Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN CEDERA


KEPALA DI RUANG SENOA RSAL Dr. MIDIYATO
SURATANI TANJUNGPINANG

Disusun Oleh:
Novalina Manurung, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2020
Tanggal : 5 Oktober 2020
Ruang Praktik : Paviliun Senoa

I. KONSEP DASAR MEDIK


1. DEFINISI
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak, dan otak yang terjadi akibat injury baik
secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
Cedera kepala adalah sustu keadaan kehilangan fungsi
neurologis sementara dan tanpa kerusakan struktur. Cedera kepala
adalah satu diantara kebanyakan bahaya yang menimbulkan kematian
pada manusia.
Dari pengertian diatas cedera kepala adalah cedera karena
tekanan yang menyebabkan hilangnya fungsi neurologi sementara atau
menurunnya kesadaran sementara, yang dapat menimbulkan gejala
seperti pusing, nyeri  kepala, tanpa adanya kerusakan lainnya bahkan
menyebabkan kematian.

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Otak merupakan salah satu organ yang teksturnya lembut dan
berada dalam kepala.Otak dilindungi oleh rambut, kulit, dan tulang.
Adapun pelindung otak yang lain adalah lapisan meningen, lapisan ini
yang membungkus semua bagian otak. , Lapisan ini terdiri dari
duramater, araknoid, piamater.Otak manusia kira-kira 2% dari berat
badan orang dewasa (sekitar 3lbs). otak menerima 20% dari curah
jantung dan memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh, dan
sekitar 400 kilo kalori energi setiap harinya.
Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf
spinal dan 12 pasang saraf cranial. Saraf perifer dapat terdiri dari
neuron- neuron yang menerima pesan-pesan neural sensorik (aferen)
yang menuju ke sistem saraf pusat, dan atau menerima pesan-pesan
neural motoric (eferen) dari sistem saraf pusat. Saraf spinal
menghantarkan pesan-pesan tersebut maka saraf spinal dinamakan
saraf campuran.
Sistem saraf somatik terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen
membawa baik informasi sensorik yang disadari maupun informasi
sensorik yang tidak disadari. Sistem saraf otonom merupakan sistem
saraf campuran. Serabut-serabut aferennya membawa masukan dari
organ-organ visceral. Saraf parasimpatis adalah menurunkan kecepatan
denyut
jantung dan pernafasan, dan meningkatkan pergerakan saluran cerna
sesuai dengan kebutuhan pencernaan dan pembuangan.

a. Kulit Kepala (Scalp)


Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai
scalp yaitu :
1) Skin atau kulit
2) Connective tissue atau jaringan penyambung
3) Aponeurosis atau jaringan ikat yang berhubungan langsung
dengan tengkorak
4) Loose areolor tissue atau jaringan penunjang longgar
5) Perikranium
b. Tulang kepala (Kranium)
Terdiri dari kalvaria (atap tengkorak), dan basis cranium
(dasar tengkorak).Basis kranii berbentuk tidak rata dan tidak
teratur sehingga bila terjadi cedera kepala dapat menyebabkan
kerusakan pada bagian dasar tengkorak yang bergerak akibat
cedera akselerasi dan deselerasi. Rongga dasar tengkorak terbagi 3
fosa yaitu :
1) Fosa anterior / lobus frontalis
2) Fosa media / lobus temporalis
3) Fosa posterior / ruang batang otak dan cerebellum
Pada fraktur basis cranium, mungkin keluar darah dari hidung atau/
dan telinga.
c. Meningen
Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningen, ada
tiga lapisan meningen yaitu duramater, araknoid, dan piamater,
masing-masing memiliki struktur dan fungsi yang berbeda

d. Duramater
Duramater adalah membran luar yang liat semi elastis.
Duramater melekat erat dengan pemukaan dalam tengkorak.
Duramater memiliki suplai darah yang kaya. Bagian tengah dan
posterior disuplai oleh arteria meningea media yang bercabang dari
arteria karotis dan menyuplai fosa anterior. Duramater berfungsi
untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena dan membentuk
poriosteum tabula interna. Diantara duramater dan araknoid
terdapat ruang yang disebut subdural yang merupakan ruang
potensial terjadi perdarahan, pada perdarahan diruang subdural
dapat menyebar bebas , dan hanya terbatas oleh sawar falks serebri
dan tentorium. Vena yang melewati otak yang melewati ruang ini
hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong oleh karena mudah
terjadi cidera dan robek yang menendakan adanya trauma kepala
e. Araknoid
Araknoid terletak tepat dibawah duramater, lapisan ini
merupakan lapisan avaskuler, mendapat nutrisi dari cairan
cerbrospinal, diantara araknoid dan piamater terdapat ruang
subaraknoid. Ruangan ini melebar dan mendalam pada tempat
tertentu, dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal.
Araknoid membentuk tonjolan vilus.
f. Piamater
Piamater adalah suatu membran halus yang sangat kaya
akan pembuluh darah halus, piamater merupakan satu-satunya
lapisan meningen yang masuk ke dalam suklus dan membungkus
semua girus (kedua lapisan yang hanya menjembatani suklus).
Pada beberapa fisura dan suklus di sisi hemisfer, piamater
membentuk sawar antara ventrikel dan suklus atau fisura. Sawar ini
merupakan struktur penyokong dari pleksus koroideus pada setiap
ventrikel
g. Otak
Otak merupakan organ tubuh yang paling penting karena
merupakan pusat dari semua organ tubuh, otak terletak didalam
rongga tengkorak (kranium) dan dibungkus oleh selaput otak
(meningen) yang kuat
1) Cerebrum
Cerebrum atau otak besar merupakan bagian yang terluas dan
terbesar dari otak, berbentuk telur terbagi menjadi dua
hemisperium yaitu kanan dan kiri dan tiap hemisperium dibagi
menajdi empat lobus yaitu lobus frontalis, parietalis, temporalis
dan oksipitalis. Dan bagian tersebut mengisi penuh bagian
depan atas rongga tengkorak
2) Cerebelum
Cerebelum atau otak kecil merupakan bagian terbesar dariotak
belakang. Cerebelum menempati fosa kranialis posterior dan
diatapi tentorium cerebri yang merupakan lipatan duramater
yang memisahkan dari lobus oksipitalis serebri. Bentuknya
oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan
bagian yang melebar pada bagian lateral disebut hemisfer.
Cerebelum berhubungan dengan batang otak melalui
pedunkulus cerebri inferior (corpus retiform). Permukaan luar
cerebelum berlipat-lipat seperti cerebrum tetapi lebih lipatanya
lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan cerebelum ini
mengandung zat kelabu. Korteks cerebelum dibentuk oleh
substansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar,
lapisan purkinye, lapisan granular dalam.Serabut saraf yang
masuk dan yang keluar dari cerbrum harus melewati
cerebelum.
3) Batang otak
Batang otak terdiri dari otak tengah (diensfalon)pons varolidan
medula oblongata. Otak tengah merupakan merupakan bagian
atas batang otak akuaduktus cerebriyangmenghubungkan
ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah
ini.Otak tengah mengandung pusat-pusat yang mengendalikan
keseimbangan dan gerakan-gerakan bola mata.
4) Tekanan Intra- kranial
Berbagai proses patologis yang mengenai bagian otak dapat
mengakibatkan kenaikan tekanan intra kranial yang
selanjutnya akan menggangu fungsi otak dan berdampak buruk
terhadap kondisi penderita cedera kepala. Tekanan intra kranial
(TIK) tidak hanya indikasi masalah serius namun merupakan
masalah utama pada cedera kepala. TIK normal pada keadaan
istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O), TIK lebih dari 20
mmHg dianggap tidak normal dan lebih dari 40 mmHg
termasuk kedalam kenaikan TIK yang berat. Semakin tinggi
TIK setelah cedera kepala maka makin buruk prognosis
penderita.

3. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA


Cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi 3 hal yang berdasarkan
mekanisme, berat ringannya dan morfologi.
a. Mekanisme Cedera Kepala
Cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus/ tajam.Cedera kepala tumpul biasanya
berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari
ketinggian atau pukulan akibat benda tumpul.
b. Berat Ringannya Cedera Kepala
Secara umum untuk menentukkan berat ringannya cedera
kepala digunakan metode penilaian Glasgow Coma Scale (GCS),
yaitu menilai respon Buka Mata, Respon Bicra/ Verbal dan respon
Motorik.Nilai GCS pasien cedera kepala ringan berkisar 15-13,
cedera kepala sedang nilai 9-12, untuk cedera kepala berat nilai
GCS 3-8.
4. ETIOLOGI
a. Jatuh, kecelakaan dari kendaraan bermotor atau sepeda dan
mobil.
b. Kecelakaan pada saat olahraga
c. Cedera akibat kekerasan
d. Sindrom yang terjadi saat bayi diguncang secara kasar atau
berlebihan
e. Penggunaan alat peledak atau senjata dengan suara bising tanpa
alat pelindung.

5. MANISFESTASI KLINIS
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Kebingungan
c. Iritabel
d. Pucat
e. Kehilangan keseimbangan
f. Mual dan muntah
g. Pusing menetap dan sakit kepala
h. Terdapat hematoma
i. Kecemasan
j. Sukar untuk dibangunkan
k. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar
dari hidung dan telinga bila fraktur tulang temporal.

6. PATOFISIOLOGI
Cedera kepala terjadi karena trauma tajam atau tumpul
seperti terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang
dapat mengenai kepala dan otak sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada funsi otak dan seluruh sistem dalam
tubuh. Bila trauma mengenai ekstra kranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala dan pembuluh
darah sehingga terjadi perdarahan. Apabila perdarahan yang terjadi
terus– menerus dapat menyebabkan terganggunya aliran darah
sehingga terjadi hipoksia. Akibat hipoksia ini otak mengalami
edema serebri dan peningkatan volume darah di otak sehingga
tekanan intra kranial akan meningkat. Namun bila trauma
mengenai tulang kepala akan menyebabkan fraktur yang dapat
menyebabkan desakan pada otak dan perdarahan pada otak, kondisi
ini dapat menyebabkan cidera intra kranial sehingga dapat
meningkatkan tekanan intra kranial, dampak peningkatan tekanan
intra kranial antaralain terjadi kerusakan jaringan otak bahkan bisa
terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
7. Komplikasi
a. Infeksi
b. Edema
c. Herniasi
d. Hemorrhagie

8. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Dexamethason/kalmetason sebagai pengobatan
antiedema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol
20%, glukosa 40% atau gliserol
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.
f. cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
g. Pembedahan.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
b. Rontgen foto
c. CT Scan
d. MRI
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap
dan sistematis untuk di kaji dan di analisa sehingga masalah
kesehatan dan keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental,
sosial maupun spiritual dapat ditemukan.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, nomor register dan diagnosa medis.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Status kesehatan setahun terakhir, keluhan kesehatan utama,
pengetahun atau pemahaman, penatalaksanaan masalah
kesehatan, derajat seluruh fungsi relatif terhadap masalah
kesehatan dan diagnosis medis.
Pengkajian riwayat status kesehatan klien antara lain sebagai
berikut :
1) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Penyakit masa kanak-kanak, penyakit serius atau kronis,
trauma perawatan dirumah sakit, alergi, status imunisasi dan
ada atau tidaknya riwayat pemakaian obat.
2) Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Riwayat psikososial dan spiritual
Tentang menggali perasaan klien dengan menanyakan
siapa orang terdekat klien, masalah yang mempengaruhi
klien, mekanisme koping klien terhadap stress, persepsi
tentang penyakit klien.
b) Sistem nilai kepercayaan
Apakah kegiatan agama yang dilakukan klien frekuensi
nya berapa kali, percaya dengan adanya kematian.
3) Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain tangan kiri dan kanan,
kaki kanan dan kiri untuk menilai adanya kelemahan atau
tidak, kekuatan atau spastis.
4) Kemampuan mobilitas
Pengkajian mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan
berpindah tanpa bantuan.
c. Pola kebiasaan sehari-hari
Klien perlu ditanyakan apa ada masalah-masalah atau keluhan
kesehatan yang dialami klien mengenai :
1) Pola nutrisi
Nafsu makan, frekuensi makan, jenis makanan, kebiasaan
sebelum makan, makanan yang tidak disukai dan berat badan
klien saat ini atau setahun yang lalu.
2) Pola eliminasi
Dysuria, frekuensi berkemih, urine hanya menetes, dorongan
untuk terus berkemih, hematuria, polyuria, oligura, nukturia,
inkontenensia, nyeri saat berkemih, keluar batu pada saat
berkemih dan infeksi.
3) Hyigene personal
Frekuensi mandi, frekuensi oral hygine, frkeuensi cuci rambut
dan menggunting kuku.
4) Istirahat dan tidur
Frekuensi kebiasaan tidur sehari-hari, apakah ada kesulitan
saat mau tidur.
5) Aktivitas dan latihan
Tentang kegiatan klien sehari-hari seperti apakah klien
berolahraga, frekuensi olahraga, apakah ada keluhan saat
beraktivitas.
6) Kebiasaan
Tentang kebiasaan sehari-hari klien, apakah klien merokok,
meminum-minuman keras dan adanya ketergantungan obat.
d. Pengkajian pola gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
apakah pasien mengetahui sekilas informsi tentang cedera
kepala, dan tindakan apa yang dilakukan pasien untuk
mengatasinya
2) Pola nutrisi metabolik
pada pasien dengan tingkat cedera kepala yang parah
kebutuhan nutrisi akan berkurang, sehingga kebutuhan nutrisi
akan tubuh tidak terpenuhi.
3) Pola eliminasi
pada pasien dengan cedera kepala akan mengganggu proses
eliminasi karena dari kebutuhan akan nutrisi tidak terpenuhi ini
membuat proses pencernaan tidak normal.
4) Pola aktifitas dan latihan
Pada Pasien dengan cedera kepala aktifitas untuk bergerak
akan terganggu biasanya akan terasa nyeri pada bagian kepala
5) Pola tidur dan istirahat
Pada saat tidur pasien akan merasakan nyeri bagian cedera
kepala, ini membuat tidur pasien tidak cukup.
6) Pola persepsi kognitif
Apakah pasien masih bisa merasakan nyeri pada bagian cedera
kepala, lihat apakah pasien menggunakan alat bantu
pendengaran.
7)   Pola peran sosial
peran dari Pasien dengan cedera kepala akan tergnggu untuk
sementara, misalkan seorang ayah yang berperan dalam
mencari nafkah untuk keluarga akan tergantikan.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang
berkaitan dengan pembedahan : tanda vital, derajat
kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas,
pernafasan infeksi kondisi yang kronis atau batuk dan
merokok.
c) Pantau keseimbangan cairan
d) Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah
pada pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat,
tekanan darah turun, konfusi, dan gelisah)
e) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari,
flebitis biasanya timbul selama minggu kedua) dan tanda
vital
f) Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai
nyeri tekan, panas, kemerahan, dan edema pada betis
g) Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas,
tingkah laku, dan tingkat kesadaran
h) Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung : observasi
perubahan frekuensi frekuensi nadi, pernafasan, warna
kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit paru, dan jantung
sebelumnya
i) Kaji pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk
dan merokok.
2) Secara sistemik menurut Padila (2012) antara lain:
a) Sistem integumen
Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, edema, nyeri tekan.
c) Kepala
ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, ada
penonjolan atau pembengkakan, ada nyeri kepala, terdapat
lesi pada kepala
d) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada
e) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema
f) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
g) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
h) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
i) Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
j) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
k) Paru
Inspeksi :Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronkhi
l) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung Palpasi :Nadi
meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
m) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar
tidak teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi : Kaji bising usus
n) Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan
buang air besar.
o) Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan,
darah merembes atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pola nafas b/d obstruksi trakeobronkial,
neurovaskuler, kerusakan medula oblongata
b. Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d edema cerebri,
meningkatnya aliran darah ke otak
c. Nyeri b/d cedera fisik, peningkatan tekanan intrakranial, dan
alat traksi
d. Perubahan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran,
peningkatan tekanan intra kranial
e. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan
saraf motorik
f. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan
kulit kepala
g. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d haluaran
urine dan elektrolit meningkat
h. Gangguan kebutuhan nutrisi b/d kelemahan otot untuk
menguyah dan menelan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan perfusi jaringan Gangguan perfusi jaringan 1. Pantau status neurologis secara teratur. Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
cerebral b/d oedema dapat diatasi dengan Kriteria kesadaran dan potensial peningkatan tekanan
cerebri, meningkatnya hasil : intra kranial dan bermanfaat dalam menentukan
aliran darah ke otak. - Mampu mempertahankan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan
tingkat kesadaran. sistem saraf pusat.
- Fungsi sensori dan motorik
membaik.
2. Evaluasi kemampuan membuka mata Menentukan tingkat kesadaran.
(spontan, rangsang nyeri).

3. Kaji respon motorik terhadap perintah Mengukur kesadaran secara keseluruhan dan
yang sederhana. (meremas dan melepas kemampuan untuk berespon pada rangsangan
tangan pemeriksa). eksternal.

4. Pantau TTV dan catat hasilnya. Untuk mengetahui status tekanan darah dan
adanya disritmia.

5. Anjurkan orang terdekat untuk berbicara Ungkapan keluarga yang menyenangkan klien
dengan klien. tampak efek relaksasi pada beberapa klien koma
yang menurunkan tekanan intra kranial.

6. Kolaborasi pemberian cairan sesuai Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan


indikasi melalui IV dengan alat kontrol. oedema cerebral: meminimalkan fluktuasi aliran
vaskuler, tekanan darah dan tekanan intra kranial.

Nyeri kepala b/d Rasa nyeri berkurang dengan 1. Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya, Mengidentifikasi karakteristik nyeri merupakan
peningkatan tekanan Kriteria hasil : lokasinya dan lamanya. faktor yang penting untuk menentukan terapi
intrakranial. 1. pasien mengatakan nyeri yang cocok serta mengevaluasi keefektifan dari
berkurang. terapi.
2. Pasien menunjukan
penurunan skala nyeri.
3. Ekspresi wajah klien rileks.
2. Catat kemungkinan patofisiologi yang Pemahaman terhadap penyakit yang
khas, misalnya adanya infeksi, trauma mendasarinya membantu dalam memilih
servikal. intervensi yang sesuai.
3. Berikan kompres dingin / hangat pada Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan
kepala. vasodilatasi.

4. Kolaborasi dalam pemberian analgetika. Analgetika dapat mengurangi rasa nyeri yang
dialami pasien.
Perubahan persepsi sensori Fungsi persepsi sensori kembali 1. Evaluasi secara teratur perubahan Fungsi cerebral bagian atas biasanya terpengaruh
b/ d penurunan kesadaran, normal dengan Kriteria hasil : orientasi, kemampuan berbicara, alam lebih dahulu oleh adanya gangguan sirkulasi,
peningkatan tekanan intra 1. mampu mengenali orang dan perasaan, sensori dan proses pikir. oksigenasi. Perubahan persepsi sensori motorik
kranial. lingkungan sekitar. dan kognitif mungkin akan berkembang dan
2. Mengakui adanya perubahan menetap dengan perbaikan respon secara
dalam kemampuannya. bertahap.

2. Kaji kesadaran sensori dengan sentuhan, Semua sistem sensori dapat terpengaruh dengan
panas/ dingin, benda tajam/ tumpul dan adanya perubahan yang melibatkan peningkatan
kesadaran terhadap gerakan. atau penurunan sensitivitas atau kehilangan
sensasi untuk menerima dan berespon sesuai
dengan stimuli.

3. Bicara dengan suara yang lembut dan Pasien mungkin mengalami keterbatasan
pelan. Gunakan kalimat pendek dan perhatian atau pemahaman selama fase akut dan
sederhana. Pertahankan kontak mata. penyembuhan. Dengan tindakan ini akan
membantu pasien untuk memunculkan
komunikasi.
4. Gunakan penerangan siang atau malam. Mengurangi kelelahan, kejenuhan dan
memberikan kesempatan untuk tidur REM
(ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan
gangguan persepsi sensori).

5. Kolaborasi pada ahli fisioterapi, terapi Pendekatan antar disiplin ilmu dapat
okupasi, terapi wicara dan terapi kognitif. menciptakan rencana panatalaksanaan
terintegrasi yang berfokus pada masalah klien
Gangguan mobilitas fisik Pasien dapat melakukan 1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan Mengidentifikasi kerusakan secara fungsional
b/d spastisitas kontraktur, mobilitas fisik dengan kriteria secara fungsional pada kerusakan yang dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan
kerusakan saraf motorik. hasil : terjadi dilakukan.
1. tidak adanya kontraktur,
footdrop.
2. Ada peningkatan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh
yang sakit.
3. Mampu mendemonstrasikan
aktivitas yang
memungkinkan
dilakukannya

2. Pertahankan kesejajaran tubuh secara Penggunaan sepatu tenis hak tinggi dapat
fungsional, seperti bokong, kaki, tangan. membantu mencegah footdrop, penggunaan
Pantau selama penempatan alat atau tanda bantal, gulungan alas tidur dan bantal pasir dapat
penekanan dari alat tersebut. membantu mencegah terjadinya abnormal pada
bokong.

3. Berikan/ bantu untuk latihan rentang gerak Mempertahankan mobilitas dan fungsi sendi/
posisi normal ekstrimitas dan menurunkan
terjadinya vena statis.

4. Bantu pasien dalam program latihan dan Proses penyembuhan yang lambat seringakli
penggunaan alat mobilisasi. Tingkatkan menyertai trauma kepala dan pemulihan fisik
aktivitas dan partisipasi dalam merawat merupakan bagian yang sangat penting.
diri sendiri sesuai kemampuan. Keterlibatan pasien dalam program latihan sangat
penting untuk meningkatkan kerja sama atau
keberhasilan program.

Resiko infeksi b/d jaringan Tujuan : Setelah dilakukan 1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, Cara pertama untuk menghindari nosokomial
trauma, kerusakan kulit tindakan keperawatan infeksi pertahankan teknik cuci tangan yang baik infeksi.
kepala. tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda
infeksi (rubor, kalor, dolor,
tumor dan fungsio laesa)
2. Tanda-tanda vital normal
terutama suhu (36-370C)
2. Observasi daerah kulit yang mengalami Deteksi dini perkembangan infeksi
kerusakan, daerah yang terpasang alat memungkinkan untuk melakukan tindakan
invasi, catat karakteristik drainase dan dengan segera dan pencegahan terhadap
adanya inflamasi. komplikasi selanjutnya.

3. Batasi pengunjung yang dapat menularkan Menurunkan pemajanan terhadap pembawa


infeksi atau cegah pengunjung yang kuman infeksi.
mengalami infeksi saluran nafas atas.

4. Kolaborasi pemberian atibiotik sesuai Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien
indikasi. yang mengalami trauma, kebocoran LCS atau
setelah dilakukan pembedahan untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial.
Gangguan keseimbangan Ganguan keseimbangan cairan 1. Kaji tanda klinis dehidrasi atau kelebihan Deteksi dini dan intervensi dapat mencegah
cairan dan elektrolit b/d dan elektrolit dapat teratasi cairan kekurangan / kelebihan fluktuasi keseimbangan
haluaran urine dan dengan kriteria hasil : cairan.
elektrolit meningkat. 1. Menunjukan membran
mukosa lembab, tanda vital
normal haluaran urine
adekuat dan bebas oedema.
2. Catat masukan dan haluaran, hitung Kehilangan urinarius dapat menunjukan
keseimbangan cairan, ukur berat jenis terjadinya dehidrasi dan berat jenis urine adalah
urine. indikator hidrasi dan fungsi renal

3. Kolaborasi pemeriksaan lab. kalium/fosfor Hipokalimia/ fofatemia dapat terjadi karena


serum, Ht dan albumin serum. perpindahan intraselluler selama pemberian
makan awal dan menurunkan fungsi jantung bila
tidak diatasi.
Gangguan kebutuhan Pasien tidak mengalami 1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah Faktor ini menentukan terhadap jenis makanan
nutrisi b/ d kelemahan otot gangguan nutrisi dengan kriteria dan menelan, batuk dan mengatasi sekresi. sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi.
untuk menguyah dan hasil:
menelan 1. Tidak mengalami tanda-
tanda mal nutrisi dengan
nilai lab. Dalam rentang
normal.
2. Peningkatan berat badan
sesuai tujuan. 2. Auskultasi bising usus, catat adanya Fungsi bising usus pada umumnya tetap baik
penurunan/ hilangnya atau suara pada kasus cidera kepala. Jadi bising usus
hiperaktif. membantu dalam menentukan respon untuk
makan atau berkembangnya komplikasi seperti
paralitik ileus.
3. Jaga keamanan saat memberikan makan Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi
pada pasien, seperti meninggikan kepala pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat
selama makan atatu selama pemberian meningkatkan kerjasama pasien saat makan
makan lewat NGT.
4. Kaji feses, cairan lambung, muntah darah. Perdarahan subakut/ akut dapat terjadi dan perlu
intervensi dan metode alternatif pemberian
makan.

5. Kolaborasi dengan ahli gizi. Metode yang efektif untuk memberikan


kebutuhan kalori.

Gangguan pola nafas b/d Tidak terjadi gangguan pola 1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman Perubahan dapat menunjukan komplikasi
obstruksi trakeobronkial, nafas dengan kriteria hasil : pernafasan. Catat ketidakteraturan pulmonal atau menandakan lokasi/ luasnya
neurovaskuler, kerusakan Memperlihatkan pola nafas pernafasan. keterlibatan otak. Pernafasan lambat, periode
medula oblongata. normal/ efektif, bebas sianosis apneu dapat menendakan perlunya ventilasi
dengan GDA dalam batas mekanis.
normal pasien.
2. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan Untuk memudahkan ekspansi paru dan menjegah
posisi miring sesuai indikasi. lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.

3. Anjurkan pasien untuk latihan nafas Mencegah/ menurunkan atelektasis.


dalam yang efektif jika pasien sadar
4. Auskultasi suara nafas. Perhatikan daerah Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
hipoventilasi dan adanya suara- suara seperti atelektasis, kongesti atau obstruksi jalan
tambahan yang tidak normal. (cracklels, nafas yang membahayakan oksigenasi serebral
ronchi dan wheezing). atau menandakan adanya infeksi paru (umumnya
merupakan komplikasi pada cidera kepala).

5. Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD, Menentukan kecukupan oksigen, keseimbangan


tekanan oksimetri. asam-basa dan kebutuhan akan terapi.

6. Berikan oksigen sesuai indikasi. Mencegah hipoksia, jika pusat pernafasan


tertekan. Biasanya dengan menggunakan
ventilator mekanis jika ada gangguan pada
medula oblongata.
3. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksananakan: melaksanakan intervensi/aktivitas yang
telagh ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan
intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien.
Agar implementasi perencaan dapat tepat waktu dan efektif
terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan
klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan
mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan
informasi ini kepada penyedian perawatan lainnya.kemudian dengan
menggunakan data dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan
dalam tahap proses keperawatan berikutnya.

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya.
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan
III. DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai