1%.

Mortalitas :
Berdasarkan WHO, stroke merupakan penyakit dengan angka kematian
tertinggi kedua di dunia, dan ketiga dalam menyebabkan kecacatan.
Berdasarkan laporan pola penyebab kematian di Indonesia dari analisis data
kematian 2010, penyebab kematian tertinggi adalah stroke, sebesar 17,7%.

C. ETIOLOGI
Stroke biasanya disebabkan oleh:
a. Trombosis Serebral.
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
iskemia serebri. Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk dalam 48
jam setelah terjadinya thrombosis. Beberapa keadaaan di bawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak :
- Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis aterosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut; lumen arteri menyempit
dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah, oklusi mendadak
pembuluh darah karena terjadi thrombosis, merupakan tempat
terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus) dan dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
- Hiperkoagulasi pada Polisitema. Darah bertambah kental,
peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan
aliran darah serebri.
- Arteritis (radang pada arteri) maupun Vaskulitis : arteritis
temporalis, poliarteritis nodosa.
- Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).
- Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel
sabit).
a. Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa
keadaan di bawah ini dapat menimbulkan emboli, yaitu:
- Katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik,
infark miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan
berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk
gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
mengeluarkan embolus-embolus kecil. Endokarditis oleh bakteri
dan nonbakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan
pada endokardium. Sumber di jantung fibrilasi atrium (tersering),
infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit katup
jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.
- Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis
komunis, arteri vertrebralis distal.
- Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
b. Hemoragik. Perdarahan intracranial dan intraserebri meliputi perdarahan di
dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan
ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh
darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang
dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak
yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan
sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab
otak yang paling umum terjadi:
- Aneurisma berry, biasanya defek congenital
- Aneurisma fusiformis dari arterosklerosis
- Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
- Malformasi asteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
- Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalam dan degenerasi pembuluh darah.
c. Hipoksia umum. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
umum adalah:
- Hipertensi yang parah
- Henti jantung paru
- Curah jantung turun akibat aritmia.
d. Hipoksia lokal. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
setempat adalah:
- Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
- Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
1. FAKTOR RESIKO STROKE
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau
potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well
documented) :
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
Insidensi stroke sebanding dengan meningkatnya usia di atas umur 55
th, insidensinya meningkat 2 kali lipat. Hal ini berkaitan dengan adanya
proses penuaan (degenerasi) yang terjadi secara alamiah dan pada
umumnya pada orang lanjut usia pembuluh darahnya lebih kaku karena
adanya plak (atheroscelorsis).
b. Jenis kelamin
Insidensi pada pria 19% lebih tinggi daripada wanita. Hal ini mungkin
terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Dan, rokok ternyata dapat
nerusak lapisan dari pembuluh darah tubuh.
c. Berat badan lahir rendah
Risiko stroke meningkat dua kali pada orang dgn berat badan yg rendah
(< 2500 g) ketika lahir
d. Ras/etnis
Dari beberapa penelitian dikemukakan bahwa ras kulit putih memiliki
peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan ras kulit hitam.
Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada
tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang
berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9%
sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang
berkulit hitam sebesar 58,7%.
e. Genetik / Hereditas
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan
riwayat stroke pada keluarga, memiliki resiko yang lebih besar untuk
terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya. Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke,
misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah.
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko stroke.

2. Modifiable risk factors


a. Well-documented and modifiable risk factors
Hipertensi
Hipertensi adalah faktor resiko yang paling penting untuk
stroke, terutama Stroke sumbatan.  Tidak ada bukti bahwa
wanita lebih tahan terhadap hipertensi daripada laki-laki.
Insiden stroke sebagian besar diakibatkan oleh hipertensi,
sehingga kejadian stroke dalam populasi dapat dihilangkan
jika hipertensi diterapi secara efektif. Peningkatan tekanan
darah yang ringan atau sedang (borderline) sering dikaitkan
dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan pada
peningkatan tekanan darah yang tinggi, stroke lebih sering
terjadi. Hipertensi menyebabkan aterosklerosis darah
serebral sehingga pembuluh darah mengalami penebalan dan
degenerasi yang kemudian pecah dan menimbulkan
perdarahan. Stroke yang terjadi paling banyak oleh karena
hipertensi adalah hemoragik.
Paparan asap rokok
Merokok merupakan faktor resiko tinggi terjadinya serangan
jantung dan kematian mendadak, baik akibat stroke
sumbatan maupun perdarahan. Pada meta analisis dari 32
studi terpisah, termasuk studi-studi lainnya, perokok
memegang peranan terjadi insiden stroke, untuk kedua jenis
kelamin dan semua golongan usia dan berhubungan dengan
peningkatan resiko 50% secara keseluruhan, bila
dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko terjadinya
stroke, dan infark otak pada khususnya, meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah rokok yang dikonsumsi, baik
pada laki-laki ataupun wanita. 
Diabetes
Diabetes meningkatkan kemungkinan aterosklerosis pada
arteri koronaria, femoralis dan serebral, sehingga
meningkatkan pula kemungkinan stroke sampai dua kali
lipat bila dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes.  Dari
arterosklerosis dapat menyebabkan emboli yang kemudian
menyumbat pembuluh darah sehingga mengakibatkan
iskemia. Iskemia menyebabkan perfusi otak menurun dan
akhirnya terjadi stroke. Pada DM, akan mengalami penyakit
vaskuler sehingga juga terjadi penurunan
makrovaskulerisasi. Makrovaskulerisasi menyebabkan
peningkatan suplai darah ke otak. Dengan adanya
peningkatan suplai tersebut, maka TIK meningkat, sehingga
terjadi edema otak dan menyebabkan iskemia. Pada DM
juga terjadi penurunan penggunaan insulin dan peningkatan
glukogenesis, sehingga terjadi hiperosmolar sehingga aliran
darah lambat, maka perfusi otak menurun sehingga stroke
bisa terjadi.
Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
Kelainan jantung  merupakan kelainan atau disfungsi organ
yang mempredisposisikan timbulnya stroke. Meskipun
hipertensi merupakan faktor resiko untuk semua jenis stroke,
namun pada tekanan darah berapapun, gangguan fungsi
jantung akan meningkatkan resiko stroke secara signifikan.
Peranan gangguan jantung terhadap kejadian stroke
meningkat seiring pertambahan usia .Selain itu, total serum
kolesterol  , LDL maupun trigliserida yang tinggi akan
meningkatkan resiko stroke iskemik ( terutama bila disertai
dengan hipertensi ), karena terjadinya aterosklerosis pada
arteri karotis.  
Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan yang ditandai oleh kelainan
baik peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam
plasma. Kolesterol LDL yang tinggi (normal : < 100 mg/dl),
kolesterol HDL (normal : 35-59 mg/dl) yang rendah, dan
rasio kolesterol LDL dan HDL yang tinggi dihubungkan
dengan peningkatan risiko terkena stroke. Hal ini akan
diperkuat bila ada faktor risiko stroke yang lain
(misalnya:hipertensi, merokok, obesitas). Berbagai
penelitian epidemiologi secara konsisten menghubungkan
peningkatan risiko stroke pada penyandang dislipidemia.
Peningkatan 1 mmol/ L (38,7 mg/dL) kadar kolesterol darah
total akan meningkatkan risiko stroke sebesar 25%. Di lain
sisi peningkatan 1 mmol/ L kadar kolesterol HDL (kolesterol
baik) akan menurunkan risiko stroke sebesar
Stenosis arteri karotis
Stenosis arteri karotis adalah penyempitan atau penyempitan
permukaan dalam (lumen) dari arteri karotis, biasanya
disebabkan oleh aterosklerosis.
Sickle cell disease
Bentuk eritrosit yang seperti bulan sabit dapat menyumbat
suplay darah ke otak
Terapi hormonal pasca menopause
Diet yang buruk
Inaktivitas fisik
Obesitas
Pasien obesitas/ kegemukan  memiliki tekanan darah, kadar
glukosa darah dan serum lipid yang lebih tinggi, bila
dibandingkan dengan pasien tidak gemuk. Hal ini
meningkatkan resiko terjadinya stroke, terutama pada
kelompok usia 35-64 tahun pada pria dan usia 65-94 tahun
pada wanita. Namun, pada kelompok yang lain pun, obesitas
mempengaruhi keadaan kesehatan, melalui peningkatan
tekanan darah, gangguan toleransi glukosa dan lain-lain. 
Pola obesitas  juga memegang peranan penting, dimana
obesitas sentral dan penimbunan lemak pada daerah
abdominal, sangat berkaitan dengan kelainan aterosklerosis.
Meskipun riwayat stroke dalam keluarga penting pada
peningkatan resiko stroke, namun pembuktian dengan studi
epidemiologi masih kurang. 

b. Less well-documented and modifiable risk factors


Sindroma metabolik
→ Penyalahgunaan alkohol
Pecandu alkohol berat memiliki resiko stroke dan kematian akibat
stroke yang lebih tinggi. Pada penelitian  di Yugoslavia terdapat
hubungan  antara konsumsi alkohol dengan insiden stroke perdarahan. 
Namun, tidak ada hubungan yang signifikan dengan stroke sumbatan. 
→ Penggunaan kontrasepsi oral
Resiko strok meningkat pada penggunaan kontrasepsi oral,
terutama pada wanita berumur lebih dari 35 tahun, dan yang memiliki
faktor resiko penyakit kardiovaskuler, seperti hipertensi dan merokok.
Resiko relatif stroke pada pemakai ataupun bekas pengguna kontrasepsi
oral meningkat 5 kali lipat, terutama pada kelompok perokok dan diatas
usia 35 tahun. 
→ Sleep-disordered breathing
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah suatu bentuk gangguan tidur
yaitu berhentinya nafas pada saat tidur lebih dari 10 detik karena
tertutupnya atau menyempitnya saluran pernafasan. Tertutupnya saluran
pernafasan itu sendiri terjadi karena turunnya lidah dan pengenduran
otot serta jaringan lunak saluran pernafasan. Penyempitan saluran
pernafasan akan menurunkan saturasi oksigen lebih dari tiga persen,
misalnya suplai oksigen ke otak dan juga melambatkan detak jantung.
→ Nyeri kepala migren
Peningkatan aktivasi platelet diakibatkan proses up- regulasi dari
ikatan leukosit spesifik yang dapat mencetuskan terjadinya inflamasi.
Proses ini dihasilkan oleh leukosit yang menyebabkan terjadinya
hambatan pada endhotelium. Mekanisme ini dapat diterangkan melalui
peristiwa pada stroke dan akhirnya dihubungkan dengan migrain.

 Kondisi medis/ Medical Condition


o Tekanan Darah hipertensi dapat sangat meningkatkan risiko stroke.
Merokok, makan diet tinggi garam, dan minum alkohol terlalu
banyak semua dapat meningkatkan tekanan darah Anda.
o darah cholesterol.High kolesterol darah yang tinggi dapat
membangun timbunan lemak (plak) pada dinding pembuluh darah.
Deposito dapat memblokir aliran darah ke otak, menyebabkan
stroke. Diet, olahraga, dan sejarah keluarga mempengaruhi kadar
kolesterol darah.
o gangguan o disease.Common Jantung jantung dapat meningkatkan
risiko stroke. Misalnya, penyakit arteri koroner (CAD)
meningkatkan risiko Anda karena zat lemak yang disebut plak blok
arteri yang membawa darah ke jantung. Kondisi jantung lainnya,
seperti cacat katup jantung, denyut jantung tidak teratur (termasuk
fibrilasi atrium), dan bilik jantung membesar, bisa menyebabkan
penggumpalan darah yang bisa pecah longgar dan menyebabkan
stroke.
o Diabetes. Memiliki diabetes dapat meningkatkan risiko stroke dan
bisa membuat hasil stroke parah. Diabetes adalah suatu kondisi
yang menyebabkan darah untuk membangun terlalu banyak gula
bukannya memberikan kepada jaringan tubuh. Gula darah tinggi
cenderung terjadi dengan tekanan darah tinggi dan kolesterol
tinggi.
o Kegemukan dan obesitas. Kelebihan berat badan atau obesitas
dapat meningkatkan kadar kolesterol total, meningkatkan tekanan
darah, dan mempromosikan perkembangan diabetes.
o Sebelumnya stroke atau transient ischemic attack (TIA). Jika Anda
telah memiliki stroke atau TIA, juga dikenal sebagai "mini-stroke,"
ada kemungkinan besar bahwa Anda bisa mengalami stroke di
masa depan.
o penyakit sel sabit. Ini adalah kelainan darah yang berhubungan
dengan stroke iskemik, dan terutama mempengaruhi anak-anak
Afrika-Amerika dan Hispanik. Stroke dapat terjadi jika sel-sel sabit
terjebak dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah ke
otak. Sekitar 10% dari anak-anak dengan penyakit sel sabit akan
memiliki stroke.

• Perilaku / Behaviour
o Gunakan Tembakau. Merokok melukai pembuluh darah dan
mempercepat pengerasan arteri. Karbon monoksida dalam asap rokok
mengurangi jumlah oksigen yang dapat membawa darah Anda.
Canincrease asap rokok risiko stroke bagi orang yang tidak merokok.
o Alkohol Gunakan. Minum terlalu banyak alkohol meningkatkan tekanan
darah Anda, yang meningkatkan risiko stroke. Hal ini juga meningkatkan
kadar trigliserida, suatu bentuk kolesterol, yang bisa mengeras arteri
Anda.
o Ketidakaktifan fisik. Tidak mendapatkan cukup latihan bisa membuat
Anda mendapatkan berat badan, yang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah dan kadar kolesterol. Ketidakaktifan juga merupakan
faktor risiko untuk diabetes.

• Keturunan/Heredity
o Riwayat keluarga. Memiliki riwayat keluarga stroke meningkatkan
kemungkinan stroke. Cari tahu lebih lanjut tentang jenis risiko pada
genomik CDC dan penyakit situs Web pencegahan.
o Usia dan jenis kelamin. Semakin tua Anda, semakin besar kemungkinan
Anda untuk mengalami stroke. Untuk usia 65 dan lebih tua, laki-laki
berada pada risiko yang lebih besar daripada wanita untuk mengalami
stroke.
o Ras dan etnis. Kulit hitam, Hispanik, dan Indian / Alaska Amerika
Pribumi memiliki kesempatan lebih besar untuk mengalami stroke
daripada non-Hispanik kulit putih atau Asia. Lihat peta interaktif CDC
untuk mempelajari lebih lanjut tentang ras dan risiko stroke.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi stoke berbeda. Berdasarkan jenis stroke, iskemik dan
hemorhagik
 Stroke Iskemik
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Nilai
kritis CBF adalah 23 ml/100 gram per menit, dengan nilai normal 50
ml/100 gram per menit. Penurunan CBF di bawah nilai normal dapat
menyebabkan infark. Suatu penelitian menyebutkan bahwa nilai CBF
pada pasien dengan infark adalah 4,8-8,4ml/100 gram per menit. [2-
3]Patofisiologi stroke iskemik dibagi menjadi dua bagian: vaskular dan
metabolisme. Iskemia terjadi disebabkan oleh oklusi vaskular. Oklusi
vaskular yang menyebabkan iskemia ini dapat disebabkan oleh emboli,
thrombus, plak, dan penyebab lainnya. Iskemia menyebabkan hipoksia
dan akhirnya kematian jaringan otak. Oklusi vaskular yang terjadi
menyebabkan terjadinya tanda dan gejala pada stroke iskemik yang
muncul berdasarkan lokasi terjadinya iskemia. Sel-sel pada pada otak
akan mati dalam hitungan menit dari awal terjadinya oklusi. Hal ini
berujung pada onset stroke yang tiba-tiba.Gangguan metabolisme terjadi
pada tingkat selular, berupa kerusakan pompa natrium-kalium yang
meningkatkan kadar natrium dalam sel. Hal ini menyebabkan air tertarik
masuk ke dalam sel dan berujung pada kematian sel akibat edema
sitotoksik. Selain pompa natrium-kalium, pertukaran natrium dan kalsium
juga terganggu. Gangguan ini menyebabkan influks kalsium yang
melepaskan berbagai neurotransmiter dan pelepasan glutamat yang
memperparah iskemia serta mengaktivasi enzim degradatif. Kerusakan
sawar darah otak juga terjadi, disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah
oleh proses di atas, yang menyebabkan masuknya air ke dalam rongga
ekstraselular yang berujung pada edema. Hal ini terus berlanjut hingga
tiga sampai 5 hari dan sembuh beberapa minggu kemudian. Setelah
beberapa jam, sitokin terbentuk dan terjadi inflamasi.Akumulasi asam
laktat pada jaringan otak bersifat neurotoksik dan berperan dalam
perluasan kerusakan sel. Hal ini terjadi apabila kadar glukosa darah otak
tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.

Stroke iskemik dapat berubah menjadi stroke hemorrhagik. Perdarahan


yang terjadi tidak selalu menyebabkan defisit neurologis. Defisit
neurologis terjadi apabila perdarahan yang terjadi luas. Hal ini dapat
disebabkan oleh rusaknya sawar darah otak, sehingga sel darah merah
terekstravasasi dari dinding kapiler yang lemah.

 Stroke Hemorrhagik
Stroke hemorrhagik dibagi menjadi perdarahan intraserebral dan
perdarahan subaraknoid. Perdarahan Intraserebral Pada perdarahan
intraserebral, perdarahan masuk ke dalam parenkim otak akibat pecahnya
arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superficial
dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya
berupa anyaman kapiler. Hal ini dapat disebabkan oleh diathesis
perdarahan dan penggunaan antikoagulan seperti heparin, hipertensi
kronis, serta aneurisma.Masuknya darah ke dalam parenkim otak
menyebabkan terjadinya penekanan pada berbagai bagian otak seperti
serebelum, batang otak, dan thalamus. Darah mendorong struktur otak
dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau
ke rongga subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal
dan merangsang meningen. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial yang menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri kepala
hebat, papil edema, dan muntah proyektil. Perdarahan SubaraknoidLokasi
perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons,
serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas
hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang ruptur ke dalam
ventrikel lateral lalu menyebar melalui sistem ventrikuler ke dalam
rongga subaraknoid. Adanya perluasan intraventrikuler sering berakibat
fatal.
E. KLASIFIKASI STROKE

Klasifikasi stroke debedakan menurut ptologi dari serangan stroke


meliputi:

1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subaraknoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiaannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istorahat. Kesadaran klien umumnya
menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya
pembuluh darah arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi menjadi
dua, yaitu
a. Perdarahan intraserebri (PSI)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningktan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang
disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, talamus,
pons dan serebellum
b. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal adari pembuluh darah sirkulasi
Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar perenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak , meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri sehingga nyeri kepala hebat. Sering
juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesdaran.
Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh
darah serebri. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5 sampai dengan
ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai dengan ke-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan
yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinal
dengan pembuluh arteri di ruang subaraknoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global maupun fokal.

Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid

Gejala PIS PSA


Timbunlnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepala hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsngan +/- +++
meninggal
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

2. Stroke non hemoragik


Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi
saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak
terjadi perdarahan namum terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

Perbedaan antara stroke nonhemoragik dengan stroke hemoragik

Gejala (anamnesa) Stroke nonhemoragik Stroke hemoragik


Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi Mendadak Saat aktivitas
awitan)
Peringatan Bengun pagi/istirahat +
Nyeri kepala +50% TIA +++
Kejang +/- +
Muntah - +
Kesadaran menurun - +++
Kadang sedikit
Koma/kesadaran +/- +++
menurun
Kaku kuduk - ++
Tanda kering - +
Perdarahan retina - +
Edema pupil - +
Bradikardia Hari ke-4 Sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu hipertensi,
aterosklerosis di aterosklerosis, penyakit
retina, koroner, jantung hemolisis (HDH)
perifer, emboli pada
kelianan katub,
fibrilasi, bising
karotis
Pemeriksaan darah - +
pada LP
Rontgen + Kemungkinan pergeseran
plandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma, AVM, massa
intrahemister/vasospasme
Ct scan Densitas berkurang Massa intrakranial
(lesi hipodensi) densitas bertambah (lesi
hiperdensi)
Oftalmoskop Fenomena silang Perdarahan retina dan
silver wire art korpus vitreum
Lumbal pungsi
Tekanan Normal Meningkat
Warna Jernih Merah
Eritrisit <250/mm3 >1000/mm3
EEG Di tengah Bergeser dari bagian
tengah

Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:

1. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit


sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam
2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari
3. Stroke komlet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilah komplet dapat diawali oleh serangan
TIA berulang. ( Arif muttqin, 2008)

F. MANIFESTASI KLINIS STROKE


Manifestasi klinis dari stroke secara umum Menurut Soeharto (2002)
menyebutkan
adalah sebagai berikut :
o Nyeri kepala yang sangat hebat menjalar ke leher dan wajah
o Mual dan muntah
o Kaku kuduk
o Penurunan kesadaran
o Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu
bagian tubuh, terutama di salah satu sisi, termasuk wajah, lengan atau
tungkai.
o Rasa baal (hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim di suatu bagian
tubuh, terutama jika hanya salah satu sisi.
o Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi
o Kerusakan motoric dan kehilangan control volunteer terhadap gerakan
motoric
o Gangguan komunikasi seperti : disatria (kesulitan bicara), disfasia atau
afasia (kerusakan komunikasi/ kehilangan fungsi biacara), apraksia
(ketidak mampuan melakukan tindakan yang dipelajari).
o Gangguan persepsi
o Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
o Disfungsi kandung kemih

Manifestasi klinis stroke dapat dilihat dari deficit neurologiknya, yaitu:


a. Defisit Lapangan Penglihatan
1. Homonimus heminopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan):
- Tidak menyadari orang atau objek di tempat hehilangan
penglihatan
- Mengabaikan salah satu sisi tubuh
- Kesulitan menilai jarak
2. Kehilangan penglihatan perifer:
- Kesulitan melihat pada malam hari
- Tidak menyadari objek atau batas objek
3. Diplopia:
- Penglihatan ganda
b. Defisit Motorik
1. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh):
- Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena
lesi pada hemisfer yang berlawanan)
2. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi):
- Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi
pada hemisfer yang berlawanan)
3. Ataksia:
- Berjalan tidak mantap, tegak
- Tidak mampu menyatukan kaki. Perlu dasar berdiri yang luas
4. Disartria:
- Kesulitan dalam membentuk kata
5. Disfagia:
- Kesulitan dalam menelan
c. Defisit Sensori
1. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi):
- Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
- Kesulitan dalam propriosepsi
d. Defisit Verbal
1. Afasia ekspresif:
- Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
- Mungkin mampu bicara dalam respon kata-tunggal
2. Afasia reseptif:
- Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
- Mampu bicara tetapi tidak masuk akal
3. Afasia global:
- Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
e. Defisit Kognitif
- Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
- Penurunan lapang perhatian
- Kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi
- Alasan abstrak buruk
- Perubahan penilaian
f. Defisit Emosional
- Kehilangan control diri
- Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
- Depresi
- Menarik diri
- Rasa takut, bermusuhan, dan marah
- Perasaan isolasi
(Smeltzer dan Bare, 2002).

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
o Hemiparese sebelah kiri tubuh
o Penilaian buruk 
o Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh kesisi yang berlawanan
b. Stroke hemisfer kiri
o Mengalami hemiparese kanan
o Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
o Kelainan bidang pandang sebelah kanan
o Disfagia global
o Afasia
o Mudah frustasi

Adapun tanda dan gejala dilihat dari jenis stroke, yaitu:


a. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
o Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodormal yang terjadi
pada saat istirahat atau bangun pagi.
o Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
o Terjadi trauma pada usia > 50 tahun
o Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
b. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
o Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
o Ganguan sensibilitas pada suatu anggota badan (gangguan hemisensorik)
o Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor/koma)
o Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)
o Disartria (bicara pelo atau cade)
o Afaksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
o Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).
Secara klinis perbedaan stroke iskemik dan hemoragik adalah sebagai
berikut :
Non
Gejala Klinis PIS* PSA*
Hemoragik
Defisit fokal Berat Ringan Berat ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan
(jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Muntah Pada awalnya Sering Tidak, kec lesi
Sering di batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Penurunan Ada Ada Tidak ada
kesadaran
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Hemiparesis Sering dari Permulaan Sering dari
awal tidak ada awal
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
Likuor Berdarah Berdarah Jernih
Paresis/gangguan Tidak ada Bisa ada Tidak ada
N III
*: Merupakan Stroke Hemoragik
PIS: perdarahan intra serebral
PSA: perdarahan subarakhnoid
(Israr, Yayan. 2008)
Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah tmbulnya
defisit neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi
pada waktu istirahat atau bangun pagi dengan kesadaran biasanya tidak
menurun, kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia > 50
tahun.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classificationof Disease
and Related Health Problem 10th Revision, Stroke hemoragik di bagi atas :
 Perdarahan Intraserebral (PIS)
 Perdarahan Subaraknoid (PSA)
a) Stroke akibat perdarahan intraserebral (PIS) mempunyai gejala prodromal
yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan
seringkali siang hari, saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri
kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terjadi ketika pada
permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak
permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk
koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% anatar ½ sampai 2 jam,
dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari).
b) Pada pasien dengan stroke akibat perdarahan subaraknoid (PSA)
didapatkan gejala prodromal yang berupa nyeri kepala hebat dan akut.
Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda
rangsanga menigeal. Edema pupil dapat terjadi apabila ada perdarahan
subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior
atau arteri karotis interna.
Gejala Stroke Non Hemoragik :
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah :
1. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
 Buta mendadak (amaurosis fugaks).
 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan
 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan.
2. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
 Gangguan mental.
 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
 Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
 Bisa terjadi kejang-kejang.
3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
 Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
 Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
 Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
4. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
 Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
 Meningkatnya refleks tendon.
 Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
 Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala
berputar (vertigo).
 Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
 Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit bicara (disatria).
 Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan
daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
 Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan
arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan
kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan
setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata
(hemianopia homonim).
 Gangguan pendengaran.
 Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
 Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
 Koma
 Hemiparesis kontra lateral.
 Ketidakmampuan membaca (aleksia).
 Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
5. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
 Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk
berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri,
sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap
baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti
pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan
perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki
arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
 Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara
kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca
kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah
ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata.
Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
 Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.
 Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal
angka setelah terjadinya kerusakan otak.
 Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan
dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama
jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
 Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.
 Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku
akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere
dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
 Amnesia, adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada
trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi
pengangkatan massa di otak.
 Dementia, adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup
sejumlah kemampuan.
(Arief mansyur, 2000)

G. KOMPLIKASI

Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi,


komplikasi ini dapat dikelompokkan berdasarkan
1. Dalam hal imobilisasi : infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan
tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi
deformitas, dan terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala
4. Hidrosepalus (Fransisca B. Batticaca,2008).

Menurut Brunner 7 Suddart,2002 serangan stroke tidak berakhir dengan akibat


pada otak saja, gangguan emosional dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat
bergerak adalah hal yang tidak dapat dihindari. Ada beberapa komplikasi dari
penyakit stroke, yaitu:
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral.

H. PENANGANAN STROKE

Penanganan stroke bergantung dari jenis stroke yang dialami, apakah itu
merupakan stroke iskemik atau stroke hemoragik.
 Stroke iskemik
Pada stroke iskemik, dokter harus segera membuat aliran darah ke otak kembali
lancar. Dokter akan memberikan obat yang dapat memecah sumbatan di aliran
darah, yang dikenal dengan intravenous tissue plasminogen activator (tPA).
Obat ini biasanya disuntikan melalui pembuluh vena di lengan, dan bekerja
dengan mengencerkan bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah di otak
pada keadaan stroke.
Selain itu, pada beberapa kasus dokter juga bisa mengatasi penyumbatan
dengan langsung memasukkan obat ke area penyumbatan dengan bantuan
selang (kateter). Kateter ini dimasukan melalui pembuluh darah di lipatan paha
dan terus sampai ke area pembuluh darah yang tersumbat. Prosedur ini dikenal
dengan istilah intra-arterial thrombolysis.
Pada kasus stroke dengan bekuan darah yang besar, dokter juga bisa
memasukan alat yang dapat membuka jalan di pembuluh darah yang tersumbat
(stent). Namun, biasanya prosedur ini tetap dikombinasikan dengan tPA.
 Stroke hemoragik
Pada kondisi stroke hemoragik, penting untuk mengontrol perdarahan yang
terjadi dan menurunkan tekanan di dalam otak. Beberapa kasus stroke
hemoragik yang mengalami perdarahan luas, perlu dilakukan operasi. Namun,
sebelum melakukan operasi, dokter juga perlu mempertimbangkan efek terapi
dan efek samping dari operasi itu sendiri, tergantung dari keparahan stroke yang
dialaminya.
Pemberian beberapa obat juga dapat dilakukan seperti obat pengencer darah,
obat penurun tekanan di dalam otak, obat penurun tekanan darah, hingga obat
pencegah kejang. Pada beberapa kasus, transfusi darah perlu dilakukan untuk
mencegah efek pengenceran darah.
Jika perdarahan di dalam otak sudah berhenti, biasanya penanganannya bersifat
suportif. Tubuh secara alami dapat menyerap darah dari hasil perdarahan di
otak. Namun, bila perdarahan yang terjadi memang menyebabkan perdarahan
yang hebat, maka tetap perlu dilakukan operasi untuk mengeluarkan darah
tersebut dan mengurangi tekanan di dalam otak.
Pada kasus stroke hemoragik yang berhubungan dengan kelainan pembuluh
darah di otak, seperti arterivenous malformation (AVM), maka perlu dilakukan
operasi perbaikan pembuluh darah, yang lagi-lagi tergantung dari tingkat
keparahannya.
Stroke merupakan keadaan darurat yang membutuhkan pertolongan medis
secara cepat dan tepat. Ya, penanganan stroke memang berlomba dengan waktu.
Oleh karena itu, bila Anda mengetahui ada seseorang yang mengalami gejala
stroke, segera panggil ambulans agar mendapatkan penanganan medis di rumah
sakit.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang untuk stroke adalah sebagai berikut:


1. Computed Tomography Scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
iskemik dengan stroke hemorrhagik.  Pada stroke karena infark, gambaran CT
scannya secara umum adalah didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada
stroke hemorrhagik menunjukkan gambaran hiperdens. CT scan dapat
membedakan lokasi lesi, ukuran lesi, dan membedakan dengan lesi nonvaskuler.
CT scan dapat menunjukkan manifestasi stroke: akut (<24 jam), subakut (24
jam sampai 5 hari), dan kronik (beberapa minggu).
CT angiogram dapat digunakan untuk melihat gambaran pembuluh darah otak.
Saat CT angiogram menunjukkan adanya oklusi pada pembuluh darah otak
mayor dalam 3 jam setelah kejadian, trombolitik intravena, dalam hal ini r-tPA,
dapat digunakan karena penyebab stroke yang lebih jelas. Apabila diatas 3 jam,
pemberian r-tPA dapat dilakukan secara intraarterial. [6,26-27]
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak, dan sumsum
tulang belakang.Gambar yang dihasilkan lebih rinci dari CT Scan. Biasanya
digunakan untuk mendiagnosis lesi yang kecil dan dalam.[6,26-27]
3. Angiografi
Angiografi dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan juga untuk tata
laksana aneurisme serebral pada stroke hemorrhagik. Angiografi juga
digunakan untuk menangani penyumbatan pembuluh darah pada stroke iskemik.
Pemeriksaan dengan angiografi berisiko menyebabkan diseksi aorta atau arteri
karotis, dan terjadinya embolisasi pada pembuluh besar ke pembuluh
intrakranial. [6,26-27]
4. Ultrasonografi Karotis
Ultrasonografi dapat digunakan untuk memeriksa arteri karotis di leher dan
aliran darah yang terdapat disana. Pemeriksaan ini dapat memeriksa apakah
terdapat plak arteriosklerosis pada arteri karotis.[6,26]
5. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal dapat dilakukan bila CT scan atau MRI tidak tersedia. Pada
stroke hemorrhagik intrakranial didapatkan gambaran cairan serebrospinal
seperti bening atau berwarna kekuningan (xanthokromia), khususnya pada
perdarahan intraparenkimal. Sedangkan, pada perdarahan subarachnoid,
xanthokromia pada cairan serebrospinal merupakan indikator yang baik, karena
tingginya sensitivitas. Xanthokromia muncul minimal 2-12 jam setelah
perdarahan, dan bertahan hingga 2 minggu. Pada stroke iskemik, tidak
didapatkan perdarahan (jernih).[6,28]
J. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan stroke dilakukan berdasarkan jenis stroke. Penatalaksanaan


stroke biasanya dimulai dengan penanganan akut dalam kondisi emergensi dan
dilanjutkan dengan rehabilitasi pasien jangka panjang. Selain itu, pemilihan
jenis terapi juga dilihat dari waktu masuk layanan kesehatan dan onset dari
stroke. Stroke memiliki jendela terapi tiga sampai enam jam. Beberapa hal yang
harus dilakukan pada kegawatdaruratan stroke adalah sebagai berikut:
 Lakukan intubasi bila pasien tidak sadar (Glasgow Coma Scale <8).
Pastikan jalan napas pasien aman jika intubasi tidak dapat dilakukan
 Jika pasien mengalami hipoksia (saturasi oksigen di bawah 94%), berikan
oksigen. Mulai dari pemberian 2 liter per menit menggunakan nasal kanul dan
tingkatkan hingga 4 liter per menit sesuai kondisi pasien
 Elevasi kepala 30o tetapi penelitian terbaru mempertanyakan posisi
kepala mana yang lebih baik, apakah elevasi kepala atau tidak
 Intubasi bila stupor atau koma atau terjadi gagal nafas.

SKALA KEKUATAN OTOT :


0 : Tidak ada kekuatan otot
1 : Terdapat kekuatan, tetapi tidak bisa digerakkan
2 : Terdapat pergerakan sendi, tetapi tidak bisa melawan gravitasi
3 : Dapat melawan gravitasi, tetapi tidak dapat menahan tahanan
4 : Pergerakan dapat menahan tahanan ringan
5 : Otot normal

GLASGOW COMA SCALE ( GCS )


Apa itu GCS???
GCS (Glasgow Coma Scale) adalah suatu scala yang digunakan untuk
mengetahui tingkat kesadaran pasien.
DERAJAT KESADARAN
1. Compos Mentis. (GCS 14-15) kesadaran normal
2. Apatis (GCS 12-13) sikapnya acuh tak acuh
3. Somnolen (GCS 10-11) mudah tertidur(mudah dibangunkan)
4. Delirium (GCS 9-7) gelisah, disorientasi, memberontak, berteriak-teriak
5. Stupor (Soporos Coma) (GCS 4-6) tertidur lelap, ada respon terhadap
nyeri
6. Koma (GCS 3) tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon

Cara menghitung GCS :


Ada 3 respon dalam penilaian :
1. Eyes (Mata), E 4
2. Verbal (Suara), V 5
3. Motor (Motorik), M 6

Singkatan E_V_M
1. Eye (Mata), E 4

 Nilai (4) spontan


 Nilai (3) suara
 Nilai (2) nyeri
 Nilai (1) tidak ada respon

2. Verbal (Suara), V 5
 Nilai (5) terorientasi
 Nilai (4) disorientasi
 Nilai (3) kata-kata tidak jelas
 Nilai (2) mengerang
 Nilai (1) tidak ada respon

3. Motor (Motorik), M 6
 Nilai (6) mengikuti perintah
 Nilai (5) menjangkau atau menepis terhadap (nyeri)
 Nilai (4) menghindari atau menarik terhadap (nyeri)
 Nilai (3) dekortikasi (abnormal flexion) terhadap (nyeri)
 Nilai (2) deserbasi (abnormal extension) terhadap (nyeri)
 Nilai (1) tidak ada respons

 Nilai (4) spontan


E  Nilai (3) suara
 Nilai (2) nyeri
 Nilai (1) tidak ada respon

V  Nilai (5) terorientasi


 Nilai (4) disorientasi
 Nilai (3) kata-kata tidak jelas
 Nilai (2) mengerang
 Nilai (1) tidak ada respon

M  Nilai (6) mengikuti perintah


 Nilai (5) menjangkau atau menepis (nyeri)
 Nilai (4) menghindari atau menarik (nyeri)
 Nilai (3) (abnormal flexion) (nyeri)
 Nilai (2) (abnormal extension) (nyeri)
 Nilai (1) tidak ada respons

Contoh soal PART 1 :

?
Nyeri mata terbuka
Bicara kebingungan
Menghindari sumber nyeri
GCS?

E V M
? ? ?

Pembahasan soal
Nyeri mata terbuka 2
Bicara kebingungan 4
Menghindari sumber nyeri 4
GCS? 10

E V M
6. mengikuti perintah
5. terorientasi 5. menjangkau atau menepis
4. spontan 4. disorientasi 4. menghindari atau menarik
3. suara 3. kata-kata tidak jelas 3. abnormal flexion
2. nyeri 2. mengerang 2. abnormal extension
1. tidak ada respon 1. tidak ada respon 1. tidak ada respon

Contoh Soal PART 2 :


1. Mata suara
Suara kata-kata tidak jelas
Perintah abnormal flexi
GCS?

?
Pembahasan soal
1. Mata suara 3
Suara kata-kata tidak jelas 3
Perintah abnormal flexi 3
GCS? 9
K. PATHWAY
Pathway Stroke Non Hemoragik
Penyakit yang mendasari stroke

(alcohol, hiperkolesteroid, merokok, stress, depresi, kegemukan)

Arterosklerosi kepekatan darah meningkat pembentukan


thrombus
(elastisitas pembuluh darah menurun)
Obstruksi thrombus di
otak

Perubahan persepsi Sirkulasi serebral terganggu


sensori
Penurunan darah dan O2 ke otak Gangguan perfusi
Jaringan serebral
Hipoksia serebri

Kerusakan pusat gerakan motoric Kelemahan pada nervurus V, VII,


IX, X
Di lobus frontalis hemisphare/hemiplagia
Perubuhan persepsi sensori

Gangguan mobilitas fisik Mobilitas menurun

Tirah baring
Defisit perawatan diri

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Contoh kasus:
Seorang pria berusia 56th di bawah ke rumah sakit oleh keluarga dalam
keadaan lemah dengan tingkat kesadaran CM. Menurut penjelasan
anaknya, klien tiba tiba jatuh dan sulit untuk bergerak.

1. Identitas diri klien


Nama :Tn.F                                                    Suku                : -
Umur : 56 tahun                                           Pendidikan       : SLTA
Jenis kelamin :Laki laki                       Pekerjaan         : -
Alamat : Kauditan MINUT                  Lama bekerja   : -
Tanggal masuk RS :-
Status perkawinan :Kawin    
Agama : Kristen                                
2. Riwayat penyakit
Keluhan utama saat masuk RS:
 Keluarga klien mengatakan, klien tidak bias menggerakan kaki sebelah
kanan dan sulit untuk berbicara
Riwayat penyakit sekarang:
 Lemah kaki dan tangan sebelah kanan
Riwayat Penyakit Keluarga:
 Tidak ada keluarga yang menderita seperti ini
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Klien belum pernah menderita penyakit seperti ini
Diagnosa medik pada saat MRS:
 Stroke Non Hemoragik
3. Pengkajian saat ini
1.      Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit/perawatan
 Klien tidak mengetahui tentang penyakitnya dan tidak mengetahui
bagaimana perawatannya
2.      Pola nutrisi/metabolic
Program di RS
 Keluarga klien mengatakan, Nafsu makan klien berkurang setelah sakit
dan di rawat di rumah sakit
Intake makanan:
 sebelum sakit klien makan 3x sehari dengan porsi penuh. Saat MRS siang
dan malam menghabiskan ¼ porsi (bubur>NGT)
Intake cairan:
 Sebelum sakit klien dapat minum 1.500 ml /hari (air putih) Setelah sakit
150 ml (lewat NGT)
3.      Pola eliminasi
a) Buang air besar
 Sebelum Sakit BAB 1x sehari dengan konsistensi padat, setelah
sakit sehari 1x dengan kondisi feses cair
b) b.      Buang air kecil
 Sebelum sakit BAK teratur,setelah sakit BAK tidak teratur 500 ml
menggunakan kateter
4.      Pola aktifitas dan latihan:
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum       
Mandi           
Toileting       
Berpakaian           
Mobilitas di tempat tidur           
Berpindah           
Ambulasi/ROM           

0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total

4. Oksigenasi:
 Sebelum sakit Normal, setelah sakit klien menggunakan alat bantu
pernapasan.
5.      Pola tidur dan istirahat (lama tidur,posisi tidur)
 Klien tidur ± 10 jam sehari, posisi Semi Fowlers 450° 
6.      Pola persepsual
 Penglihatan: Klien mengalami gangguan penglihatan setelah sakit

7.      Pola persepsi diri


 Klien merasa terganggu ,tidak nyaman dan merasa cemas menghadapi
sakitnya
8.      Pola seksualitas dan reproduksi
 Klien merupakan kepala keluarga
9.      Pola peran hubungan (komunikasi, hubungan dengan orang lain,
kemampuan keuangan):
 Klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi setelah sakit
10.  Pola managemen koping-stess (perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-
akhir ini):
 Keluarga Klien mengatakan, klien selalu menceritakan tentang ,masalah
yang dia alami.
11.  Sistem nilai dan keyakinan (pandangan klien tentang agama, kegiatan
keagamaan, dll)
 Klien mengatakan taat beribadah 
4.   Pemeriksaan fisik
1. Keluhan yang dirasakan saat ini
 Keluarga klien mengatakan, klien tidak bias menggerakan kaki sebelah
kanan dan sulit untuk berbicara
TD : 258/160 mmHg

R : 22 ×/Menit

N : 70 ×/Menit

S : 37 C°

BB/TB : 70 kg / 163 cm

2. Kepala

Inspeksi

Rambut klien Nampak mulai memutih, bagian atas kening klien Nampak
mengkilat dan membengkak

Palpasi
Bagian atas kening klien teraba lembek
3. Leher
Inspeksi
Leher klien terlihar biasa saja
Palpasi
Leher klien tidak mengalami perubahan/normal
4. Thorak
Inspeksi
Bentuk dada simetris

Palpasi
Vebrasi sama
5. Abdomen
Inspeksi
Tidak ada bekas operasi
Palpasi
Tidak ada pembesaran hepar
6. Ekstrimitas
Inspeksi
Terpasang infus di tangan sebelah kiri, dan NGT di hidung klien.
7. Program terapi
 IVFD NS 14 TPN
 OKSIGEN 10 L/M masker 
 RANITIDIN 2.1 AMP
 CEFTRAXONE 2.1
 AMLODIPINE 1,5 mg
 ASPILET 1.100 mg
 INFUS RL 20 tetes/menit
8. Hasil pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai normal
Hematologic, paket
darah rutin :
Hemoglobin 14,5(g/dL) 14 – 18 (g/dL)
Leukosit 10,7 (103/µl) 4,80 – 10,8 (103/µl)
Hematokrit 45% 34-45 %
Trombosit 286 (103/µl)  150 -450 (103/µl)
MCH 29,8 pg 27-31
MCHC 32,4 g/dl 33-37
MCV 91,8 fl 77-99
UREUM 16, 9 mg/dl 14,98-38,52

Daftar nama obat klien


Nama obat klasifikasi indikikasi Cara kerja
RANITIDINE ASAM LAMBUNG  HISTAMIN
CEFTAXONE ANTIBIOTIK ANTAGONIS
AMLODIPINE ANTIBIOTIK ANTIBIOTIK

KLASIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
 Keluarga klien mengatakan,  klien nanpak lemah
klien tidak bisa menggerakkan  klien Nampak lebih banyak
kaki dan tangan tidur
 Keluarga klien mengatakan,  TD : 258/160 mmHg
klien sebelumnya belum pernah
 R : 22 ×/Menit
di rawat di rumah sakit
 N : 70 ×/Menit
 S : 37 C°
 BB/TB : 70 kg / 163 cm

PERENCANAAN KEPERAWATAN
No TUJUAN
. DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL
 1. Perfusi 1. Setelah Pemantauan Tekanan 1. Untuk mengetahui
jaringan dilakukan Intrakranial : tingkat kesadaran
serebral tidak tindakan klien
1. Monitor 2. Untuk mengetahui
efektif keperawatan
peningkatan keadaan intracranial
berhubungan selama …
tekanan darah klien
dengan ×24 jam,
2. Monitor penurunan
sumbatan diharapkan
frekuensi jantung
pembuluh dara perfusi
3. Monitor penurunan
otak jaringan dan
tingkat kesadaran
TTV pada
4. Monitor tekanan
batas normal
nadi ( selisih TDS
dan TDD)
5. Pertahankan
sterilitas system
pemantauan
6. Pertahankan posisi
kepala dan leher
netral
7. Atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien

2. Gangguan 2. Setelah Dukungan Ambulasi: 1. Untuk mengetahui


mobilitas fisik dilakukan tingkat kemampuan
1. Identifikasi adanya
berhubungan tindakan fisik klien
nyeri atau keluhan
dengan keperawatan 2. Untuk mengetahui
fisik lainnya
penurunan selama ..×24 tingkat kesadaran
2. Monitor kondisi
kekuatan otot jam, secara umum pada
umum selama
diharapkan klien
ambulasi
pergerakan
3. Fasilitasi aktivitas
ekstremitas
ambulasi dengan
jejuatan otot
alat bantu
meningkat
4. Fasilitasi
melakukan
mobolitas fisik, jika
perlu
5. Libatkan keluarga
untuk membantu
klien dalam
meningkatkan
Ambulasi
6. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
7. Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
8. Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus
dilakukan(mis.
Berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda,
berjalan sesuai
toleransi)

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


NO Hari/Tanggal/Ja Diagnosa Implementasi Evaluasi
. m Keperawata
n
1. Perfusi  Memonitor S:
jaringan peningkatan
 klien
serebral tekanan darah
mengataka
tidak  Memonitor
n
efektif penurunan
kepalanya
berhubunga frekuensi
sudah tidak
n dengan jantung
nyeri
sumbatan  Memonitor
pembuluh penurunan O:
dara otak tingkat  TTV:
kesadaran TD:120/80
 Memonitor N:85×/mnt
tekanan nadi S: 36 c°
( selisih TDS RR:22x/mn
dan TDD) t
 Mempertahank
an sterilitas A:
system  masalah
pemantauan teratasi
 Mempertahank
an posisi P:
kepala dan  intervensi
leher netral di hentikan
 Mengatur
interval
pemantauan
sesuai kondisi
pasien

2. Gangguan  Mengidentifik S :
mobilitas asi adanya
fisik nyeri atau  klien
berhubunga keluhan fisik mengataka
n dengan lainnya n kaki
penurunan  Memonitor terasa
kekuatan kondisi umum ringan dan
otot selama sudah bisa
ambulasi digerakkan.
 Memfasilitasi
aktivitas
ambulasi
dengan alat
bantu
 Memfasilitasi  Klien
melakukan mengataka
mobolitas n Nyeri tak
fisik, jika terasa
perlu (skala 0)
 Melibatkan
keluarga untuk
membantu
klien dalam
meningkatkan O:
Ambulasi
 Menjelaskan  TD:120/80
tujuan dan N:85×/mnt
prosedur S: 36 c°
ambulasi RR:22x/mn
 Menganjurkan t
melakukan A:
ambulasi dini
 Mengajarkan  maslah
ambulasi sudah terat
sederhana asi
yang harus P: 
dilakukan(mis.
 intervensi
Berjalan dari
di hentikan
tempat tidur ke
kursi roda,
berjalan sesuai
toleransi)

BAB IV PENUTUP

KESIMPULAN
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa
dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA)
atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan
dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Stroke biasanya tidak berdiri
sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati
misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi
dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan
suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi
psikis.

DAFTAR PUSTAKA

Aliah, A; Limoa, R.A; Wuysang, G. (2000). Gambaran Umum Tentang GPDO


dalam Harsono:Kapita Selekta Neurologi. UGM Press, Yogyakarta.
Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised
edition. New York : Thieme. 2005.
Batticaca, Framsisca B. 2008. Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : salemba medika
Brunner, I ; Suddarth, Drs. (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah
Volume 2. Jakarta: EGC.
Corwin, J, E. (2001.) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Dochtermann, J. M. C dkk. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC).
United States of America: Mosby Elsevier.
Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of
Clinical Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
Herdman, Heather T.2009. diagnose Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC
Hidayat.A.A (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta: Salemba
Medika
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam :
Guideline Stroke 2007. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, Sue dkk.2008.NOC.Edisi 4.USA : Mosby
Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Auhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan/ Jakarta: Salemba medika
Price,Sylvia dkk.2007. patofisiologi “Konep Klinis dan Proses Penyakit.
Volume 2.Edisi 6.Jakarta :EGC
Redaksi AgroMedia. (2009). Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s
Priciples of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD
Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
Periode 1984-1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter
Spesialis Bidang Ilmu Penyakit Saraf. 1986.
Sue Moorhead, P., RN dkk. (2004). Nursing Outcomes Classification (NOC).
United States of America: Mosby Elsevier.
Widjaja, Andreas C., Imam BW, Indranila Ks. 2010. Uji Diagnostik
Pemeriksaan Kadar D-Dimer Plasma pada Diagnosis Stroke Iskemik. File
Type PDF/ Adobe Acrobat. Dari
http://eprints.undip.ac.id/24038/1/Andreas_C._Widjaja-01.pdf Diakses
pada tanggal 13 November 2012 Jam 16.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai