Anda di halaman 1dari 9

SELF - ESTEEM

Oleh :

Pricilia Angngelina Gaut (1771008)

Estefanny (1771012)

Florensia (1771014)

Anggi Junisia T. (1771021)

Ivana Almira (1771022)

Lidwyna lotisna (1771901)

Prodi Psikologi Fakultas Ekonomi


Universitas Atma Jaya Makassar
2018
A. Pemahaman tentang Self-Esteem (Harga Diri)

Harga diri adalah tentang menghargai siapa diri sendiri. Ini tentang
harga diri dan menyukai diri sendiri. Hal ini bukan kesombongan tetapi
tentang percaya pada diri sendiri dan apa yang bisa dilakukan di dunia, dan
menghargai diri sendiri.

Harga diri adalah suatu bentuk perasaan individu tentang dirinya


sebagai seorang yang mengetahui bahwa ada hal-hal yang dapat ia lakukan
dengan baik. Anak-anak tidak dilahirkan dengan harga diri, melainkan
dari cara orang tua dan individu lain yang berada disekitarnya
memperlakukan anak tersebut dan cara anak tersebut merasakan perlakuan
itu. Harga diri dapat dikatakan sebagai perasaan untuk dianggap ada dalam
sebuah lingkungan dimana individu berada, masalah dihargai atau
tidaknya kehadiran individu tersebut. Itulah sebabnya harga diri
merupakan akar dari masa depan individu.

Harga diri dapat dikatakan tentang apa yang penting bagi individu,
seperti halnya Tony ingin pandai matematika tetapi semua orang
memberitahu bahwa Tony pandai seni, hal itu tidak akan membantu Tony,
tetapi jika Tony mendapat dorongan, dukungan, dan motivasi maka hal
tersebut dapat membantu Tony untuk mencapai apa yang Tony inginkan,
dalam hal ini Tony menjadi pandai matematika dan harga diri Tony akan
tumbuh setelah mencapai kesuksesan tersebut.

Menurut para psikolog, harga diri merupakan pandangan mundur


artinya jika individu ingin membantu individu lain yang merasa lebih baik,
maka individu tersebut akan terlebih dahulu membuat dirinya merasa
lebih menarik, atletis dan lebih cerdas dan artinya individu tersebut bisa
menghargai dirinya sendiri. Individu yang menghargai dirinya sendiri
secara umum adalah individu yang memiliki harga diri paling tinggi.
B. Mengapa Harga Diri itu Penting?

Harga diri ini ada di setiap dasar tingkat keluarga dan budaya , Harga
diri juga membantu individu untuk merasa bahwa dirinya bisa dan
termotivasi untuk mengembangkan keterampilannya sendiri dan
berkontribusi terhadap individu lain disekitarnya. Harga diri juga memberi
individu kepercayaan diri untuk mencoba sesuatu yang baru, dan
membantu dirinya untuk membangun ketahanan untuk mengatasi
kemunduran dan masalah.

C. Implikasi Harga Diri untuk Perilaku

Penelitian menunjukkan bahwa ketika individu memiliki harga diri


yang rendah, individu tersebut merasa tidak percaya diri dan individu yang
memiliki harga diri yang tinggi individu tersebut akan menerima segala
kemampuan yang ada pada dirinya dan akan sering mengambil ingatan
positif serta melakukan hal-hal untuk dirinya sendiri atau menggunakan
kemampuan dan bakatnya dengan cara terbaik yang individu tersebut bias
lakukan. Harga diri yang rendah juga cenderung dikaitkan dengan
kesehatan yang akan menimbulkan penyakit seperti stres, penyakit
jantung koroner, dan peningkatan perilaku antisosial. Oleh karena itu,
penting untuk membantu mengembangkan harga diri anak-anak sejak saat
anak dilahirkan untuk memberi anak landasan kebaikan dan dasar untuk
rasa menerima segala yang ada dan untuk kesehatan psikologis di
kemudian hari dalam kehidupan dewasa. Anak-anak yang tumbuh dan
dibesarkan di semua budaya yang berbeda harus memiliki tempat di
keluarga dan perlu adanya rasa penerimaan sehingga terbentuk harga diri
yang baik.
D. Self-Esteem Motivation

Kebanyakan individu akan termotivasi untuk mempertahankan harga


dirinya. Motivasi sendiri dapat diartikan sebagai dorongan yang membuat
individu tersebut bertindak atau berprilaku. Seorang mahasiswa pada
kenyataannya lebih menyukai dorongan harga diri untuk memakan
makanan favorit mereka, bertemu dengan sahabat, dan menerima gaji.
Individu dengan harga diri yang tinggi bereaksi terhadap harga dirinya
dengan melakukan kompensasi (menyalahkan individu lain atau berusaha
lebih keras). Reaksi ini membantu individu tersebut mempertahankan
perasaan positif tentang dirinya sendiri. Individu dengan harga diri rendah
akan menyalahkan dirinya sendiri atau menyerah.
Apa yang mendasari motif untuk mempertahankan atau meningkatkan
harga diri? Mark Leary percaya bahwa harga diri mirip dengan
pengukuran bahan bakar. Individu yang menjalin hubungan dengan
individu lain dapat bertahan hidup dan berkembang, sehingga pengukuran
harga diri dapat memperingatkan individu tentang ancaman penolakan
sosial, memotivasi kita untuk bertindak dengan kepekaan yang lebih besar
terhadap harapan individu lain. Menurut studi, penolakan sosial membuat
individu lebih bersemangat untuk diterima. Ketika ditolak individu merasa
tidak menarik atau tidak memadai, rasa sakit ini dapat memotivasi
tindakan seperti peningkatan diri, atau pencarian untuk penerimaan di
tempat lain.
Jeff Greenberg (2008) mengemukakan teori management terror,
dimana teori tersebut berpendapat bahwa manusia harus menemukan cara
untuk mengelola rasa takut akan kematian. Jika harga diri hanya tentang
penerimaan, dia menjawab, “mengapa individu berusaha untuk menjadi
hebat daripada hanya diterima”? Realitas tentang kematian diri individu
sendiri memotivasi untuk mendapatkan pengakuan. Bagaimanapun, tidak
semua individu bisa mendapatkan pengakuan, itulah mengapa hal ini
bernilai. Untuk merasakan hidup yang tidak sia-sia, individu harus terus
mengejar harga diri dengan memenuhi standar dari masyarakat.
Menurut Crocker dan Lora Park (2004) individu yang mengejar harga
diri dengan menjadi cantik, kaya atau terkenal, mungkin kehilangan
pandangan tentang apa yang benar-benar membuat individu tersebut
merasa baik tentang dirinya. Ketika individu fokus terhadap peningkatan
harga diri, individu tersebut akan menjadi kurang terbuka terhadap kritik,
kurang berempati dengan individu lain, dan merasa tertekan terhadap
aktivitas yang individu tersebut lakukan daripada menikmatinya.

E. Low vs High Self-Esteem

Individu yang memiliki harga diri yang rendah akan rentan mengalami
kecemasan, kesepian, dan gangguan pola makan. Pada saat terancam,
individu yang memiliki harga diri yang rendah cenderung berpikir negatif
tentang semua hal. Individu ini juga sulit untuk menemukan pasangan
yang cocok karena individu tersebut berpikir bahwa pasangannya akan
mengkritiknya dan menolaknya, sehingga individu tersebut akan merasa
kurang puas dengan hubungannya. Selain itu, individu yang memiliki
harga diri yang rendah juga sering menimbulkan masalah dalam
kehidupannya, kekurangan materi, penggunaan obat-obat terlarang, dan
lebih rentan mengalami depresi. Rosenberg (1965) mengemukakan bahwa
harga diri yang rendah melemahkan hubungan dengan masyarakat.

Ketika sesuatu yang baik terjadi, individu yang memiliki harga diri
yang tinggi akan mudah untuk menikmati dan mempertahankan ‘good
feelings’ tersebut. Ketika individu percaya bahwa ia adalah individu yang
superior, maka hal tersebut akan memotivasinya untuk mempertahankan
harapannya pada waktu-waktu sulit. Selain itu, individu yang memiliki
harga diri yang tinggi memiliki beberapa keuntungan lain, seperti
menumbuhkan inisiatif, ketahanan, dan perasaan yang menyenangkan.
Seorang ketua geng remaja, teroris, dan penjahat yang berada di dalam
penjara karena melakukan kejahatan cenderung memiliki harga diri yang
tinggi diatas rata-rata (Bushman & Baumeister, 2002; Dawes, 1994, 1998).
Namun, harga diri bukan kunci untuk sukses. Harga diri tidak membuat
prestasi akademik menjadi lebih baik ataupun menghasilkan kinerja kerja
yang superior (Baumeister et al., 2003).

F. Narcissism : Self-Esteem’s Conceited Sister

Self-esteem yang tinggi akan menjadi masalah jika bergabung dengan


narsisme atau meningkatnya perasaan terhadap diri sendiri. Kebanyakan
individu dengan self-esteem yang tinggi menghargai ‘achievement’ dan
hubungan dengan individu lain. Narsis terjadi ketika individu memiliki
self-esteem yang tinggi, namun lupa bagian untuk peduli terhadap individu
lain. (Campbell et al., 2007; Jones & Brunell, 2014). Individu yang
memiliki self-esteem yang tinggi disertai dengan narsisme akan melakukan
pembalasan kepada individu yang menilai dirinya buruk atau menghina
diri individu tersebut.

Narsisme berkorelasi dengan materialisme dan popularitas. Individu


yang memiliki sifat narsisme ingin dirinya dikenal banyak orang sebagai
individu yang baik. Namun narsisme juga terkait dengan berkurangnya
empati, kemampuan untuk memahami individu lain maupun khawatir
dengan masalah individu lain karena yang menjadi fokus adalah diri
individu itu sendiri. Individu yang memiliki sifat ini melihat bahwa dirinya
lebih hebat dari individu lain, dan individu lain yang melihat mereka
mengaku bahwa individu yang narsis memiliki sifat yang arogan karena
melebih-lebihkan kemampuan yang dimilikinya.

G. Mengukur Harga Diri

Harga diri dapat diukur secara ekspllisit maupun implisit. Pengukuran


secara eksplisit dilakukan dengan meminta individu lain untuk
memberikan rating (mulai dari sangat sesuai sampai sangat tidak sesuai)
terhadap sejumlah tentang diri, misalnya “individu sangat berguna bagi
individu lain”. Pengukuran secara implisit dilakukan dengan mengukur
kecepatan reaksi individu terhadap sejumlah stimulus yang diasosiasikan
dengan dirinya. Stimulus diberikan secara subliminal (ditampilkan dengan
cepat agar dapat dikenali secara sadar) dengan harapan mengurangi
kemungkinan individu tersebut untuk menampilkan kesan tertentu tentang
dirinya. Kecepatan reaksi yang muncul menunjukkan kekuatan hubungan
antara diri dengan stimulus yang ditampilkan, misalnya kata hangat atau
gambar yang berhubungan dengan sifat hangat.

Salah satu alat ukur yang sering digunakan untuk mengukur harga diri
secara eksplisit adalah skala Rosenberg (Baron,Byrne,Branscombe, 2006).
Skala ini terdiri dari 10 pertanyaan tentang diri. Berikut adalah kesepuluh
pertanyaan skala Ronsberg yang telah diterjemakan kedalam bahasa
Indonesia :

1. Saya meras sebagai orang yang berguna, paling tidak sama seperti
orang lain
2. Saya merasa memiliki sejumlah kualitas yang baik
3. Secara umum, saya cenderung merasa sebagai orang yang gagal
4. Saya mampu melakukan hal-hal sebaik yang kebanyakan orang
lakukan
5. Saya merasa tidak memiliki banyak hal untuk dibanggakan
6. Saya memiliki sikap positif terhadap diri sendiri
7. Secara umum, saya puas dengan diri saya
8. Saya berharap saya lebih menghargai diri saya sendiri
9. Saya sering kali merasa tidak berguna
10. Saya sering kali berfikir saya sama sekali bukan orang yang baik

Responden diminta untuk memberikan rating untuk menyangkut


kesesuaian pertanyaan tersebut dengan dirinya. (0= sangat tidak setuju, 1=
tidak setuju, 2= setuju, 3= sangat setuju). Pada umumnya, individu
menginginkan harga diri yang positif dan hal mendorong munculnya
gejala above-averange effect, yaitu kecenderungan individu untuk menilai
dirinya diatas rata-rata pada berbagai aspek diri yang dianggap positif
secara sosial (Baron,Byrne,Branscombe, 2006). Termotivasi untuk
memperoleh atau melihat diri yang positif, individu kemudian dapat
mengambil bias dalam menilai hasil yang diperolehnya ketika hasil yang
diperoleh positif, maka individu yang menjelaskan bahwa dirinyalah yang
bertanggung jawab atas hasil tersebut, sementara apa bila hasil yang
diperoleh negatif, maka individu akan mengahlikan tanggung jawab atas
hasil tersebut kepada individu lain atau hal di luar dirinya. Bias dalam
menilai hasil ini disebut dengan self-serving bias, yaitu kecenderungan
untuk menilai hal positif sebagai akibat dari faktor internal (trait atau
karakteristik pribadi) dan menilai hal negatif sebagai akibat dari faktor
eksternal (individu lain atau situasi).
Daftar Pustaka

Donnellan, M.B., Trzesniewski K.H., Robins, R.W., Moffitt, T.E., Caspi, A.


(2004). Low self-esteem is related to aggression, antisocial behavior, and
delinquency. Pshychological Science, 16(4): 328-335.

Myers, D.G. (1999). Social Psychology. USA: McGraw-Hill.

Myers, D.G., Twenge J.M. (2017). Social Psychology. Singapore : McGraw-Hill.

Sarwono, S.W., Meinarno, E.A. (2011). Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba


Humanika.

Anda mungkin juga menyukai