PENDAHULUAN
Cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak
(Brunner dan Suddarth, 2013). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian
dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi
korban kerumah sakit, penilaian dan tindakan awal diruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis
dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak.
Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000 kasus cedera kepala.
Dari jumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami kecacatan dan 50.000 orang
meninggal dunia. WHO memperkirakan pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan
menjadi salah satu penyebab penyakit dan trauma ketiga paling banyak di dunia. Setiap
tahun diperkirakan terdapat 1,4 juta kasus cedera kepala, dengan lebih dari 1,1 juta yang
datang ke Unit Gawat Darurat (World Health Organization, 2010).
Akibat cedera kepala pasien mengalami perubahan fisik maupun psikologis. Cedera
kepala merupakan keadaan yang serius, asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala
memegang peranan penting terutama dalam pencegahan komplikasi. Peran seorang
perawat yaitu untuk merawat pasien agar mempercepat proses penyembuhan saat pasien
dirawat di Rumah Sakit, sehingga perawat yang bertugas adalah perawat yang dituntut
untuk tindakan kegawat daruratan secara cepat, tepat, dan tanggap khususnya penanganan
1
pasien pada cedera kepala (Brunner dan Suddarth, 2013). Oleh karena itu, perawat
diharapkan memiliki pengetahuan yang baik dalam menangani pasien dengan cedera
kepala agar dapat menekan mordibitas dan mortilitas penanganan yang tidak optimal dan
terlambatnya rujukan yang dapat menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk dan
berkurangnya pemulihan fungsi (Nurarif, 2002).
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan Umum
2
BAB II
LANDASAN TEORI
b. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan
oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini
dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat
melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan
deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu: fosa anterior
tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior
ruang bagi bagian bawah batang otak serebelum.
Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang
kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar,
diploe dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang
kuat sedangkan diploe merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan
dalam membentuk rongga / fosa: fosa anterior (didalamnya terdapat lobus
frontalis), fosa tengah (berisi lobus temporalis, parietalis, oksipitalis), fosa
posterior (berisi otak tengah dan sereblum)
d. Otak
1) Serebrum
Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dpat
membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X).
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mengandung saraf-saraf
motoric, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru,
esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar - kelenjar pencernaan
dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
1. Definisi
Cedera kepala adalah (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung maupun tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan
otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012). Cedera
kepala merupakan suatu proses terjadinya cedera langsung maupun deselerasi
terhadap kepala yang dapat menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce
dan Nail, 2014).
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak (Morton, 2012). Cedera kepala meliputi luka pada kulit kepala,
tengkorak, dan otak.
Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada
kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Susan Martin, 2010).
2. Klasifikasi
Penilaian cedera kepala dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
(Tim Pusbankes, 2018)
Berdasarkan keparahan cedera :
1) Cedera Kepala Ringan (CKR)
- Tidakada fraktur tengkorak
- Tidak ada kontusio serebri, hematom
- GCS 13-15
- Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi <30 menit
b. Cedera Kepala Sedang (CKS)
- Kehilangan kesadaran
- Muntah
- GCS 9-12
- Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung)
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
- GCS 3-8
- Hilang kesadaran >24 jam
- Adanya kontusio serebri, laserasi / hematom intrakranial
Tabel 2.1: Klasifikasi Cedera Kepala
1. Composmentis (normal)
a. Sadar penuh
b. Dapat dirangsang oleh rangsangan : nyeri, bunyi atau gerak
c. Tanda-tanda: sadar, merasa mengantuk atau sampaitertidur. Jika tidur
dapat disadarkan dengan memberikan rangsangan
2. Apatis (acuh tak acuh)
a. Acuh
b. Lama untuk menjawab terhadap rangsangan yang diberikan.
c. Tanda-tanda: sadar tapi tidak kooperatif.
3. Somnolent (ngantuk)
a. Keadaan ngantuk
b. Dapat dirangsang dengan rangsangan: dibangunkan atau dirangsang nyeri.
c. Tanda-tanda: sadar tapi kadang tertidur, susah dibangunkan, kooperatif
dan mampu menangkis rangsangan nyeri.
4. Dellirium (mengigau)
a. Penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal
b. Dapat dirangsang dengan rangsangan nyeri
c. Tanda-tanda: gaduh, gelisah, kacau, teriak-teriak, disorientasi.
5. Koma/sopor (tidak sadar)
a. Keadaan tidak sadarkan diri
b. Tidak dapat dibangunkan bahkan dengan diberikan rangsangan yang kuat.
c. Tanda-tanda: tidak adanya jawaban terhadap rangsangan yang diberikan.
3. Etiologi
Beberapa etiologi cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013)
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan local meliputi contusion serebral, hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak
atau hernia.
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi):
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk, yaitu cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar pada hemisfer
serebral, batang otak atau kedua-duanya.
Akibat cedera tergantung pada (Yessie dan Andra, 2013) :
1) Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).
2) Akselerasi dan deselerasi.
3) Cup dan kontra cup
4) Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang terbentur.
5) Cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan
benturan.
6) Lokasi benturan
Rotasi: pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan
dan robekan substansia alba dan batang otak. Depresi fraktur: kekuatan yang
mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS
mengalir keluar ke hidung, kuman masuk ke telinga kemudian terkontaminasi
CSS lalu terjadi infeksi dan mengakibatkan kejang.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013) :
a. Cedera kepala ringan - sedang
1) Disoerientasi ringan
Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana seseorang yang
mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat mereka berada saat itu,
bahkan bisa saja tidak mengenal dirinya sendiri.
2) Amnesia post traumatik
Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah cedera otak
traumatis ketika seseorang muncul kehilangan kesadaran atau koma.
3) Sakit kepala
4) Bisa muncul secara bertahap atau mendadak.
5) Mual dan muntah
Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan isi perut,
sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat dikontrol
sehingga menyebabkan perut mengeluarkanisinya secara paksa melalui
mulut.
6) Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang umumnya
disebabkan oleh factor usia atau sering terpapar suara yang nyaring atau
keras.
b. Cedera kepala sedang-berat
1) Oedema pulmonal
Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan cairan diparu-paru
yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya ditandai dengan gejala
sulit bernafas.
2) Kejang infeksi
Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi kumandi dalam
saraf pusat.
3) Tanda herniasi otak
Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak bergeser
dari posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh pembengkakan otak akibat
cedera kepala, stroke, atau tumor otak.
4) Hemiparase
Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami
kelemahan yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot wajah
sehingga sulit untuk digerakkan.
5) Gangguan akibat saraf kranial
3. Gangguan otak
a. Comosio cerebri (gegar otak)
- Tidak sadar <10 menit
- Muntah-muntah
- Pusing
- Tidak ada tanda defisit neurologis
- Contusio cerebri (memar otak)
b. Tidak sadar >10 menit, jika area yang terkena luas dapat berlangsung >2-3
hari setelah cedera
- Muntah-muntah
- Amnesia
- Ada tanda-tanda defisit neurologis
4. Perdarahan epidural (hematoma epidural)
a. Suatu akumulasi darah pada ruang tulang tengkorak bagian dalam dan
meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningeal
b. Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari kacau
mental sampai koma
c. PeningkatanTIK yang mengakibatkan gangguan pernafasan,
bradikardi, penurunan TTV
d. Herniasi otak yang menimbulkan : Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang
- Isokor dan anisokor
- Ptosis
5. Hematom subdural
a. Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
b. Sub akut: gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera
c. Kronis: 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera
6. Hematom intrakranial
a. Pengumpulan darah >25 ml dalam parenkim otak
b. Penyebab: fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru,
gerakan akselerasi - deselerasi tiba-tiba
7. Fraktur tengkorak
a. Fraktur linier (simple)
- Melibatkan Os temporal dan parietal
- Jika garis fraktur meluas kearah orbital atau sinus paranasal (resiko
perdarahan)
b. Fraktur basiler
c. Fraktur pada dasar tengkorak
d. Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan bakteri
masuk
5. Patofisiologi
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau kecelakaan
dapat menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer adalah cedera otak yang
terjadi segera setelah trauma. Cedera kepala primer dapat menyebabkan kontusio
dan laserasi. Cedera kepala ini dapat berlanjut menjadi cedera sekunder. Akibat
trauma terjadi peningkatan kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan
autoregulasi.
Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen ke otak
dan terjadi gangguan metabolisme dan perfusi otak. Peningkatan rangsangan
simpatis menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler sistematik dan peningkatan
tekanan darah.
Penurunan tekanan pembuluh darah di daerah pulmonal mengakibatkan
peningkatan tekanan hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler. Trauma
kepala dapat menyebabkan odeme dan hematoma pada serebral sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan
mengeluhkan pusing serta nyeri hebat pada daerah kepala (Padila, 2012).
WOC CEDERA KEPALA RINGAN (CKR)
BENTURAN KEPALA
Luka Terbuka
Hematoma NYERI AKUT
RESIKO INFEKSI
Peningkatan jumlah suplai darah ke daerah trauma
b. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena
terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami
atau mengekspresikan kata-kata. Bagian kepala yang mengendalikan fungsi
bahasa adala lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di
sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke,
tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari
fungsi bahasa.
c. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan
ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya
disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus frontalis.
Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah
menyebabkan kelainan fungsi otak.
d. Agnosis
Agnosis merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan
merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran
atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat mengenali
wajah-wajah yang dulu dikenalinya dengan baik atau benda-benda umum
(misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan
menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah fungsi pada lobus
parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting fungsinya
disimpan. Agnosis seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala
atau stroke. Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami
perbaikan secara spontan.
e. Amnesia
f. Fistel karotis-kavernosus
Ditandai dengan trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan briit orbita, dapat
timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
g. Diabetes insipidus
Disebabkan karena kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis, menyebabkan
penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah
besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia, dan deplesi volume.
8. Pemeriksaan laboratorium
a. AGD: PO2, PH, HCO2, : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah
serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang dapat
meningkatkan TIK.
b. Elektrolit serum: cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi
natrium, retensi Na berakhir beberapa hari, diikuti dengan dieresis Na,
peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit.
c. Hematologi: leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
d. CSS: menenetukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid (warna,
komposisi, tekanan).
e. Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang pengakibatkan penurunan
kesadaran.
f. Kadar antikonvulsan darah: untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif
mengatasi kejang.
9. Penatalaksanaan cedera kepala
Beberapa penatalaksaan pada pasien cedera kepala (Tim Pusbankes, 2018):
a. Penatalaksanaan cedera kepala ringan
1) Obsevasi atau dirawat di Rumah Sakit
- CT scan tidak ada
- CT scan abnormal
- Semua cedera tembus
- Riwayat hilang kesadaran
- Kesadaran menurun
- Sakit kepala sedang-berat
- Intoksikasi alcohol/obat-obatan
- Fraktur tengkorak
- Rhinorea/otorea
- Tidak ada keluarga dirumah
- Amnesia
2) Rawat jalan
Tidak memenuhi criteria rawat. Berikan pengertian kemungkinan kembali ke
RS jika memburuk dan berikan lembar observasi.
Lembar observasi : berisi mengenai kewaspadaan baik keluarga maupun
penderita cedera kepala ringan. Apabila dijumpai gejala-gejala dibawah ini
maka penderita harus segera dibawa ke RS:
1) Airway
- Penderita dibaringkan dengan elevasi 20-30 untuk membantu
menurunkan tekanan intrakranial
- Pastikan jalan nafas korban aman, bersihkan jalan nafas dari lender,
darah atau kotoran, pasang pipa guedel dan siapkan untuk intubasi
endotrakeal, berikan oksigenasi 100% yang cukup untuk menurunkan
tekanan intrakranial.
- Jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera servikal
dapat disingkirkan
2) Sirkulasi
- Berikan cairan secukupnya (Ringer Laktat/Ringer Asetat), untuk
resusitasi korban. Jangan memberikan cairan berlebih atau yang
mengandung Glukosa karena dapat menyebabkan odema otak.
- Atasi hipotensi yang terjadi, yang biasanya merupakan petunjuk adanya
cedera di tempat lain yang tidak tampak.
- Berikan transfuse darah jika Hb kurang dari 10g/dl.
1) Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat
b. Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran/GCS (<15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi
sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan
kejang.
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persyarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian
pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit
menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai
data subjektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi
prognosa pasien.
c. Pengkajian persistem Keadaan umum
Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma TTV
1) Sistem pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas
bunyi ronchi.
2) Sistem kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemuadian takikardi
3) Sistem perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
4) Sistem gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami
perubahan selera
5) Sistem muskuloskletal
Kelemahan otot, deformasi
6) Sistem persyarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinnitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi
sebagai tubuh
d. Pengkajian pola aktivitas sehari-hari
1) Pola makan / cairan
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Tanda : kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air
liur keluar, disfagia)
2) Aktivitas / istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, letargie, hemiparese, kuadreplegia,
ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah keseimbangan, kehilangan
tonus otot dan tonus sptik
3) Sirkulasi
Gejala : normal atau perubahan tekanan darah.
Tanda : perubahan frekuensi jantung ( bradikardia, takikardia yang
diselingi disritmia )
4) Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku kepribadian ( terang atau dramatis )
Tanda : cemas mudah tersinggung , delirium, agitasi, bingung, depresi
dan impulsive
5) Eliminasi
Gejala : inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami gangguan
fungsi
6) Nyeri dan kenyamanan
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Terapeutik
- Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
- Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
- Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon
pasien
- Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
2) Dx: Risiko Perfusi Serebral tidak efektif D.0017
Kategori : Fisiologis
Sub kategori : Sirkulasi
SLKI
- Perfusi Serebral (meningkat)
- Tingkat kesadaran (meningkat)
- Kognitif meningkat
- Gelisah menurun
- Demam menurun
- TIK membaik membaik
SIKI
- Manajemen kejang :
- Observasi :
- Monitor terjadinya kejang berulang
- Monitor karakteristik kejang
- Monitor status neurologis
- Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik :
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Longgarkan pakaian, terutama di bagian leher
- Dampingi selama periode kejang
- Catat durasi kejang
- Dokumentasikan periode terjadinya kejang
- Pasang akses IV line
- Berikan oksigen
Edukasi :
- Anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke dalam
mulut pasien saat periode kejang
Kolaboratif :
- Kolaborasi pemberian antikonvulsan
SLKI
- Inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan ventilasi (membaik)
- Dispnea (menurun)
- Penggunaan otot bantu nafas (menurun)
- Frekuensi nafas (membaik)
SIKI
Managemen Jalan Nafas :
Observasi :
- Monitor Pola nafas (frekuensi, kedalaman)
- Monitor bunyi nafas tambahan
- Monitor sputum
Terapuetik :
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Posisi semi fowler atau fowler
- Berikan oksigen
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisiotherapi dada
- Lakukan penghisapan lendir
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaboratif :
- Pemberian bronkodilator
4) Dx: Bersihan jalan nafas tidak efektif D.0001
Kategori : Fisiologis
Sub kategori : Respirasi
SLKI
- Bersihan jalan nafas (meningkat)
- Batuk efektif meningkat
- Produksi sputum meningkat
- Mengi,wheezing, ronchi menurun
- Sianosis membaik
- Frekuensi nafas membaik
SIKI
- Managemen jalan nafas :
Observasi :
- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
- Monitor bunyi naas tambahan (gurgling, ronchi, wheezing)
- Monitor sputum
Terapeutik :
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Posisi semi fowler atau fowler
- Berikan oksigen
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisiotherapi dada
- Lakukan penghisapan lendir
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan
- Anjurkan batuk efektif
Kolaboratif :
- Pemberian bronkodilator
5) Dx : Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit
PEMANTAUAN ELEKTROLIT (I.03122)
Observasi
- Identifkasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
- Monitor kadar eletrolit serum
- Monitor mual, muntah dan diare
- Monitor kehilangan cairan, jika perlu
- Monitor tanda dan gejala hypokalemia (mis. Kelemahan otot, interval
QT memanjang, gelombang T datar atau terbalik, depresi segmen ST,
gelombang U, kelelahan, parestesia, penurunan refleks, anoreksia,
konstipasi, motilitas usus menurun, pusing, depresi pernapasan)
- Monitor tanda dan gejala hyperkalemia (mis. Peka rangsang, gelisah,
mual, munta, takikardia mengarah ke bradikardia, fibrilasi/takikardia
ventrikel, gelombang T tinggi, gelombang P datar, kompleks QRS
tumpul, blok jantung mengarah asistol)
- Monitor tanda dan gejala hipontremia (mis. Disorientasi, otot
berkedut, sakit kepala, membrane mukosa kering, hipotensi postural,
kejang, letargi, penurunan kesadaran)
- Monitor tanda dan gejala hypernatremia (mis. Haus, demam, mual,
muntah, gelisah, peka rangsang, membrane mukosa kering,
takikardia, hipotensi, letargi, konfusi, kejang)
- Monitor tanda dan gejala hipokalsemia (mis. Peka rangsang, tanda
IChvostekI [spasme otot wajah], tanda Trousseau [spasme karpal],
kram otot, interval QT memanjang)
- Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia (mis. Nyeri tulang, haus,
anoreksia, letargi, kelemahan otot, segmen QT memendek,
gelombang T lebar, kompleks QRS lebar, interval PR memanjang)
- Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia (mis. Depresi pernapasan,
apatis, tanda Chvostek, tanda Trousseau, konfusi, disritmia)
- Monitor tanda dan gejala hipomagnesia (mis. Kelemahan otot,
hiporefleks, bradikardia, depresi SSP, letargi, koma, depresi)
Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
MANAJEMEN CAIRAN (I.03098)
Observasi
- Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan nadi, akral,
pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
- Monitor berat badan harian
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K,
Cl, berat jenis urin , BUN)
- Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika
tersedia)
Terapeutik
- Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam
- Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena bila perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
SLKI
- Resiko cidera (menurun)
- Kesadaran (meningkat)
- Kejadian cidera (menurun)
- Tekanan darah membaik
- Frekuensi nadi membaik
- Frekuensi nafas membaik
SIKI
Pencegahan cidera :
Observasi :
- Identifikasi area lingkungan yang memadai
- Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
Terapeutik :
- Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi (pemasangan Urine
kateter)
- Gunakan pengaman tempat tidur sesuai kebijakan fasilitas pelayanan
- Pastikan roda tempat tidur dalam kondisi terkunci
- Pasang Restrain, jika perlu
- Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi
pasien
Edukasi :
- Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh kepada pasien dan
keluarga
Observasi
- Monitor tanda dan gejala lokal dan sistemik
Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung
- Berikan perawatan kulit pada area edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan tekhnik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.
SIKI
- Toleransi aktivitas (meningkat)
- Frekuensi nadi (meningkat)
- Saturasi oksigen (meningkat)
- Kemudahan dalam melakukan aktivitas (meningkat)
- Kecepatan dan jarak berjalan (meningkat)
- Keluhan lelah (menurun)
- Dyspnea (menurun)
- Aritmia (menurun)
- Tekanan darah (membaik)
- Frekuensi nafas (membaik)
SIKI
- Managemen energi :
Observasi :
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik :
- Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Kolaboratif :
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
4. Implementasi
Dilakukan sesuai intervensi tindakan telah direncanakan atau disusun dengan
tepat dan akurat sesuai diagnosa.
5. Evaluasi
Menilai keefektifan intervensi yang telah direncanakan atau yang telah dibuat
dan dilakukan dengan tepat dan akurat.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Semua pasien tidak sadar, indikasi HCU, ICU, ICCU, Unit Stroke dan Lansia, resiko jatuh tinggi
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT PROGRAM STUDI PROFESI NERS
KEPERAWATAN
No. RM : 204495 Rujukan dari : di bawa oleh
keluarga
3.
CIRCULATION MASALAH
KEPERAWATAN/KOLABORATIF
TINDAKAN
Fluid :
1. Lakukan CPR
Perdarahan ........ cc
2. Kontrol Perdarahan
Muntah : ......... cc
3. Berikan Asupan Glukosa
Kesadaran
Dx : Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral
Alert : Sadar Penuh
Aktual
Verbal : Respon dengan Rangsang
Suara Risiko
Verbal : 5
1. Beri posisi kepala Elevator
Motorik : 6
2. Kolaborasi
Lateralisasi
Refleks Cahaya : + / +
Kekuatan Ekstremitas
5 5
2 5
Keluhan Lain:
Ekimosis
Dx : Nyeri
Ekskoriasis di pipi kiri dan tangan kiri
Dx: Infeksi
Keluhan / Data Lain :
Aktual
Mengeluh nyeri luka di bibir dan di dahi
Risiko
TINDAKAN
1. Manajemen Nyeri
3. Perawatan luka
4. Kolaborasi
PSIKOSOSIAL MASALAH KEPERAWATAN /
KOLABORATIF
Dx: Kecemasan
Hubungan dengan anggota keluarga
Baik
Aktual
Kurang / Tidak Baik
Risiko
Cemas
TINDAKAN
Takut
1. Manajemen cemas
Marah
2. Libatkan keluarga untuk mengatasi
Sedih
kecemaan
Keluhan :
1. Nyeri Akut
Mengeluh nyeri luka di bibir dan di dahi
2. Resiko gangguan perfusi jaringan serebral
3. Resiko infeksi
Anamnesa :
4. kesemasan
1. Riwayat alergi : Tidak Ada
- RO manus sinistra
- Cek Lab DL
Ketorolac 30 mg / IV (3 x 30 mg)
Omeprazole 40 mg / IV (1 x 40 mg)
Tetagam 250 UI / IM
Ceftriaxone 1 gr / IV (2 x 1 gr)
Data Subjektif :
Tidak ditemukan masalah
Tidak di temukan masalah obstetri
DATA FOKUS
DATA SUBJEKTIF :
- Kepala Pusing
- Px mengeluh nyeri luka di dahi
- Skala nyeri 8
- Menurut keterangan keluarga, Px sempat pingsan ± 30 Menit paska jatuh.
DATA OBJEKTIF :
ANALISA DATA
DO :
- Px Luka lebam
didahi kiri diameter
± 3 cm
- Luka Robek di
bibir atas kiri ± 2
cm
- Luka Terbuka di
jari kelingking
sebelah kiri, bone
expose (+)
- Luka gores dipipi
kanan dan tangan
kanan
- Px terlihat cemas
- TD : 110/80 mmHg
- N : 90 x/menit
- RR : 23 x/menit,
- Suhu : 36,2 ℃
- Spo2 : 97 %
DO :
- Px Luka lebam
didahi kiri diameter
± 3 cm
- Luka Robek di
bibir atas kiri ± 2
cm
- Luka Terbuka di
jari kelingking
sebelah kiri, bone
expose (+)
- Luka gores dipipi
kanan dan tangan
kanan
- Px terlihat cemas
- TD : 110/80 mmHg
- N : 90 x/menit
- RR : 23 x/menit,
- Suhu : 36,2 ℃
- Spo2 : 97 %
No Data Etiologi Masalah Kep
3 DS : Kerusakan Integritas Risiko Infeksi
- Kepala Pusing Kulit
- Px mengeluh nyeri
luka di dahi
- Skala nyeri 8
- Menurut
keterangan
keluarga, Px
sempat pingsan ±
30 Menit paska
jatuh.
DO :
- Px Luka lebam
didahi kiri diameter
± 3 cm
- Luka Robek di
bibir atas kiri ± 2
cm
- Luka Terbuka di
jari kelingking
sebelah kiri, bone
expose (+)
- Luka gores dipipi
kanan dan tangan
kanan
- Px terlihat cemas
- TD : 110/80 mmHg
- N : 90 x/menit
- RR : 23 x/menit,
- Suhu : 36,2 ℃
- Spo2 : 97 %
Prioritas Masalah :
1. Nyeri Akut
2. Risiko Perfusi Cerebral Tidak Efektif
3. Risiko Infeksi
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
EVALUASI KEPERAWATAN
Waktu/Tgl/
No Catatan Perkembangan (SOAP) TTD
Jam
S:
O:
1 12 /01/2022
A:
P:
S:
O:
2 12 /01/2022
A:
P:
S:
O:
12 /01/2022
A:
P: