Anda di halaman 1dari 29

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT NEUROLOGIS PADA
KLIEN DENGAN MENINGITIS

Disusun Oleh :
Petrona Surlily NIM : 007.01.31.17
Rosinta Oktaviani NIM : 009.01.31.17
Wenti Nur Wulan NIM : 015.01.31.17

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (Stikes) TARUMANAGARA

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
persarafan (meningitis,). Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Ns. Ira
Kusumawati, S.kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat II yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan, serta pengetahuan kita mengenai asuhan keperawatan pada klien
dengan meningitis. Kami juga menyadari, sepenuhnya bahwa dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri, maupun orang yang membacanya terima kasih.

Jakarta, April 2020

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................................... 1
Daftar isi.................................................................................................................................... 2
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang................................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Makalah........................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Makalah.............................................................................................................. 3
Bab II Pembahasan
2.1 Anatomi Fisiologi
2.1.1 Sistem Saraf Pusat.................................................................................................. 4
2.1.2 Sistem Saraf Tepi.................................................................................................. 10
2.2 Meningitis
2.1.1 Definisi................................................................................................................... 13
2.1.2 Etiologi................................................................................................................... 13
2.1.3 Klasifikasi.............................................................................................................. 13
2.1.4 Manifestasi Klinis.................................................................................................. 15
2.1.5 Pathway………………………………………………………………………….. 16
2.1.6 Farmakologi……………………………………………………………………… 18
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………… . 18
2.1.8 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Meningitis.......................................... 19
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 26
Daftar Pustaka

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem saraf merupakan jaringan system manunggal dan terpadu.
Sistem saraf dikelompokkan menjadi dua yaitu, sistem saraf pusat dan
saraf tepi. Sistem saraf adalah salah satu sistem koordinasi yang
berfungsi untuk menyampaikan rangsangan secara cepat dari reseptor
yang akan dideteksi dan direspon oleh tubuh.
Meningitis adalah proses peradangan dapat mengenai selaput otak
(meningitis). Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu, duramater, arachnoid,
dan piamater. Duramater adalah selaput otak terluar yang merupakan
gabungan dari lapisan selaput, yaitu lamina eksterna dan interna.
Arachnoid adalah merupakan lapisan tengah antara duramater dan
piamater. Piamater merupakan lapisan selaput otak yang paling dalam
yang langsung berhubungan dengan permukaan jaringan otak serta
mengikuti konvulosinya.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana anatomi fisiologi sistem saraf?
b. Apakah definisi meningitis?
c. Apa sajakah klasifikasi meningitis?
d. Apa sajakah manifestasi klinis meningitis
e. Bagaimana pathway klinis meningitis?
f. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada meningitis?
g. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan meningitis?
1.3 Tujuan Makalah
a. Untuk mengetahui anatomi fisiologi system saraf
b. Untuk mengetahui definisi dari meningitis
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan meningitis

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi


Sistem saraf merupakan jaringan sistem manunggal dan terpadu.
Sistem saraf dikelompokkan menjadi dua yaitu, sistem saraf pusat dan
saraf tepi.
Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan
berbagai fungsi yang berbeda saling mempengaruhi. Satu fungsi saraf
terganggu secara fisiologi akan berpengaruh terhadap fungsi tubuh yang
lain.
Sistem Saraf dikelompokan menjadi dua bagian besar yaitu susunan
saraf pusat/Central Nervous System (CNS) dan susunan saraf
perifer/Peripheral Nervous System (PNS).
2.1.1 Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat terdiri dari otak sampai medula spinalis.
Masing-masing lindungi oleh tulang tengkorak. Sistem saraf pusat
meupakan sistem sentral pengontrol tubuh yang menerima,
menginterprestasi dan mengintegrasi semua stimulus, serta
menyampakan implus saraf otot dan kelenjar.
Otak
Otak manusia memiliki berat sekitar 1.400 gram dan tersusun
oleh sekitar 100 miliar neuron. Masing-masing neuron mempunyai
1.000 sampai 1.000 koneksi sinaps dengan sel sel saraf lainnya.
Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal dan terletak
didalam ruangan yang tertutup oleh kranium (tulang tengkorak)
dan diselubungi oleh jaringan yang disebut selaput meninges.
Selaput meninges dibedakan menjadi tiga, yaitu lapisan keluar
yang melekat pada tulang (duramater), lapisan tengahantara
durameter dan piameter (arachnoid), danlapisan selaput otak yang

4
paling dalam yang langsung berhubungan dengan permukaan
jaringan otak serta mengikuti konvulosinya (piamater)

Sumber: Steemit.com, 2017


Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar
(serebrum), otak depan (diensefalon) otak tengah (mesensefalon),
otak kecil (serebelum), sumsum lanjutan (medulla oblongata), dan
pons.
a Otak Besar (Serebrum)
Merupakan sruktur system saraf yang terbesar dan paling
rumit. Bagian otak ini terdiri dari sepasang hemisfer yang
tersusung oleh 3 hal:
1. Korteks serebri
2. Massa putih/ substansi alba
3. Ganglia basal

Lobus Frontalis
Lobus frontalis mencakup bagian dari korteks serebrum bagian
depan yaitu dari sulkus sentrals (suatu fisura atau alur) dan di
dasar sulkus lateralis. Bagian ini memeliki area motorik dan
pramotorik. Area broca terletak di lobus frontalis dan
mengontrol ekspresi bicara. Area asosiasi di lobus frontalis

5
menerima informasi dari seluruh otak dan mmenggabungkan
informasi-informasi tersebut menjadi pikiran, rencana dan
perilaku. Lobus frontalis bertanggung jawab untuk perilaku
bertujuan, penentuan keputusan moral dan pemikiran yang
kompleks. Lobus frontalis memodifikasi dorongan-dorongan
emosional yang oleh sistem limbik dan reflek vegetatif dari
batang otak.

Lobus Parietalis
Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak
dibelakang sulkus sentralis diatas fisura lateralis, dan meluas
kebelakang dan meluas kebelakang fisura parieto-oksipitalis.
Lobus ini merupakan area sensorik primer otak untuk sensasi
raba dan pendengaran. Sel lobus parietalis bekerja sebagai area
asosiasi sekunder untuk menginterpretasikan rangsangan yang
datang. Lobus parietalis menyampaikan informasi sensorik ke
banyak daerah lain di otak, termasuk area asosiasi motorik dan
visual disebelahnya.

Lobus Oksipitalis
Lobus ini terletak disebelah posterior dari lobus parietalis dan
di atas fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkannya dari
serebelum. Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama. Lobus
ini menerima informasi yang berasal dari daerah mata retina.

Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan kebawah fisura lateralis dan kesebelah daerah
posterior dari fisua parieto-okspitalis. Lobus temporalis adalah
daerah asosiasi primer untuk informasi audiotorik dan
mencakup ke area wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus

6
ini juga terletak dalam interpretsi bau dan penyimpanan
memori.
b Otak Tengah (Mesensefalon)
Segemen batang otak yang berlokasi antara diensofalon dan
pons. Bagian otak ini merupakan penghubung antara pons dan
serebelum dengan serebrum. Struktur anatomi fungsional otak
tengah terdiridari empat bagian:

1. Tektum
Merupakan bagian paling dorsal yang dibatasi oleh lamina
kuadrigemina dan akuduktus sylvius. Lamina kuadrigemina
terdiri atas sepasang koli kulus superior dan kolikulus
inferior. Kolikulus merupakan pusat reflek untuk membantu
mengkoordinasi gerakan bola mata dan kepala, regulasi
mekanisme untuk fokus penglihatan dan pengaturan ukuran
pupil terhadap stimulus cahaya. Kolikulus inferior
merupakan stasiun penyampaian serabut-serabut auditorius
yang berasal dari lemninskus medialis menuju ke korpus
genikulatum lateralis serta berakhir dikorteks pendengaran
lobus temporalis.
2. Tegmentum
Mengandung neuron-neuron yang merupakan dari bagian
formasio retikularis yangberfungsi untuk mengaktivasi
korteks (Reticular Ascending System / RAS). Tegementum
merupakan anyaman sel-sel saraf dengan jalinan serabut-
serabutnya yang terletak mulai dari kornu posterior segmen
servikal atas sampai rostral pada diensefalon.
3. Substansia nigra
Terletak antara tegmentum dan penduklus serebri. Warnaya
gelap karena neuron-neuronnya yang mengandung melanin.

7
Fungsi substansia nigra adalah sebagai bagian dari sistem
motorik ekstrapiramidal.
4. Pendukulus serebri
Tersusunoleh jaras-jaras desenden yaitu traktus
kortikospinal, traktur kortikonuklearis, dan kortikopontin.
c Otak Depan (Diensefalon)

Diensefalon adalah istilah yang digunakan untuk


menyatakan struktur-struktur disekitar ventrikel ketiga dan
membentuk inti bagian dalam serebrum. Diensefalon biasanya
dibagi menjadi empat wilayah yaitu, talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Diensefalon memproses rangsang
sensorik dan membantu mencetuskan atau memodifikasi reaksi
tubuh terhadap rangsang-rangsang tersebut.
Talamus
Talamus merupakan stasiun relai yang penting dalam otak
dan juga merupakan pengintegrasi subkortikal yang penting.
Semua sensorik utama (kecuali nervus olfaktorius) membentuk
sinaps dengan nukleus talamus dalam perjalanannya menuju
korteks serebri. Bukti-bukti menunjukkan bahwa talamus
bertindak sebagai pusat sensasi primitif yang tidak kritis, yaitu
individu samar-sama merasakan nyeri, tekanan, raba, getar dan
suhu yang ekstrem. Misalnya, nyeri dapat dirasakan tetapi tidak
dapat ditentukan tempatnya. Respons emosional terhadap
rangsang sensorik mungkin terintegrasi pada tingkat talamus.
Subtalamus
Subtalamus merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon
yang penting. Subtalamus mempunyai hubungan dengan
nukleus ruber, substansia nigra dan globus palidus dari ganglia
basalis. Fungsinya belum diketahui sepenuhnya, tetapi lesi pada

8
subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang
disebut hemibalismus.
Epitalamus
Epitalamus merupakan pita sempit jaringan saraf yang
membentuk atap diensefalon. Struktur utama arena ini adalah
nukleus habenular dan komisura, komisura posterior, striae
medularis dan epifisi. Epitalamus berhubungan dengan sistem
limbik dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan
integrasi informasi olfaktorius. Epifs mensekresi melatonin dan
membantu mengatur irama sirkadian tubuh serta menghabat
hormon gonadotropin
Hipotalamus
Hipotalamus terletak dibawah talamus. Hipotalamus
berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan
saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah laku dan
emosi.
d Otak Kecil (Serebelum)
Serebelum memiliki 3 fungsi utama, yaitu mempertahankan
postur dan keseimbangan, tonus otot dan koordinator gerakan
volunteer
e Pons merupakan jembatan penghubung antara otak tengah
dengan medula oblongata
f Sumsum Lanjutan (Medulla Oblongata)
Sumsum lanjutan berfungsi menghantar impuls yang datang
dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga
memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung,
tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat
pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.

9
g Sumsum Tulang Belakang
Sumsum tulang belakang memiliki 2 fungsi utama, yaitu
sebagai penghubung impuls yang berasal dari otak serta sebagai
pusat gerak refleks. Sumsum tulang belakang menempati
rongga tulang belakang dan berbentuk memanjang.

Sumber: Pendidikan.co.id, 2017


Sarafsumsumtulang belakang berjumlah 31 pasang saraf
gabungan. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang
dibedakan atas 8 pasang saraf leher (servikal), 12 pasang saraf
punggung (thorakal), 5 pasang saraf pinggang (lumbal), 5
pasang saraf pinggul (sakral), dan satu pasang saraf ekor
(koksigeal).

2.1.2 Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi adalah terdiri dari sel-sel dan serabutnya
yang terletak di luar system saraf pusat yang merupakan
membawa informaasi keseluruh bagian tubuh.

a Saraf somatik
Saraf somatik terdiri dari sel-sel saraf yang menerima dan
memproses input sensorik eksternal dari reseptor sensorik serta
menghantarkannya menuju susunan saraf pusat. Saraf somatik

10
(motorik) terususun olehjaras neuronal yangturun dari otak dan
medula spinalis untuk mengatur lower neuron. Sistem ini
meregulasi kontraksi volunter otot rangka, saraf somatik terbagi
menjadi 12 pasang saraf kranial, 12 pasang saraf kranial yaitu:

Sumber: id.wikipedia.org, 2017


Kompone
Saraf Kranial n Fungsi
I. Nervus
Olfaktorius Sensorik Penciuman
II. Nervus Optikus Sensorik Penglihatan
III. Nervus
Okulomotorius Motorik Mengangkat bola mata atas konstriksi pupil
IV. Nervus
Troklearis Motorik Gerakan mata kebawah dan kedalam
Otot temporalis dan maseter (menutup
V. Nervus rahang dan mengunyah gerakan rahang
Trigeminus Motorik kelateral
VI. Nervus Abdusen Motorik Deviasi mata kelateral
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot
VII. Nervus Facialis Motorik dahi, sekeliling mata serta mulut
VIII. Nervus
Audiotorius Sensorik Pendengaran
IX. Nervus
Glosofaringeus Motorik Faring: menelan, refleks muntah
X. Nervus Vagus Motorik Faring: menelan
Sensorik Faring, laring: refleks muntah
XI. Nervus
Aksesorius Motorik Menggerakan kepala, leher dan bahu
XII. Nervus Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Sumber: Buku Gangguan Sistem Persarafan, 2012

11
b Saraf otonom
Saraf otonom terbagi menjadi 2 yaitu:
Sistem saraf simpatik, yang mempunyai aktifitas stimulus
khususnya pada keadaan darurat. Responnya antara lain adalah
peningkatan denyut jantung dan kekuatan otot jantung,
peningkatan gula darah dan peningkatan tekanan darah.
Sistem saraf parasimpatik, berkaitan dengan aktifitas
untuk konservasi dan restorasi, seperti penurunan denyut
jantung dan kekuatannya aktivitas gastrointestinal (pencernaan
dan absorbsi makanan).

Sumber: Ilmudasar.com,2016

12
2.2 Meningitis
2.1.1 Definisi
Meningitis adalah suatu infeksi purulen lapisan otak yang
pada orang dewasa hanya terbatas didalam ruang subaraknoid,
namun pada bayi cenderung meluas sampai kerongga subdural
sebagai suatu efusi atau empilema subdural (leptomeningitis)
atau bahkan kedalam otak (meningoesnsefalitis) (Satyanegara,
2014.Ilmu Bedah Syaraf.Edisi V).
2.1.2 Etiologi
a Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah
Diplococcus pneumonia dan Neiseria meningitidis
stafilokokus, dan gram negative.
b Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus
influenza Neiseria meningitidis dan Diplococcus pneumonia
(Hudak & Galo, 2012).

2.1.3 Klasifikasi
1. Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya:

a. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis
virus atau menyebabkan iritasi meningen yang
disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma,
leukimia, atau darah di ruang subarakhnoid. Eksudat
yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak
terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan
organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi
pada seluruh korteks serebri dan lapisan otak.
Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap
virus bervariasi bergantung pada jenis sel yang terlibat.

13
b. Sepsis
Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang
disebabkan oleh organisme bakteri seperti
meningokokus, stafilokokus, atau basilus influenza.
Bakteri paling sering dijumpai pada meningitis bakteri
akut, yaitu Neiserria meningitdis (meningitis
meningokokus), Streptococcus pneumoniae (pada
dewasa), dan Haemophilus influenzae (pada anak-anak
dan dewasa muda). Bentuk penularannya melalui kontak
langsung, yang mencakup droplet dan sekret dari hidung
dan tenggorok yang membawa kuman (paling sering)
atau infeksi dari orang lain. Akibatnya, banyak yang
tidak berkembang menjadi infeksi tetapi menjadi
pembawa (carrier). Insiden tertinggi pada meningitis
disebabkan oleh bakteri gram negatif yang terjadi pada
lansia sama seperti pada seseorang yang menjalani bedah
saraf atau seseorang yang mengalami gangguan respons
imun.

c. Tuberkulosa
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.
Infeksi meningen umumnya dihubungkan dengan satu atau
dua jalan, yaitu melalui salah satu aliran darah sebagai
konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain, seperti
selulitis, atau melalui penekanan langsung seperti didapat
setelah cedera traumatik tulang wajah. Dalam jumlah kecil
pada beberapa kasus merupakan iatrogenik atau hasil
sekunder prosedur invasif seperti lumbal pungsi) atau alat-
alat invasif (seperti alat pemantau TIK).

14
2. Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan
yang terjadi pada cairan otak, yaitu :

- Meningitis Serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang
disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya
adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya
virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.

- Meningitis Purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang
meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara
lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokokus),
Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococcus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilu
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa (Satyanegara, 2010).

2.1.4 Manifestasi Klinis


a Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap
kurang, muntah, diare, tonus otot melemah, menangis
lemah.
b Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala,
muntah, perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto
pobia, delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku
kuduk, tanda kering dan brudzinski positif, ptechial
(menunjukkan infeksi meningococal).

15
Pathway Meningitis
Bakteri, virus, jamur, protozoa Masuk kenosofaring Menyerang pembuluh darah
(mikroorganisme)

Masuk melalui luka Masuk kepembuluh darah Masuk keserebral melalui pembuluh darah
terbuka

Tromboemboli Menyebar ke CSS Peningkatan TIK

Kolapspembuluhdarah Kerusakan adrenal Meningitis Reaksi lokal pada meningen

Hiperperfusi
Reaksi Inflamasi Akumulasi sekret Metabolisme bakteri

Risiko ketidakefektifan Peningkatan komponen Peningkatanva


Vasolidasi pembuluh
perfusijaringanotak darah difaskuler serebral vaskolitis darah
darah

Peningkatan aliran darah Penurunan perfusi Peningkatan


Peningkatan jaringan serebral permeabilitas kapiler
permeabilitas kapiler

Color/panas Risiko Kebocoran cairan dari


Sel darah merah ke ketidakefektifan intravaskular
intestinal Bakteri masuk kemeningen perfusi jaringan
otak
Peningkatan volume
Ketidakseimbangan asam
Rubor/kemerahan Ketidakseimbangan cairan di interstitial
basa
ion

Menekan saraf Gangguan hemostatis neouron Edema serebral


Kelainan
depolarisasi neuron

Metabolism bakteri Postulat kelien monroe


Peningkatan kebutuhan Hiperaktifitas
energi neuron
Desensefalon

16
Peningkatan komponen
darah diserebral
Akumulasi sekret
Penekanan pada
Kejang
hipotalamus
Peningkatan vikositas
Bakteri masuk kealiran
darah
balik vena kejantung Peningkatan
peningkatan listrik Peningkatan rangsangan
pada sel-sel saraf pada hipofise posterior
Hambatan penyerapan motorik
Darah diedarkan keseluruh CSS oleh vertical III
tubuh Perforasi keringat
Demam
berlebih

Risiko infeksi Peningkatan CSS


hidrosefalus Hipertermi
Diaphoresis

Risikocidera Peningkatan kontraksi Aliran darah keotak Kekurangan volume


otot meningkat cairan

D. M
A. Mu B. M C. P e
al er e
an F. Sel
neuron
E. Penurun G. M pada
an H. Ali e
ran n
dar J. Penu
I. Ketisda
L. R runa
kseimb
K. Pen a n
angan
ing n

N. K M. Penu
P. Me
e runan
O. Baradik nur
t
ardi dan unk
pernafas S. O R. Penu
Q. Pe
mb t mpuk
eng an
kak T. O
U. Ganggu t
an W. Ke
V. P o
tid
e t
ak
m
b

17
2.1.5 Farmakologi

1. Obat anti inflamasi


a. Meningitis Tuberkulosa
- Isoniazid 10-2o mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari
maksimal 500 gr selama 1 ½ tahun
- Rifamfisin 10-15 mg/kg/24 jam oral, 1 kali sehari
selama 1 tahun
- Streptomisin sulfat 20-40 mg/kg/24 jam sampai 1
minggu, 1-2 kali sehari selama 3 bulan
b. Maningitis bakterial umur <2 bulan
- Sefalosporin generasi ke-3
- Ampisilin 150-200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4-6
kali sehari
c. Maningitis bakterial, umur >2 bulan
- Amplisilin 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6
kali sehari
- Sefalosforin generasi ke 3
2. Pengobatan Simtomatis
a. Diazepam IV 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0,4 –
0,6/mg/kg/dosis kemudian dilanjutkan dengan Fenitoin
5mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
b. Turunkan demam dengan Antipiretik parasetamol atau
salisilat 10mg/kg/dosis sambil dikompres air
3. Pengobatan Suportif
a. Cairan Intervena
b. Pemberian O2 agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-
50%

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Fungsi Lumbal dab kultur CSS : jumlah leukosit (CBC)
meningkat, kadar glukosa darah menurun, protein meningkat,
tekanan cairan meningkat asam laktat meningkat, gluukosa serum
meningkat, identifikasi organisme penyebab.
a. Kultur darah untuk menetapkan organisme penyebab
b. Kultur urin untuk menetapkan organisme penyebab
c. Kultur nasofaring untuk menetapkan organisme penyebab

18
d. MRI, CT-scan/angiografi

2.1.7 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Meningitis

A. Pengkajian Primer

a. Airway
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan refleks batuk. Jika
ada obstruksi maka lakukan :

- Chin lift atau jaw trust


- Suction atau hisap
- Guedel airway
- Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada
posisi netral
b. Breathing
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien meningitis
disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi
thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada
tulang dada pada klien dengan efusi pleura masif (jarang
terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer di paru.

c. Circulation
tekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi
terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normla
pada tahap dini,
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut.

19
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar.

B. Pengkajian Sekunder

1. Anamnesa
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang
tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan
penurunan tingkat kesadaran.

2. Riwayat penyakit saat ini


Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui jenis
kuman penyebab. Pada pengkajian klien dengan meningitis,
biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan
akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan gejala
awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat
dan sebagai akibat iritasi meningen. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan
meningitis bakteri.

3. Riwayat penyakit dahulu


Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang
memungkingkan adanya hubungan atau menjadi
predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien
mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya
pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.

20
4. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pemeriksaan ini biasanya positif pada pasien dengan
meningitis. Tangan pemeriksa diletakkan di bawah kepala
pasien yang berbaring kemudian dilakukan fleksi pada kepala
sampai dagu menyentuh dada. Tangan pemeriksa satunya
diletakkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan.
Bila ada tahanan atau dagu tidak dapat mencapai dada maka
dapat disimpulkan hasil pemeriksaan ini positif. Pada pasien
dengan penurunan kesadaran, pemeriksaan lebih baik
dilakukan pada saat ada ekspirasi karena pada saat inspirasi
biasanya didapatkan sedikit tahanan sehingga dapat
menimbulkan salah tafsir. Pemeriksaan ini juga dapat positif
pada keadaan-keadaan seperti miositis otot, abses
retrofaringeal, dan artritis servikal. Cara membedakan kaku
kuduk dari keadaan-keadaan tersebut adalah dengan
melakukan rotasi dan ekstensi kepala.
b. Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I.
Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan fungsi
penciuman.
 Saraf II.
Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis
supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
 Saraf III, IV, dan VI.
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis
yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa

21
kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil
akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien
meningitis mengeuh mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya
 Saraf V.
Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada
kelainan.
 Saraf VII.
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
 Saraf VIII.
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
 Saraf IX dan X.
Kemampuan menelan baik.
 Saraf XI.
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk (regiditas nukal)
 Saraf XII.
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
c. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons
normal

22
C. Diagnosa keperawatan

1. Ketidefektifan pola nafas b.d peningkatan volume cairan di


interstitial
2. Nyeri berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
3. Hipertermia b.d proses infeksi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Keperawatan

1. Ketidefektifan NOC NIC 


pola nafas b.d Respiratory Status:
Airway Management
peningkatan Airway patency
volume cairan di 1. Posisikan klien semi
interstitial Kriteria hasil : fowler.
1. Frekuensi, irama, kedalaman 2. Auskultasi suara nafas,
pernapasan dalam batas normal catat hasil penurunan
2. Tidak menggunakan otot-otot daerah ventilasi atau tidak
bantu pernapasan adanya suara adventif.
Vital Signs: 3. Monitor pernapasan
dan status oksigen yang
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
sesuai
Oxygen Therapy
1. Mempertahankan jalan
napas paten
2. Kolaborasi dalam
pemberian oksigen terapi
3. Monitor aliran oksigen
Respiratory Monitoring

1. Monitor kecepatan,
ritme, kedalaman dan
usaha klien saat bernafas
2. Catat pergerakan dada,
simetris atau tidak,

23
menggunakan otot bantu
pernafasan
3. Monitor suara nafas
seperti wheezing, ronkhi.
4. Monitor pola nafas:
bradypnea, tachypnea,
hiperventilasi, respirasi
kussmaul, respirasi
cheyne-stokes.
2 Nyeri b.d NOC NIC
peningkatan - Tingkatan nyeri 1. Ajarkan Teknik relaksasi
permeabillitas - Kontrol nyeri nafas dalam
kapiler - Tingkat kenyamanan 2. Ajarkan metode distraksi
3. Berikan kesempatan
Kriteria hasil: waktu istirahat bila terasa
1. Mampu mengontrol nyeri nyeri dan berikan posisi
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang yang nyaman
dengan menggunakan skala nyeri. 4. Observasi tingkat nyeri
3. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang.
4. Mampu mengenali nyeri.
2. 3 kekurangan Kriteri hasil: Electrolyte Monitoring
volume cairan 1. TTV dalam rentang normal:
1. Identifikasi kemungkinan
b.d kehilangan  Suhu : 36,5-37,5 0C
penyebab
cairan aktif  Nadi : 60-100 x/menit
ketidakseimbangan
 RR : 12-24 x/menit
elektrolit.
Yang ditandai  TD : 100/60-120/80 mmHg
2. Monitor adanya kehilangan
dengan : 2. Nadi perifer dapat teraba.
cairan dan elektrolit.
 Penurunan 3. Turgor kulit <3 detik, membrane
3. Monitor adanya mual,
tugor kulit mukosa lembab
muntah, dan diare.
 Keringat 4. Tidak ada rasa haus yang
Fluid Management
berlebih berlebihan
 Penurunan 5. Hematokrit rentang normal 1. Monitor status hidrasi
haluaran urin (membran mukus, tekanan
 Penurunan ortostatik, keadekuatan
berat badan denyut nadi).
 Haus 2. Monitor keakuratan intake

24
 Kelemahan dan output cairan.
3. Monitor vital signs pasien.
4. Monitor pemberian terapi
IV
4.. Hipertermia b.d NOC NIC
proses infeksi Termoregulasi
Monitoring tanda-tanda vital
Kriteria hasil :
Yang ditandai :  Suhu tubuh dalam rentang normal 1. Monitor tekanan darah,
 kulit  Nadi dan respirasi dalam rentang nadi, suhu, dan respirasi.
kemerahan normal
Pengobatan demam
 peningkatan  Tidak ada perubahan warna kulit
suhu tubuh dan tidak ada pusing 1. Selimuti pasien

diatas kisaran 2. Lakukan tapid sponge

normal (Kompres)

 kejang 3. Kolaborasi dengan dokter

 Takikardi, pemberian obat antipiretik

Takipnea
 Kulit terasa
hangat

25
BAB III
PENUTUP

3.1

3.1 Kesimpulan
Sistem saraf merupakan jaringan sistem manunggal dan
terpadu.Sistem saraf dikelompokkan menjadi dua yaitu, sistem saraf
pusat dan saraf tepi. Sistem saraf adalah salah satu sistem koordinasi
yang berfungsi untuk menyampaikan rangsangan secara cepat dari
reseptor yang akan dideteksi dan direspon oleh tubuh.
Sistem Saraf dikelompokan menjadi dua bagian besar yaitu
susunan saraf pusat/Central Nervous System (CNS) dan susunan saraf
perifer/Peripheral Nervous System (PNS).
Meningitis adalah suatu infeksi purulen lapisan otak yang pada
orang dewasa hanya terbatas didalam ruang subaraknoid, namun pada
bayi cenderung meluas sampai kerongga subdural sebagai suatu efusi
atau empilema subdural (leptomeningitis) atau bahkan kedalam otak
(meningoesnsefalitis).

26
Daftar Pustaka

Satyanegara, 2014.Ilmu Bedah Syaraf.Edisi V.jakarta: PT.Gramedia.

Purwanto, Hadi.2016.Keperawatan Medikal Bedah II

Judith.,M.,2016.Diagnosis Keperawatan.Ed;X Diagnosa nanda-I, Intervensi Nic,


Hasil Noc

Nurarif, Huda, Amin & Kusuma, Hadi. 2016 .Asuhan Keperawatan Praktis. Edisi
Revis Jilid 2.Jogjakarata:MediaAction

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

27
28

Anda mungkin juga menyukai